Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ruth Adriana

NIM : 1965190007
Mata Kuliah : Keuangan Internasional
Dosen : Ibu Dr. Farida .,SE, MM

Tugas Pertemuan 3 (Kamis, 16 April 2020)

Mereview salah satu jurnal : Impact of Multinational Corporations on Developing Countries


(Shameema Ferdausy & Md. Sahidur Rahman)

“Dampak Perusahaan Multinasional pada Negara Berkembang”

I. Pendahuluan
Perusahaan multinasional (MNC) adalah sebuah perusahaan internasional atau
transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi memiliki kantor cabang di
berbagai negara maju dan berkembang. Perusahaan mengglobalisasikan kegiatan
mereka baik untuk memasok pasar dalam negeri-negara mereka , dan untuk melayani
pasar luar negeri secara langsung. Menjaga kegiatan asing dalam struktur perusahaan
memungkinkan perusahaan menghindari biaya yang melekat oleh perantara, dengan
entitas yang terpisah sambil memanfaatkan pengetahuan perusahaan mereka sendiri.
Umumnya, MNC dapat dikategorikan sebagai badan hukum (legal person) yang
kedudukannya setara dengan warga negara (natural person) di tempat MNC didirikan
atau berdomisili usaha. Kebanyakan MNC merupakan milik negara-negara maju yang
ditempatkan di negara-negara berkembang. Alasan yang melatar belakangi hal
tersebut adalah besarnya kemungkinan yang dimiliki MNC untuk menghasilkan
barang-barang produksi dengan harga yang lebih murah. Hal ini dikarenakan adanya
keuntungan lokasi (location advantages). Seperti yang diketahui banyak orang bahwa
dengan membuka usaha di negara berkembang, maka perusahaan tersebut akan
mendapatkan tenaga kerja yang murah, aturan-aturan perpajakan yang ringan serta
aturan-aturan hukum lain yang cenderung lemah ikatannya.
Perusahaan MNC sendiri yang sudah memasuki suatu Negara akan memberikan
efek yang ganda kepada setiap Negara host tersebut, di satu sisi ada dampak postif
yang diberikan, namun di sisi lain MNC juga memberikan dampak buruk kepada
Negara host. Sisi positif yang bias di tawarkan oleh MNC adalah MNC itu merupakan
perusahaan yang berhasil dan memiliki bermacam-macam keunggulan kompetitif,
jadi mereka membawa hal-hal positif didasarkan kepada apa yang dibawanya ke
Negara host seperti membawa teknologi, produk yang dihasilkannya, capital
financial, dan teknik management canggih yang tidak dimiliki oleh Negara-negara
host.
MNC ini bisa merangsang pertumbuhan perusahaan atau UKM(Usaha Kecil
Menengah) yang lebih kecil di negara host semisal ketika ada MNC yang bergerak
dibidang produksi mobil maka secara langsung perusahaan tersebut membutuhkan
pasokan baja, karet untuk memproduksi ban mobilnya, dengan begitu mereka akan
membeli kebutuhan tersebut kenegara house country, perdagangan semakin
bergairah, artinya dilain sisi MNC ini menghidupkan perusahaan atau UKM dengan
dibelinya produk yang dihasilkan oleh mereka, manfaat lainnya adalah perekrutan
buruh yang dilakukan secara missal oleh MNC dan juga perusahaan kecil yang
menjual produk terhadap MNC itu turut serta mengurangi pengangguran di house
country.
Terciptanya lapangan kerja mempunyai “spilt over effect” terhadap berbagai
sector, seperti bisa mereduksi masalah penganguran, meningkatkan gairah daya beli
masyarakat bahkan mengurangi kriminalitas yang disebabkan oleh orang-orang yang
tidak mempunyai pekerjaan, dilain sisi juga MNC ini turut menyumbang pendapatan
disuatu Negara yang berasal dari pajak yang mereka berika kepada Negara host, akan
lebih bagus lagu, sumbangan MNC akan lebih besar apabila MNC yang beroperasi di
Negara host membangun usaha baru, bukan membeli perusahaan local yang telah ada.
Karena Negara host akan mendapatkan tambahan kapasitas prosuksi, perekrutan
buruh yang lebih pastinya akan mentumbangkan kegairahan daya beli masyarakat dan
pajak yang diterima oleh pemerintah.
Sedangkan nilai-nilai negatif yang dibawa oleh MNC ke Negara host adalah
sebagaimana yang kita ketahui Munculnya MNC dapat menjadi ancaman bagi
kesejahteraan negara dan rakyat, diantaranya adalah ancaman terhadap perdamaian
dan keamanan global, kemiskinan gobal, lingkungan global dan migrasi masal.
Bahkan MNC turut andil dalam menciptakan kesenjangan sosial yang semakin
melebar antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini sungguh sangat disayangkan, yang
kedua adalah ketika sebuah negara merasa telah dirugikan oleh keberadaan MNC.
Di satu sisi tentunya negara tersebut ingin menuntut adanya tanggung jawab
MNC atas kerugian yang disebabkan olehnya. Kerugian-kerugian tersebut umumnya
dialami oleh negara-negara berkembang dimana MNC tersebut berada. Masalah yang
muncul antara lain, adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses
produksi, eksploitasi besar-besaran terhadap kaum buruh, pelanggaran hak konsumen,
hingga merebaknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, perkembangan
MNC juga semakin menipiskan peranan dan kebijakan negara berkaitan dengan
hukum nasional terhadap MNC.
Namun di sisi lain, tuntutan tersebut baru dapat dipenuhi apabila posisi MNC
telah disejajarkan dengan negara sebagai subyek hukum internasional. Hal inilah
yang sampai sekarang berusaha untuk dihindari dan tetap menjadi polemik dalam
hukum internasional bahwa MNC hingga saat ini masih belum memiliki international
legal personality.

II. Metode Penelitian


Diketahui bahwa para penulis mengunakan metode desk research. Metode desk
research telah diikuti untuk meninjau literatur yang ada dari subjek. Bersifat analitis
yang semata-mata didasarkan pada data sekunder. Data sekunder telah dikumpulkan
dari beberapa sumber termasuk buku yang relevan, jurnal, laporan pemerintah, surat
kabar, dan situs web. Setelah ketersediaan data, penjelasan logis dan deskripsi
masalah telah disediakan. Suatu upaya telah dilakukan dengan menyediakan tiga studi
kasus untuk menjadikan studi lebih informatif dan relevan.

III. Hasil Pembahasan


MNC adalah perusahaan yang memiliki dan mengendalikan fasilitas produksi di
dua atau lebih negara. Mereka memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa
melintasi batas-batas nasional; mereka menyebarkan ide, selera, dan teknologi di
seluruh dunia; dan mereka merencanakan operasi mereka dalam skala global.
Perusahaan tersebut memiliki kantor dan / atau pabrik di berbagai negara dan
biasanya memiliki kantor pusat yang terpusat di mana mereka mengoordinasikan
manajemen global. Hampir semua perusahaan multinasional besar adalah Amerika,
Jepang, atau Eropa Barat, seperti Nike, Coca-Cola, Wal-Mart, AOL, Toshiba, Honda,
dan BMW.
Diketahui sumber kebingungannya ialah keharusan untuk mengendalikan sumber
daya dan pengetahuan serta untuk mengamankan akses ke pasar luar negeri telah
mendorong beberapa perusahaan untuk terlibat dalam FDI dan secara bertahap atau
berpotensi menjadi MNC. Penggunaan luas istilah ini MNC dimulai pada awal 1960-
an (Hymer, 1979; Jones, 1996). Sejak itu, berbagai definisi telah ditawarkan dan
dikenal luas dan digunakan dalam literatur.
Bahkan, Lilienthal (1960), yang adalah Direktur Otoritas Tennessee Valley dan
Direktur Komisi Atomic Energy pada waktu itu, pertama kali memperkenalkan istilah
"Perusahaan Multinasional" pada tahun 1960. Pada sebuah simposium yang diadakan
pada Acara Peringatan 10 tahun Sekolah Pascasarjana Administrasi Industri, Institut
Teknologi Carnegie, Lilienthal (1960), membedakan antara portofolio dan investasi
langsung dan kemudian mendefinisikan "perusahaan multinasional - yang memiliki
rumah mereka di satu negara tetapi yang beroperasi dan hidup di bawah hukum
negara lain negara juga ... "(hlm. 119).
MNC umumnya didefinisikan sebagai perusahaan yang mengendalikan dan
mengelola aset di setidaknya dua negara. MNC dapat dibagi menjadi tiga jenis.
Seseorang pada dasarnya menghasilkan jalur barang atau jasa yang sama dari setiap
fasilitas di beberapa lokasi, dan disebut MNC yang terintegrasi secara horizontal.
Lain, MNC terintegrasi secara vertikal, menghasilkan output di beberapa fasilitas
yang berfungsi sebagai input ke fasilitas lain yang terletak melintasi batas-batas
nasional. Yang ketiga adalah MNC yang terdiversifikasi secara internasional, yang
output pabriknya tidak terkait secara vertikal maupun horizontal (Caves, 1996; Teece,
1986).

Kehadiran dan kegiatan MNC di negara berkembang telah menjadi subyek


kontroversi dalam diskusi tentang pembangunan. Menurut Borensztein, Gregorio, dan
Lee (1998) "Pemerintah meliberalisasi rezim MNC ketika mereka datang untuk
mengasosiasikan MNC dengan efek positif untuk pembangunan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan di negara mereka" (hal. 115). Tentu saja, dalam praktiknya,
tujuan untuk menarik MNC berbeda dari satu negara ke negara lain dan dampak
MNC tidak selalu diinginkan. Namun, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi
memicu dunia global yang memungkinkan perusahaan multinasional untuk menjadi
alat yang berguna untuk pertumbuhan ekonomi.
Dampak positif MNC:
1) Pertumbuhan Ekonomi:
MNC dapat dianggap sebagai stimulus utama untuk pertumbuhan
ekonomi di negara-negara berkembang. Menurut kaum liberal ortodoks,
FDI ke dalam menyediakan pembiayaan eksternal untuk mengimbangi
jumlah tabungan lokal dan bantuan asing yang tidak memadai. Secara
umum, arus masuk FDI lebih stabil dan lebih mudah diservis daripada
utang komersial atau investasi portofolio.
2) Industrialisasi Berbasis Ekspor:
Membangun kapasitas ekspor sangat penting bagi negara-negara
berkembang jika mereka ingin mendapat manfaat penuh dari peluang
perdagangan dan investasi internasional. Oleh karena itu, pemerintah
harus berusaha mengembangkan kerangka peraturan yang dapat
membantu daerah dan daerah dalam merancang dan menerapkan
kebijakan aktif untuk membangun daya saing ekspor. Negara-negara di
Asia Timur dan Tenggara, yang telah menarik perusahaan multinasional
sebagai bagian dari strategi berorientasi ekspor mereka, memberikan bukti
yang jelas bahwa perusahaan multinasional dapat sangat membantu dalam
negara-negara berkembang industrialisasi berbasis ekspor.
3) Pembentukan Modal:
Modal merupakan aset ekonomi penting di negara berkembang.
Manfaat signifikan dari perusahaan multinasional adalah injeksi modal
mereka ke negara berkembang, sehingga sumber daya keuangan tidak
tersedia melalui modal mereka sendiri dan akses ke pasar modal
internasional. Bagian penting dari total aliran modal ke negara-negara
berkembang berasal dari investasi MNC; estimasi bervariasi dari 14,9%
hingga 51,5% dari total aliran ke negara berkembang (UNCTAD, 1994; p.
409).
4) Teknologi / R&D:
Pengembangan teknologi dan peningkatan proses kerja sangat
berbeda di negara berkembang, dan bahkan dalam beberapa kasus antar
kawasan. Misalnya, Bangkok atau Thailand Selatan lebih berkembang
daripada beberapa daerah Utara. MNC berkontribusi besar dalam
memberikan landasan bagi pengembangan teknologi.
5) Lingkungan Bersih:
FDI melalui MNC dapat membantu meningkatkan tingkat
lingkungan domestik secara keseluruhan. MNC lebih cenderung
menghasilkan lingkungan yang lebih bersih daripada lingkungan alami.
Perusahaan multinasional dari negara maju, lebih memilih untuk memiliki
satu set aturan untuk semua pesaing, akibatnya lebih suka bahwa negara
berkembang memiliki standar lingkungan yang mirip dengan yang ada di
negara maju (Garcia, 2000). Selain itu, perusahaan multinasional
cenderung membawa kontrol polusi yang lebih tinggi dan standar efisiensi
energi dengan negara lain ketika mendirikan operasi di luar negeri.
6) Pengurangan Kemiskinan:
MNC adalah kunci untuk pengurangan kemiskinan. Perusahaan
multinasional mendorong orang untuk menghasilkan produk tertentu, dan
produk ini membuat kehidupan pekerja meningkat.
7) Generasi Ketenagakerjaan:
Perusahaan multinasional berperan dalam menciptakan jenis
pekerjaan baru dan karenanya dapat berkontribusi pada penciptaan
lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup karyawan di negara-negara
berkembang. Mereka yang berdebat untuk perusahaan multinasional,
menyatakan bahwa perusahaan multinasional menghasilkan lapangan
kerja di seluruh dunia
8) Membangun Kompetensi dan Keterampilan:
Membangun keterampilan pekerja lokal telah terbukti sangat
penting untuk keberhasilan transfer dan difusi teknologi dan pengetahuan.
Investasi asing memberikan keterampilan dan kompetensi manajerial yang
meningkatkan produksi. Kapan saja memungkinkan, MNC lebih suka
mempekerjakan orang lokal daripada menggunakan karyawan asing.
Namun, kurangnya tenaga kerja yang cukup terampil di negara-negara
berkembang menghadirkan tantangan untuk diatasi. Tingkat pendidikan
yang rendah dari karyawan potensial adalah hambatan khusus untuk
memaksimalkan basis karyawan lokal. Oleh karena itu, perusahaan
multinasional sering terlibat dalam upaya peningkatan kapasitas dan
kadang-kadang memberikan pendidikan dan pelatihan kepada kelompok
untuk membantu mereka meningkatkan tingkat produksi dan melakukan
rutinitas kerja lebih efisien.

Dampak negatif dari perusahaan multinasional:


1) Cegah Pengembangan Otonom:
“Ketergantungan adalah situasi di mana sejumlah negara memiliki
ekonomi mereka dikondisikan oleh pengembangan dan perluasan negara
lain… menempatkan negara-negara yang bergantung pada posisi
terbelakang dieksploitasi oleh negara-negara dominan” (Santos, 1970;
p.180 ). Teori dependensi memahami keterbelakangan negara-negara
berkembang saat ini untuk menjadi proses dalam kerangka sistem kapitalis
global. Mereka memahami kapitalisme global sebagai proses yang
menghasilkan kekayaan dan pembangunan di dunia industri dengan
mengorbankan menciptakan kemiskinan sebagai produk sampingan yang
disengaja dari Barat dan melanggengkan keterbelakangan di negara-
negara berkembang.
2) Arus Keluar Modal:
Beberapa kritikus percaya bahwa FDI di negara-negara berkembang
sebenarnya mengarah ke arus modal keluar. Aliran modal dari Selatan ke
Utara melalui keuntungan, layanan utang, royalti, dan biaya, dan melalui
manipulasi harga impor dan ekspor. Arus balik semacam itu, dalam dirinya
sendiri, tidak biasa atau tidak patut. Memang, alasan investasi adalah untuk
menghasilkan uang bagi perusahaan. Namun, apa yang dikritik oleh
beberapa kritikus adalah bahwa arus balik seperti itu sangat tinggi.
3) Pekerja Eksploitasi:
Kritikus menuduh bahwa banyak perusahaan multinasional
memasuki negara-negara berkembang untuk mengeksploitasi tenaga kerja
murah dan sumber daya alam yang melimpah. Perusahaan seperti Reebok,
Nike, dan Levi Strauss telah mengeksploitasi tenaga manusia di Indonesia.
4) Polusi Lingkungan:
Berkenaan dengan lingkungan, bisnis besar internasional adalah pencipta
polusi dan satu-satunya sumber daya yang tersedia untuk pembersihannya.
Catatan perusahaan multinasional mengenai polusi tidak ada artinya
dibandingkan dengan banyak perusahaan lokal dan perusahaan milik
negara: Para kritikus menuduh bahwa perusahaan multinasional telah -
sebagian karena ukurannya yang tipis - menyebabkan kerusakan
lingkungan yang signifikan di negara-negara berkembang. Karena MNC
telah beroperasi untuk waktu yang lama dan di banyak negara, tidak
diragukan lagi ada kasus di mana kritik ini akurat (Stopford, 1998).
5) Penghindar Pajak:
Masalah penggelapan pajak oleh MNC terus menghasilkan
perdebatan sengit, meskipun pedoman yang dihasilkan oleh Organisasi
untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Perusahaan
multinasional memprotes bahwa mereka membayar pajak secara
bertanggung jawab. Sebagai contoh, Kamar Dagang AS di Bangkok
mengklaim beberapa tahun yang lalu bahwa perusahaan multinasional
membayar 70% pajak perusahaan Thailand, menyiratkan penggelapan
pajak yang besar oleh penduduk setempat. Tetapi bahkan klaim yang
tampaknya sederhana ini dikaburkan oleh cara rumit dari kode pajak lokal.
Perdebatan kemungkinan besar akan berlanjut sebagai subjek teknis
tersembunyi, membuat opini publik tidak berubah dalam persepsi
negatifnya (Stopford, 1998).
6) Kejahatan Terorganisir:
Pengenalan merek-merek terkenal ke negara-negara berkembang
oleh MNC telah memberikan daya tarik yang tak tertahankan bagi
organisasi-organisasi kriminal untuk menyebar ke area kejahatan yang
menguntungkan ini. Di Asia Timur - sarang pemalsuan - organisasi
kriminal yang terlibat dalam perjudian, pelacuran, penyelundupan,
narkotika, dan perdagangan manusia kini bermigrasi ke pemalsuan karena
imbalannya yang sangat menguntungkan dan sifat kejahatannya yang
berisiko rendah. Hukuman untuk perdagangan narkotika terkenal parah di
Asia.
7) Risiko Kesehatan dan Keselamatan:
Jenis lain dari konsekuensi sekunder yang diderita oleh negara-
negara berkembang adalah bahaya kesehatan dan keselamatan yang
disebabkan oleh proliferasi obat-obatan palsu di bawah standar. Menurut
beberapa akun media baru-baru ini, 10% dari obat-obatan dunia adalah
palsu; susu formula bayi palsu, sirup batuk, dan obat-obatan lain telah
menyebabkan penyakit serius atau kematian. Namun, hampir semua
bahaya ini terhadap kesehatan dan keselamatan manusia terjadi di negara-
negara berkembang, yang memiliki sistem kontrol perbatasan yang lemah
yang memungkinkan pemalsuan yang sebagian besar diproduksi di China
melewati tanpa terdeteksi (Chow, 2011). Nyaris tidak ada insiden
kesehatan atau keselamatan yang serius terjadi di negara-negara industri
maju, seperti Amerika Serikat dan banyak negara Eropa.

Anda mungkin juga menyukai