DI SUSUN OLEH:
NADIA INDAH LESTARI :7223343020
SARTIKA :7221143005
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan, yang mana Esa atas rahmat dan nikmat nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk memenuhi tugas aspek hukum dan etika bisnis.
Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Ainul Mardiyah,SP.,M.Si selaku dosen
pengampu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Terima kasih juga saya ucapkan
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata baik dari segi
penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi dimasa mendatang. Semoga tugas ini bisa menambah wawasan para pembaca
dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Kelompok 10
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................4
1.2 TUJUAN.............................................................................................................................4
1.3 MANFAAT.........................................................................................................................5
BAB II ISI................................................................................................................................6
2.1 Pengambilan keputusan yang etis......................................................................................5
2.2 Tata kelola perusahaan,akuntansi,dan keuangan...............................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1. Untuk menambah wawasan dan sarana intelektual dalam pengambilan
keputusan etis.
2. Untuk mengetahui implikasi dari pengambilan keputusan etis.
3. Untuk mengetahui apakah para pembuat keputusan di perusahaan
memiliki etika dalam membuat keputusan etis
1.3 MANFAAT
1. Manfaat akademis
Secara akademis diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
konsep pengambilan keputusan pada para pengambil keputusan di suatu perusahaan dan dapat
dijadikan sebagai bahan dalam menjalankan, mengawasi ataupun mengontrol manajerial
perusahaan.
2. Manfaat praktis
Bagi penulis, manfaat praktis yang diharapkan adalah dapat memperluas
wawasan, menambah pengetahuan empirik mengenai proses
pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan
BAB II ISI
Dengan demikian, tugas fidusia dewan direksi untuk melindungi perusahaan adalah sebuah
fakta, dan dengan melarang tindakan yang tidak etis, berarti dewan direksi telah melakukan
tugasnya. Karena, meskipun hukum memberi panduan pengambilan keputusan perusahan
dari perspektif teleology dan utilitarianisme, jika ekskutif melanggar prinsip kejujuran,
masyarakat akan member sanksi sosial. Jadi, dewan direksi memiliki kewajiban untuk
memastikan para eksekutifnya mematuhi standar etis yang lebih tinggi dibandingkan sekedar
mengikuti aturan hukum.
Kompensasi Eksekutif
Kompensasi khusus yang dirancang untuk karyawan eksekutif yang mencakup gaji pokok,
bonus, fasilitas jabatan, dan manfaat pribadi lain. Jadi, walaupun bayaran CEO mengalami
peningkat, perusahaan itu sendiri-dan pekerja yang berkontribusi untuk keberhasilan
perusahaan—tidak menuai manfaat yang sama. Kurangnya keseimbangan pada distribusi
nilai ini telah mengarah pada persepsi akan ketidakadilan terkait kompensasi eksekutif. Paket
kompensasi eksekutif yang meningkat tajam menimbulkan banyak pertanyaan etis.
Keserakahan dan kekikiran adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan karakter moral
dari orang-orang tersebut dilihat dari perspektif etika keutamaan. Pertanyaan mendasar dari
keadilan distributive dan kesetaraan muncul ketika gaji-gaji ini dibandingkan dengan bayaran
rata-rata pekerja atau miliaran umat manusia yang hidup dalam kemiskinan dan kesengsaran
pada tingkat global. Dalam perspektif teori etis, paket ini memiliki fungsi utilitarisme ketika
diberlakukan sebagai insentif kepada eksekutif guna menghasilkan hasil keseluruhan yang
lebih baik, dan paket ini merupakan masalah prinsip etis ketika mereka mengkompensasi
individu didasarkan atas apa yang mereka hasilkan dan layak dapatkan.
Pada praktiknya, keraguan yang cukup beralasan muncul disekitar kedua alasan rasional ini.
Pertama, seperti yang disarankan oleh esai Moriarty dan cerita Forbes yang telah disebutkan
sebelumnya, hanya terdapat sedikit korelasi antara bayaran dan kinerja dibandingkan yang
dapat kita harapkan. Setidaknya dalam hal kinerja saham, eksekutif sepertinya menuai
penghargaan yang besar terlepas dari kesuksesan bisnis. Mungkin hal ini dapat diperdebatkan
bahwa masa perusahaan mengalami kesulitan keuangan, seorang eksekutif menghadapi
tantangan yang lebih besar, dan oleh sebab itu mungkin layak untuk menerima gaji yang
lebih besar dibandingkan pada masa yang lebih baik.
Insider Trading
Insider trading adalah perdagangan oleh pemegang saham yang memiliki informasi rahasia
dari pihak di dalam suatu perusahaan yang akan berdampak material/signifikan pada nilai
saham dan hal ini memberikan mereka manfaat dari membeli atau menjual saham. Insider
yang illegal terjadi ketika perusahaan memberikan “Tips” kepada anggota keluarga, teman-
teman, atau pihak lainnya dan pihak tersebut membeli atau menjual saham perusahaan
berdasarkan informasi tersebut. “Informasi rahasia” mencakup informasi khusus yang belum
tersampaikan kepada publik. Informasi tersebut dianggap material/signifikan jika informasi
itu kemungkinan memiliki dampak financial pada kinerja jangka pendek atau jangka panjang
suatu perusahaan atau jika informasi tersebut akan menjadi penting bagi seorang investor
yang bijaksana dalam membuat keputusan investasi.
Jika seorang eksekutif menjual saham yang ia tahu akan sangat berkurang nilainya karena
berita buruk diperusahaan yang tidak diketahui oleh seorang pun melainkan beberapa orang
dalam perusahaan, ia mengambil keuntungan dari orang yang membeli saham darinya tanpa
mengungkapkan informasi tersebut secara penuh. Insider trading bisa di dasarkan pada klaim
penyalahgunaan yang tidak etis atas pengetahuan yang dimiliki (pengetahuan yang hanya
dimiliki oleh orang dalam perusahaan). Oleh karena itu menciptakan hukum bagi insider
trading menjadi sebuah tanggung jawab untuk melindungi informasi yang rahasia. Tanggung
jawab itu juga muncul berdasarkan tugas fidusia dari orang dalam, eksekutif.
Penyalahgunaan informasi tersebut melemahkan kepercayaan yang dibutuhkan suatu
perusahaan agar dapat berfungsi dengan baik dan menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak
yang membeli saham. Insider trading dianggap benar-benar tidak adil dan tidak etis karena
menghalangi penetapan harga yang wajar berdasarkan akses yang sama atas informasi
publik.
Riset mengenai tata kelola perusahaan (corporate governance) masih menjadi topik yang
menarik untuk diteliti seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar (misalnya
skandal Enron Corp, Tyco, Worldcom Inc., Xerox Corp.,) yang melibatkan akuntan. Dalam
kasus Enron, dampak yang jelas adalah kerugian yang ditanggung para investor dari ambruknya
nilai saham yang sangat dramatis dari harga per saham US$ 30 menjadi hanya US$ 10 dalam
waktu dua minggu. Kasus ini memunculkan pertanyaan mengapa suatu perusahaan kelas dunia
dapat mengalami hal yang sangat tragis dengan mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil
audit keuangan perusahaannya dinyatakan pendapat tanpa kualifikasi (unqualified opinion). Di
Indonesia,kasus Lippo merupakan salah satu skandal akuntansi yang sangat menonjol di tahun
2003. Skandal Bank Lippo adalah berkaitan dengan pelaporan keuangan,dengan diterbitkannya
dua versi laporan keuangan,yaitu antara yang diterbitkannya ke Bursa Efek Jakarta dan yang
dipublikasikan.Tahun 2001, hasil survei yang dilakukan oleh Credit Lynonnais Securities
(CLSA) pada 115 perusahaan di 25 negara berkembang menunjukkan bahwa skor total untuk
perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya 37,7 dari skala (skor 0-100). Skor ini lebih rendah
dibandingkan dengan skor total perusahaan-perusahaan yang disurvei di Negara Singapura
(64,5), Malaysia (56,6), India (55,6),Thailand (55,1), Taiwan (54,6), Cina (49,1), Korea (47,1)
dan Filipina (43,9). Makin tinggi skor menunjukkan bahwa ketaatan pada prinsip-prinsip Good
Corporate Governance atau GCG (yang meliputi disiplin, transparansi, kemandirian,
akuntabilitas,tanggung jawab, keadilan dan kesadaran nasional)makin besar (Zarkasyi, 2008).
Di Indonesia, praktik GCG telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan, sehingga
implementasi prinsip-prinsip GCG salah satunya didorong oleh kepatuhan terhadap regulasi
(seperti UUPT no 40/2007, peraturan Bapepam-LK, Peraturan Bank Indonesia no 8/4/PBI/2006
yang dirubah menjadi no 8/14/2006 tentang Peraturan GCG bagi bank umum). Hasil riset yang
dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) terhadap 52
perusahaan publik (yang masuk dalam LQ45 periode Juli 2000 s/d Juni 2001) menunjukkan
bahwa hampir seluruh responden menyatakan arti pentingnya GCG, namun 65% responden
menyatakan menerapkan GCG karena memang regulasi mengehendaki hal tersebut, 30%
menyatakan GCG sebagai bagian dari budaya perusahaan.Implementasi GCG diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan. Kinerja perusahaan meningkat berdampak
pada kesejahteraan pihak manajemen perusahaan dan pemegang saham(shareholders). Disisi
yang lain, pihak manajemen berpotensi melakukan tindakan-tindakan melalui pemilihan
kebijakan akuntansi yang berdampak positif pada kepentingan mereka sendiri, dan sangat
mungkin terjadi apa yang dilakukan oleh pihak manajemen akan berdampak negatif bagi
kepentingan pemilik perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976;Fama dan Jensen, 1993; Morck et
al. (1989). Karena itu, implementasi GCG adalah menjadi alternatif untuk mengurangi praktik
manajemen laba.Manajemen laba muncul pada saat peneliti akuntansi mencoba mengkaitkan
hubungan antara suatu variabel ekonomi tertentu dan upaya manajer untuk mengambil manfaat
atas variabel tersebut.Manajemen laba yang berlebihan akan mengurangi manfaat (usefulness)
laporan keuangan dalam pandangan penanam modal (Scott, 2009). Magnan dan Cormier (1997)
mengungkapkakan bahwa ada tiga alasan utama manajer melakukan praktik manajemen laba
yaitu minimalisasi political cost, maksimisasi kesejahteraaan manajer (manager wealth
maximization) dan minimisasi biaya (minimization offinancing costs).Efektivitas pelaksanaan
corporate governance sangat tergantung dari peran atau actions yang dilakukan oleh elemen-
elemen dalam struktur corporate governance. Elemen-elemen tersebut adalah komisaris baik dari
unsur independen maupun bukan,komite audit, kepemilikan saham oleh insitusi,kepemilikan
saham dan jasa audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bereputasi. Harapannya adalah
semakin efektif peran yang dilakukan oleh elemen-elemen struktur corporate
governance,semakin meningkatkan kualitas informasi akuntansi dari sudut pandang users.
PEMBAHASAN
Teori keagenan menjelaskan hubungan kontrak-tual antara pemilik (principals) dan penerima
amanat(agents). Pemilik adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain (agen), untuk
melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal dalam kapasitasnya sebagai pengambil
keputusan. Praktik pemberian mandat oleh pemilik kepada agen awalnya dijelaskan oleh Berle
dan Means (1932) yang menyatakan bahwa perkembangan perusahaan membawa konsekuensi
diperlukannya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol manajemen atas suatu perusahaan
modern,sehingga tercipta suatu mekanisme pengawasan kepada agen untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik perusahaan. Pemikiran dari Berle dan Means masih relevan sampai
sekarang dalam konteks pengelolaan perusahaan modern sekalipun. Mekanisme pengawasan
terhadap agen dimaksudkan untuk melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen dan
keputusan yang diambil sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Lemahnya pengawasan
terhadap agen mendorong pihak manajemen untuk berperilaku sesuai dengan
kepentingannya.Pemikiran dari Berle dan Means, selanjutnya dikembangkan oleh Jensen dan
Meckling (1976) dengan memperkenalkan apa yang dikenal dengan“agency theory”. Teori ini
sampai sekarang masih relevan untuk menjelaskan variabel-variabel yang diteliti khususnya
bidang akuntansi keuangan dan pasar modal. Dalam mendefinisikan hubungan keagenan (agency
relationship), Jensen dan Meckling(1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan itu sebagai
suatu kontrak yang dilakukan oleh satu orang atau lebih (dalam hal ini pemilik atau prinsipal)
dan orang lain (dalam hal ini selaku agen atau penerima amanat), untuk melakukan kegiatan atau
jasa (service) yang sudah didelegasikan dan mengambil keputusan yang menjadi
kewenangannya.Eisenhard (1989) mengungkapkan bahwa yang menjadi fokus pada teori
keagenan adalah tentang:
1) bagaimana menentukan kontrak yang paling efisien yang mengatur pola hubungan antara
prinsipal dengan agen, dengan beberapa asumsi sifat manusia yang lebih cenderung
mementingkan diri sendiri (self
2)tentang organisasi yang di dalamnya terdapat potensi konflik kepentingan antar anggotanya;
dan 3) tentang informasi, yang mana informasi adalah suatu komoditi dan dapat dibeli. Dari
penjelasan Eisenhard tersebut, hubungan keagenan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
1) secara ekonomi, teori agensi memprediksi dan menjelaskan perilaku pihak-pihak yang terlibat
dengan perusahaan,
2) secara hukum,agen adalah seseorang yang dipekerjakan untuk kepentingan pihak lain yang
diikat dalam perjanjian kontraktual.
Riset akuntansi yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan dan manajemen laba mengacu
pada teori akuntansi positif dan teori agensi. Sebagian besar hasil studi empiris menunjukkan
bahwa implementasi tata kelola perusaaan yang baik (good corporate governance) berdampak
negatif terhadap praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba yang berlebihan berdampak
negatif terhadap kredibilitas laporan keuangan dari sudut pandang pengguna seperti investor,
kreditor dan stakeholders lainnya. Praktik GCG dan manajemen laba berkaitan dengan masalah-
masalah perilaku, karena itu metode penelitian kualitatif menjadi alternatif solusi dalam
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perilaku.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian teoritis dan bukti empiris sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka ada
beberapa simpulan penting yang dapat dikemukakan.Pertama, struktur corporate governance
(diproksi dengan kepemilikan insitusional, kepemilikan manajemen dan komisaris baik unsur
independen maupun tidak) diharapkan dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi. Kedua,
manajer memiliki kewenangan untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu yang tidak hanya
berdampak pada kinerja perusahaan, tetapi juga didorong oleh kepentingan pribadi manajer yang
dapat dikatakan bersifat opportunisctic behavior. Ketiga, sebagian besar bukti empiris
menunjukkan bahwa keberadaan kepemilikan institusi, kepemilikan manajemen, komisaris inde-
penden dan Kantor Akuntan Publik (KAP) bereputasi mampu menekan potensi praktik
manajemen laba.Keempat, Scott (2009) menyimpulkan bahwa pendekatan decision usefulness
dari sisi teori akuntansi adalah jika tidak dapat mempersiapkan laporan keuangan secara teoritis
benar, setidaknya kita dapat mencoba membuat laporan keuangan lebih berguna (more useful).
Artinya praktik manajemen laba akan berdampak pada kredibilitas laporan keuangan. Praktik
manajemen laba yang berlebihan akan berpengaruh terhadap kredibilitas laporan keuangan dari
sudut pandang investor.Menyikapi bahwa telah banyak penelitian empiris yang menghubungkan
corporate governance dengan manajemen laba, maka tetap masih terbuka peluang untuk
dilakukan riset lanjutan dengan beberapa modifikasi seperti penggunaan proksi yang berbeda
terhadap pengukuran corporate governance dan lebih memfokuskan pada industri tertentu (suatu
misal industri perbankan atau industri manufaktur).
1. Peran budaya etis organisasi yang dicerminkan melalui pimpinan dan sistem sanksi memiliki
pengaruh yang penting dalam mewujudkan pengambilan keputusan yang etis pada kantor
akuntan publik. Tanpa adanya budaya yang etis dalam organisasi, kantor akuntan publik tidak
dapat mewujudkan pengambilan keputusan yang etis karena di dalam menjalankan suatu
organisasi dibutuhkan budaya yang etis guna menciptakan dan mengajarkan nilai-nilai etis yang
dapat digunakan dalam membuat sebuah pilihan dari setiap langkah dalam proses pengambilan
keputusan di lingkungan KAP dan lingkungan bisnis.
2. Peran ethical climate memiliki pengaruh yang penting dalam mewujudkan pengambilan
keputusan yang etis pada kantor akuntan publik. Tanpa adanya ethical climate yang sesuai dalam
organisasi, kantor akuntan publik tidak dapat mewujudkan pengambilan keputusan yang etis
karena orientasi dan prioritas yang terjadi dalam praktik (common practice)berfokus pada
kepentingan pribadi dan organisasi (egoistik). Hal tersebut akan cenderung menciptakan sebuah
iklim yang tidak etis sehingga akan sulit dalam mewujudkan sebuah pengambilan keputusan
yang etis, yang memperhatikan hak, utilitas, keadilan dan kepedulian terhadap semua pihak.
SARAN
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil hanya terbatas pada auditor yang berasal dari KAP di
wilayah Jakarta Pusat, sehingga hasil penelitian ini belum mewakili seluruh KAP dan auditor di
Indonesia. Jangka waktu penelitian yang cukup singkat cukup menyulitkan peneliti untuk
mendapatkan data dari jumlah responden yang lebih banyak. Pengumpulan data bertepatan pada
peak season, sehingga semakin menyulitkan peneliti mengumpulkan data dan sulitnya mendapat
responden pada tingkatsenior auditor, dikarenakan masa sibuk yang mengharuskan auditor
banyak yang tidak berada ditempat.Nilai koefisien determinasi yang masih rendah pada interaksi
variabel pemoderasi dengan variabel independen juga mencerminkan lemahnya kemampuan
faktor pemoderasi dengan kedua variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa
saran, yaitu:
1. Bagi Akademisi
1. Bagi penelitian selanjutnya, maka cakupan sampel auditor yang digunakan sebagai responden
sebaiknya diperbesar seperti auditor seDKI Jakarta atau beberapa kota besar di Indonesia. Selain
itu,disarankan menggunakan auditor pemerintah atau auditor BPK sebagai responden untuk
mengetahui proses pengambilan keputusan etis dipemerintahan.
2. Dalam penelitian selanjutnya, pemilihan waktu penyebaran kuesioner sebaiknya tidak pada
saat masa sibuk (peak season) karena sebagian besar auditor tidak berada di tempat (KAP). Hal
tersebut akan mempersulit peneliti dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria yang
diinginkan. Selain itu, risiko untuk tidak kembalinya kuesioner akan lebih besar karena tidak
adanya responden di KAP yang dituju. Pemilihan waktu penyebaran kuesioner disarankan antara
bulan Desember-Januari, karena pada waktu tersebut KAP tidak terlalu sibuk.
ile:///C:/Users/hp/Downloads/18557-Article%20Text-21861-4-10-20140710.pdf
https://pusatdatamakalah.blogspot.com/2016/04/pengambilankeputusan-yang-etis-tata.html?m=1