Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah Akuntansi Keperilakuan ini tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Aspek
Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan Pengambil Keputusan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dan mendukung kami dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.
Terutama kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dan memberi arahan kepada
kami.

Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih minim dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan masukan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami di masa yang akan datang.

Terima kasih.

Kendari, 28 Juni 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................3
BAB II ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN
PENGAMBIL KEPUTUSAN.............................................................................................................4
A. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi.......................................................................4
B. Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi............................................9
C. Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar..........................................10
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pengambilan setiap keputusan oleh stakeholder, pasti dibutuhkan yang


namanya analisis laporan keuangan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan tentu dibutuhkan analis yang
memang benar- benar mumpuni dalam menangani hal tersebut. Bisa dikatakan bahwa,
analis yang memang benar-benar menguasai bidangnya haruslah memiliki
keperilakuan atau behavior yang memang sesuai dan tidak bertentangan dengan hal
tersebut.
Singkatnya, bisa dikatakan bahwa ilmu akuntansi itu fleksibel yang
maksudnya bisa dikaitkan dan dikombinasikan dengan bidang ilmu yang lainnya,
seperti ilmu analisis, ilmu sosial dan psikologi. Karena adanya situasi seperti inilah
yang menjadikan Akuntansi Keperilakuan menjadi suatu sistem yang sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan karena semua bidang ilmu yang
dikombinasikan tentunya saling terkait satu sama lain.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam organisasi?


2. Apa saja asumsi keperilakuan dalam pengambilan keputusan organisasi?
3. Bagaimana perbedaan pengambilan keputusan oleh pendatang baru versus para
pakar?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara pengambilan keputusan dalam organisasi.


2. Untuk mengetahui asumsi keperilakuan dalam pengambilan keputusan
organisasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pengambilan keputusan oleh
pendatang baru versus para pakar

3
BAB II
ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN
PENGAMBIL KEPUTUSAN

A. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


Berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan, seperti menggunakan
pendekatan rasional dengan menganalisis variabel-variabel terkait, menggunakan
metode tertentu dengan tahapan yang jelas dan dikerjakan oleh tenaga profesional.
Tenaga profesional adalah mereka yang memiliki kompetensi bidang yang diteliti dan
mampu memilih metode penelitian yang tepat dan menggunakannya. Dengan proses
tersebut, maka keputusan rasional memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan
dapat membuat akuntabilitas dan dijelaskan mengapa suatu keputusan dapat diambil.
Berdasarkan alasan tersebut, para pemimpin berupaya mengambil keputusan dengan
metode rasional dengan menggunakan metode analisis, seperti SWOT, Cause and
Effect Analysis, Value Chain Analysis, dan lain sebagainya.
Metode pengambilan keputusan yang rasional memang merupakan metode
yang diunggulkan oleh berbagai pihak, tetapi hasil keputusan yang dihasilkan tidak
selamanya benar dalam artian tidak dapat mengubah situasi menjadi lebih baik atau
memberikan keuntungan yang diharapkan, bahkan mungkin terdapat keputusan yang
sifatnya merugikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya organisasi yang merugi dan
guling tikar. Dengan alasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak
selamanya pengambilan keputusan rasional membuahkan hasil yang diharapkan.
Ketidakberhasilan dalam pengambilan keputusan tersebut disebabkan adanya
prakondisi yang tidak dapat dipenuhi. Prakondisi tersebut adalah bahwa (1) analisis
harus dilakukan oleh para profesional, (2) menggunakan metode analisis yang tepat,
(3) didukung dengan data yang lengkap, akurat dan terkini, serta (4) tersedianya
cukup waktu.
Pengambilan keputusan merupakan daerah profesional, misalnya, untuk
memprediksi penyakit yang akan timbul pada musim banjir menjadi kewenangan para
dokter, sementara untuk memprediksi inflasi pada musim kemarau menjadi
kewenangan para ekonom, tentunya dengan bantuan pihak terkait untuk
mengumpulkan data. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua pengambilan
keputusan dilakukan oleh profesional karena keterbatasan kewenangan. Pada kasus
tertentu, para profesional memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan- kegiatan

4
yang dapat mengidentifikasi dan menganalisis masalah, memberikan alternatif solusi
dan menyiapkan rekomendasi sementara keputusan diambil oleh para pemimpin yang
bertanggung jawab dan berwenang untuk memutuskan, sehingga sering terjadi
rekomendasi hasil analisis tidak dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa para
pemimpin selain memperhatikan hasil analisis juga menggunakan cara lain dalam
pengambilan keputusan. Prakondisi tersebut harus dipenuhi untuk mendapatkan
keputusan akhir yang tepat.
 Rasional Terbatas
Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang
memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan
sesuatu yang kompleks dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan
untuk memproses informasi dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan
keputusan. Oleh karena pemimpin tidak memiliki waktu yang cukup atau
kemampuan untuk memproses informasi yang lengkap mengenai keputusan
yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisficing berarti bahwa pembuat
keputusan memilih alternatif solusi pertama yang memenuhi kriteria
keputusan minimal. Salah satu aspek yang menarik dari konsep rasional
terbatas adalah bahwa urutan yang mana alternatif-alternatif tersebut akan
dipilih. Jika pengambil keputusan sedang melakukan optimasi, semua
alternatif akhirnya akan dicantumkan dalam hierarki urutan preferensi. Oleh
karena semua alternatif akan dipertimbangkan, maka urutan mana alternatif-
alternatif tersebut dievaluasi tidak akan relevan. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan kasus yang penyelesaiannya dianggap memuaskan. Dengan
mengasumsikan bahwa suatu masalah mempunyai lebih dari satu penyelesaian
potensial, pilihan yang cukup memuaskan akan menjadi pilihan pertama yang
dapat diterima dengan baik oleh para pengambil keputusan.
 Intuisi
Terdapat berbagai pandangan tentang intuisi, yaitu intuisi sebagai
suatu pengetahuan, sebagai pendekatan untuk merespons suatu fenomena dan
sebagai suatu proses berfikir. Group Taylor dan Francis (2010),
mendefinisikan intuisi sebagai suatu proses berfikir. Group menyatakan bahwa
input dan proses dikelola menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari
proses pembelajaran yang lama dan telah diakumulasikan dalam memori.

5
Pengelolaan input tersebut merupakan proses otomatis tanpa menggunakan
pikiran sadar. Dari input dan proses tersebut diperoleh output berupa perasaan
(feeling) sebagai dasar untuk mengembangkan intuisi. Intuisi juga dapat
didefinisikan sebagai perasaan untuk mengenali sesuatu tanpa penjelasan,
tetapi intuisi bukan sesuatu yang misterius. Hal ini yang membuat intuisi
menjadi menarik untuk mempelajari.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka intuisi dibentuk dari proses
yang panjang, otomatis, tidak menggunakan pikiran sadar dan tidak dapat
dijelaskan asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah
lama diperoleh dan diakumulasikan di dalam memori. Dalam Weil Kakabadse
dinyatakan bahwa intuisi merupakan metode yang sah (terlegitimasi) untuk
proses pengambilan keputusan. Selanjutnya, Kakabadse juga berpendapat
bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi digunakan dalam situasi
ambigu, tidak stabil atau pada waktu terdapat informasi yang berlebihan.
Senada dengan hal tersebut, Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa
pengambilan keputusan dengan intuisi dapat dilakukan pada kondisi (1)
ketidakpastian yang tinggi, (2) keterbatasan/ketidaklengkapan variabel, (3)
tidak dapat diprediksinya variabel secara rasional/ilmiah, (4) keterbatasan
fakta-fakta, (5) tidak sepenuhnya fakta terkait dengan permasalahan, (6)
keterbatasan data untuk analisis, (7) terdapat beberapa alternatif solusi
penyelesaian yang baik dan argumentatif, dan (8) keterbatasan waktu.
 Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan
dipilih yang lebih tinggi daripada masalah yang penting. Pernyataan ini
didasarkan setidaknya pada dua alasan. Pertama, cukup mudah untuk
mengenali masalah-masalah yang tampak (visible). Kedua, perlu diingat
bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan
keputusan dalam organisasi. Para pengambil keputusan ingin terlihat
kompeten dan menguasai masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk
memusatkan perhatian pada masalah yang tampak bagi orang lain. Jangan
sekali-kali mengabaikan kepentingan pribadi dari pengambil keputusan. Jika
pengambil keputusan menghadapi suatu konflik antara memilih suatu masalah
yang penting bagi organisasi dan masalah yang penting bagi dirinya,

6
kepentingan pribadilah yang cenderung menang. Hal ini juga berkaitan dengan
masalah visibilitas.
 Pembuatan Pilihan
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil
keputusan mengandalkan heuristis atau jalan pintas penilaian dalam
pengambilan keputusan. Heuristic adalah strategi yang disederhanakan dalam
pengambilan keputusan yang mana para manajer dihadapkan pada lingkungan
yang kompleks, informasi yang terbatas dan keterbatasan kognitif.
Kekurangan dari model ini adalah dapat menimbulkan kesalahan keputusan.
Terdapat dua kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan.
Masing-masing kategori menciptakan bias dalam penilaian. Bias lain yang
sering ada pada para pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk
mengangkat komitmen ke arah tindakan yang gagal.
1. Availability Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika para manajer
menggunakan informasi yang telah tersedia sebagai dasar penilaian
atas peristiwa yang sedang berlangsung. Misalnya, keputusan untuk
tidak menanamkan saham pada perusahaan yang memiliki produk
baru.Bias potensialnya adalah informasi yang tersedia bisa jadi salah
dan tidak relevan. Ide tentang produk baru tersebut baik dan
kegagalannya bisa jadi waktu peluncurannya yang kurang tepat.
2. Representativeness Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer menilai
kemiripan sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang sama.
Misalnya, manajer memutuskan memperkerjakan seorang karyawan
karena karyawan tersebut juga alumni dari sekolah/universitas yang
sama dengan karyawan sebelumnya yang sukses. Bias potensialnya
adalah diskriminasi pada faktor-faktor yang relevan karena bisa saja
kemampuan karyawan baru tersebut tidak sesuai dengan pekerjaan
yang ditawarkan.

7
3. Anchoring and Adjustment Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer membuat
keputusan berdasarkan penyesuaian nilai yang telah ada sebelumnya.
Misalnya, penetapan gaji baru hanya dengan menaikkan gaji tahun
sebelumnya dengan proporsi yang masuk akal. Bias potensialnya
adalah adanya bias keputusan yang tidak tepat terhadap peningkatan
nilai karena nilai pasar mungkin lebih tinggi daripada gaji yang
diterima, sehingga tidak dapat mencegah karyawan mencari pekerjaan
yang lainnya.
 Perbedaan Individual : Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi
setiap pendekatan dari keempat pendekatan yang berbeda atas proses
pengambilan keputusan. Model ini dirancang agar dapat digunakan oleh para
manajer dan memberi aspirasi bagi manajer, tetapi kerangka kerja umumnya
dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan apapun. Pondasi dasar
yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu berbeda pada
dua dimensi. Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis
dan rasional. Mereka mengolah informasi secara berurutan (serial).
Sebaliknya, ada orang yang intuitif dan kreatif. Mereka memahami segala
sesuatu secara keseluruhan. Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan ini
melebihi batas-batas manusiawi umumnya sebaimana yang digambarkan
terkait rasionalitas yang terbatas. Dimensi yang kedua, toleransi pribadi
terhadap ambiguitas. Ada orang yang mempunyai kebutuhan tinggi untuk
menyusun informasi dengan meminimalkan ambiguitas, sementara yang lain
mampu memproses banyak pemikiran pada saat yang sama.
 Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil
keputusan. Para manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk
mencerminkan sistem penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan
mematuhi peraturan formal dan memenuhi batas waktu yang ditetapkan

8
organisasi. Keputusan di masa lalu juga merupakan preseden yang memaksa
atas diambilnya keputusan saat ini.

B. Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi


1. Perusahaan Sebagai Unit Pengambilan Keputusan
Perusahaan dapat menjawab sebagai unit pengambilan keputusan yang
serupa dalam banyak hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang
dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering kali
melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas tertentu. Keputusan yang
bersifat rutin atau berulang kali muncul secara teratur, sementara keputusan
lainnya biasanya bersifat unik dan tidak berulang.
Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan,
organisasi mengembangkan prosedur operasi standar yang formal atau tidak
formal untuk masalah- masalah yang sifatnya berulang. Prosedur operasi standar
ini menjadi aturan pengambilan keputusan untuk keputusan rutin dalam bidang-
bidang, seperti manajemen persediaan, perhitungan biaya, penetapan harga dan
pemrosesan pesanan. Keputusan dibuat berdasarkan aturan pengambilan
keputusan yang telah ditentukan sebelumnya yang disebut dengan keputusan yang
direncanakan. Cybert dan March (1963) menggambarkan empat konsep dasar
relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis, yakni (1) Resolusi semu
dari konflik, (2) Menghindari ketidakpastian, (3) Pencarian masalah, dan (4)
Pembelajaran organisasi.
2. Pengambilan Keputusan Dengan Konsensus Versus Aturan Mayoritas
Topik lainnya yang kontroversial adalah apakah keputusan tersebut
sebaiknya didasarkan pada konsensus atau aturan yang sesuai. Konsensus dalam
konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebagai kesepakatan semua anggota
kelompok dalam pilihan keputusan. Dalam situasi sejumlah, konsensus hanya bisa
dicapai setelah pertimbangan yang matang, serta evaluasi atas keuntungan dan
kelemahannya. Selain mengimplikasikan akurasi, konsensus juga dianggap
mendorong individu untuk membagi pengetahuan dan keahlian mereka secara
lebih bebas dan menginspirasi mereka untuk mengomunikasikan seluruh
informasi yang relevan. Beberapa orang mengklaim bahwa hal tersebut
memotivasi anggota kelompok untuk melakukan yang terbaik dalam implementasi
untuk memastikan pencapaian tujuan kelompok tersebut.

9
Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak
waktu daripada pengambilan keputusan dengan aturan yang canggih. Oleh
karenanya, konsensus menjadi kurang sesuai untuk diterapkan jika berada di
waktu-waktu kritis. Walaupun konsensus memiliki keunggulan yang terbukti,
pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas (dengan pandangan yang
berlawanan dan pembenarannya dinyatakan tertulis) harus disubstitusikan dan
diterima pada banyak situasi pengambilan keputusan sebagai satu-satunya
alternatif yang memungkinkan.

C. Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar


1. Pengujian Informasi
Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang
disajikan dan yang dipertimbangkan lebih lanjut hanya informasi yang terlihat
sangat relevan dengan tugas, yang mana keputusan tersebut yang harus
dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik para pakar maupun para
pendatang baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah kualitatif dan
menggunakan metode yang serupa (misalnya, perhitungan rasio, perkembangan
trend dan laporan arus kas). Apakah hal yang berbeda adalah bauran dari metode
yang digunakan? Para pakar lebih banyak mengandalkan aturan yang diperoleh
berdasarkan pengalaman dibandingkan dengan para pendatang baru dan mereka
juga menguji data dengan lebih banyak tahun. Analisisnya dipandu oleh suatu
perasaan terhadap perusahaan, yang memberikan kerangka kerja bagi mereka
untuk menyusun daftar pertanyaan yang terstruktur sebagai panduan untuk
pencarian data secara diskriminatif.
2. Integrasi Pengamatan dan Temuan
Dalam konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokkan atas pengamatan
baik berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen
fungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan,
para pendatang baru menghubungkan pengamatan dan temuan yang dapat
menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para pakar
menempatkan penekanan khusus pada kontradiksi yang potensial terkait
pengamatan dan temuan sebagai alat untuk memeriksa masalah yang
mendasarinya.

10
3. Pertimbangan
Pertimbangan yang digunakan selama proses pengambilan keputuian
tampak lebih jelas dalam merumuskan hipotesis, mengembangkan petunjuk dalam
rumusan keputusan akhir dan dalam menyusun ringkasan-ringkasan temuan. Para
pendatang baru tampaknya menyetarakan pertimbangan dengan memutuskan
"kapan waktu yang tepat untuk memilih mana dari fakta- fakta yang diamati yang
merupakan masalah utama." Bagi para ahli, pertimbangan adalah suatu upaya
untuk mengembangkan dalam pikirannya terkait "suatu gambaran dari apa yang
sebenarnya terjadi." Mereka mencapai hal ini melalui penggunaan teknik-teknik
yang sistematis yang menghasilkan jalan pintas tanpa mengorbankan urutan logis
dalam analisis yang dilakukan. Para pakar tidak menyimpan catatan atas setiap
temua individu, tetapi mengikhtisarkannya ke dalam kelompok-kelompok yang
terkait dan kemudian merumuskan hipotesis yang akan diuji. Mereka
menggunakan daftar dari masalah-masalah umum yang ditemukan di masa lalu
sebagai titik referensi dalam mengenali masalah yang terjadi saat ini dan dalam
mengembangkan upaya penyelesaian.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara tradisional, sistem biaya belum menyentuh aspek-aspek keperilakuan,
sehingga menghasilkan suatu reaksi yang kurang diharapkan manakala sistem biaya
tersebut digunakan dalam pengendalian dan evaluasi kinerja. Walaupun berpotensi
untuk meningkatkan motivasi kerja, sistem biaya tradisional juga berpotensi
menaikkan kemungkinan perilaku disfungsional dari orang-orang dan memiliki
kecenderungan yang bersifat memaksa. Melalui pendekatan-pendekatan keperilakuan,
penggunaan sistem biaya langsung akan dapat meminimalkan atau menghilangkan
reaksi disfungsional dari pihak-pihak yang terkait.

B. Saran
Dalam implementasi akuntansi keperilakuan ini diharapkan nantinya bisa
menjadi acuan bagi para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerja dan kemampuan
diri sendiri (self ability) agar mampu menghasilkan keputusan yang optimal bagi
organisasi atau perusahaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2017. Akuntansi Keperilakuan; Akuntansi Multiparadigma Edisi


3. Jakarta: Salemba Empat

13

Anda mungkin juga menyukai