Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN KASUS

1. PROFIL PT MATAHARI PUTRA PRIMA TBK


PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan
anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari Putra Prima Tbk.
terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. Pada tahun 1972, toko ini kemudian
berkembang menjadi perintis departement store pertama di Indonesia. Delapan tahun
kemudian, toko dibuka di luar Jakarta yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor.
Pada tahun 1992, perusahaan melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.
Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para konsumen.
Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan jasa yang
meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten. Struktur kepemilikan saham MPP adalah
PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%, dan pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar
43,21%. Setelah saham salah satu anak perusahaannya yakni Matahari Departemen Store
resmi terjual kepada CVC pada tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang
signifikan terhadap struktur kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi
penjualan saham tersebut tidak memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture dengan
CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk mendirikan PT.
Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya adalah 80% dimiliki oleh
CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham
MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan
saham MDS sebesar 98,15%.
PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan
anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari Putra Prima Tbk.
terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. Pada tahun 1972, toko ini kemudian
berkembang menjadi perintis departement store pertama di Indonesia. Delapan tahun
kemudian, toko dibuka di luar Jakarta yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor.
Pada tahun 1992, perusahaan melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.
Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para konsumen.
Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan jasa yang
meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten. Struktur kepemilikan saham MPP adalah
PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%, dan pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar
43,21%. Setelah saham salah satu anak perusahaannya yakni Matahari Departemen Store

1
resmi terjual kepada CVC pada tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang
signifikan terhadap struktur kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi
penjualan saham tersebut tidak memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture dengan
CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk mendirikan PT.
Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya adalah 80% dimiliki oleh
CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham
MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan
saham MDS sebesar 98,15%.

2. KASUS (KRONOLOGI PERMASALAHAN)


Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales
purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi terhadap
anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total kepemilikan sebesar
90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company Limited. Kemudian pada 5
Maret 2010, Matahari Putra Prima berniat menggelar RUPS dengan agenda persetujuan
penjualan saham tersebut. MAC mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76%
saham Matahari Putra Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima
pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa
MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi sebesar Rp.
7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC juga berencana
membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total kepemilikan saham
MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Sementara seperti telah diketahui dari profil perusahaan tersebut, MAC merupakan
perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital Partners.
Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan CVC memiliki
kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider trading yang
dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek korporasi guna menaikan harga
saham MDS.
Indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah aktivitas
perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang mempunyai akses tentang
informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perdagangan efek
perusahaan yang dilakukan oleh orang yang dikategorikan sebagai orang dalam. Individu
tersebut melakukan aktivitas trading dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak

2
bisa diakses oleh publik. Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang
sebetulnya tidak dapat diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar
dibandingkan investor lain dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu
akan merasa dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek “penggorengan
saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari
adanya lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai
Februari 2010, sejak adanya desas-desus mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Dampak dari transaksi ini, harga saham MDS naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga
Rp. 1350 per lembar pada tanggal 22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP
mengumumkan penjualan saham MDS kepada MAC. Lonjakan yang sangat signifikan
tersebut membuat Bursa Efek Indonesia curiga adanya kebocoran berita mengenai penjualan
saham MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC tersebut,
para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang
saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan
tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT.
Multipolar Tbk merupakan anak usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS
menghasilkan dana tunai sebesar Rp 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk
melunasi hutang kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp.
1,88 triliun akan di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya dimana
dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk para
pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian saham
dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS
yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp. 3.25 triliun itu
ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang
diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar
98% yang akan dibeli oleh MAC. Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari
Department Store direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS
pada saat yang bersamaan.

3
3. IDENTIFIKASI PELANGGARAN YANG DILAKUKAN
a. Pelanggaran Regulasi
Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dalam
kasus ini terdapar sejumlah unsur pidana, yaitu unsur menipu (Pasal 90), unsur transaksi
semu (Pasal 91) unsur orang dalam (Pasal 95), unsur transaksi orang dalam (Pasal 96), dan
unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92). Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar
pemegang saham yang dibiayai utang emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten
mengambil utang ke Bank CIMB Niaga dan Standard Chartered. Yanuar menganjurkan agar
Bapepam segera melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91,
transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga. Dan kemudian Pasal 92 terkait
informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi orang dalam (Pasal 95-96)
secara terbuka di publik. Kemudian juga terdapat beberapa pelanggaran dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain:
(1) Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham dengan
dengan kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
(2) Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara kecuali anggaran
dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham kecuali saham preferen berhak
atas hak suaranya dalam RUPS.
(3) Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar”
(4) Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham

b. Pelanggaran Standar
Ketika Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka
pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip- prinsip OECD terutama pada
prinsip ketiga yang berisi bahwa :
“Tatakelola perusahaan harus mampu memberikan kesetaraan perlakuan terhadap
seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing.
Seluruh pemegang saham harus mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kecurangan atau
penghilangan hak-haknya.”
Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang jelas karena
telah dengan terbuka melakukan insider trading yang tentu telah menghilangkan hak-hak

4
pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah secara dijelas dilarang dalam
prinsip III B OECD, “Insider trading and abusive self-dealing should be prohibited.”

c. Pelanggaran Peraturan
Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan kepentingan,
transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1 sebagaimana
telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan
Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentngan
ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan
komisaris atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud. Berikut
transaksi yang mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan Bapepam
No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus Matahari :
(1) Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama,
komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris
(2) Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris. Atau
pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris
(3) Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur,
komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris

4. PENYELESAIAN KASUS PT MATAHARI PUTRA PRIMA TBK


Rencana penjualan 90,7% saham yang PT. Matahari Department Store yang dimiliki
PT. Matahari Putra Prima kepada PT. Meadow Indonesia, banyak menuai protes dikalangan
masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh
MPP seperti insider trading dan juga “penggorengan saham” guna menaikan harga saham
Matahari Department Store.
Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas pasar modal di
Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut. Kemudian Bapepam-LK
menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Pada pertemuan tersebut
Bapepam LK meminta kepada pihak menejemen MPP untuk memberikan penjelasan secara
lebih rinci kepada publik mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut, Bapepam LK
kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan kepada
publik mengenai segala bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana
hasil penjualan saham MDS sebesar Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa

5
hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar
dan juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa kurang jelas,
Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS dan membuat bussines
plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan ditampilkan dalam bentuk
public expose guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham minoritas pun dapat
mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk mengumpulkan bukti-
bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan MDS. Hal tersebut dikarenakan
transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun
analisa Bapepam-LK menemukan indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan
proses hukum memerlukan bukti yang materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas
rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui rencana
penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT.
Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.

5. KESIMPULAN
Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang materiil
terhadap kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak menuai protes. Namun
transaksi insider trading dan praktek korporasi untuk menaikan saham memanglah sangat
jelas terlihat dalam transaksi tersebut terutama dalam dua transaksi berikut:
1) MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC juga baru
dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20% kepemilikan terhadap MAC.
Pada saat isu penjualan saham tersebut muncul harga saham MDS melonjak naik.
2) Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang dipinjam
oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered dengan jaminan
90,7% saham MDS, yang kemudian dana tersebut dipinjamkan kepada MAC untuk
membeli saham MDS.

6
REFRENSI

BAPEPAM.2009. Peraturan No.IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan


Kepentingan, Jakarta: Departemen Keuangan dan Bapepam RI

Brook, Robert. “Kasus PT Matahari Putra Prima Tbk”. Artikel Online.


https://www.scribd.com/doc/302744836/Kasus-Pt-Matahari-Putra-Prima-Tbk.
(Diakses pada 14 Oktober 2016).

Fauzi, Abdul Wahid. 2010. Bapepam Turut Periksa Kasus Saham Matahari
http://investasi.kontan.co.id/news/bapepam-turut-periksa-kasus-saham-matahari
(Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)

OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles.

Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 40 Tentang Perseroan Terbatas, Jakarta:


Sekretariat Negara.

Wibowo, Arianto Tri, Latif Syahid. “Kasus Matahari BAPPEPAM Kordinasi dengan BI”.
Artikel Online. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/133011-
kasus_matahari__bapepam_koordinasi_dengan_bi. (Diakses Pada 14 Oktober 2016).

Anda mungkin juga menyukai