Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS:TATA KELOLA


PERUSAHAAN,AKUNTANSI DAN KEUANGAN

DI SUSUN OLEH:
NADIA INDAH LESTARI :7223343020
SARTIKA :7221143005

MATA KULIAH :ASPEK HUKUM DAN ETIKA BISNIS


DOSEN PENGAMPU :AINUL MARDIYAH,SP.,M.Si

PRODI PENDIDIKAN BISNIS-A


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
11 NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan, yang mana Esa atas rahmat dan nikmat nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk memenuhi tugas aspek hukum dan etika bisnis.

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ainul Mardiyah,SP.,M.Si selaku dosen
pengampu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Terima kasih juga saya ucapkan
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata baik dari segi
penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi dimasa mendatang. Semoga tugas ini bisa menambah wawasan para pembaca
dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Medan, 11 November 2023

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................4
1.2 TUJUAN.............................................................................................................................4
1.3 MANFAAT.........................................................................................................................5

BAB II ISI................................................................................................................................6
2.1 Pengambilan keputusan yang etis......................................................................................5
2.2 Tata kelola perusahaan,akuntansi,dan keuangan...............................................................11

BAB III PENUTUP.................................................................................................................14


Kesimpulan..............................................................................................................................14
Saran........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Salah satu tolak ukur utama yang biasa digunakan untuk mngukur efektivitas kepemimpinan
seseorang yang menduduki jabatan dalam suatu organisasi ialah kemampuan dan
kemahirannya mengambil keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan sebagai keputusan
yang baik apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu rasional, logis, realistis, dan pragmatis.
Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa efektivitas demikian hanya mungkin dicapai
apabila seorang pengambil keputusan mampu menggabungkan secara tepat tiga jenis
pendekatan. Pertama, pendekatan yang didasarkan pada teori dan asas-asas ilmiah yang telah
dikembangkan oleh para teoretisi yang mendalami proses pengambilan keputusan. Kedua,
pendekatan yang memanfaatkan kemampuan berfikir yang kreatif, inovatif, dan intuitif
disertai oleh keterlibatan emosional. Ketiga, kemampuan belajar dari pengalaman mengambil
keputusan di masa lalu, baik karena keberhasilan maupun karena kekurangberhasilan atau
bahkan kegagalan.
Suatu keputusan tidak akan memiliki tingkat keakuratan yang kuat jika tidak didukung
berbagai informasi yang ada, berbagai input informasi yang diterima akan dianalisis secara
komprehensif oleh pihak manajemen perusahaan untuk dibentuk suatu rekomendasi keputusan
yang bersifat alternatif dan selanjutnya alternatif keputusan yang ditawarkan diambil mana yang
terbaik.Setiap individu pernah menghadapi situasi dimana ia harus mengambil keputusan.
Menentukan pilihan dan mengambil keputusan berhadapan dengan situasi tertentu apalagi
berkaitan dengan masalah etis tidaklah selalu mudah.Situasi semacam itu, dapat menjadi sangat
sulit terutama bila menyangkut berbagai kepentingan, melibatkan banyak pihak, dan berada pada
wilayah abu-abu, suatu wilayah dimana keputusan dan pelaksanaannya memberi keuntungan
yang besar dan tidak melanggar hukum. Berhadapan dengan situasi demikian individu
membutuhkan pedoman untuk menganalisis situasi, mempertimbangkan berbagai aspek dan
berbagai pihak lalu mengambil keputusan. Tulisan ini hendak membahas tentang pengambilan
keputusan etis yang dapat dijadikan pedoman, bagaimana dan apa saja yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Tujuannya adalah untuk menyediakan wawasan
dan sarana intelektual bagi setiap individu dalam mengambil suatu keputusan yang dapat
dipertanggung jawabkan secara etis rasional. Tulisan ini diawali dengan pengantar singkat,
kemudian pembahasan tentang pengertian keputusan etis, dasar-dasar dan tahapan dalam
pengambilan keputusan etis, manfaat yang dapat diambil dari keputusan etis dan dilanjutkan
dengan uraian tentang implikasi etis suatu keputusan, berikutnya. Seluruh tulisan ini diakhiri
dengan penutup.

1.2 TUJUAN
1. Untuk menambah wawasan dan sarana intelektual dalam pengambilan
keputusan etis.
2. Untuk mengetahui implikasi dari pengambilan keputusan etis.
3. Untuk mengetahui apakah para pembuat keputusan di perusahaan
memiliki etika dalam membuat keputusan etis
1.3 MANFAAT
1. Manfaat akademis
Secara akademis diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
konsep pengambilan keputusan pada para pengambil keputusan di suatu perusahaan dan dapat
dijadikan sebagai bahan dalam menjalankan, mengawasi ataupun mengontrol manajerial
perusahaan.
2. Manfaat praktis
Bagi penulis, manfaat praktis yang diharapkan adalah dapat memperluas
wawasan, menambah pengetahuan empirik mengenai proses
pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan
BAB II ISI

2.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS


Pengambilan Keputusan yang Etis: Tata Kelola Perusahaan, Akuntansi, dan Keuangan
Kewajiban Profesional dan Konflik Kepentingan
Etika dalam lingkup tata kelola dan keuangan mengemuka di awal abad ke-21 karena pada
saat itu banyak perusahaan, organisasi, kantor akuntan publik (KAP), serta perusahaan
investasi yang terlibat kegiatan yang tidak etis yang berujung pada denda atau sanksi
pidana. Sebagian besar perilaku tidak etis itu terkait dengan aspek keuangan seperti
memanipulasi entitas dengan tujuan khusus (special purpose entities-SPE). Tindakan tersebut
menjadi bukti kegagalan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance). Pada
akhirnya semua peristiwa yang terjadi membuat independensi para profesional bisnis menjadi
sangat penting, lebih dari sebelumnya.
Para profesional bisnis seperti pengacara, auditor, akuntan, dan analisis keuangan memiliki
posisi penting dalam sistem ekonomi. Mereka dapat disebut sebagai penjaga gerbang (gate
keeper), yang berperan untuk memastikan bahwa orang-orang yang masuk ke dalam pasar
bermain sesuai aturan dan mematuhi kondisi-kondisi yang akan menjamin pasar berfungsi
sebagaimana mestinya. Semua pelaku pasar, terutama para investor, dewan direksi,
manajemen, dan bankir bergantung kepada para penjaga gerbang ini. Namun, setiap
profesional bisnis memiliki peran yang berbeda sehingga masing-masing memiliki kewajiban
etis yang berbeda pula.
Auditor wajib memverifikasi laporan keuangan perusahaan sehingga keputusan investor
bebas dari penipuan atau pemalsuan. Analis mengevaluasi prospek keuangan perusahaan atau
kelayakan kreditnya, sehingga bank dan para investor dapat membuat keputusan berdasarkan
informasi yang akurat. Pengacara memastikan bahwa keputusan dan transaksi yang diambil
sesuai dengan ketentuan hokum. Selain itu, dewan direksi juga memili peran penting, dalam
hal ini dewan direksi berperan sebagai perantara antara para pemegang saham dengan para
eksekutif perusahaan, serta harus memastikan bahwa para eksekutif bekerja berdasarkan
kepentingan para pemegang saham.
Tantangan yang harus dihadapi adalah terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan
(conflict of interest) terjadi ketika seseorang diamanahi posisi untuk membuat penilaian atas
nama pihak lain, namun kepentingan dan/atau kewajiban pribadinya bertentangan dengan
kepentingan kewajiban pihak lain tersebut. Contoh, XXXXX. Selain itu, konflik kepentingan
juga dapat timbul ketika kewajiban etis seseorang dalam tugas profesionalnya berbernturan
dengan kepentingan pribadi. Contoh, XXXXX. Namun banyak juga kasus dimana para
professional ini dibayar oleh bisnis yang berada di bawah pengawasan mereka, dan mungkin
juga dipekerjakan oleh bisnis lain. Bahkan yang lebih parah, mereka bekerja setiap hari
dengan dan dibayar oleh tim manajemen yang mungkin memiliki kepentingan ynag
bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang diwakili oleh dewan direksi. Itulah
beberapa konflik kepentingan yang dapat terjadi di antara para profesi bisnis.
Untuk merespon atau mengatasi konflik tersebut, dilakukan perubahan struktural. Kongres
memberlakukan undang-undnag untuk memberi mandate kepada direktur independen dan
sejumlah perubahan dengan paket kompensasi eksekutif. Namun banyak kritik atas peraturan
ini.

Sarbanes-Oxley Act tahun 2002


Semua skandal perusahaan tersebut telah memperburuk kepercayaan para investor terhadap
orang-orang yang bekerja dalam jasa keuangan. Oleh karena itu, Kongres memberlakukan
the Public Accounting Reform and Investor Protection Act tahun 2002, yang umumnya
dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap
perilaku yang tidak etis dengan menyediakan pengawasan dalam hal akuntabilitas dan
tanggung jawab secara langsung. Ketentuan-ketentuan dari Sarbanes-Oxley Act yang
dampaknya paling signifikan:
· Section 201: Mengenai jasa di luar wewenang auditor.
· Section 301: Mengenai komite audit dari perusahaan terbuka, harus ada independensi
mayoritas dari dewan.
· Section 307: Mengenai tanggung jawab professional pengacara.
· Section 404: Mengenai penilaian manajemen atas pengendalian internal.
· Section 406: Mengenai kode etik bagi pejabat keuangan senior.
· Section 407: Mengenai pengungkapan jati diri ahli keuangan dari komite audit.
Survei melaporkan, perusahaan percaya bahwa section 404 yang mensyaratkan perusahaan
untuk sertifikasi dokumen dengan memberikan laporan pengendalian internal mampu
meningkatkan kepercayaan investor dan pemegang kepentingan lain atas laporan keuangan
perusahaan. Namun kritik atas Sarbanes-Oxley Act adalah perusahaan harus menanggung
biaya keuangan yang luar biasa besar.
Untuk merespon hal ini, pada tahun 2005 Public Company Accounting Oversight Board
(PCAOB) memberlakukan Europian Union’s 8th Directive dengan pendekatan yang lebih
berbasis pada risiko dimana fokus dari penilaian audit internal diselaraskan secara lebih baik
dengan wilayah yang berisiko tinggi. Peraturan ini mengharuskan adanya jaminan kualitas
eksternal melalui persyaratan mengenai komite audit dan transparansi audit yang lebih besar.
Peraturan ini juga menyediakan ruang untuk bekerja sama dengan badann pengatur di negara
lain. Namun, peraturan ini tidak memuat bagian tentang perlindungan pengadu dan memiliki
persyaratan yang kurang rinci dibandingkan Sarbanes-Oxley Act.

Lingkungan Pengendalian Internal


Apabila Sarbanes-Oxley Act dan Europian Union’s 8th Directive merupakan pengendalian
dengan mekanisme eksternal yang berupaya untuk menjamin tata kelola perusahaan yang
etis, terdapat juga mekanisme internal dengan penggunaan kerangka kerja yang disuarakan
oleh Committee of Sponsoring Organizations—COSO. COSO merupakan kolaborasi
sukarela yang dibentuk untuk memperbaiki pelaporan keuangan melalui Pengendalian
Internal—Kerangka Kerja yang Terintegrasi.
COSO menjelaskan pengendalian mencakup elemen organisasi yang mendukung pencapaian
tujuan organisasi. Elemen-elemen tersebut adalah:
·Lingkungan pengendalian: budaya perusahaan.
·Penilaian risiko: risiko yang mungkin menghambat pencapain tujuan perusahaan.
· Kegiatan pengendalian: kebijakan dan prosedur yang mendukung lingkungan pengendalian
·Informasi dan komunikasi: trasmisi informasi yang jujur dan benar untuk mendukung
lingkungan pengendalian
· Pemantauan yang terus-menerus: untuk menyedaikan kemampuan menilai dan menemukan
kerentanan dalam perusahaan
Selain itu COSO juga menerapkan Manajemen Risiko Perusahaan untuk digunakan sebagai
kerangka kerja manajemen dalam mengevaluasi dan memperbaiki pencegahan, deteksi, dan
pengelolaan resiko perusahaan.

Melampaui Hukum: Menjadi Anggota Dewan yang Etis


Akuntabilitas dewan direksi merupakan cara efektif untuk mencegah kegagalan perusahaan,
terlebih dewan direksi memiliki tugas fidusia untuk menjaga kepentingan perusahaan.
Namun dapat ditemui tindakan yang dilakukan para dewan justru menyebabkan kegagalan
bagi perusahaan meskipun sebenarnya tindakan yang diambil sudah sesuai hukum. Dari sini
terdapat ketidakselasaran antara kewajiban hukum dengan etika.
1.Kewajiban Hukum Anggota Dewan
Hukum menegaskan tiga tugas yang jelas kepada anggota dewan yaitu tugas untuk:
a.Memberikan perhatian (duty of care): memastikan bahwa eksekutif perusahaan
melaksanakan tanggung jawab manajemen mereka danmematuhi peraturan.
b.Beritikad baik (duty of good faith): adalah salah satu dari kepatuhan yang menuntut dewan
direksi untuk setia pada misi organisasi.
c.Loyalitas (duty of loyality): memerlukan adanya kesetiaan, anggota dewan direksi harus
memberikan kesetiaan penuh ketika membuat keputusan. Konflik kepentingan harus selalu
diselesaikan dengan mementingkan kepentingan perusahaan.
2.Di Luar Hukum, Ada Etika
Secara hukum, dewan direksi memiliki tugas fidusia kepada pemilik perusahaan—pemegang
saham. Namun banyak ahli yang berpendapat bahwa dewan direksi juga merupakan penjaga
gerbang dari tanggung jawab sosial perusahaan.
Bill George menetatpkan 10 aturan daar yang harus diikti dewan untuk memastikan tata
kelola yang sesuai dan etis, yaitu:
1.Standar, Harus ada prinsip tata kelola yang tersedia secara public bagi dewan direksi yang
diciptakan oleh direktur-direktur independen.
2.Independensi, Dewan harus memastikan mereka dengan mensyaratkan bahwa sebagian
besar anggota mereka adalah direktur independen.
3.Seleksi, Anggota dewan harus diseleksi tidak hanya berdasarkan pengalaman mereka atau
peran yang mereka pegang pada perusahaan lain tetapi juga struktur nilai mereka.
4. Seleksi nomor 2, komite nasional dan tata kelola dewan harus diisi oleh direktur
independen untuk menjamin kontinuitas dari independensi.
5.Sesi eksekutif, direktur independen harus bertemu secara teratur dalam sesi eksekutif untuk
melestarikan keautentikan dan kredibiltas komunikasi mereka.
6.Komite, anggota dewan harus memiliki komite audit dan keuangan terpisah yang berisikan
anggota dewan yang memiliki keahlian yang ektensif dalam arena ini
7.Kepemimpinan, Jika CEO dan ketua dewan merupakan orang yang sama, maka penting
bagi dewan untuk memilih alternatif direktur pemimpin sebagai suatu check and balance.
8.Tenaga ahli dari luar pada komite kompensasi, dewan harus mencari panduan eksternal
mengenai kompensasi eksekutif
9.Budaya dewan, dewan tidak hanya harus memiliki kesempatan tetapi harus didorong untuk
mengembangkan budaya yang mencakup hubungan dimana tantangan disambut dan
perbedaan diterima
10.Tanggung jawab, dewan harus menyadari tanggung jawab mereka untuk memberikan
pengawasan dan untuk mengendalikan manajemen melalui proses pengelolaan yang sesuai.

Dengan demikian, tugas fidusia dewan direksi untuk melindungi perusahaan adalah sebuah
fakta, dan dengan melarang tindakan yang tidak etis, berarti dewan direksi telah melakukan
tugasnya. Karena, meskipun hukum memberi panduan pengambilan keputusan perusahan
dari perspektif teleology dan utilitarianisme, jika ekskutif melanggar prinsip kejujuran,
masyarakat akan member sanksi sosial. Jadi, dewan direksi memiliki kewajiban untuk
memastikan para eksekutifnya mematuhi standar etis yang lebih tinggi dibandingkan sekedar
mengikuti aturan hukum.

Konflik Kepentingan dalam Akuntansi dan Pasar Keuangan


Konflik dalam hal ini sudah banyak terjadi dan berkembang di kalangan keuangan.
Kepercayaan adalah isu integral bagi semua pihak yang terlibat dalam industry keuangan.
Memperlakukan klien secara jujur dan membangun reputasi dengan melakukan kesepakatan
yang adil adalah asset yang terbesar yang dimiliki seorang professional dalam bidang
keuangan. Akuntan public bertanggung jawab kepada para pemegang kepentingan-pemegang
saham dan komunitas investasi yang bergantung pada laporan dari akuntan public itu. Karena
itu harus selalu melayani dalam peran sebagai kontraktor independen bagi perusahaan yang
mereka audit. Perusahaan tentu akan senang jika dapat mengarahkan perkataan dari akuntan
luar ini karena orang-orang mempercayai sifat “independen” dari audit tersebut. Jika akuntan
hanya menyetujui keputusan perusahaan, mereka dianggap tidak “independen”.
Konflik yang sering terjadi adalah laba yang dilaporkan terlalu rendah, dokumen yang
sengaja di palsukan, membiarkan atau melakukan pengurangan yang patut dipertanyakan,
menghindari pajak penghasilan dan terlibat penipuan.
Kevin Bahr mengidentifikasikan beberapa penyebab konflik dalam pasar keuangan yang
dapat atau tidak dapat diselesaikan melalui pembuatan peraturan :
1.Hubungan keuangan antara kantor akuntan public (KAP) dengan klien auditnya
Karena audit dibayar oleh klien yang diaudit, aka nada konflik inheren karena pengaturan
keuangan tersebut.
2.Konflik antara jasa-jasa yang ditawarkan oleh kantor akuntan publik
Karena banyak KAP yang menawarkan jasa konsultasi kepada klien mereka, maka timbul
konflik mengenai independensi dari opini perusahaan dengan insentif untuk menghasilkan
fee konsultasi tambahan.
3.Kurangnya indenpendensi dan keahlian dari komite audit
4.Peraturan yang dibuat sendiri dari profesi akuntan
Secara historis industry akuntansi telah membuat peraturannya sendiri, kalaupun ada
pengawasan masih bersifat lemah.
5.Kurang aktifnya pemegang saham
Dengan adanya keragaman kepemilikan dalam pasar berdasarkan investor invidu, usaha
kolektif untuk mengatur dan mengawasi dewan hampir tidak ada.
6. Keserakahan jangka pendek eksekutif versus kemakmuran jangka panjang pemegang
saham
7.Skema kompensasi eksekutif
8. Skema kompensasi untuk analis sekuritas

Kompensasi Eksekutif
Kompensasi khusus yang dirancang untuk karyawan eksekutif yang mencakup gaji pokok,
bonus, fasilitas jabatan, dan manfaat pribadi lain. Jadi, walaupun bayaran CEO mengalami
peningkat, perusahaan itu sendiri-dan pekerja yang berkontribusi untuk keberhasilan
perusahaan—tidak menuai manfaat yang sama. Kurangnya keseimbangan pada distribusi
nilai ini telah mengarah pada persepsi akan ketidakadilan terkait kompensasi eksekutif. Paket
kompensasi eksekutif yang meningkat tajam menimbulkan banyak pertanyaan etis.
Keserakahan dan kekikiran adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan karakter moral
dari orang-orang tersebut dilihat dari perspektif etika keutamaan. Pertanyaan mendasar dari
keadilan distributive dan kesetaraan muncul ketika gaji-gaji ini dibandingkan dengan bayaran
rata-rata pekerja atau miliaran umat manusia yang hidup dalam kemiskinan dan kesengsaran
pada tingkat global. Dalam perspektif teori etis, paket ini memiliki fungsi utilitarisme ketika
diberlakukan sebagai insentif kepada eksekutif guna menghasilkan hasil keseluruhan yang
lebih baik, dan paket ini merupakan masalah prinsip etis ketika mereka mengkompensasi
individu didasarkan atas apa yang mereka hasilkan dan layak dapatkan.
Pada praktiknya, keraguan yang cukup beralasan muncul disekitar kedua alasan rasional ini.
Pertama, seperti yang disarankan oleh esai Moriarty dan cerita Forbes yang telah disebutkan
sebelumnya, hanya terdapat sedikit korelasi antara bayaran dan kinerja dibandingkan yang
dapat kita harapkan. Setidaknya dalam hal kinerja saham, eksekutif sepertinya menuai
penghargaan yang besar terlepas dari kesuksesan bisnis. Mungkin hal ini dapat diperdebatkan
bahwa masa perusahaan mengalami kesulitan keuangan, seorang eksekutif menghadapi
tantangan yang lebih besar, dan oleh sebab itu mungkin layak untuk menerima gaji yang
lebih besar dibandingkan pada masa yang lebih baik.
Insider Trading
Insider trading adalah perdagangan oleh pemegang saham yang memiliki informasi rahasia
dari pihak di dalam suatu perusahaan yang akan berdampak material/signifikan pada nilai
saham dan hal ini memberikan mereka manfaat dari membeli atau menjual saham. Insider
yang illegal terjadi ketika perusahaan memberikan “Tips” kepada anggota keluarga, teman-
teman, atau pihak lainnya dan pihak tersebut membeli atau menjual saham perusahaan
berdasarkan informasi tersebut. “Informasi rahasia” mencakup informasi khusus yang belum
tersampaikan kepada publik. Informasi tersebut dianggap material/signifikan jika informasi
itu kemungkinan memiliki dampak financial pada kinerja jangka pendek atau jangka panjang
suatu perusahaan atau jika informasi tersebut akan menjadi penting bagi seorang investor
yang bijaksana dalam membuat keputusan investasi.
Jika seorang eksekutif menjual saham yang ia tahu akan sangat berkurang nilainya karena
berita buruk diperusahaan yang tidak diketahui oleh seorang pun melainkan beberapa orang
dalam perusahaan, ia mengambil keuntungan dari orang yang membeli saham darinya tanpa
mengungkapkan informasi tersebut secara penuh. Insider trading bisa di dasarkan pada klaim
penyalahgunaan yang tidak etis atas pengetahuan yang dimiliki (pengetahuan yang hanya
dimiliki oleh orang dalam perusahaan). Oleh karena itu menciptakan hukum bagi insider
trading menjadi sebuah tanggung jawab untuk melindungi informasi yang rahasia. Tanggung
jawab itu juga muncul berdasarkan tugas fidusia dari orang dalam, eksekutif.
Penyalahgunaan informasi tersebut melemahkan kepercayaan yang dibutuhkan suatu
perusahaan agar dapat berfungsi dengan baik dan menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak
yang membeli saham. Insider trading dianggap benar-benar tidak adil dan tidak etis karena
menghalangi penetapan harga yang wajar berdasarkan akses yang sama atas informasi
publik.

2.2 TATA KELOLA PERUSAHAAN,AKUNTANSI DAN KEUANGAN

Riset mengenai tata kelola perusahaan (corporate governance) masih menjadi topik yang
menarik untuk diteliti seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar (misalnya
skandal Enron Corp, Tyco, Worldcom Inc., Xerox Corp.,) yang melibatkan akuntan. Dalam
kasus Enron, dampak yang jelas adalah kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya
nilai saham yang sangat dramatis dari harga per saham US$ 30 menjadi hanya US$ 10 dalam
waktu dua minggu. Kasus ini memunculkan pertanyaan mengapa suatu perusahaan kelas dunia
dapat mengalami hal yang sangat tragis dengan mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil
audit keuangan perusahaannya dinyatakan pendapat tanpa kualifikasi (unqualified opinion). Di
Indonesia,kasus Lippo merupakan salah satu skandal akuntansi yang sangat menonjol di tahun
2003. Skandal Bank Lippo adalah berkaitan dengan pelaporan keuangan,dengan diterbitkannya
dua versi laporan keuangan,yaitu antara yang diterbitkannya ke Bursa Efek Jakarta dan yang
dipublikasikan.Tahun 2001, hasil survei yang dilakukan oleh Credit Lynonnais Securities
(CLSA) pada 115 perusahaan di 25 negara berkembang menunjukkan bahwa skor total untuk
perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya 37,7 dari skala (skor 0-100). Skor ini lebih rendah
dibandingkan dengan skor total perusahaan-perusahaan yang disurvei di Negara Singapura
(64,5), Malaysia (56,6), India (55,6),Thailand (55,1), Taiwan (54,6), Cina (49,1), Korea (47,1)
dan Filipina (43,9). Makin tinggi skor menunjukkan bahwa ketaatan pada prinsip-prinsip Good
Corporate Governance atau GCG (yang meliputi disiplin, transparansi, kemandirian,
akuntabilitas,tanggung jawab, keadilan dan kesadaran nasional)makin besar (Zarkasyi, 2008).

Di Indonesia, praktik GCG telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan, sehingga
implementasi prinsip-prinsip GCG salah satunya didorong oleh kepatuhan terhadap regulasi
(seperti UUPT no 40/2007, peraturan Bapepam-LK, Peraturan Bank Indonesia no 8/4/PBI/2006
yang dirubah menjadi no 8/14/2006 tentang Peraturan GCG bagi bank umum). Hasil riset yang
dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) terhadap 52
perusahaan publik (yang masuk dalam LQ45 periode Juli 2000 s/d Juni 2001) menunjukkan
bahwa hampir seluruh responden menyatakan arti pentingnya GCG, namun 65% responden
menyatakan menerapkan GCG karena memang regulasi mengehendaki hal tersebut, 30%
menyatakan GCG sebagai bagian dari budaya perusahaan.Implementasi GCG diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan. Kinerja perusahaan meningkat berdampak
pada kesejahteraan pihak manajemen perusahaan dan pemegang saham(shareholders). Disisi
yang lain, pihak manajemen berpotensi melakukan tindakan-tindakan melalui pemilihan
kebijakan akuntansi yang berdampak positif pada kepentingan mereka sendiri, dan sangat
mungkin terjadi apa yang dilakukan oleh pihak manajemen akan berdampak negatif bagi
kepentingan pemilik perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976;Fama dan Jensen, 1993; Morck et
al. (1989). Karena itu, implementasi GCG adalah menjadi alternatif untuk mengurangi praktik
manajemen laba.Manajemen laba muncul pada saat peneliti akuntansi mencoba mengkaitkan
hubungan antara suatu variabel ekonomi tertentu dan upaya manajer untuk mengambil manfaat
atas variabel tersebut.Manajemen laba yang berlebihan akan mengurangi manfaat (usefulness)
laporan keuangan dalam pandangan penanam modal (Scott, 2009). Magnan dan Cormier (1997)
mengungkapkakan bahwa ada tiga alasan utama manajer melakukan praktik manajemen laba
yaitu minimalisasi political cost, maksimisasi kesejahteraaan manajer (manager wealth
maximization) dan minimisasi biaya (minimization offinancing costs).Efektivitas pelaksanaan
corporate governance sangat tergantung dari peran atau actions yang dilakukan oleh elemen-
elemen dalam struktur corporate governance. Elemen-elemen tersebut adalah komisaris baik dari
unsur independen maupun bukan,komite audit, kepemilikan saham oleh insitusi,kepemilikan
saham dan jasa audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bereputasi. Harapannya adalah
semakin efektif peran yang dilakukan oleh elemen-elemen struktur corporate
governance,semakin meningkatkan kualitas informasi akuntansi dari sudut pandang users.

PEMBAHASAN

Teori keagenan menjelaskan hubungan kontrak-tual antara pemilik (principals) dan penerima
amanat(agents). Pemilik adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain (agen), untuk
melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal dalam kapasitasnya sebagai pengambil
keputusan. Praktik pemberian mandat oleh pemilik kepada agen awalnya dijelaskan oleh Berle
dan Means (1932) yang menyatakan bahwa perkembangan perusahaan membawa konsekuensi
diperlukannya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol manajemen atas suatu perusahaan
modern,sehingga tercipta suatu mekanisme pengawasan kepada agen untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik perusahaan. Pemikiran dari Berle dan Means masih relevan sampai
sekarang dalam konteks pengelolaan perusahaan modern sekalipun. Mekanisme pengawasan
terhadap agen dimaksudkan untuk melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen dan
keputusan yang diambil sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Lemahnya pengawasan
terhadap agen mendorong pihak manajemen untuk berperilaku sesuai dengan
kepentingannya.Pemikiran dari Berle dan Means, selanjutnya dikembangkan oleh Jensen dan
Meckling (1976) dengan memperkenalkan apa yang dikenal dengan“agency theory”. Teori ini
sampai sekarang masih relevan untuk menjelaskan variabel-variabel yang diteliti khususnya
bidang akuntansi keuangan dan pasar modal. Dalam mendefinisikan hubungan keagenan (agency
relationship), Jensen dan Meckling(1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan itu sebagai
suatu kontrak yang dilakukan oleh satu orang atau lebih (dalam hal ini pemilik atau prinsipal)
dan orang lain (dalam hal ini selaku agen atau penerima amanat), untuk melakukan kegiatan atau
jasa (service) yang sudah didelegasikan dan mengambil keputusan yang menjadi
kewenangannya.Eisenhard (1989) mengungkapkan bahwa yang menjadi fokus pada teori
keagenan adalah tentang:

1) bagaimana menentukan kontrak yang paling efisien yang mengatur pola hubungan antara
prinsipal dengan agen, dengan beberapa asumsi sifat manusia yang lebih cenderung
mementingkan diri sendiri (self

interest), memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) seperti keterbatasan informasi,


pengetahuan terbatas), dan cenderung menghindari risiko;

2)tentang organisasi yang di dalamnya terdapat potensi konflik kepentingan antar anggotanya;
dan 3) tentang informasi, yang mana informasi adalah suatu komoditi dan dapat dibeli. Dari
penjelasan Eisenhard tersebut, hubungan keagenan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu

1) secara ekonomi, teori agensi memprediksi dan menjelaskan perilaku pihak-pihak yang terlibat
dengan perusahaan,

2) secara hukum,agen adalah seseorang yang dipekerjakan untuk kepentingan pihak lain yang
diikat dalam perjanjian kontraktual.

Riset akuntansi yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan dan manajemen laba mengacu
pada teori akuntansi positif dan teori agensi. Sebagian besar hasil studi empiris menunjukkan
bahwa implementasi tata kelola perusaaan yang baik (good corporate governance) berdampak
negatif terhadap praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba yang berlebihan berdampak
negatif terhadap kredibilitas laporan keuangan dari sudut pandang pengguna seperti investor,
kreditor dan stakeholders lainnya. Praktik GCG dan manajemen laba berkaitan dengan masalah-
masalah perilaku, karena itu metode penelitian kualitatif menjadi alternatif solusi dalam
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perilaku.

Ruang lingkup pengelolaan keuangan (financial management) mengacu pada


planning,organizing, actualing, controlling dan pengendalian sumber daya keuangan perusahaan
(Jatmiko,2017). Sedangkan ruang lingkup manajemen keuangan menurut Wijaya (2017)
mengacu pada manajemen keuangan meliputi penganggaran, pencatatan arus kas, kegiatan
kredit, analisis investasi serta penggumpulan dana. Menurut Anwar (2019), manajemen
keuangan adalah disiplin ilmu mengenai pengelolaan keuangan suatu perusahaan baik dalam hal
mencari sumber pembiayaan, mengalokasikan dana dan mendistribusikan keuntungan
perusahaan. Fungsi manajemen keuangan adalah budgeting,control, auditing, reporting
(Nurdiansyah, H., dan Rahman, 2019). Proses pengelolaan keuangan dimulai dengan
perencanaan, pencatatan, pelaporan dan pemantauan (Handayani, 2021). Penelitian yang
dilakukan oleh (Rinaldo et al., 2021) menyatakan bahwa perencanaan keuangan sebagai upaya
perbaikan bisnis pada saat pandemi Covid-19. Penelitian lain dilakukan oleh Taqi et al. (2022)
mengupayakan strategi tata kelola keuangan dalam menjalankan bisnisnya di saat pandemi
covid-19.Penelitian lain yang dilakukan oleh Septiana & Novitasari (2021) menyatakan bahwa
menerapkan tata kelola keuangan sebagai upaya keberlangsungan usaha di masa pandemi covid-
19.Maka dari itu diperlukan sebuah metode pengelolaan keuangan yang dapat memberikan
kemudahan bagi pelaku UMKM untuk mengelola keuangan usahanya. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui metode tata kelola keuangan apa yang bisa diterapkan pada pelaku UMKM
agar dapat memberikan kemudahan dalam mengelola keuangan usaha yang baik sehingga
mampu memenuhi kebutuhan usaha dalam hal keberlangsungan usaha, ekspansi usaha dari
UMKM tersebut dan mampu memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan perekonomian
Indonesia. Dan juga agar Pemerintah mampu membuat suatu kebijakan yang mendorong
keberlangsungan usaha usaha kecil memengah terhadap perubahan situasi dan kondisi dalam
usaha.
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian teoritis dan bukti empiris sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka ada
beberapa simpulan penting yang dapat dikemukakan.Pertama, struktur corporate governance
(diproksi dengan kepemilikan insitusional, kepemilikan manajemen dan komisaris baik unsur
independen maupun tidak) diharapkan dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi. Kedua,
manajer memiliki kewenangan untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu yang tidak hanya
berdampak pada kinerja perusahaan, tetapi juga didorong oleh kepentingan pribadi manajer yang
dapat dikatakan bersifat opportunisctic behavior. Ketiga, sebagian besar bukti empiris
menunjukkan bahwa keberadaan kepemilikan institusi, kepemilikan manajemen, komisaris inde-
penden dan Kantor Akuntan Publik (KAP) bereputasi mampu menekan potensi praktik
manajemen laba.Keempat, Scott (2009) menyimpulkan bahwa pendekatan decision usefulness
dari sisi teori akuntansi adalah jika tidak dapat mempersiapkan laporan keuangan secara teoritis
benar, setidaknya kita dapat mencoba membuat laporan keuangan lebih berguna (more useful).
Artinya praktik manajemen laba akan berdampak pada kredibilitas laporan keuangan. Praktik
manajemen laba yang berlebihan akan berpengaruh terhadap kredibilitas laporan keuangan dari
sudut pandang investor.Menyikapi bahwa telah banyak penelitian empiris yang menghubungkan
corporate governance dengan manajemen laba, maka tetap masih terbuka peluang untuk
dilakukan riset lanjutan dengan beberapa modifikasi seperti penggunaan proksi yang berbeda
terhadap pengukuran corporate governance dan lebih memfokuskan pada industri tertentu (suatu
misal industri perbankan atau industri manufaktur).

1. Peran budaya etis organisasi yang dicerminkan melalui pimpinan dan sistem sanksi memiliki
pengaruh yang penting dalam mewujudkan pengambilan keputusan yang etis pada kantor
akuntan publik. Tanpa adanya budaya yang etis dalam organisasi, kantor akuntan publik tidak
dapat mewujudkan pengambilan keputusan yang etis karena di dalam menjalankan suatu
organisasi dibutuhkan budaya yang etis guna menciptakan dan mengajarkan nilai-nilai etis yang
dapat digunakan dalam membuat sebuah pilihan dari setiap langkah dalam proses pengambilan
keputusan di lingkungan KAP dan lingkungan bisnis.

2. Peran ethical climate memiliki pengaruh yang penting dalam mewujudkan pengambilan
keputusan yang etis pada kantor akuntan publik. Tanpa adanya ethical climate yang sesuai dalam
organisasi, kantor akuntan publik tidak dapat mewujudkan pengambilan keputusan yang etis
karena orientasi dan prioritas yang terjadi dalam praktik (common practice)berfokus pada
kepentingan pribadi dan organisasi (egoistik). Hal tersebut akan cenderung menciptakan sebuah
iklim yang tidak etis sehingga akan sulit dalam mewujudkan sebuah pengambilan keputusan
yang etis, yang memperhatikan hak, utilitas, keadilan dan kepedulian terhadap semua pihak.
SARAN

Dalam penelitian ini, sampel yang diambil hanya terbatas pada auditor yang berasal dari KAP di
wilayah Jakarta Pusat, sehingga hasil penelitian ini belum mewakili seluruh KAP dan auditor di
Indonesia. Jangka waktu penelitian yang cukup singkat cukup menyulitkan peneliti untuk
mendapatkan data dari jumlah responden yang lebih banyak. Pengumpulan data bertepatan pada
peak season, sehingga semakin menyulitkan peneliti mengumpulkan data dan sulitnya mendapat
responden pada tingkatsenior auditor, dikarenakan masa sibuk yang mengharuskan auditor
banyak yang tidak berada ditempat.Nilai koefisien determinasi yang masih rendah pada interaksi
variabel pemoderasi dengan variabel independen juga mencerminkan lemahnya kemampuan
faktor pemoderasi dengan kedua variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa
saran, yaitu:

1. Bagi Akademisi

1. Bagi penelitian selanjutnya, maka cakupan sampel auditor yang digunakan sebagai responden
sebaiknya diperbesar seperti auditor seDKI Jakarta atau beberapa kota besar di Indonesia. Selain
itu,disarankan menggunakan auditor pemerintah atau auditor BPK sebagai responden untuk
mengetahui proses pengambilan keputusan etis dipemerintahan.

2. Dalam penelitian selanjutnya, pemilihan waktu penyebaran kuesioner sebaiknya tidak pada
saat masa sibuk (peak season) karena sebagian besar auditor tidak berada di tempat (KAP). Hal
tersebut akan mempersulit peneliti dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria yang
diinginkan. Selain itu, risiko untuk tidak kembalinya kuesioner akan lebih besar karena tidak
adanya responden di KAP yang dituju. Pemilihan waktu penyebaran kuesioner disarankan antara
bulan Desember-Januari, karena pada waktu tersebut KAP tidak terlalu sibuk.

3. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi


pengambilan keputusan etis auditor. Faktor personal yang disarankan pada penelitian selanjutnya
seperti Locus of Control, Self Monitoring, Self Esteem, Machiavellian, Personal Value
(Altruistic values, Openness to change values, Self-enhancement values, dan Traditional values)
dan faktor personal lainnya. Faktor lainnya yang dapat menjadi rujukan adalah Ethical Issue
Intensity dan
DAFTAR PUSTAKA

ile:///C:/Users/hp/Downloads/18557-Article%20Text-21861-4-10-20140710.pdf

https://pusatdatamakalah.blogspot.com/2016/04/pengambilankeputusan-yang-etis-tata.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai