Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO

“Asuransi, Risiko Operasional, dan Risiko Perubahan Kurs”

Dosen Pengampu:
Drs. R. Hendri Gusaptono, MM

Disusun Oleh:
1. Iffa Karimah 141190021
2. Faidin Joko Nur Rochman 141190032
3. Dadan Kurniawan Febriana 141190081
4. Endah Nur Saputri 141190166

Kelompok 2 / EM-A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Manajemen Risiko yang berjudul “Asuransi, Risiko Operasional, dan Risiko
Perubahan Kurs” sesuai waktu yang telah ditentukan.

Kami berterima kasih kepada Drs. R. Hendri Gusaptono, MM., selaku dosen mata
kuliah Manajemen Risiko yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
menyumbangkan pikirannya dalam makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 28 April 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
BAB 15 ASURANSI ................................................................................................................. 3
2.1 Karakteristik Asuransi .......................................................................................................... 3
2.2 Risiko yang Bisa diasuransikan .......................................................................................... 4
2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi ...................................................................................................... 7
2.4 Industri Asuransi ................................................................................................................. 12
2.5 Fungsi yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi ......................................................... 14
BAB 17 MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL & RISIKO PERUBAHAN KURS . 17
2.6 Pengendalian Kualitas Sebagai Strategi Menghadapi Risiko Operasional ................. 17
2.6.1 Definisi Kualitas ............................................................................................... 17
2.6.2 Six-Sigma ......................................................................................................... 18
2.6.3 Perbaikan Proses Bisnis ................................................................................... 21
2.6.4 Bagan Pengendalian (Control Charts) ............................................................. 23
2.7 Manajemen Perubahan Kurs.............................................................................................. 29
2.7.1 Manajemen Eksposur Transaksi....................................................................... 29
2.7.2 Manajemen Eksposur Akuntansi ...................................................................... 32
2.7.3 Manajemen Eksposur Operasi .......................................................................... 33
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 36
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 36
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan
bisnis perusahaan karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta meningkatnya
kompleksitas aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko yang
dihadapi perusahaan. Sasaran utama dari implementasi manajemen risiko adalah
melindungi perusahaan terhadap kerugian yang mungkin timbul. Lembaga perusahaan
mengelola risiko dengan menyeimbangkan antara strategi bisnis dengan pengelolaan
risikonya sehinga perusahaan akan mendapatkan hasil optimal dari operasionalnya.

Kita harus bisa menemukan kerugian potensial yang mungkin terjadi dan mencari
cara untuk menangani risiko tersebut. Dunia bisnis pun tak luput dari ketidakpastian.
Ketidakpastian dalam dunia bisnis akan menyebabkan terjadinya risiko bisnis.
Perusahaan merencanakan untuk menggencarkan promosi produknya dengan harapan
penjualanya dapat meningkat. Dengan analisis yang mendalam diperkirakan penjualan
setelah adanya promosi besar-besaran tersebut dapat meningkat sebanyak 20% Tetapi
kenyataanya penjualan hanya dapat meningkat 10% Ini merupakan salah satu bentuk
risiko yang terjadi dalam dunia bisnis Risiko dalam bisnis tidak bisa diabaikan begitu
saja. Perusahaan perla menganalius keungkinan kerugian potensi dalam bisnisnya
tersebut kemudian mengevaluas dan nicicari cara untuk menanggulanginya.

Dengan demikian diharapkan bisnis yang dijalaninya dapat sukses meraih tujuan
dengan mudah. Misako merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi ketika kita melakukan
satu tindakan Risiko adalah berbagai kemungkinan yang terjadi pata periode tertentu.
Risiko sering dikaitkan dengan kerugian Jurisiko salah ketidakpastian yang mungkin
melahirkan kerugian atau peluang, terjadi sesuatu yang bod outlame Setiap organisasi
perusahaan selalu menanggung risiko. Risk, hiss kecelakaan kerja, bencana alam,
perampokan, dan pencurian, Ichangka ditah chicops contoh dari risiko yang lazim terjadi
di berbagai perusahaan

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asuransi?
2. Apa saja prinsip dasar Asuransi ?
3. Bagaimana hubungan antara Manajemen Risiko dan Asuransi?
4. Bagaimana pengendalian kualitas sebagai strategi menghadapi risiko operasional?
5. Apa saja jenis-jenis dari manajemen perubahan kurs?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari asuransi
2. Untuk mengetahui prinsip dasar asuransi
3. Untuk mengetahui hubungan antara manajemen risiko dan asuransi
4. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian kualitas sebagai strategi menghadapi
risiko operasional
5. Untuk mengetahui jenis-jenis dari manajemen perubahan kurs

2
BAB II
PEMBAHASAN

BAB 15 ASURANSI
Asuransi merupakan salah satu teknik untuk mengelola risiko, yang cukup banyak
digunakan. Asuransi bisa dipanjang sebagai alat di mana individu bisa mentransfer risiko
ke pihak lainnya, di mana pihak asuransi mengakumulasi dana dari individu-individu untuk
memenuhi kebutuhan keuangan yang berkaitan dengan kerugian yang timbul. Pengertian
semacam ini mengandung dua kata kunci, yaitu transfer risiko dan sharing kerugian. Dari
sisi individu (yang mengasuransikan), asuransi bisa dilihat sebagai kontrak di mana individu
bersedia membayar premi tertentu, dan sebagai gantinya, perusahaan asuransi bersedia
membayar sejumlah uang tertentu sebagai kompensasi atas kerugain yang timbul.

2.1 Karakteristik Asuransi


Perusahaan asuransi menggunakan the law of large numbers sebagai dasar operasi
mereka. Hukum tersebut, dalam konteks asuransi, mengatakan bahwa semakin banyak
eksposur atau risiko yang serupa, semakin kecil penyimpangan kerugian yang terjadi dari
kerugian yang diperkirakan. Dengan kata lain, risiko atau ketidakpastian menjadi
semakin kecil apabila jumlah eksposur meningkat. Eksposur atau risiko kematian yang
telah dikumpulkan, maka risiko kematian akan lebih mudah dan lebih akurat untuk
dihitung. Dengan demikian perusahaan asuransi bisa memperkirakan kematian dengan
cukup akurat, dan bisa menentukan besarnya premi berdasarkan perhitungan risiko
tersebut. Elemen gambling (perjudian) bisa dihilangkan dalam siatuasi tersebut.
Terdapat dua masalah yang inheren di dalam kontrak asuransi, yaitu problem
moral haxard fan adverse selection. Moral hazard adalah perilaku yang tidak berhati-hati
(ceroboh). Asuransi cenderung mendorong terjadinya perilaku moral hazard. Ketika
seseorang membeli asuransi, terkadang mereka menjadi tidak berhati-hati lagi di dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari karena mereka merasa ada yang melindungi jika
terjadi kecelakaan, sehingga mereka menjadi lebih ceroboh.
Problem adverse selection bisa digambarkan sebagai perilaku dimana orang yang
ceroboh tentu akan membeli asuransi untuk melindungi perilakunya yang ceroboh karena
mereka membutuhkan perlindungan atas sikap cerobohnya tersebut. Sedangkan orang
yang berhati-hati akan lebih berhati-hati pula dalam membeli asuransi karena kebitihan
akan perlindungan tidak sebesar kebutuhan dari orang yang ceroboh.
3
Jika kedua problem tersbeut muncul, amka perusahaan asuransi akan dirugikan
karena nasabah asuransi akan terisi oleh orang yang ceroboh. Kedua perilaku tersebut
akan meningkatkan kerugian yang nantinya akan meningkatkan premi asuransi. Premi
asuransi yang tinggi juga akan semakin memperparah kedua problem tersebut. Orang
yang berhati-hati akan menjadi tidak tertarik membeli asuransi dikarenakan premi yang
tinggi. Jika situasi tersbeut terjadi terus-menerus maka perusahaan asuransi tidak akan
bertahan lama. Perusahaan asuransi dapat mencegah atau mengurangi risiko tersebut
melalui beberapa mekanisme, misal dengan membebani premi yang berebda. Nasabah
yang risikonya tinggi harus membayar premi yang lebih tinggi diabndingkan nasabah
yang risikonya lebih rendah.

2.2 Risiko yang Bisa diasuransikan


Berikut ini adalah tipe-tipe risiko yang layak untuk diasuransikan, dari sudut pandang
perusahaan asuransi, yaitu:
1. Kerugian Karena Risiko Bisa Ditentukan dan Diukur
Jika kerugain tidak bisa diukur, maka peruahaan asuransi tidak akan bisa
membuat kontrak asuransi. Secara teoritis sebagian besar risiko bisa ditentukan dan
diukur. Tetapi dalam praktik, penentuan dan oengukuran asuransi tidak semudah
yang dibayangkan.
2. Risiko yang Mempunyai Kemiripan dan Banyak
Salah satu persyaratan penting dari sudut pandang perusahaan asuransi adalah
risiko yang diasuransikan bisa diperkirakan di muka. Perusahaan asuransi bisa
memperkirakan lebih baik jika risiko tersebut cukup banyak dan mirip satu sama
lain. Jika hanya satu risiko terjadi dalam waktu sekian lama, maka perusahaan
asuransi akan menghadapi ketidakpastian yang sama dengan pihak yang
mengasuransikan (insured). Contoh tipe risiko semacam itu adalah risiko kematian
manusia. Risiko kematian untuk individu merupakan sesuatu yang sangat tidak
pasti. Tetapi jika dikelompokkan dalam jumlah yang besar, risiko tersebut menjadi
bisa diperkirakan lebih akurat. Perusahaan asuransi sudah menghitung risiko
semacam itu jika dikelompokkan dalam jumlah yang besar, dan karenanya bisa
dihitung (menjadi lebih pasti).
Di samping itu, risiko yang ideal untuk bisa diasuransikan adalah mirip satu
sama lain. Risiko kematian tidak akan bisa digabungkan dengan, misal, risiko
kebakaran, karena keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Faktor lain,
4
misal sosial dan geografis, juga harus diperhitungkan untuk menentukan kemiripan
risiko tersebut.
Di lain pihak, perusahaan asuransi akan mengalami kesulitan untuk
memperkirakan risiko ledakan nuklir, kerusuhan sosial, dan semacamnya. Risiko
tersebut jarang terjadi, sehingga sulit diperkirakan.
3. Kerugian Harus Terjadi Karena Ketidaksengajaan Atau Karena Kecelakaan
Risiko muncul karena adanya ketidakpastian. Jika ketidakpastian bisa
dihilangkan, maka tidak ada risiko, dan karenanya tidak akan ada asuransi. Jika
seseorang sudah bisa memperkirakan besarnya risiko, maka dia tidak akan
membutuhkan asuransi. Kesengajaan merupakan contoh lain dari kepastian. Jika
seseorang sengaja membakar pabriknya untuk memperoleh tanggungan asuransi,
maka orang tersebut tidak menghadapi risiko, karena dia sudah merencanakan
tindakannya.
Ketidaksengajaan merupakan persyaratan dari asuransi. Perusahaan asuransi
biasanya mengeluarkan kerugian yang disengaja dalam polis asuransi mereka.
Kerugian semacam itu tidak akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Dari sudut
pandang perusahaan asuransi, kesengajaan semacam itu akan mendorong
timbulnya moral hazard.
4. Kerugian Tidak Diakibatkan oleh Bencana
Salah satu tujuan mengumpulkan (mem-pool-kan) eksposur risiko adalah
agar terjadi 'diversifikasi', yaitu kerugian yang muncul (tanggungan) bisa
ditanggung oleh premi dari nasabah lainnya yang tidak mengalami risiko tersebut.
Jika Sebagian risiko ternyata muncul pada saat yang bersamaan, maka prinsip
'diversifikasi' atau pengumpulan eksposur semacam itu tidak terjadi. Perusahaan
asuransi menghadapi risiko membayar tanggungan yang sangat besar, yang bisa
mengakibatkan kebangkrutan perusahaan asuransi tersebut.
Sebagai contoh, misal perusahaan asuransi menjual risiko kerusakan rumah
kepada banyak penduduk di suatu kota. Kemudian terjadi gempa bumi yang
mengakibatkan kerusakan pada rumah-rumah di kota tersebut, sehingga
perusahaan asuransi akan menanggung kerugian yang sangat besar (bisa
mengakibatkan kebangkrutan), karena risiko tersebut muncul pada saat yang
bersamaan. Dalam situasi tersebut, risiko yang bersifat bencana (cathastrophic)
semacam itu tidak ideal lagi untuk diasuransikan. Perusahaan asuransi bisa

5
mendiversifikasikan lebih lanjut, misal dengan memperluas asuransi ke negara
lain, atau dengan mengasuransikan lagi ke perusahaan asuransi lain (reinsurance).
5. Kerugian yang Besar
Perusahaan atau individu seharusnya mengasuransikan risiko yang
mempunyai potensi kerugian yang besar. Tidak akan ekonomis jika perusahaan
atau individu mengasuransikan risiko yang potensi kerugiannya kecil. Untuk risiko
tersebut, perusahaan atau individu bisa menanggung risiko tersebut dengan dana
internal, misal menyiapkan cadangan kerugian, atau individu menggunakan
sebagian penghasilannya untuk mendanai kerugian tersebut.
Sebagai contoh, kerugian karena ban mobil pecah barangkali tidak ekonomis
untuk diasuransikan, karena biaya untuk memperbaiki ban pecah tidak akan terlalu
tinggi. Premi untuk risiko tersebut justru akan lebih tinggi dibandingkan dengan
cadangan dari tabungan seseorang. Tetapi risiko kecelakaan mobil, di mana
kerugiannya bisa mencapai puluhan juta rupiah, akan lebih layak untuk
diasuransikan.
6. Probabilitas Terjadinya Kerugian Tidak Terlalu Tinggi
Jika probabilitas terjadinya kerugian terlalu tinggi (misal 1, yang berarti pasti
akan terjadi), maka premi yang dibebankan oleh perusahaan asuransi menjadi
sangat tinggi. Premi total tersebut menjadi sama dengan kerugian yang akan
ditanggung oleh perusahaan asuransi karena risiko tersebut, ditambah dengan biaya
overhend perusahaan asuransi dan target keuntungan perusahaan asuransi tersebut.
Dalam situasi semacam itu, pihak yang mengasuransikan (insured) akan lebih baik
jika tidak usah membeli asuransi, dan menanggung sendiri kerugian tersebut.
Kerugian yang akan ditanggung tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan
total premi yang dibayarkan ke perusahaan asuransi. Dengan demikian kontrak
asuransi tidak akan terjadi.
Tabel berikut ini menyajikan beberapa risiko yang bisa diasuransikan dengan
karakteristik beberapa persyaratannya. Sebagai perbandingan, tabel berikutnya
menyajikan beberapa risiko spekulatif yang tidak layak diasuransikan dengan
alasannya.

6
Tentunya sektor asuransi bersifat dinamis. Beberapa risiko yang dulu tidak
layak diasuransikan, sangat mungkin menjadi layak untuk diasuransikan jika ada
perusahaan asuransi yang bisa menemukan cara baru untuk mengatasi risiko yang
tidak layak tersebut.

2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi


Ada beberapa prinsip yang mendasari perjanjian kontrak asuransi. Berikut ini
pembicaraan mengenai prinsip-prinsip tersebut. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut
mendasari kontrak asuransi yang dibuat, meskipun dalam beberapa kasus tertentu, ada
pengecualian-pengecualian dalam pelaksanaan prinsip tersebut. Dalam kasus tertentu
tersebut, prinsip bisa jadi tidak dilaksanakan.
1. Principle of Indemnity

7
Prinsip tersebut mengatakan bahwa pihak yang mengasuransikan (insured)
tidak bisa memperoleh uang pertanggungan lebih dari kerugian yang sebenarnya
pada saat terjadi kejadian yang merugikan, berapapun asuransi yang dibeli. Sebagai
contoh, misalkan terjadi kebakaran yang menghabiskan bangunan yang
diasuransikan. Kerugian tersebut bernilai Rp1 miliar. Pihak yang mengasuransikan
tidak bisa memperoleh uang pertanggungan lebih besar dari Rp1 miliar kerugian
tersebut. Prinsip semacam itu bisa mengendalikan problem moral hazard. Asuransi
dalam hal ini dirancang untuk mengembalikan kondisi ke situasi sebelum
terjadinya kerugian (indemnity). Dengan prinsip semacam itu, kemungkinan
seseorang melakukan moral hazard (misal, sengaja membakar bangunan agar
asuransinya bisa dibayarkan), bisa dikurangi secara signifikan.
Prinsip lainnya yang juga penting dan berkaitan dengan prinsip indemnity
adalah kehadiran asuransi lain. Dalam hal, pihak yang mengasuransikan (insured)
tidak bisa memperoleh uang pertanggungan dari lebih dari satu perusahaan
asuransi. Jika ada dua perusahaan asuransi yang terlibat, biasanya kedua
perusahaan tersebut akan berbagi pertanggungan tersebut.
2. Principle of Insurable Interest
Prinsip tersebut mengatakan bahwa asuransi didasarkan pada adanya
kepentingan yang diasuransikan. Pihak yang mengasuransikan harus bisa
menunjukkan hal tersebut pada waktu meminta uang pertanggungan. Sebagai
contoh, misalkan keluarga mengasuransikan jiwa ayah (karena sebagai kepala
keluarga). Jika ayah tersebut meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak
memperoleh uang pertanggungan, misal Rp1 miliar. Keluarga tersebut mempunyai
kepentingan terhadap hidupnya bapak tersebut, karena jika bapak tersebut
meninggal maka keluarga tersebut akan kehilangan kesempatan memperoleh
pendapatan (yang diperoleh bapak tersebut). Dengan kata lain, keluarga tersebut
mempunyai kepentingan yang bisa diasuransikan. Bukti kepemilikan kepentingan
tersebut bisa diperlihatkan melalui, misal hubungan keluarga (ahli waris adalah
anak dari bapak tersebut).
Untuk kasus yang lain adalah sebagai berikut. Misal seseorang bertemu
dengan orang lain yang belum pernah dikenalnya, kemudian terlibat pembicaraan,
kemudian satu orang bersedia mengasuransikan dirinya atas nama orang yang baru
dikenalnya. Orang yang membeli asuransi tersebut meninggal esok harinya. Dalam
situasi tersebut, sangat mungkin prinsip insurable interest tidak terpenuhi, sehingga
8
klaim orang tersebut atas asuransi orang yang meninggal bisa ditolak oleh
perusahaan asuransi.
Bukti adanya kepentingan yang diasuransikan bisa ditunjukkan melalui
bukti kepemilikan, sewa atau lainnya. Sebagai contoh, misalkan saya memounyai
gudang yang kemudian saya asuransikan. Kemudian terjadi kebakaran yang
menghanguskan gudang tersebut. Saya sebagai pemilik bisa menunjukkan prinsip
insurable interest tersebut. Sebagai contoh, sebagai pemilik, saya bisa menyewakar
gudang tersebut sehingga saya bisa memperoleh pendapatan tambahan. Tetan:
karena gudang tersebut terbakar habis, maka kepentingan saya (atau kesempatan
bisa menyewakan gudang tersebut) menjadi hilang. Contoh lainnya adalah:
perusahaan yang mengasuransikan key employee (pegawai kunci). Jika pegawai
kunci tersebut meninggal, perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang,
yang bisa dipakai oleh perusahaan untuk mencari tenaga lainnya yang
kemampuannya sama dengan yang meninggal tersebut.
Prinsip semacam itu cukup bermanfaat untuk mengurangi problem moral
hazard. Prinsip semacam itu secara efektif juga bisa menghalangi penggunaan
asuransi sebagai alat perjudian (gambling).
3. Principle of Subrogation
Prinsip subrogation mengatakan bahwa seseorang membeli asuransi, maka
perusahaan asuransi berhak atas kas yang akan diterima pihak yang
mengasuransikan dari pihak ketiga. Sebagai contoh, misal Wahyu
mengasuransikan pabriknya. Kemudian pabrik tersebut terbakar habis karena PT
X, perusahaan yang memasok bahan bakar ke pabrik tersebut, melakukan tindakan
yang ceroboh yang mengakibatkan kebakaran tersebut. Wahyu kemudian menuntut
ganti rugi ke PT X. Perusahaan asuransi berhak menerima uang ganti rugi yang
diberikan oleh PT X kepada Wahyu.
Prinsip tersebut merupakan konsekuensi lanjutan dari prinsip indemnity.
Pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh ganti rugi dari
beberapa pihak sekaligus. Prinsip subrogasi juga menghalangi moral hazard yang
mungkin muncul. Sebagai contoh, Wahyu bisa berkomplot dengan oknum dari PT
X untuk membakar pabriknya. Setelah pabrik tersebut terbakar, Wahyu bisa
memperoleh uang lebih besar dari kerugian yang sebenarnya, kemudian Wahyu
bisa berbagi uang dengan oknum dari PT X tersebut. Prinsip semacam itu
bermanfaat untuk menurunkan premi asuransi. Pada beberapa jenis asuransi (misal
9
kecelakaan), kas yang diperoleh dari pihak ketiga yang tcledor (ceroboh,
mengakibatkan kecelakaan) bisa cukup signifikan. Kas masuk tersebut bisa dipakai
oleh perusahaan asuransi untuk mengurangi kerugiannya, yang mempunyai
implikasi pada penurunan premi yang dibebankan perusahaan asuransi tersebut.
Alasan lain adalah prinsip semacam itu menaruh orang yang teledor (ceroboh)
sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecerobohannya, dan karenanya harus
menanggung akibat dari perbuatannya tersebut.
4. Principle of Utmost Good Faith
Kontrak asuransi didasarkan pada kepercayaan bersama. Standar kejujuran
yang tinggi dipegang untuk kontrak asuransi. Jika terjadi pelanggaran terhadap
standar kejujuran tersebut, kontrak asuransi bisa dibatalkan. Berikut ini contoh
bagaimana standar kejujuran yang tinggi tersebut diaplikasikan ke kontrak
asuransi, melalui representasi, warranties, penyembunyian, dan kesalahan.
a. Representasi
Representasi dalam hal ini adalah pernyataan yang dibuat oleh
pemohon asuransi (pembeli) sebelum polis asuransi dikeluarkan. Jika
informasi yang disampaikan oleh pemohon tersebut ternyata tidak benar, dan
ketidakjujuran tersebut material, maka kontrak asuransi tersebut bisa
dibatalkan. Dalam hal ini perusahaan asuransi tidak berkewajiban untuk
membayarkan uang pertanggungan seperti yang tertera pada kontrak asuransi
tersebut. Jika perusahaan asuransi tidak dengan cepat membatalkan kontrak
tersebut, bisa mengakibatkan hak perusahaan asuransi untuk membatalkan
kontrak tersebut menjadi hilang.
b. Warranties
Waranti adalah klausul dalam kontrak asuransi yang mengatakan
bahwa sebelum perusahaan asuransi mempunyai kewajiban, maka kondisi,
fakta, atau situasi tertentu yang mempengaruhi risiko harus ada. Sebagai
contoh, perusahaan asuransi menjamin kebakaran bangunan dengan kondisi
alat pengaman api (detektor asap) dipasang pada gedung tersebut. Jika
ternyata pada bangunan tersebut tidak ada detector asap, maka perjanjian
kontrak asuransi bisa dibatalkan. Jika waranti dilanggar, perjanjian bisa
dibatalkan meskipun waranti tersebut barangkali tidak material.
c. Penyembunyian

10
Menyembunyikan informasi berarti diam (tidak memberitahu) ketika
dia harus memberitahukan. Karena asuransi didasarkan pada prinsip
kepercayaan, maka pemohon asuransi harus secara sukarela memberitahu
informasi yang material, meskipun tidak ditanyakan. Informasi penting harus
disampaikan meskipun barangkali akan berakibat ditolaknya asuransi atau
meningkatnya premi asuransi.
d. Kesalahan
Jika kesalahan terjadi dalam kontrak, perbaikan bisa dilakukan setelah
polis asuransi dikeluarkan. Kesalahan dalam hal ini adalah kesalahan yang
dilakukan bersama, atau kesalahan yang diketahui oleh pihak lain, meskipun
tidak disebutkan pada waktu perjanjian dibuat. Kesalahan dalam hal ini
bukan kesalahan karena salah keputusan, tetapi kesalahan yang bisa
ditunjukkan bahwa perjanjian asuransi yang terjadi bukan perjanjian yang
seharusnya.
Sebagai ilustrasi, misalkan dalam kontrak asuransi seharusnya
sescorang yang membeli asuransi akan memperoleh pertanggungan sebesar
Rp1 juta perbulan, selama 10 tahun mendatang, mulai tahun kelima dari
sekarang. Tetapi petugas asuransi salah mengetik sehingga tertulis Rp10 juta
perbulan. Kesalahan tersebut diketahui lima tahun mendatang. Perusahaan
asuransi berusaha memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tersebut
menolak. Ketika persoalan tersebut dibawa ke pengadilan, pengadilan
memutuskan bahwa kesalahan tersebut dilakukan bersama (mutual
mistakes). Perusahaan asuransi salah mengetik. Orang tersebut melakukan
kesalahan, yaitu tidak memperhatikan angka yang tertera, atau gagal untuk
(tidak) mengatakan angka yang seharusnya (padahal barangkali dia tahu
angka yang seharusnya). Akhirnya pengadilan memutuskan bahwa angka
Rp1 juta adalah pertanggungan yang benar.
Kesalahan semacam itu berbeda dengan kesalahan karena keputusan
(judgment error). Misal dalam contoh di atas perusahaan asuransi
menggunakan model matematika tertentu untuk sampai pada keputusan
memberikan pertanggungan sebesar Rp10 juta. Setelah polis keluar, mereka
sadar bahwa model mereka salah. Seharusnya yang dibayarkan adalah Rp1
juta. Dalam situasi tersebut, kesalahan yang terjadi bukan karena kesalahan
bersama, tetapi kesalahan karena pertimbangan (judgment) yang salah.
11
Dalamsituasi tersebut, perusahaan asuransi yang akan menanggung
kesalahan tersebut, dan tetap harus membayar Rp10 juta perbulan.

2.4 Industri Asuransi


Asuransi menanggung banyak tipe risiko. Bagian berikut ini membicarakan kategorisasi
perusahaan asuransi.
1. Asuransi Personal dan Asuransi Properti dan Kecelakaan
Asuransi personal berkaitan langsung dengan individu. Risiko yang bisa
diasuransikan adalah risiko yang timbul dari kejadian yang bisa mengganggut
pendapatan dari seseorang. Kejadian semacam itu contohnya adalah kematian,
kecelakaan, sakit, pengangguran. Seseorang yang mengalami kecelakaan sehingga
engalami cacat permanen sehingga tidak bisa bekerja sebagaimana semula, akan
terganggu pendapatannya. Risiko semacam itu bisa diasuransikan.
Asuransi properti dan kecelakaan menanggung risiko yang bisa menghancurkan
properti (kekayaan) yang ada. Asuransi tersebut berbeda dengan asuransi per sonal.
Dalam asuransi personal, fokus kita adalah kemampuan untuk memperoleh properti
(kekayaan) di masa mendatang dari seseorang. Dalam asuransi kecelakaan, fokus kita
adalah pada kekayaan yang sudah ada. Asuransi properti dan kecelakaan mencakup
antara lain kebakaran, kecelakaan, kewajiban yang timbul (misal karena tuntutan ganti
rugi).
2. Asuransi Sukarela dan Wajib
Nasabah bisa secara sukarela mengasuransikan eksposurnya. Sebagai contoh,
jika saya membeli asuransi jiwa, maka saya secara sukarela mengasuransikan
eksposur kematian saya. Jika perusahaan membeli asuransi kebakaran, maka
perusahaan tersebut secara sukarela mengasuransikan bangunannya. Perusahaan
punya pilihan untuk tidak mengasuransikan eksposur tersebut. Dalam situasi lain,
nasabah diharuskan membeli asuransi Sebagai contoh, hukum di Amerika Serikat
mengharuskan pemilik mobil untuk mengasuransikan mobilnya. Pada waktu
perpanjangan STNK, pemilik harus menunjukkan bukti bahwa mobil tersebut sudah
diasuransikan Pemilik mobil dengan demikian wajib membeli asuransi mobil tersebut
3. Asuransi Publik dan Swasta
Perusahaan asuransi bisa merupakan perusahaan swasta, dan bisa juga
merupakan perusahaan yang dimiliki oleh negara. Beberapa contoh perusahaan
asuransi swasta adalah asuransi Tata Wahana, Asuransi Beringin, dan lainnya
12
Beberapa contoh perusahaan asuransi yang dimiliki atau diselenggarakan oleh negara
adalah Jamsostek, Asuransi Kesehatan (Askes).
4. Reasuransi
Reasuransi merupakan bagian penting dari industri asuransi. Reasuransi berarti
mengasuransikan asuransi. Sebagai contoh, misalkan suatu perusahaan asuransi
mengasuransikan jiwa seseorang dengan nilai pertanggungan sebesar Rp50 miliar
Perusahaan tersebut tidak kehilangan bisnis, tetapi juga tidak ingin menanggung
risiko/kerugian yang terlalu tinggi. Perusahaan tersebut bisa mengajak perusahaan
asuransi lain untuk bergabung mengasuransikan risiko tersebut. Melalui reasuransi
perusahaan asuransi bisa bekerja sama untuk menghadapi risiko sehingga risiko yang
sangat besar (seperti risiko bencana alam, atau tisike yang bersitat cathstrophic) bisa
dihadapi Meskipun sebagai konsekuensi lanjutan, kejadian bencana di satu tempat
bisa mempengaruhi perusahaan asuransi dan pemegang polis asuransi di bagian dunia
yang lain.
Tabel berikut ini menyajikan perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia, dari
tahun 1996-2000. Perkembangan Asuransi di Indonesia (1996-2000)

Tabel tersebut menunjukkan perusahaan asuransi yang terdaftar di Indonesia


mencapai 175 perusahaan. Dari jumlah tersebut, bagian terbesar bergerak di bidang
general insurers (property and casualty, atau asuransi properti dan kecelakaan).
Asuransi jiwa menduduki tempat kedua. Perusahaan broker asuransi mencapai 96
buah. Perusahaan adjuster (perusahaan yang memfokuskan pada estimasi kerugian
yang terjadi pada waktu kecelakaan terjadi) berjumlah 23 buah. Konsultan actu arial
(perusahaan yang memfokuskan pada perhitungan premi asuransi) berjumlah 18.
Pengeluaran perkapita untuk asuransi mencapai Rp81.914 per tahun. Bandingkan
dengan pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang mencapai sekitar $700 per

13
tahun. Tabel berikut ini menyajikan perkembangan asuransi jiwa dan asuransi non-
jiwa dan reasuransi di Indonesia.

2.5 Fungsi yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi


Perusahaan asuransi melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut ini: Produksi
(Penjualan), Underwriting (memilih risiko yang akan diasuransikan), Penentuan Premi
asuransi, Mengelola Tagihan (klaim), Investasi, Fungsi lainnya (akuntansi, riset
pemasaran, legal, manajemen personalia, dan lainnya). Bagian berikut ini menjelaskan
lebih lanjut fungsi-fungsi tersebut.

1. Produksi
Fungsi produksi dalam asuransi sama dengan fungsi penjualan atau pemasaran
dalam perusahaan biasa. Penjualan asuransi merupakan kunci penting kesuksesan
perusahaan asuransi karena perusahaan asuransi menggunakan prinsip law of the large
numbers
2. Underwriting
Underwriting adalah fungsi yang dilakukan untuk memilih asuransi yang akan
ditanggung oleh perusahaan asuransi Tujuan dari underwriting adalah untuk melihat
agar pemohon tidak mempunyai risiko atau tidak menghasilkan kerugian yang
menyimpang jauh dari yang diperkirakan oleh perusahaan asuransi. Sebagai contoh.
misalkan perusahaan asuransi akan menanggung risiko kematian dari seorang pris
yang berusia 35 tahun. Perusahaan asuransi sudah menghitung probabilitas kematian
untuk kelompok usia tersebut adalah (misal) 0,05, dengan tingkat kesehatan yang
standar. Jika pemohon tersebut mempunyai kecenderungan memperoleh penyakit
serius (misal pernah mengalami gagal ginjal), maka probabilitas kematian orang
tersebut akan jauh lebih tinggi dibandingkan orang lain seusianya. Perusahaan
asuransi bisa menolak permohonan orang tersebut. atau meningkatkan premi asuransi
untuk orang tersebut (agarsesuai dengan tingkat risikonya).
Kadang-kadang asosiasi untuk anderwriter dibentuk untuk mengefektifkan
pekerjaan underwriting. Risiko tertentu akan sangat sulit, tidak efisien, untuk
ditanggung oleh satu perusahaan asuransi Sebagai contoh, risiko energi nuklir, risiko
transaksi internasional, risiko kecelakaan pesawat terbang (pesawat terbangnya yang
diasuransikan), merupakan contoh risiko dengan kerugian yang sangat besar. Di
samping itu frekuensi kejadian semacam tidak cukup banyak sehingga lebih sulit
14
dihitung Asemiasi yang terdiri dari perusahaan asuransi bisa dibentuk untuk tujuan
bisa melakukan anterioriting untuk risiko-risiko tersebut (sindikasi asuransi). Sebagai
contoh adalah Industrial Risk Insurers (IRI), yang merupakan asuransi yang terdiri
dari 45 perusahaan asuransi yang besar. Asosiasi tersebut meng-underwrite semua tipe
asuransi properti kecelakaan, dengan menspesialisasi pada instalasi perminyakan dan
pabrik industrial Setiap anggota menerima persentase tertentu dari premium yang
diterima dan menanggung k dan kerugian bersama Dengan penggabungan seperti itu,
asosiasi tersebut bisa memanfaatkan sikala ekonomi yang besar dengan
mempekerjakan banyak insinyur dan menggunakan banyak teknik pengendalian
risiko melakukan riset.
3. Penentuan Premi
Penentuan premi biasanya merupakan hal yang cukup teknis dan kompleks.
Pada asuransi jiwa, penentuan premi bisa dilakukan dengan lebih mudah. Tetapi pada
jenis asuransi lain, misal kecelakaan, penentuan premi lebih sulit dan lebih kompleks.
Pada prinsipnya penentuan premi dilakukan dengan menghitung kerugian yang
diperkirakan untuk kelas risiko tertentu, ditambah target keuntungan, kemudian
menghitung jumlah eksposur (kontrak) yang akan diperoleh, kemudian membagi
kerugian yang diharapkan tersebut dengan jumlah kontrak. Pada beberapa situasi
penentuan kelas risiko mudah dilakukan, sementara pada situasi lainnya, penentuan
tersebut sulit dilakukan Sebagai contoh, pada risiko kematian, kelas risiko pada
umumnya menggunakan gender (pria dan wanita) dan kelompok usia (0-10 tahun, 10
20 tahun, dan seterusnya) untuk memperkirakan tingkat kematian pada kelas tersebut.
Karakteristik lain bisa ditambahkan, misal pekerjaan, merokok tidak, dan
semacamnya. Pada risiko lain, seperti kebakaran, penentuan kelas risiko menjadi lebih
sulit. Kelas risiko bisa dibuat misal dengan menggolongkan bangunan yang ada alat
pencegah kebakaran dengan yang tidak, geografis tertentu, kota-desa, dan atribut lain
yang relevan untuk menentukan kemungkinan terjadi tidaknya kebakaran.
Berikut ini ilustrasi penentuan premi risiko. Misalkan di suatu daerah
diperkirakan perusahaan asuransi akan membayar kerugian karena kecelakaan mobil
yang mencapai Rp1 miliar pertahunnya. Perusahaan asuransi memperkirakan bisa
memperoleh 1.000 kontrak asuransi. Perusahaan asuransi mentargetkan laba dan
cadangan untuk menutup biaya sebesar Rp200.000 perkontrak asuransi. Dengan
demikian premi asuransi bisa dihitung sebagai berikut.

15
➡ Premi sebelum target laba= Rp1 miliar/1.000 =Rp1 juta

➡ Premi (setelah target laba dimasukkan) = Rp1 juta + Rp200 ribu =Rp1,2 juta
Dengan demikian perusahaan asuransi tersebut akan membebankan Rp1,2 juta
pertahun kepada nasabahnya. Alternatif lain adalah cadangan laba bisa dinyatakan
dalam persentase. Sebagai contoh, perusahaan asuransi mentargetkan marjin kotor
sebesar 30% dari premium untuk menutup biaya dan target keuntungan. Premi yang
dibebankan bisa dihitung sebagai berikut:
Premi =Premi sebelum marjin + (marjin x Premi)
Premi = Rp1 juta + (0,3 x Premi).
Premi = Rp1,428 juta
Secara umum, premi yang ideal adalah tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah, adil untuk semua nasabah, bisa direvisi, mendorong usaha pencegahan
kerugian. Premi yang tidak terlalu tinggi/rendah bisa menutup biaya dan target
keuntungan perusahaan asuransi, dan tidak bisa mengundang kontroversi dan campur
tangan
4. Manajemen Klaim
Jika kejadian yang merugikan terjadi, maka nasabah akan mengajukan klaim
pertanggungan atas kerugian yang mereka derita. Perusahaan asuransi harus bisa
mengelola klaim tersebut dengan baik, meliputi inspeksi di lapangan untuk
membuktikan benar tidaknya klaim, menentukan besarnya kerugian, menentukan
apakah perlu ada penyesuaian terhadap klaim atau tidak, dan seberapa besar
penyesuaian tersebut, dan menyetujui dan membayarkan klaim tersebut. Petugas
lapangan yang melakukan inspeksi seperti itu sering dinamakan sebagai adjusters,
yang bisa merupakan pegawai letap perusahaan asuransi, bisa juga pihak luar yang
independen. Penyelesaian klaim yang cepat, berhati-hati (akurat) diperlukan dalam
hal ini. Penyelesaian yang lamban membuat nasabah menjadi tidak puas. Penyelesaian
yang tidak berhati-hati bisa memunculkan kecurangan/penipuan yang dilakukan oleh
pihak nasabah.
5. Investasi Oleh Perusahaan Asuransi
Pendapatan perusahaan asuransi sebagian diperoleh dari pendapatan investasi.
Premi yang diterima oleh perusahaan asuransi akan diputar dulu (diinvestasikan)
sebelum dibayarkan kepada pemegang polis asuransi. Pendapatan perusahaan
asuransi dari investasi bisa cukup signifikan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat,

16
pendapatan investasi tersebut rata-rata mencapai 50% dari pendapatan dari
premiuntuk asuransi jiwa dan sekitar 12.5% dari pendapatan premi untuk asuransi
properti dan kewajiban (kecelakaan) Perusahaan asuransi jiwa lebih banyak
menginvestasikan dananya pada obligasi dan hipotik, sedangkan perusahaan asuransi
properti dan kecelakaan lebih banyak melakukan investasi pada saham biasa dan
saham preferen.
Pendapatan dari investas tersebut bisa digunakan untuk mengurangi premi vang
dibebankan kepada nasabah. Premi yang lebih kecil menjadikan daya ting perusahaan
asuransi lebili baik sehingga semakin banyak polis (kontrak) asuransi yang bisa
diterbitkan, dan semakin mempermudah dan mengefektifkan bisnis asuransi tersebut
(the late of large numbers bisa terpenuhi).
6. Fungsi Laimya
Sama seperti pada perusahaan lainnya di samping fungsi penting seperti yang
telah disebutkan, perusahaan asuransi juga melakukan fungsi lain seperti yang
dilakukan oleh perusahaan ben Sebagai contoh, perusahaan asuransi menjalankan
fungsi riset pemasaran, manajemu stimber daya manusia, pendanaan (encari dana),
dan fungsi akuntansi pementasan dan pelaporan transaksi)

BAB 17 MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL DAN RISIKO PERUBAHAN KURS

2.6 Pengendalian Kualitas Sebagai Strategi Menghadapi Risiko Operasional


Manajemen kualitas pada dasarnya ingin memperbaiki kualitas output melalui
pengendalian operasional. Konsep tersebut pertama kali populer untuk proses produksi.
Tetapi pada perkembangan selanjutnya, konsep manajemen kualitas juga diterapkan
untuk lainnya, seperti sektor pelayanan (jasa).

2.6.1 Definisi Kualitas


Apa yang dimaksud dengan kualitas? Kualitas bisa didefinisikan sebagai 'Fitur dan
karakteristik produk atau pelayanan secara keseluruhan yang bisa memuaskan
kebutuhan tertentu'. Dengan kata lain, kualitas mengukur seberapa baik produk
atau pelayanan bisa memenuhi kebutuhan konsumen. Kualitas akan menentukan
daya saing organisasi, karena itu organisasi perlu menjaga dan memonitor kualitas.

17
Jaminan mutu (quality assurance) adalah sistem menyeluruh dari kebijakan,
prosedur, pedoman, yang ditetapkan oleh organisasi untuk menjaga dan mencapai
kualitas. Jaminan kualitas terdiri dari dua fungsi pokok:

1) rekayasa kualitas: membuat proses dan desain produk yang berkualitas


2) pengendalian kualitas: inspeksi untuk melihat apakah standar kualitas
sudah terpenuhi

2.6.2 Six-Sigma
Cakupan Six Sigma

Six-sigma dapat didefinisikan sebagai metodologi untuk mengelola variasi dalam


suatu proses yang menyebabkan produk rusak, yaitu produk yang mempunyai
penyimpangan yang lebih besar dari standar penyimpangan tertentu, dan secara
sistematis bekerja untuk mengelola variasi tersebut, untuk menghilangkan produk
rusak tersebut.

Six-sigma dipelopori oleh Bill Smith dari Motorola pada tahun 1986. Pada
awalnya, six sigma didefinisikan sebagai indikator (metric) untuk mengukur
produk rusak (defects) dan memperbaiki kualitas, metodologi untuk mengurangi
tingkat produk rusak sampai di bawah 3,4 produk rusak per 1 juta output. Six-sigma
merupakan merek yang dipegang patennya oleh Motorola Motorola dilaporkan
memperoleh penghematan sebesar $17 miliar sampai sekarang dengan
menggunakan teknik six-sigma tersebut.

Tujuan dari six sigma adalah untuk mengurangi variasi output dari suatu proses
tertentu, sehingga dalam jangka panjang bisa menghasilkan produk rusak kurang
dari 3,4 produk rusak per 1 juta output. Secara statistik, untuk proses dengan satu
limit (batas atas atau bawah saja), spesifikasi tersebut menghasilkan enam standar
deviasi antara rata-rata proses dan batas spesifikasi konsumen (karena itu 6 sign
sigma adalah simbol untuk standar deviasi). Untuk proses dengan dua batas
spesifikasi (atas dan bawah), ketentuan tersebut menghasilkan sedikit lebih dari
enam standar deviasi antara rata-rata dan batas spesifikasi, sedemikian rupa
schingga total produk rusak adalah enam standar deviasi di atas rata-rata
(probabilitas sangat kecil jika kita menggunakan kurva normal standar).

18
Metodologi Six Sigma

Six sigma mempunyai dua metodologi kunci, yaitu DMAIC dan DMADV

1) DMAIC (define, measure, analyze, improve, control) digunakan untuk


memperbaiki proses bisnis saat ini yang berada di bawah standar, dan
digunakan untuk mencari perbaikan secara gradual.
2) DMADV (define, measure, analyze, design, verify) digunakan untuk
menciptakan proses atau output yang baru yang mempunyai kualitas
dengan standar six-sigma. DMADV juga bisa digunakan jika proses saat
ini membutuhkan lebih dari perbaikan gradual.

DMAIC terdiri dari 5 tahap, yaitu:

1) Mendefinisikan secara formal tujuan dari perbaikan proses yang konsisten


dengan permintaan konsumen dan strategi organisasi.
2) Melakukan pengukuran awal untuk perbandingan di masa mendatang
Melakukan penataan dan pengukuran proses yang sedang diperbaiki, dan
mengumpulkan data proses yang diperlukan.
3) Melakukan analisis untuk memverifikasi kaitan dan hubungan sebab akibat.
Bagaimana hubungannya? Apakah ada faktor lain yang terlewatkan?
4) Memperbaiki dan mengoptimalkan proses berdasarkan analisis dengan
menggunakan teknik seperti desain eksperimen.
5) Menyiapkan dan mengendalikan percontohan untuk menetapkan
kemampuan proses, transisi ke produksi, dan secara terus menerus
mengukur proses dan menetapkan mekanisme pengendalian, untuk
memastikan bahwa variasi diperbaiki sebelum memunculkan produk rusak.

DMADV terdiri dari 5 tahap, yaitu:

1) Mendefinisikan secara formal tujuan dari aktivitas desain dengan


permintaan konsumen dan strategi perusahaan. yang konsisten
2) Mengukur, mengidentifikasi kualitas perusahaan, kemampuan produk,
kemampuan proses produksi, assessment risiko, dan sebagainya.

19
3) Analisis, mengembangkan alternatif desain, menciptakan desain dengan
tingkat yang tinggi, dan mengevaluasi kemampuan desain, supaya bisa
dipilih desain yang terbaik.
4) Desain, dan mengembangkan desain yang detail, mengoptimalkan desain,
dan merencanakan verifikasi desain. Tahap ini barangkali memerlukan
simulasi.
5) Verifikasi desain, menyiapkan percontohan, menjalankan proses produksi,
dan menyerahkan proses tersebut ke pemilik proses. Tahap ini barangkali
juga memerlukan simulasi.

Six sigma mengidentifikasi lima peranan kunci untuk menjamin kesuksesannya.


Kelima kunci tersebut adalah:

1. Pemimpin puncak (Direktur atau CEO) organisasi dan anggota manajemen


puncak lainnya. Mereka bertanggung jawab untuk menetapkan visi untuk
pelaksanaan six-sigma. Dukungan mereka juga diperlukan agar pelaku six-
sigma lainnya bisa memperoleh kebebasan untuk mengolah ide dan bisa
memperoleh akses pada sumberdaya yang diperlukan.
2. Champions bertanggung jawab terhadap pelaksanaan six-sigma di organisasi
dengan cara yang terintegrasi, Champion juga bertindak sebagai guru untuk
pemegang sabuk hitam six-sigma.
3. Master Black Belts (Guru pemegang sabuk hitam), ditunjuk oleh champions,
bertindak sebagai pakar dalam organisasi (in-house) dalam hal six-sigma.
Mereka menghabiskan waktunya 100% untuk six-sigma. Mereka membantu
pemegang sabuk hutam dan hijau Mereka menggunakan teknik statistik, dan
memastikan bahwa pelaksanaan six-sigma terintegrasi untuk fungsi dan
departemen yang berbeda-beda.
4. Pemegang sabuk hitam bekerja di bawah guru sabuk hitam untuk melaksanakan
metodologi six-sigma untuk proyek spesifik. Fokus mereka adalah pelaksanaan
proyek, sedangkan fokus champions dan guru pemegang sabuk hitam adalah
identifikasi proyek/fungsi untuk six sigma.
5. Pemegang sabuk hijau adalah karyawan yang melaksanakan sm berbarengan
dengan pekerjaannya Mereka bekerja di bawah pengarahan pemegang sabuk
hitam.

20
2.6.3 Perbaikan Proses Bisnis
Proses bisnis merupakan kumpulan dari aktivitas struktural yang berkaitan yang
menciptakan sesuatu yang bernilai bagi organisasi, stakeholder-nya, atau
konsumennya. Pada intinya, proses bisnis mencakup adanya input, metode, dan
output. Contoh bisnis proses yang sederhana adalah (misal), jika ada order masuk,
order tersebut kemudian diberikan ke bagian penjualan, bagian penjualan
meneruskan ke bagian gudang dan bagian penagihan, dan seterusnya. Proses bisnis
yang kecil bisa jadi merupakan bagian dari proses bisnis yang lebih besar. Proses
bisnis biasanya merupakan hasil dari desain proses bisnis atau aktivitas rekayasa
proses.

Perbaikan proses bisnis berkaitan erat dengan six-sigma, karena salah satu aktivitas
six-sigma bisa jadi melakukan perbaikan proses bisnis. Perbaikan proses bisnis
adalah pendekatan yang sistematis untuk membantu organisasi melakukan
perubahan signifikan terhadap cara organisasi menjalankan bisnisnya. Organisasi
tersebut bisa berupa organisasi untuk keuntungan (perusahaan), non-profit,
lembaga pemerintah, dan lainnya. Tujuan dari perbaikan proses bisnis lebih pada
perubahan radikal, bukannya perubahan secara gradual. Michael Hammer and
James Champy (Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business
Revolution (1993)) mengatakan bahwa perbaikan proses bisnis tidak ditujukan
untuk perbaikan 10% atau 20% penurunan biaya, tetapi perubahan yang
revolusioner.

Cara kerja perbaikan proses bisnis adalah sebagai berikut ini.

1. Mendefinisikan tujuan strategis organisasi, misi dan maksud keberadaan


organisasi (Who are we, that do te do, and why do we do it?).
2. Menentukan konsumen, stakeholders organisasi.
3. Menentukan struktur dan proses yang ada saat ini. Menyatukan proses bisnis
agar bisa memenuhi persyaratan yang diminta oleh konsumen (How do we do
it better?).
4. Menentukan output apa dari proses tersebut yang akan menghasilkan nilai
tambah bagi organisasi. Pemilik proses yang bertanggung jawab menentukan
output tersebut.

21
5. Setelah output tersebut ditentukan, organisasi perlu memfokuskan pada
pencapaian output tersebut, perlu melakukan perubahan agar bisa memenuhi
misi dan visinya, menggunakan serangkaian benchmark dan indikator
pencapaian target lainnya.

Berikut ini prinsip-prinsip yang diperlukan untuk perbaikan proses bisnis (PPB):

• PPB difokuskan pada hasil, bukan aktivitas rutin, bukan pada tugas khusus
untuk mencapai hasil tersebut.
• PPB mempunyai fokus pada konsumen. Kebutuhan konsumen bisa saja
berubah sehingga pelayanan yang diberikan suatu organisasi tidak lagi tepat
untuk kebutuhan baru tersebut. PPB memfokuskan pada proses pertama
kali. Otomatisasi dilakukan selanjutnya jika diperlukan.
• PPB perlu melakukan benchmark secara regular, menetapkan standar dan
membandingkan hasil yang diperoleh dengan standar tersebut. Benchmark
tersebut sedapat mungkin bisa diukur, bisa dicapai, dan realistis.
• Menetapkan siapa yang memiliki proses bisnis: Orang tersebut harus
bertanggung jawab terhadap kinerja (sukses atau gagal) dan perubahan
pada proses tersebut.
• Mengembangkan titik pengendalian dalam suatu proses. Jika dalam titik
tertentu, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan standar, maka proses
harus dihentikan untuk mengevaluasi penyebabnya dan memperbaiki
proses tersebut.
• Standarisasi proses yang sama Banyak organisasi yang melakukan
pendekatan yang sementara (beruban ubah) tanpa melakukan perencanaan
yang matang. Standarisasi tersebut bisa menghemat waktu, biaya, dan
sumber daya lainnya.
• Melakukan perubahan sekarang. Perubahan harus dilakukan dengan cepat
dan berkali-kali.
• Menggunakan ukuran yang benar.

Pada saat pelaksanaan PPB, sangat mungkin terjadi penolakan dari beberapa pihak
karyawan menolak karena khawatir akan di PHK. Manajer yang merasa sudah

22
mapan akan menolak karena khawatir status quo-nya akan terganggu. Tetapi
organisasi yang melakukan PPB secara regular diharapkan akan mempunyai
sumber daya manusia yang bisa memenuhi tantangan bisnis yang ada.

2.6.4 Bagan Pengendalian (Control Charts)


Bagan pengendalian ingin menunjukkan apakah variasi dari output disebabkan
karena proses yang masih terkendali (in control) atau proses yang sudah tidak
terkendali (out of control). Jika situasi menjadi tidak terkendali, maka perbaikan
harus dilakukan agar proses kembali lagi ke situasi normal. Bagan pengendalian
bisa dikelompokkan berdasarkan data yang dicakup. Bagan x~ digunakan jika
kualitas suatu output diukur dengan variabel seperti panjang, berat, temperatur, dan
sebagainya. Jika suatu output mempunyai ukuran di luar batas yang ditentukan,
maka proses produksi seharusnya dievaluasi ulang, sebelum dilanjutkan lagi.

Bagan berikut ini menyajikan bagan x (x~ chart).

Garis vertikal menyajikan skala pengukuran variabel yang diamati. Garis tengah
menyajikan rata-rata dari proses jika proses masih terkendali. Dua batas yaitu batas
atas dan batas bawah. Jika suatu sampel yang diamati berada antara kedua batas
tersebut, maka dikatakan bahwa ada probabilitas yang tinggi bahwa proses masih
dalam kendali. Jika sampel mempunyai variabel di atas batas atas atau di bawah
batas bawah, maka ada indikasi proses tersebut di luar kendali, sehingga tindakan
perbaikan seharusnya dilakukan. Dari waktu ke waktu sampel akan diambil untuk
diamati. Garis ke kanan adalah garis waktu.

• Bagan x~ jika standar deviasi dan rata-rata diketahui

23
Jika standar deviasi dan rata-rata proses diketahui, kita bisa menyusun bagan x
sebagai berikut ini. Misalkan perusahaan menjual beras dalam karung. Jika
proses berjalan sebagaimana mestinya, berat karung tersebut adalah 5 kilogram,
standar deviasinya adalah 0,5 kilogram. Diasumsikan juga bahwa berat
pengisian beras tersebut berdistribusi normal. Karena kita akan mengamati
sampel, maka kita akan menggunakan rata-rata sampel dan standar deviasi
sampel (standar error of the mean). Distribusi sampel dari rata-rata (x~) bisa
digunakan untuk menentukan batas atas dan bawah, dan dengan demikian
indikator batas atas dan batas bawah. Standar deviasi dari rata-rata sampel
tersebut bisa dihitung sebagai berikut:
𝜎
𝜎𝑥~ =
√𝑛
Dalam contoh di atas, misalkan kita melakukan inspeksi 10 kali (setelah proses
pengisian karung pertama selesai, kita ambil misal lima karung, kemudian kita
rata-rata beratnya, proses diulangi sampai sepuluh kali pengisian karung), nilai
rata-rata sampel yang diharapkan adalah 5 kilogram (sama dengan nilai yang
diharapkan untuk populasi), sedangkan standar error-nya adalah
0,5
𝜎𝑥~ =
√10
0,5
=
3,16
= 0,158

Batas atas dan batas bawah biasanya ditentukan dengan tiga standar deviasi dari
rata-rata (mencakup sekitar 99,7%) dari total wilayah. Dengan demikian batas
atas dan batas bawah untuk contoh pengisian beras tersebut adalah:\

Batas atas (UCL= upper control limit) = 5 + 3 (0,158) = 5,47


Batas bawah (LCL= lower control limit) = 5 - 3 (0,158) = 4,52

Bagan berikut ini menggambarkan situasi tersebut. Bagan pertama


menggambarkan situasi populasi pengisian beras. Bagan berikutnya
menggambarkan situasi pengisian beras untuk sampel, di mana kita mengambil

24
10 karung beras untuk diinspeksi. Bagan berikutnya menyajikan x~ chart
dengan batas atas dan bawahnya.

Bagan di atas menampilkan contoh hipotetis dari bagan x-. Perhatikan bahwa
pada pengisian keempat, ada pengisian yang menghasilkan rata-rata berat di
bawah batas bawah. Pada saat itu proses seharusnya dihentikan dan kemudian
diperiksa penyebab penyimpangan tersebut, barangkali ada mesin yang tidak
pas sehingga menyebabkan munculnya penyimpangan tersebut. Misalkan
perusahaan kemudian melakukan perbaikan. Setelah perbaikan dilakukan,

25
proses diteruskan. Dari bagan tersebut terlihat bahwa setelah perbaikan, proses
pengisian beras tersebut kembali ke proses yang normal seperti terlihat dari
output (karung beras) yang selalu berada diantara batas atas dan bawah.
• Bagan x~ jika standar deviasi dan rata-rata tidak diketahui
Jika rata-rata populasi dan standar deviasi tidak diketahui, kita bisa
menggunakan rata-rata dan standar deviasi sampel sampel sebagai proksi
(indikator) rata-rata dan standar deviasi populasi. Misalkan suatu perusahaan
memproduksi barang dengan diameter 3,5 inci (misal floppy-disk). Kemudian
penyelia produksi mengambil sampel sebanyak lima disket untuk setiap
inspeksi. Misalkan dia melakukan 20 inspeksi dan mencatat hasil inspeksi
tersebut seperti berikut ini.
Tabel Hasil Inspeksi Produksi Disket

Rata-rata secara keseluruhan adalah 3,5124 {(3,5391 + …. + 3,5041) / 100}.


Dalam praktik, biasanya range yang dihitung sebagai proksi variabilitas sampel
(bukannya standar deviasi), karena range lebih mudah dihitung. Tabel di atas
menghitung range sampel, yang dihitung dengan nilai maksimum dikurangi

26
nilai minimum. Sebagai contoh, pada hari pertama (inspeksi 1), range adalah
0,0492(3,5391-3,4899). Rata-rata range bisa dihitung sebagai berikut ini.

Rata-rata range = (0,0492 + …. + 0,0664) / 20 = 0,0577

Standar deviasi bisa dihitung (diaproksimasi) dengan formula sebagai berikut:

Dimana R~ adalah rata-rata range, d2 adalah konstanta yang nilainya tergantung


dari ukuran sampel. Untuk sampel 5, d2= 2,326. Standar deviasi dengan
demikian adalah:

Standar error dari rata-rata bisa dihitung sebagai berikut:

Dengan demikian batas atas dan bawah bisa dihitung sebagai berikut:

UCL = batas atas = 3,5124 + 3(0,007845) = 3,5360


LCL = batas bawah = 3,5124 - 3(0,007845) = 3,4889

Bagan berikut ini menyajikan x~ chart untuk data tersebut


Bagan x~ Chart untuk Produksi Disket

27
Karena semua sampel inspeksi berada di antara batas atas dengan batas bawah,
maka proses produksi tersebut masih terkontrol.
• Bagan R (R-Chart)
Dalam beberapa situasi, kita ingin mcmbcntuk bagan R (R-chart), yaitu bagan
yang mempcrlihatkan variabilitas suatu proses. Untuk mcmbuat R-Chart, kita
bisa mcngasumsikan range sebagai variabel random dengan nilai rata-rata dan
standar deviasinya. Rata-rata range memberikan estimasi rata-rata variabcl
random tcrscbut. Standar dcviasi dari range bisa dihitiing sebagai berikut:

Di mana d3 dan d2 adalah konstanta yang nilainya tcrgantung dari ukuran


sampcl (lihat lampiran bab ini). Batas atas dan bawah untuk range tersebut bisa
dihitung sebagai berikut:

Dalam contoh di atas, standar dcviasi untuk rdilgc dihitting sebagai berikut:

Batas atas dan bawah dengan dcmikian bisa dihitring sebagai berikut:

Karena batas atas mempunyai nilai negatif, kita menggunakan nilai 0 untuk
batas bawahnya.

Dari Bagan tersebut terlihat ada satu pengamatan yang mempunyai variabilitas
di atas batas atas, yaitu inspeksi ke-16. Jika hal semacam itu terjadi, maka kita
tidak bisa menginterpretasikan x chart. Dalam hal ini kita harus mcngevaluasi
proses produksi tersebut lebih dulu.

Alternatif dari R-chart adalah bagan pengawasan standar deviasi (s-chart). Jika
sampel kurang dari 10, maka R-chart dan s-chart akan memberikan hasil yang
sama. Jika ukuran sampel lebih dari 10, maka s-chart biasanya lebih dipilih.

28
Dalam contoh di atas, karena sampel yang digunakan adalah 5, maka R-Chart
dan s-chart memberikan hasil yang tidak banyak berbeda.
Bagan R-Chart Produksi Disket

2.7 Manajemen Perubahan Kurs


Bab sebelumnya mengidentifikasi perubahan krirs sebagai salah satu sumber risiko yang
dihadapi oleh perusahaan, khususnya perusahaan yang mempunyai operasi luar negeri
yang signifikan, liksposur terhadap perubahan kurs tersebut dikclompokkan ke dalam
tiga tipe yaitu:
• Eksposur Transaksi
• Eksposur Akuntansi
• Eksposur Operasi
Bagian berikut ini menjelaskan manajemen risiko perubahan kurs untuk masing-masing
eksposur tersebut.

2.7.1 Manajemen Eksposur Transaksi


a. Derivatif
Misalkan importir Indonesia melakukan transaksi pembelian dari eksportir
Amerika Serikat. Importir tersebut harus membayar $1 juta tiga bulan
mendatang. Importir tersebut dalam hal ini menghadapi risiko perubahan kurs,

29
jika rupiah melemah, ia akan memperoleh kerugian. Untuk mengelola risiko
perubahan kurs tersebut, ia bisa melakukan langkah atau hedging dengan
derivatif dan instrumen money-market.

Karena importir tersebut membutuhkan dolar tiga bulan mendatang, maka dia
dikatakan short$. Short$ adalah sedemikian rupa jika rupiah melemah,
pemegang posisi short $ akan mengalami kerugian, dan sebaliknya. Sebagai
hedge-nya, importir tersebut bisa membeli 3-bulan $ forward. Posisi long $
adalah sedemikian rupa jika rupiah melemah, pemegang posisi tersebut
memperoleh keuntungan, dan sebaliknya. Jika rupiah melemah, ia akan
mengalami kerugian di posisi spot-nya (hutang yang harus dibayar tersebut),
tetapi ia akan mcmpcroleh keuntungan di posisi ,forward-nya. Dengan
mekanisme tersebut ia bisa meng-hedge posisinya.

Alternatif dari forward adalah futures. Dalam hal ini importir tersebut akan
membeli kontrak futures dengan posisi long futures$. long futures$ pada
dasarnya sama dengan long$ forward. Alternatif lainnya adalah menggunakan
opsi. Dalam hal ini, importir tersebut bisa membeli opsi call atas $. Opsi call
mempunyai karakteristik jika harga pasar aset meningkat, maka pemegang opsi
memperoleh keuntungan. Dalam hal ini jika harga $ meningkat (atau rupiah
melcmah), ia akan memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut bisa dipakai
untuk menutup kerugian dari posisi spot-nya (yang merugi jika rupiah
melemah). Bab mengenai derivatif membicarakan lebih rinci mengenai
derivatif.
b. Money-market hedge
Misalkan instrumen derivatif tidak ada, hedging dengan mone y-market
instrument bisa dilakukan. Misalkan eksportir Indonesia akan memperoleh $1
juta tiga bulan mendatang. la menghadapi risiko perubahan kurs, dan ia ingin
menghilangkan risiko tersebut. Hedging tersebut bisa dilakukan seperti berikut
ini. Misalkan tingkat bunga dalam $ untuk tiga bulan adalah 5%.

30
Perhatikan pada saat sekarang, ketika ia mengkonversi $ ke rupiah, ia sudah
terbebas dari risiko perubahan kurs. Apapun yang akan terjadi dengan kurs
rupiah/dolar tiga bulan mendatang, tidak akan berpengaruh terhadap posisinya,
karena ia sudah menerima sekitar Rp9,52 miliar.
c. Risk Shifting
Misalkan perusahaan Computer notebook menjual produknya di Indonesia.
Karena komponen notebook diimpor dari luar negeri, maka harga notebook
akan sangat tergantung kurs yang berlaku. Jika rupiah menguat, harga akan
mengalami penurunan, dan sebaliknya. Misalkan perusahaan tersebut tidak
ingin pusing dengan perubahan kurs, karena ia ingin memfokuskan pada
pembuatan komputer, bagaimana cara yang bisa dilakukannya? Perusahaan
tersebut bisa menetapkan harga dalam dolar (misal $1.500), apapun yang terjadi
dengan kurs. Dengan cara semacam itu, perusahaan tidak perlu pusing
memikirkan perubahan kurs. Sebaliknya, konsumen yang akan pusing
memikirkan perubahan kurs. Cara semacam itu bisa dilakukan jika posisi tawar
menawar perusahaan lebih kuat dibandingkan dengan konsumen (misal satu-
satunya penjual atau semua penjual juga mengimpor notebook dari luar negeri).
Jika posisi konsumen lebih kuat dibandingkan dengan produsen, maka hal yang
sebaliknya bisa terjadi, yaitu risiko dialihkan dari konsumen ke produsen.
d. Netting Exposure
Netting exposure dilakukan dengan menggabungkan eksposur yang berlawanan
sehingga eksposur bersihnya adalah nol. Misalkan perusahaan Indonesia
meminjam dalam dolar. Dalam hal ini perusahaan tersebut menghadapi risiko
perubahan kurs. Jika rupiah melemah, perusahaan tersebut akan menghadapi
masalah. Untuk menghilangkan risiko perubahan kurs tersebut, perusahaan bisa
menjual ke luar negeri (ekspor) sehingga perusahaan tersebut akan memperoleh
dolar. Perhatikan, dia mempunyai dolar (long dolar), di sisi lain, dia

31
membutuhkan dolar (short dolar). Gabungan antara kedua posisi tersebut
menghasilkan ekspostir bersih nol (atau kecil). Pembahan kurs tidak akan
mempengaruhi perusahaan tersebut.

2.7.2 Manajemen Eksposur Akuntansi


Eksposur akuntansi terjadi jika perusahaan, khususnya perusahaan multinasional,
melakukan konversi laporan keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya.
Sebagai contoh, perusahaan multinasional AS mempunyai anak perusahaan di
Indonesia. Laporan keuangan perusahaan Indonesia (dalam rupiah) akan
dikonsolidasikan ke $. Dalam proses konversi tersebut ada kemungkinan timbul
rugi /untung, karena perubahan kurs. Manajemen terhadap eksposur akuntansi bisa
dilakukan dcngan menyesuaikan aset atau kewajiban tergantung prediksi kurs di
masa mendatang. Tabel berikut ini menyajikan manajemen eksposur akuntansi
tersebut.
Kurs Melemah Menguat
Aset Dikurangi Ditambah
Kewajiban Ditambah Dikurangi

Dalam situasi di atas (perusahaan MNC AS), jika rupiah diperkirakan melemah,
maka alternatif yang bisa dilakukan adalah mcngurangi aset (misal kas cepat cepat
dipindahkan ke dolar) dan/atau menambah kewajiban (misal menambah hutang
dalam rupiah). Tetapi cara seperti itu tidak sepenuhnya menghilangkan risiko,
karena kita masih menebak-nebak arah perubahan kurs. Dalam hal ini kita
melakukan spekulasi. Jika tebakan kita salah, maka kita akan merugi. Jika pasar
sudah efisien, maka alternatif semacam itu tidak akan monghasilkan keuntungan.
Alternatif lain adalah dengan menggunakan derivatif untuk mencegah kerugian
yang muncul akibat perubahan kurs. Misalkan perusahaan menghadapi situasi
semacam ini.

32
Perhatikan, jika rupiah melcmah dari Rp5.000/$ menjadi Rp10.000/$, perusahaan
mengalami kerugian. Hedging yang bisa dilakukan adalah dengan jual rupiah
forward (karena perusahaan AS). Misalkan perusahaan bisa menemukan partner
yang bersedia menjual dolar forward satu tahun dengan kurs Rp5.000/$.
Perusahaan tersebut akan menjual rupiah forward senilai Rp6 juta (modal yang
terekspos oleh perubahan kurs) dengan kurs RpS.000/$. Tahun depan, nilai modal
dalam dolar adalah $1.200, karena perusahaan bisa menjual rupiah dengan kurs
Rp5.000/$, meskipun kurs spot-nya adalah np10.000/$.

2.7.3 Manajemen Eksposur Operasi


Eksposur operasi terjadi karena perubahan kurs akan mengakibatkan terganggunya
operasi perusahaan. Manajemen eksposur operasi bisa dilakukan sebagai berikut:
➢ Jangka pendek: memanfaatkan situasi perubahan kurs untuk kepentingan
perusahaan
➢ Jangka panjang: mengurangi sensitivit as operant perusahaan terhadap
perubahan kurs
• Memanfaatkan Situasi Perubahan Kurs
Misalkan perusahaan Jepang sedang bersiap-siap untuk meluncurkan produk
baru di Amerika Serikat. Tiba-tiba yen melemah signifikan terhadap dolar.
Bagaimana memanfaatkan kesempatan tersebut? Salah satu cara adalah dengan
mempercepat peluncuran produk tersebut di Amerika Serikat. Jika yen melemah
terhadap dolar, maka harga produk tersebut dalam $ akan mcnurun. Karena

33
harganya turun, maka situasi tersebut merupakan kesempatan baik untuk
merebut pangsa pasar di Amerika Serikat.
• Mengurangi Sensitivitas Operasi Perusahaan Terhadap Perubahan Kurs
Dalam jangka panjang operasi perusahaan scbaiknya dibuat menjadi lebih tahan
(tidak sensitif) terhadap perubahan kurs, supaya manajer lebih bisa memusatkan
perhatiannya ke aspek non-kurs (pemasaran, produksi) sehingga bisa membuat
produk yang bisa memuaskan konsumen. Pengurangan sensitivitas tersebut
pada dasarnya merubah produk atau konsumen agar menjadi tidak sensitif
terhadap perubahan harga (harga berubah karena kurs berubah). Jika mereka
tidak sensitif terhadap perubahan harga, maka perubahan kurs tidak akan banyak
berpengaruh terhadap permintaan produk tersebut. Pcngurangan sensitivitas
tersebut bisa dilakukan melalui beberapa cara seperti berikut:
➢ Aspek Pemasaran. Perusahaan bisa membuat pcmasaran yang membuat
konsumen berkurang sensitivitasnya terhadap kurs, misal dengan
mendiferensiasikan produknya (diferensiasi versus komoditas). Produk
terdiferensiasi mempunyai fitur tertentu yang mcnarik konsumen untuk
membeli. Konsumen membeli bukan karena harga, melakukan karena fitur
tersebut. Sebagai contoh, sedan BMW atau Mercedes mendiferensiasikan
diri sebagai sedan kelas atas. Konsumen membeli sedan tersebut bukan
karena harga, melainkan karena fitur kemewahan, prestise, dan kenyamanan.

Cara lain adalah dengan mendiversifikasikan pasar di luar negeri. Sebagai


contoh, jika suatu perusahaan Jepang, 90% ekspornya ke Amerika Serikat.
maka penguatan yen terhadap dolar akan menimbulkan masalah. Perusahaan
tersebut bisa mendiversifikasikan pasarnya sehingga akan mengekspor
produknya ke AS, Inggris, Indonesia, India, dan lainnya. Penguatan yen
terhadap dolar kemungkinan dikompensasi oleh pelemahan yen terhadap,
misal rupiah.
➢ Aspek Produksi. Perusahaan bisa melakukan manajemen eksposur operasi
melalui aspek produksi. Sebagai contoh, perusahaan bisa
mendiversifikasikan input-nya. Misalkan suatu perusahaan Jepang
menghadapi masalah dengan penguatan yen terhadap dolar. Jika perusahaan
tersebut membeli input-nya tidak hanya dari Jepang, tetapi juga dari negara
lain, seperti Indonesia, Inggris, India, dan lainnya. Penguatan yen tersebut
34
akan dikompensasi oleh pcnguatan yen terhadap mata uang lain, yang
mengakibatkan harga input menjadi lebih murah. Alternatif lain, perusahaan
bisa memindahkan fasilitas produksinya. Sebagai contoh, untuk menghadapi
kenaikan nilai yen terhadap dolar yang diperkirakan permanen (jangka
panjang), Toyota memutuskan untuk mendirikan fasilitas pabrik di Amerika
Serikat. Dengan cara tersebut Toyota bisa mengurangi dampak negatif
penguatan yen tersebut, karena sebagian input Toyota dan tenaga kerjanya
berasal dari Amerika Scrikat, dan dibayar dalam $.
➢ Aspek Lain. Masih banyak aspek dan teknik lain yang bisa digunakan untuk
manajemen eksposur operasi. Sebagai contoh, perusahaan Jepang yang
menjual produknya ke Amerika Serikat akan menerima $. Perusahaan
tersebut bisa meminjam dalam $, sehingga eksposur bersihnya adalah nol
(antara pendapatan $ dengan pembayaran hutang $ akan saling
mengkompensasi).

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asuransi adalah salah satu teknik yang paling umum digunakan dalam manajemen risiko.
Pembahasan diawali dengan karakteristik umum asuransi, kajian tentang prinsip the law
of the large number, serta permasalahan moral hazard dan adverse selection yang melekat
pada industri asuransi. Bagian selanjutnya akan menjelaskan karakteristik risiko yang
dapat diasuransikan. Pada hakekatnya risiko yang dapat diasuransikan itu bermacam-
macam dan homogen. Risiko kematian mungkin merupakan contoh ideal dari risiko yang
dapat diasuransikan. Bagian selanjutnya membahas prinsip-prinsip yang membentuk
bisnis asuransi dan kontrak asuransi. Pembicaraan dilanjutkan dengan gambaran umum
bisnis asuransi dan beberapa statistik terkait bisnis asuransi. Bab ini diakhiri dengan
fungsi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Manajemen risiko operasional dilakukan melalui perbaikan operasional perusahaan.


Karena itu manajemen kualitas menjadi relevan dengan manajemen risiko operasional.
Perbaikan proses bisnis juga merupakan teknik yang bermanfaat untuk mengelola risiko
operasional. Di samping aspek rekayasa kualitas, aspek pengendalian dan pengawasan
kualitas juga penting diperhatikan. Teknik statistik bisa digunakan untuk mengendalikan
atau mengawasi proses manajemen kualitas. Teknik statistik x~ chart, R chart
dibicarakan dalam bab ini. Manajemen risiko perubahan kurs dilakukan berdasarkan tipe
eksposur yang dihadapi oleh perusahaan, yaitu eksposur transaksi, akuntansi, dan
operasi. Untuk masing masing eksposur tersebut, beberapa alternatif manajemen risiko
bisa dilakukan.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas di atas, penulis berharap agar makalah yang
berjudul “Asuransi, Risiko Operasional, dan Risiko Perubahan Kurs” ini dapat
bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis, sehingga menambah wawasan materi
mengenai Asuransi, Risiko Operasional, dan Risiko Perubahan Kurs. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat
berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

36
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Mamduh. 2016. Manajemen Risiko. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

37

Anda mungkin juga menyukai