Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Manajemen Lini dan Jenis Resiko Utama yang Dihadapi


Sebuah Perusahaan”

Di Susun Oleh :
Stefanus Niko Natanael 201010502710
Rini Saraswati Dewan 201010503068
Rohmatu Syifa 201010503970
Reza Amelia 201010500798
Raden Cavin Syach Putra Ghozali 201010500534

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari terkadang menyimpang dari perkiraan (expectation),
ada yang menguntungkan ada pula yang merugikan. Wideman mengatakan, ketidakpastian
yang dapat menimbulkan kemungkinan menguntungkan disebut dengan istilah peluang
(opportunity),
Kerugian adalah suatu penyimpangan yang tidak diharapkan karena dapat mengandung
risiko. Risiko adalah ketidakpastian yang terjadi karena kurang atau tidak tersedianya
informasi yang cukup tentang yang akan terjadi. Risiko adalah suatu keadaan yang dihadapi
seseorang atau perusahaan dimana terjadi kemungkinan yang merugikan. Kegiatan
didalamnya juga mengandung risiko yang harus ditangani agar tidak menimbulkan kerugian
yang fatal. Untuk menangani risiko tersebut dapat dilakukan dengan manajemen risiko.
Menurut Smith : 1990, manajemen risiko adalah proses identifikasi, pengukuran, dan
kontrol keuangan dari suatu risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari suatu perusahaan
atau proyek yang bisa menimbulkan kerusakan atau kerugian dalam perusahaan tersebut.
Manajemen risiko adalah suatu cara untuk mengorganisir suatu risiko yang nantinya akan
dihadapi baik itu sudah diketahui ataupun yang belum diketahui, juga yang tak terpikirkan
dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek
negatif dari risiko, dan menampung baik sebagian atau semua konsekuensi risiko. Manajemen
risiko juga dapat disebut suatu pendekatan terstruktur untuk mengelola suatu ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman. Oleh sebab itu, melalui manajemen risiko, diharapkan
ketidakpastian yang menimbulkan kerugian dapat dikurangi bahkan dihilangkan untuk
keberlangsungan kegiatan di bidangnya.
BAB II MANAJEMEN
RESIKO

2.1 Definisi Manajemen Resiko


1. Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko adalah suatu proses identifikasi, pengukuran,
dan kontrol keuangan dari suatu resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari
sebuah perusahaan atau suatu proyek yang bisa menimbulkan kerusakan ataupun
kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough dan Sears, 1994, Manajemen risiko adalah suatu pendekatan yang
komprehensif untuk menangani semua kejadian yang dapat menimbulkan kerugian.
3. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko adalah suatu aplikasi dari
manajemen umum dengan mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan juga
menangani sebab akibat dari ketidakpastian suatu organisasi.
4. Menurut Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko adalah suatu proses yang masuk akal
dalam usaha untuk memahami eksposur dari suatu kerugian.
Dari pendapat tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko dapat mengakibatkan
kinerja perusahaan menjadi rendah, resiko tersebut dapat timbul dari dalam perusahaan ataupun
pengaruh dari luar perusahaan.Manajemen resiko menyangkut identifikasi atas kemungkinan
resiko yang akan dihadapi dan juga berusaha melakukan proteksi agar pengaruh dari
resiko tersebut dapat diminimalkan, bahkan ditiadakan sama sekali.

2.2 Manfaat Manajemen Resiko


1. Manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko diantaranya (Mok
et al., 1996)
✓ Berguna dalam mengambil keputusan untuk menangani masalah-masalah yang
sukar.
✓ Memudahkan dalam estimasi biaya.
✓ Memberikan pendapat dan juga intuisi dalam pengambilan keputusan yang
dihasilkan dengan cara yang benar.
✓ Memungkinkan untuk para pembuat keputusan dalam menghadapi resiko dan
ketidakpastian pada keadaan yang nyata.
✓ Memungkinkan untuk para pembuat keputusan dalam memutuskan berapa
banyak informasi dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
✓ Meningkatkan pendekatan yang sistematis dan masuk akal untuk membuat suatu
keputusan.
✓ Menyediakan suatu pedoman untuk membantu perumusan masalah.
✓ Memungkinkan analisa yang cermat dari suatu pilihan-pilihan alternatif.

2. Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat dari manajemen risiko yang diberikan
terhadap perusahaan bisa dibagi dalam 5 (lima) kategori utama diantaranya:
✓ Manajemen risiko kemungkinan dapat mencegah perusahaan dari suatu kegagalan.
✓ Manajemen risiko dapat menunjang secara langsung peningkatan dari laba.
✓ Manajemen risiko bisa memberikan laba secara tidak langsung.
✓ Adanya ketenangan pikiran bagi para manajer disebabkan adanya suatu
perlindungan terhadap risiko murni, adalah harta non material untuk perusahaan
tersebut.
✓ Manajemen risiko dapat melindungi sutau perusahaan dari risiko murni, dan karena
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang mempunyai perlindungan,
secara tidak langsung dapat meningkatkan public image.
3. Manfaat manajemen risiko dalam suatu perusahaan sangat jelas, secara implisit
terkandung didalamnya satu ataupun lebih sasaran yang nantinya dicapai manajemen risiko
diantaranya sebagai berikut (Darmawi, 2005, p. 13).
✓ Survival
✓ Kedamaian dari pikiran
✓ Memperkecil biaya
✓ Menstabilkan suatu pendapatan perusahaan
✓ Memperkecil ataupun meniadakan gangguan operasi dari perusahaan
✓ Melanjutkan pertumbuhan dari perusahaan
✓ Merumuskan tanggung jawab social suatu perusahaan terhadap karyawan dan juga
masyarakat.

2.3 Derajat Resiko


Derajat risiko adalah ukuran risiko baik lebih besar ataupun risiko lebih kecil. Suatu
risiko diartikan sebagai suatu ketidakpastian, maka risiko yang terbesar terjadi bila ada dua
kemungkinan hasil dimana masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk dapat
terjadi. Klasifikasi Risiko adalah sebagai berikut :
Risiko yang bisa diukur dan juga risiko yang tidak bisa diukur
Risiko financial dan juga risiko non financial
Risiko statis dan juga risiko dinamis
Risiko fundamental dan juga risiko khusus
Risiko murni dan juga risiko spekulatif

2.4 Klasifikasi Manajemen Resiko :


a) Risiko operasional
Adalah risiko yang muncul disebabkan tidak berfungsinya suatu sistem internal yang
berlaku, kesalahan dari manusia, atau kegagalan dari sistem. Sumber terjadinya risiko
operasional paling tinggi dibanding risiko lainnya yaitu selain bersumber dari aktivitas yang
disebutkan di atas, dapat juga bersumber dari kegiatan operasional dan juga jasa, akuntansi,
sistem teknologi dari informasi, sistem informasi dari manajemen atau juga sistem
pengelolaan dari sumber daya manusia.
b) Risiko eksternal
Adalah resiko yang timbul dari faktor lingkungan eksternal, dimana lingkungan eksternal dapat
menimbulkan kondisi yang kondusif bagi bencana yang dapat menimbulkan kerugian.
Kerugian adalah suatu penyimpangan yang tidak diharapkan. Ada beberapa tumpang tindih di
antara kategori ini, tetapi sumber penyebab kerugian dan juga risiko dapat diklasifikasikan
sebagai suatu risiko sosial, risiko fisik, dan juga risiko ekonomi. Menentukan sumber risiko
adalah sangat penting karena akan mempengaruhi cara penanganannya.
c) Risiko Finansial
adalah suatu resiko yang dihadapi oleh investor akibat dari ketidakmampuan emiten saham
dan juga obligasi untuk memenuhi kewajiban pembayaran baik deviden serta pokok pinjaman.
d) Risiko strategic
adalah suatu risiko terjadinya keadaaan yang tidak terduga yang bisa mengurangi
kemampuan para manajer untuk dapat mengimplementasikan strateginya dengan signifikan.

2.5 Proses Manajemen Resiko


Pemahaman manajemen resiko memungkinkan pihak manajemen untuk terlibat secara
efektif ketika menghadapi ketidakpastian dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan
juga meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk dapat memberikan nilai tambah.
Menurut COSO, proses manajemen risiko dibagi ke dalam 8 tahap :
➢ Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan adanya lingkungan dimana perusahaan berada dan juga
beroperasi. Cakupannya adalah kultur manajemen tentang risiko, integritas, perspektif
terhadap risiko, penerimaan terhadap risiko, nilai moral, struktur organisasi, dan juga
pendelegasian wewenang.
➢ Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus dapat menetapkan objectives (tujuan) dari organisasi agar bisa
mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola suatu risiko. Objective dapat
diklasifikasikan menjadi suatu strategic objective dan activity objective. Strategic
objective di perusahaan berhubungan juga dengan pencapaian dan peningkatan kinerja dari
instansi dalam jangka menengah ataupun panjang, dan merupakan suatu implementasi
dari visi dan misi instansi tersebut. Activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori,
yaitu
(1) operations objectives;
(2) reporting objectives; dan
(3)complianceobjectives.

Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki suatu organisasi yang ada di seluruh divisi dan
bagian harus dilibatkan dan mengerti risiko yanga akan dihadapi. Keterlibatan tersebut
berkaitan dengan pandangan bahwa semua pejabat/pegawai adalah pemilik dari risiko.
Demikian pula, dalam penentuan tujuan suatu organisasi, dapat menggunakan pendekatan
SMART , dan ditentukan juga risk appetite and risk tolerance (variasi dari tujuan yang
bisa diterima). Risk tolerance adalah variasi dalam pencapaian objective yang dapat
diterima oleh manajemen.
➢ Event identification (Identifikasi risiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian yang potensial, terjadi di lingkungan internal
maupun eksternal organisasi yang akan mempengaruhi strategi ataupun pencapaian
tujuan dari organisasi.
Terdapat 4 model dalam identifikasi suatu risiko, yaitu
(1) Exposure analysis;
(2) Environmental analysis;
(3) Threat scenario;
(4) Brainstorming questions.
Salah satu model tersebut, yaitu exposure analysis, mencoba mengidentifikasi suatu
risiko dari sumber daya organisasi yaitu financial assetsphysical assets seperti tanah dan
bangunan, human assets yang juga mencakup pengetahuan dan keahlian, dan juga
intangible assets seperti reputasi dan penguasaan dari informasi. Atas setiap sumber daya
yang dimiliki organisasi dapat dilakukan penilaian risiko kehilangan dan risiko penurunan,
seperti halnya kas dan simpanan di bank,
➢ Risk assessment (Penilaian risiko)
Komponen ini memberikan penilaian sejauh mana akibat dari events (kejadian atau
keadaan) dapat mengganggu suatu pencapaian dari objectives. Besarnya akibat dapat
diketahui dari inherent dan juga residual risk, dapat dianalisis dalam dua perspektif,
diantaranya: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran
dari terealisirnya suatu risiko). Besarnya risiko setiap kegiatan organisasi merupakan
perkalian likelihood dan consequence. Penilaian risiko bisa menggunakan dua teknik,
yaitu:
(1) qualitative techniques; dan
(2) quantitative techniques.

Qualitative techniques dapat menggunakan tools seperti self-assessment (low, medium,


high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques
data merupakan angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-
probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking.
Penilaian risiko untuk setiap aktivitas organisasi dapat menghasilkan informasi berupa
peta dan angka risiko. Aktivitas paling kecil risikonya ada pada aktivitas a dan e, dan
aktivitas yang mempunyai paling risiko paling tinggi dengan kemungkinan terjadi tinggi
ada pada aktivitas d. Aktivitas c, walaupun mempunyai dampak yang besar, tetapi memiliki
risiko terjadi yang rendah.Yang harus dicermati adalah events relationships yaitu
hubungan antar kejadian/keadaan. Events yang terpisah bisa jadi memiliki risiko kecil.
Namun, bila digabungkan dapat menjadi signifikan. Oleh karena itu, risiko yang
mempengaruhi banyak business units perlu untuk dikelompokkan dalam common event
categories, dan dapat dinilai secara aggregate.
➢ Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus dapat menentukan sikap akan hasil penilaian suatu risiko. Risk response
dari organisasi dapat berupa:
(1) avoidance, yaitu dihentikannya suatu aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan
risiko;
(2) reduction, yaitu mengambil langkah untuk mengurangi likelihood atau impact dari
risiko;
(3) sharing, yaitu mengalihkan ataupun menanggung bersama risiko atau sebagian dari
risiko dengan pihak lain;
(4) acceptance, yaitu menerima suatu risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil),
dan tidak ada upaya yang khusus dilakukan. Dalam memilih sikap (response), perlu
untuk dipertimbangkan faktor-faktor dari pengaruh tiap response terhadap risk likelihood
dan impact, response yang optimal sehingga dapat bersinergi dengan pemenuhan risk
appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan juga kemungkinan peluang
(opportunities) yang bisa timbul dari setiap risk response.
➢ Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan (policies) dan prosedur untuk
menjamin risk response agar terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian
memerlukan suatu lingkungan pengendalian yang meliputi:
(1) integritas dan juga nilai etika;
(2) kompetensi;
(3) kebijakan dan juga praktik-praktik SDM;
(4) budaya organisasi;
(5) filosofi dan juga gaya kepemimpinan manajemen;
(6) struktur organisasi; dan
(7) wewenang serta tanggung jawab.

Dari pemahaman dari lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan juga aktifitas
pengendalian. Ada beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive,
detective, corrective, dan directive.
Sementara aktifitas pengendalian berupa:
(1) pembuatan kebijakan dan prosedur;
(2) pengamanan kekayaan organisasi;
(3) delegasi wewenang dan pemisahan fungsi; dan
(4) supervisi atasan.
Aktifitas pengendalian sebaiknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga
pengalokasian dari sumber daya yang dimiliki organisasi bisa menjadi optimal.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus Salah Memberikan Etiket Obat


Etiket obat adalah informasi yang dapat diberikan kepada pasien dalam bentuk
tertulis, biasanya disertakan dalam kemasan obat yang diberikan. Dalam etiket biasanya
dicantumkan nama pasien, no resep pasien, tanggal resep, nama obat, aturan pakai dalam satu
hari, cara pakai, dan waktu kadaluarsa obat. Etiket diberikan untu masing-masing obat yang
diberikan kepada pasien.
Kasus yang pernah terjadi adalah terjadinya kesalahan dalam memberikan etiket obat
kepada pasien anak IGD (Instalasi Gawat Darurat), yaitu etiket aturan obat paracetamol sirup
(seharusnya 3x1 sendok obat) tertukar dengan etiket aturan obat cetirizine sirup (seharusnya
1x1 sendok obat) . Hal tersebut diketahui ketika ibu pasien melaporkan kepada dokter
penulis resep bahwa anaknya tidur terus.
Dokter yang meresepkan, melihat obat yang diberikan, dan mengetahui terjadi
kekeliruan tersebut langsung melaporkan kepada kepala instalasi farmasi, dan akhirnya obat
diperbaiki etiketnya dan sirup cetirizine diganti dengan yang baru (karena obat sudah tinggal
sedikit).

3.2 Proses Manajemen Resiko pada Kasus Salah Memberikan Etiket Obat
meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi resiko
Resiko adalah peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan suatu perusahaan.
Seluruh resiko yang mungkin dapat terjadi dan berdampak negative bagi perusahaan
secara signifikan harus lebih dahulu diidentifikasi.
Di instalasi farmasi hal-hal yang dapat menyebabkan resiko diantaranya adalah sebagai
berikut :
- Pada proses perencanaan untuk pembelian, data yang digunakan berdasarkan
pada pola konsumsi, bukan pada pola penyakit, sehingga menyebabkan
perencanaan meleset dengan kebutuhan yang ada, sehingga perlu ada
perencanaan susulan, sehingga bisa jadi terjadi stock out, menjadikan pasien tidak
mendapat obat sesuai permintaan dokter.
- Pada proses pengadaan, dapat terjadi barang kosong di pihak distributor, padahal
barang tersebut sangat diperlukan oleh pasien, sehingga diperlukan usaha
tambahan untuk mencari barang yang sama di distributor lain. Resiko lain adalah
pihak rumah sakit belum menyelesaikan pembayaran (dapat kesalahan pihak
distributor tidak melakukan penagihan, ataupun pihak rumah sakit karena
panjangnya prosedur yang harus ditempuh), sehingga instalasi farmasi tidak
mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan.
- Pada proses penerimaan barang dari pihak distributor, terjadi resiko barang tidak
diperiksa betul masa kadaluarsanya, sehingga bisa jadi diberikan barang yang
dekat masa kadaluarsanya (kebijakan rumah sakit, barang dapat diterima dengan
masa kadaluarsa minimal 2 tahun). Dekat masa kadaluarsa berakibat terjadinya
barang kadaluarsa, sehingga merugikan pihak rumah sakit bila barang tersebut
ternyata perpurannya tidak baik (mengendap).
- Pada proses penyimpanan, terjadi resiko barang tidak disimpan pada suhu
ataupun kelembaban yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat mengurangi
kualitas dari barang tersebut, menjadikan obat tidak efektif diberikan pada pasien.
Pada penyimpanan yang memerlukan perlakuan khusus, seperti narkotika dan
psikotropika yang harus disimpan pada lemari dua pintu dua kunci, dipegang oleh
dua orang yang berbeda, mempunyai resiko tidak ditaati oleh petugas karena
dirasakan tidak efektif dalam bekerja, mengakibatkan dapat terjadi
penyalahgunaan.
- Pada proses distribusi ke unit, dapat terjadi resiko barang yang didistribusikan
tidak sesuai baik jumlah maupun item, sehingga unit terkait tidak mendapatkan
obat yang diperlukan dalam pelayanan. Untuk tempat yang agak jauh, resiko yang
terjadi adalah barang dalam kemasan kaca, dapat pecah dalam proses distribusi,
sehingga merugikan pihak rumah sakit.
- Pada proses distribusi ke pasien, resiko yang mungkin terjadi diantaranya :
➢ Salah membaca tulisan dokter, sehingga pasien tidak mendapat obat
sesuai penyakitnya, dapat berakibat fatal bila obat yang diberikan ternyata
memberikan dampak yang berbahaya bagi pasien.
➢ Salah mengambil obat karena mirip nama atau kemasan (LASA, look
alike sound alike), karena tidak dipisahkan dalam penyimpanannya, ataupun
kesalahan karena ketidaktelitian pengambilan.
➢ Salah memberikan etiket (tertukar dengan etiket obat lain), sehingga
dalam aturan pakainya dapat terjadi kesalahan (seperti kasus yang akan
dibahas).
➢ Tidak mengkaji resep ada tidaknya interaksi antar obat, sehingga bila ada
interaksi yang menurunkan potensinya, tujuan pengobatan tidak berjalan
maksimal.
➢ Salah memberikan obat kepada pasien yang bukan seharusnya (tertukar
karena nama sama misalnya), sehingga dapat menyebabkan efek yang
dapat berbahaya bagi pasien.
➢ Salah memberikan informasi kepada pasien (misalnya penggunaan obat
off label, tapi pasien tidak ditanya terlebih dahulu, sehingga terjadi
kesalahan informasi)

b. Menganalisis Resiko
Setelah semua resiko diidentifikasi, maka dilakukan suatu pengukuran tingkat
kemungkinan dan juga dampak dari resiko. Pengukuran resiko akan dilakukan
dengan mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko
dilakukan dengan menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi
kualitatif, ataupun kuantitatif tergantung pada tersedianya data tingkat kejadian
peristiwa dan juga dampak kerugian yang ditimbulkannya.
Pada kasus salah memberikan etiket obat maka pengukuran kualitatif
frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah sebagai berikut :
Kemungkinan Deskripsi Nilai
jarang Terjadi pada keadaan khusus 1
Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2
Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu 3
Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi 4
tidak menetap
Hampir pasti (almost Dapat terjadi pada tiap keadaan dan 5
certain) menetap

Termasuk “kadang-kadang” (bobot nilai 2), dengan sebab diantaranya :


- Petugas kondisi lelah
- Tidak ada cross cek
- Ketika memberikan obat tidak dilihat kembali (kasus untuk pasien rawat inap)
Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak
tingkat Deskriptor Contoh deskripsi
1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian keuangan
sedang
3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian keuaangan
besar
4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi,
kerugian keuangan besar
5 katostropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar

Dan dampak yang ditimbulkan berbobot nilai dua (2) yaitu rendah, pertolongan pertama dapat
diatasi, kerugian keuangan sedang.
Kerugian keuangan sedang, karena instalasi farmasi harus mengganti obat yang sudah dipakai
(cetirizin sirup yang dipakai 3x1 sendok obat). Pertolongan pertama dapat diatasi, karena
adanya laporan dari ibu pasien bahwa anaknya tidur terus, sehingga dokter dapat segera
mengantisipasinya, dengan melaporkan pada pihak instalasi farmasi dan segera dilakukan
perbaikan.

Dampak
Kemungkinan Sangat rendah sedang besar ekstrim
(likehood) rendah
Jarang 1 2 3 4 5
Kadang-kadang 2 4 6 8 10
Mungkin 3 6 9 12 15
Mungkin sekali 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 10 15 20 25

Nilai :
1-3 4-6 8-12 15-25
rendah sedang bermakna tinggi

Bobot likehood = 2
Bobot dampak = 2
Bobot total penilaian adalah (2x2 = 4) berada di kolom kuning yaitu sedang.
c. Mengevaluasi Resiko
Setelah suatu resiko diukur tingkat kemungkinan dan juga dampaknya, maka
disusunlah urutan prioritas dari resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat resiko
tertinggi, sampai pada resiko terendah. Resiko yang tidak termasuk dalam resiko
yang dapat diterima/ditoleransi merupakan suatu resiko yang dapat menjadi prioritas
untuk segera ditangani. Setelah diketahui besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko,
maka perlu disusun suatu peta resiko.
Dari kasus salah memberikan etiket, peta resiko yang dapat dibuat berdasarkan prioritas
resiko adalah sebagai berikut :
➢ Penerimaan resep (identitas pasien, umur, berat badan untuk pasien anak)
➢ Pembacaan resep (pengkajian)
➢ Pengentrian ke komputer untuk pengklaiman keuangan
➢ Pembuatan etiket
➢ Penyiapan obat (dispensing)
➢ Penggabungan antara etiket dan obat yang telah disiapkan
➢ Pemberian informasi kepada pasien ketika menyerahkan obat
Menjadi prioritas utama dalam penerimaan resep, terutama saat pembacaan resep (bila
salah membaca resep, salah pula obat yang diberikan). Ini adalah langkah yang
menempati urutan prioritas resiko untuk kasus ini.

d. Menangani Resiko
Resiko yang tidak bisa diterima/ditoleransi agar dibuatkan rencana tindakan untuk
meminimalkan kemungkinan dampak terjadinya suatu resiko dan SDM yang
bertanggung jawab untuk dapat melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani resiko
untuk kasus ini yaitu dengan mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya resiko
dengan cara meningkatkan pengendalian internal yang ada pada proses bisnis
perusahaan, dan juga mengeksploitasi resiko bila tingkat suatu resiko dinilai lebih
rendah dibanding dengan peluang terjadi peristiwa yang akan terjadi. Pemilihan cara
menangani resiko dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya dan juga
manfaat, yaitu biaya yang akan dikeluarkan untuk melaksanakan rencana suatu tindakan
lebih rendah daripada manfaat yang akan diperoleh dari pengurangan
akibatkerugianresiko.
Seluruh resiko yang telah diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan juga ditangani
dimasukkan ke dalam sautu register resiko yang memuat informasi tentang nama
resiko, uraian tentang indikator resiko, faktor pencetus terjadinya sautu peristiwa yang
merugikan, dampak kerugian bila resiko itu terjadi, pengendalian resiko yang ada,
ukuran dari tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko setelah
mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana suatu tindakan untuk
meminimalkan tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta SDM yang
bertanggung jawab untuk melakukannya.

Untuk kasus ini, cara menangani resiko tersebut adalah dengan segera membuat
perbaikan agar masalah pasien terantisipasi. Kendali intern, dengan memanggil
petugas terkait, agar kasus tersebut diharapkan tidak terjadi lagi di masa yang akan
datang, dengan cara saling mengcross cek pekerjaan petugas lain, agar bila ada
kesalahan akan saling mengoreksi (obat belum keluar dari ruangan apotek).
Analisis beban kerja ditinjau ulang, dengan menghitung pelayanan yang diberikan
kepada pasien. Untuk kasus ini, petugas yang berdinas malam itu hanya 2 orang
(sehingga fungsi saling mengcross cek tidak dilakukan, karena di dispensing oleh 1
orang saja).

e. Memantau Resiko
Perubahan situas internal dan eksternal perusahaan akan menimbulkan resiko baru bagi
perusahaan, mengubah tingkat kemungkinan/dampak terjadinya suatu resiko, dan cara
penanganan resiko, sehingga setiap resiko yang akan teridentifikasi masuk dalam
register resiko dan peta resiko perlu dipantau akan perubahannya.
Untuk kasus ini, cara memantau resiko adalah dengan mengetatkan kembali sistem
double cross cek, sehingga dengan dikerjakan oleh beberapa orang untuk 1 resep, maka
diharapkan kesalahan dalam proses penyiapan resep, mulai dari penerimaan resep dan
seterusnya, tetap dilakukan kontrol untuk masing-masing pekerjaan tersebut.
Cara lain adalah dengan mensosialisasikan kembali prosedur-prosedur yang ada,
untuk dapat ditaati, sehingga kesalaha tersebut diharapkan tidak terulang kembali.
f. Mengkomunikasikan Resiko
Setiap tahapan dari kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan juga penanganan
resiko dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan terhadap
aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk dapat memastikan bahwa tujuan manajemen
resiko dapat segera tercapai sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak
yang mempunyai kepentingan berasal dari internal perusahaan (manajemen, karyawan)
dan juga eksternal perusahaan (pemasok, pemerintah daerah/pusat, masyarakat
disekitar lingkungan perusahaan, dan konsumen).
Untuk kasus ini, cara mengkomunikasikan akan resiko yang dapat diperbuat adalah
dengan melakukan pertemuan penyegaran, dengan memberikan materi seputar
manajemen resiko dan akibat-akibat yang dapat timbul bila para petugas tidak
mempedulikan keselamatan pasien.
Petugas diberikan pencerahan, bagaimana agar dapat memahami bahwa segala
sesuatu yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan karena berkaitan dengan
kelangsungan hidup dari pasien yang datang ke rumah sakit.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari kasus salah memberikan etiket, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Man (Sumber Daya Manusia) perlu dianalisis kembali berkaitan dengan beban
kerjanya, karena beban kerja yang berat dapat mengakibatkan kesalahan terjadi.
2. Money (keuangan) berakibat sedang karena instalasi farmasi harus memberikan obat
ganti yang telah dipergunakan tidak semestinya. Keungan akan lebih berat bila
menyangkut resiko yang lebih berat.
3. Methode (Metoda) diperhatikan kembali berkaitan dengan standar operasional
prosedur, agar dapat ditaati oleh seluruh pegawai, dan juga perlunya refreshing ulang
untuk sosialisasi standar operasional prosedur yang ada.
4. Machine berhubungan dengan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan, diantaranya
komputer dan alat racik (bila diracik), dimana bila etiket sudah terkomputerisasi
dicantumkan jenis obatnya sehingga bila dibaca ulang, mengurangi tingkat kesahan.
5. Material berhubungan dengan sarana dan prasarana yang ada di instalasi farmasi,
dalam hal ini adalah etiket yang masih ditulis manual, sehingga tingkat kesalahan masih
tinggi dan tidak ada arsip untuk pemberian etiket, sehingga bila ada komplain dari
pasien untuk etiket, tidak dapat segera ditangani, kecuali dengan melihat etiket yang
dibawa oleh pasien.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai