Anda di halaman 1dari 50

ASPEK KEPRILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN

PENGAMBIL KEPUTUSAN SERTA ASPEK KEPRILAKUAN PADA


PERSYARATAN PELAPORAN
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah: Akuntansi Keprilakuan

Dosen Pengampu: Karina Awalia Zahra, S.E., M. Acc., Ak.

Oleh:

Anisa Oktaviana
NIM: 2114140232
Aufiana Firda
NIM: 2114140267

Lika Rahmadini
NIM: 2114140233

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI ISLAM

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

TAHUN AJARAN 2024 M/1445 H

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi

kita taufiq dan hidayah-Nya dan juga Sholawat serta Salam semoga tetap tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah

membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Alhamdullilah bentuk wujud syukur kami sehingga makalah ini dapat

diselesaikan yang temanya membahas “Aspek Keprilakuan Pada Pengambilan

Keputusan dan Pengambil Keputusan Serta Aspek Keprilakuan Pada Persyaratan

Pelaporan”. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keprilakuan. Kami

berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami

khususnya, dan segenap pembaca umumnya dan mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam IAIN Palangka Raya pada khususnya sebagai sumber bacaan atau bahan

belajar.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para

pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Kami

menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk

itu, dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para

pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 11 Maret 2024

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1

C. Tujuan Pembahasan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Proses Pengambilan Keuputusan .................................................................. 3

B. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi ..................................... 10

C. Teknik Pengambilan Keputusan.................................................................. 16

D. Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi ......... 19

E. Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar ....... 29

F. Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan 31

G. Syarat-Syarat Pelaporan .............................................................................. 36

H. Bagaimana Persyaratan Pelaporan Memengaruhi Perilaku .................... 38

I. Dampak Dari Persyaratan Pelaporan ......................................................... 43

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 46

A. Kesimpulan .................................................................................................... 46

B. Saran ............................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 47

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengombinasikan
pendekatan yang rasional dan menghakimi, yang prosesnya tidak dapat
diformulasikan secara lengkap. Dalam proses ini, pengambil keputusan akan selalu
menghadapi risiko yang berpengaruh pada proses penilaian itu sendiri.
Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan pada masalah yang kompleks
sangatlah penting agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan menghadapi
risiko dengan bijak.
Praktik pengambilan keputusan selama ini menunjukan kompleksitas masalah
dan keterbatasan kemampuan rasional manusia, maka orang akan melakukan
pengambilan keputusan dengan proses heuristic. Heuristic adalah proses yang
dilakukan individu dalam mengambil keputusan secara cepat, dengan
menggunakan pedoman umum dan Sebagian informasi saja. Proses ini
mengakibatkan adanya kemungkinan bias, kesalahan, dan ketidakakuratan
keputusan.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi dari suatu masalah terdapat
penyimpanan antara harapan dan kenyataan yang menuntut adanya pertimbangan
alternatif. Semua keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi.
Lazimnya data diterima dari berbagai sumber dan data itu perlu disaring diproses
dan ditafsirkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan proses pengambilan keputusan?
2. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam organisasi?
3. Bagaimana Teknik pengambilan keputusan?

1
4. Apa yang dimaksud dengan asumsi keprilakuan dalam pengambilan
keputusan organisasi?
5. Bagaimana pengambilan keputusan oleh pendatang baru versus para pakar?
6. Apa peran kepribadian dan gaya kognitif dalam pengambilan keputusan?
7. Apa saja syarat-syarat pelaporan?
8. Bagaimana persyaratan pelaporan memengaruhi perilaku?
9. Apa dampak dari persyaratan pelaporan?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan.
2. Untuk mengetahui cara pengambilan keputusan dalam organisasi.
3. Untuk mengetahui teknik pengambilan keputusan.
4. Untuk mengetahui asumsi keprilakuan dalam pengambilan keputusan
organisasi.
5. Untuk mengetahui pengambilan keputusan oleh pendatang baru versus para
pakar.
6. Untuk mengetahui peran kepribadian dan gaya kognitif dalam pengambilan
keputusan.
7. Untuk mengetahui syarat-syarat pelaporan.
8. Untuk mengetahui persyaratan pelaporan memengaruhi perilaku.
9. Untuk mengetahui dampak dari persyaratan pelaporan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Pengambilan Keuputusan


1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses yang selalu dihadapi dan
dijalani oleh setiap manusia dalam hidup bermasyarakat. Di dalam dunia
modern dewasa ini, kehidupan manusia menuntut banyak sekali keputusan
yang harus dibuat. Hampir setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat, baik
di dalam rumah tangga, di jalan, di kantor, atau di mana saja di dalam
masyarakat. Keputusan dapat dibuat oleh individu kelompok individu
organisasi, atau dapat pula keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau negara
keputusan itu dibuat dengan satu tujuan yang hendak dicapai. Dalam
pengertian yang sangat populer mengambil atau membuat suatu keputusan
berarti memilih satu dari banyaknya sekian alternatif. Dalam hal ini seseorang
yang akan mengambil keputusan menghadapi tidak hanya satu pilihan tetapi
banyak pilihan alternatif yang tersedia baginya untuk dipilih. Jika hanya
terdapat satu alternatif dan tidak tersedia alternatif lainnya, Maka hal itu
bukanlah sesuatu yang dapat dipilih titik sesuatu yang berkaitan dengan
pilihan adalah jika seseorang berhadapan dengan lebih dari satu alternatif
pilihan.
Proses pengambilan keputusan adalah satu mekanisme pemikiran
manusia yang paling kompleks karena berbagai faktor dan tindakan campur
tangan di dalamnya, dengan hasil yang berbeda. Orasanu dan Connolly
mendefinisikannya sebagai serangkaian operasi kognitif yang dilakukan
secara sadar yang mencakup unsur-unsur lingkungan pada waktu dan tempat
tertentu. Narayan dan Corcoran perry mempertimbangkan pengambilan
keputusan sebagai interaksi antara masalah yang perlu dipecahkan dan
seseorang yang ingin menyelesaikan dalam lingkungan tertentu. Ada beberapa
langkah yang harus diikuti untuk mencapai sebuah keputusan: kita harus

3
menyadari bahwa perlu membuat keputusan, menentukan tujuan yang akan
dicapai, menghasilkan alternatif yang mengarah pada pencapaian tujuan yang
diajukan, mengevaluasi apakah alternatif ini memenuhi harapan seseorang,
dan terakhir menentukan alternatif terbaik yang dapat menyiratkan hasil
global yang efisien. Seluruh proses ini dipengaruhi oleh variabel pribadi dan
lingkungan. Konsekuensinya individu dapat mengambil keputusan yang
berbeda tergantung pada apakah mereka merasa atasannya sedang mengamati
terkait jumlah informasi yang dimiliki, atau jika motivasi tertentu memainkan
peranan yang relevan dalam kehidupannya.
Pada dasarnya teori yang mempelajari keputusan dapat dikelompokkan
menjadi dua perspektif, yakni: normatif dan deskriptif. Perspektif normatif
menjelaskan pilihan individu yang berperilaku rasional dalam suatu tugas
yang memerlukan pengambilan keputusan dan menggunakan model statistik
untuk memprediksi tanggapan subjek atas informasi yang diberikan mengenai
masing-masing alternatif. Perspektif deskriptif menjelaskan Bagaimana
individu benar-benar memilih, yaitu proses psikologis serta tugas dan
karakteristik lingkungan yang mendasari penilaian dan pilihan.
Aktivitas pengambilan keputusan telah disamakan dengan proses
memikirkan, mengelola, dan memecahkan masalah. Oleh karenanya, ada
beberapa definisi yang masing-masing digunakan untuk tujuan tertentu.
Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya diidentifikasikan sebagai
proses memilih diantara berbagai alternatif tindakan yang berdampak di masa
depan. Seperti banyak aktivitas sosial lainnya, proses pengambilan keputusan
dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang berurutan yaitu:
a. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau peluang.
Langkah ini dapat berupa respon terhadap suatu kejadian yang
problematis suatu ancaman, ataupun peluang. Untuk mengenali dan
mendefinisikan masalah atau peluang para pengambilan keputusan
memerlukan informasi mengenai lingkungan, keuangan dan operasi.
Informasi keuangan atau operasional dapat mengingatkan manajemen

4
terhadap masalah yang memerlukan tindakan segera. pendidikan,
pengalaman, watak, karakter dan faktor-faktor keberlakuan lainnya dari
para pengambil keputusan dapat menentukan apakah masalah tersebut
akan dianggap penting, menjanjikan peluang, atau menginisiasi proses
pengambilan keputusan.
Pendekatan ini membantu mengatasi keterbatasan yang ada dalam
resepsi seseorang mengenai suatu masalah. Misalnya dalam menjelaskan
suatu masalah manajer pemasaran dapat menganggap masalah tersebut
disebabkan oleh penjualan atau faktor yang lain terkait dengan penjualan.
Akuntan dapat menyalakan biaya yang berlebihan atau lemahnya
pengendalian. Sementara itu, orang produksi menyalakan catatannya
bahan baku, waktu produksi yang begitu singkat, atau efisiensi organisasi.
b. Pencarian tindakan alternatif dengan kuantifikasi atas konsekuensinya.
Ketika definisi atau suatu masalah telah selesai, pencarian tindakan
alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahapan
ini sebanyak mungkin alternatif yang praktis diidentifikasi dan dievaluasi.
Pencarian tersebut seringkali dimulai dengan melihat persamaan masalah
yang terjadi di masa lalu dan tindakan yang dipilih pada waktu itu. Jika
tindakan yang dipilih berhasil, maka kemungkinan tindakan tersebut akan
diulangi. Jika tidak, pencarian terhadap alternatif tambahan akan
diperluas.
Fitur-fitur yang dapat di kuantifikasikan akan berupa estimasi
keuangan atas biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif.
Estimasi ini akan disaring dan diperiksa kembali jika alternatif tersebut
dianggap mungkin dan layak untuk memperoleh perhatian lebih lanjut.
Kuantifikasi non keuangan akan diterjemahkan ke dalam pendapatan dan
beban jika memungkinkan. Tidak semua fitur dari suatu alternatif dapat di
kuantifikasi. Dalam kasus ini, manfaat dan pengorbanan yang relevan
dapat dibuat daftarnya. Alternatif alternatif tersebut akan dievaluasi

5
terkait kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi tertentu yang
ditetapkan sebelumnya.
c. Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan.
Tahapan yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan
adalah memilih satu dari beberapa alternatif. Walaupun tahapan ini
tampaknya rasional, tetapi keputusan akhir seringkali didasarkan pada
pertimbangan politik dan psikologis dibandingkan pada fakta-fakta
ekonomi. Manajer yang membuat pilihan final mungkin saja menghadapi
beberapa alternatif yang mungkin masing-masing memiliki kelebihan
tertentu daripada yang lain terkait kriteria keputusan yang dipilih.
Manajer juga menyadari manfaat dan biaya politis dari setiap alternatif.
d. Penerapan dan tindak lanjut
Kesuksesan atau kegagalan atas keputusan akhir bergantung pada
efisiensi dari penerapannya penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-
orang yang menguasai sumber daya organisasi (misalnya uang, orang dan
informasi) benar-benar berkomitmen untuk melaksanakannya. Situasi
yang ideal akan terwujud jika sumber kekuatan itu di kuasai oleh
pendukung dari keputusan yang diambil. Untuk menjamin efesiensi
penerapannya, umpan balik secara periodik koreksi segera atas segala
kesalahan yaang terjadi mutlak di perlukan.
2. Motif Kesadaran
Motif kesadaran memang sangat penting dalam proses pengambilan
keputusan karna merupakan sumber dari proses berpikir. Terdapat dua faktor
penting dari motif kesadaran dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu: (1)
keinginan terhadap kestabilan atau kepastian serta (2) keinginan terhadap
kompleksitas dan keragaman. Keinginan terhadap kestabilan menegaskan
adanya kemampuan untuk memprediksi. Hal ini akan memenuhi keinginan
individu untuk membangun bagian-bagian konsep yang sesuai satu sama lain
secara konsisten. Motif ini mengaktifkan, baik pikiran sadar maupun bawah

6
sadar untuk menghindari ketidakstabilan, ketidakjelasan, atau ketidakpastian
informasi.
Motif kompleksitas menimbulkan keinginan terhadap suatu stimulus dan
eksplorasi, serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk
memperoleh data baru dari ingatan atau ingkungan, untuk kemudian
menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan sejumlah motif. Dua faktor
penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan
prediksinya (pasti atau tidak pasti). Dengan menggunakan dimensi-dimensi
kompleksitas dan kemampuan untuk membuat prediksi, para ahli psikologi
telah mengembangkan empat jenis mudel keputusan yaitu:
a. Model keputusan yang direncanakan secara sederhana.
Model keputusan yang direncanakan secara sederhana ditandai
dengan aturan- aturan prediksi yang tidak kompleks, yang ditetapkan oleh
orang lain yang bukan pengambil keputusan. Model tersebut dilengkapi
dengan aturan yang jelas dan mengutamakan prioritas. Pencarian
informasi difokuskan pada data-data yang relevan dari pengalaman masa
lalu.
b. Model keputusan yang tidak direncanakan secara sederhana.
Pada model keputusan yang tidak direncanakan secara sederhana,
apa pun akan terlihat baik pada saat itu bagi pengambil keputusan yang
langsung memilih alternatif tersebut. Masalah dan peluang selalu dilihat
ketika terjadi atau hanya berdasarkan intuisi. Urgensi dipandang sebagai
suatu prioritas. Informasi bersumber dari prasangka melalui keyakinan-
keyakinan umum.
c. Model keputusan yang direncanakan secara kompleks.
Keputusan yang direncanakan secara kompleks melibatkan
perencanaan yang begitu terperinci. Masalah dan peluang diantisipasi
dengan skala prioritas yang begitu hati-hati, pencarian informasi
dilakukan secara ekstensif dan sering kali menerapkan pengambilan
sampel secara statistik atau dengan alat-alat pencari, dan kuantifikasi

7
lainnya. Data dirancang dalam model matematika. Alternatif-alternatif
yang ada dievaluasi berdasarkan pertimbangan untuk memaksimalkan
manfaat jangka panjang. Hasil keputusan dievaluasi secara periodik untuk
meningkatkan kemampuan dalam proses pengambilan keputusan, jika itu
memungkinkan.
d. Model keputusan yang tidak direncanakan secara kompleks.
Model keputusan yang tidak direncankan secara kompleks memiliki
ciri khas yaitu partisipasi yang terus-menerus dari semua orang yang
terlibat untuk memaksimalkan perolehan informasi dan upaya koordinasi.
Tujuan direncanakan oleh semua pihak dan lingkungan secara aktif
dinilai untuk mencari masalah atau peluang. Kriteria-kriteria baru
dikembangkan untuk segala jenis situasi baru yang muncul. Informasi
diperoleh baik secara eksternal maupun internal, selanjutnya dianalisis
secara rasional.
3. Jenis Jenis Dari Model Proses
Motif-motif yang berada di belakang keputusan bersifat kompleks. Tiga
model utama dalam pengambilan keputusan berusaha untuk mengidentifikasi
motif dari seseorang pengambil keputusan dalam suatu organisasi. Model-
model tersebut adalah model ekonomi, model sosial dan model kepuasan
simon.
a. Model Ekonomi
Model ekonomi tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh
kegiatan dan keputusan manusia adalah rasional sempurna dan bahwa
dalam suatu organisasi ada konsistensi di antara beragam motif dan
tujuan. Terdapat asumsi bahwa semua alternatif yang mungkin diketahui
dan bahwa probabilitas yang terkait dengan alternatif-alternatif tersebut
dapat dihitung dengan pasti. Keputusan tidak bergantung pada preferensi
pribadi, melainkan didikte oleh tujuan organisasi yang konsisten.
Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
1) Keputusan akan sepenuhnya rasional terkait rencana tujuan.

8
2) Sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan
adanya pemilihan alternatif.
3) Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
4) Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat
ditampilkan untuk menentukan alternatif terbaik.
5) Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan ataupun misterius.
b. Model sosial
Model ini adalah kebalikan dari model ekonomi yang ekstrem.
Model ini mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional
dan keputusan yang dihasilkan terutama didasarkan pada interaksi sosial.
Dalam hal ini terasa bahwa tekanan dan harapan rekan kerja merupakan
kekuatan utama dan motivasi. Pada sisi yang berlawanan dengan model
rasionalitas ekonomi ada model sosial yang digambarkan secara
psikologis. Sigmund Freud memandang manusia sebagai sekumpulan
perasaan, emosi, dan naluri dengan perilaku yang dipandu oleh keinginan
yang tidak disadari. Jelas jika hal ini merupakan deskripsi yang lengkap
maka orang tidak dapat membuat keputusan yang efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan deskripsi
manusia Freudian, hampir semuanya sependapat bahwa pengaruh
psikologi mempunyai dampak signifikan pada perilaku pengambilan
keputusan. Selanjutnya, tekanan dan pengaruh sosial mungkin
menyebabkan manajer membuat keputusan yang tidak rasional.
c. Model Simon
Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini
didasarkan pada konsep Simon tentang manusia administratif yang mana
manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional karena mereka
memiliki kemampuan untuk berpikir, mengolah informasi, membuat
pilihan, dan belajar. Akan tetapi terdapat batasan rasionalitas mereka.
Manusia dibatasi oleh kemampuan mereka untuk memproses informasi
secara berurutan. Mereka tidak pernah memiliki informasi penuh dan

9
memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengevaluasi data dalam
jumlah besar. Dengan demikian sikap manusia dalam kondisi ini adalah
perilaku yang berusaha memuaskan dan bukan untuk melakukan
optimalisasi titik orang menganggap suatu masalah telah selesai saat
solusi yang layak dan dapat diterima ditemukan.
Dalam perbandingannya dengan model rasionalitas ekonomi, model
Simon juga rasional dan maksimal, tetapi terbatas. Pembuat keputusan
berakhir dengan kepuasan minimal karena mereka tidak memiliki
kemampuan untuk memaksimalkan. Kasus memaksimalkan perilaku
dlikhtisarkan dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah dinamis, bukan
statis, informasi kurang sempurna, ada sasaran waktu dan biaya, tawaran
alternatif kurang disukai dan pengaruh kekuatan lingkungan tidak dapat
diabaikan. Model Simon menyatakan keterbatasan ini Asumsi mode
rasionalitas ekonomi tradisional dipandang tidak realistis. Namun, dalam
analisis akhir, ada perbedaan di antara model rasionalitas ekonomi dan
model Simon karena dalam beberapa situasi pendekatan minimalis
meningkat, sementara dalam kondisi lain, minimalisasi dan maksimalis,
merupakan hal yang jauh berbeda.
B. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi
Bila para pengambil keputusan berhadapan dengan suatu masalah
sederhana yang memiliki beberapa jalur tindakan alternatif, dan bila biaya untuk
mencari dan mengevaluasi alternatif itu rendah, maka model rasional
memberikan penjelasan yang cukup cermat terkait proses pengambilan
keputusan. Berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan, seperti
menggunakan pendekatan rasional dengan menganalisis variabel-variabel terkait,
menggunakan metode tertenu dengan tahapan yang jelas, dan dikerjakan oleh
tenaga profesional. Tenaga profesional adalah mereka yang memiliki kompetensi
bidang yang diteliti dan mampu memilih metode penelitian yang tepat dan
menggunakannya. Dengan proses tersebut, maka keputusan rasional memiliki

10
tingkat keberhasilan yang tinggi, serta dapat membuat akuntabilitas dan
dijelaskan mengapa suatu keputusan dapat diambil.
Metode pengambilan keputusan yang rasional memang merupakan metode
yang diunggulkan oleh berbagai pihak, tetapi hasil keputusan yang dihasilkan
tidak selamanya benar dalam artian tidak dapat mengubah situasi menjadi, lebih
baik atau memberikan keuntungan sebagaimana yang diharapkan, bahkan
mungkin terdapat keputusan yang sifatnya merugikan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya organisasi yang merugi dan gulung tikar. Dengan alasan tersebut, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa tidak selamanya pengambilan keputusan
rasional membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Ketidakberhasilan
dalam pengambilan keputusan rasional tersebut disebabkan adanya prakondisi
yang tidak dapat dipenuhi. Prakondisi tersebut adalah bahwa: (1) analisis harus
dilakukan oleh para profesional; (2) menggunakan metode analisis yang tepat; 3)
didukung dengan data yang lengkap, akurat, dan terkini serta (4) tersedianya
cukup waktu.
Pengambilan keputusan merupakan area profesional, misalnya, untuk
memprediksi penyakit yang akan timbul pada musim banjir menjadi kewenangan
para dokter sementara untuk memprediksi inflasi pada musim kemarau menjadi
kewenangan para ekonom, tentunya dengan bantuan pihak terkait untuk
mengumpulkan data. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua pengambilan
keputusan dilakukan oleh para profesional karena keterbatasan kewenangan.
Pada kasus tertentu, para profesional memiliki keterbatasan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengidentifikasi dan menganalisis masalah,
memberikan alternatif solusi, dan menyiapkan rekomendasi sementara keputusan
diambil oleh para pemimpin yang bertanggung jawab dan berwenang untuk
memutuskan, sehingga sering terjadi rekomendasi hasil analisis yang tidak dapat
diterima. Hal ini membuktikan bahwa para pemimpin selain memperhatikan hasil
analisis juga menggunakan cara lain dalam pengambilan keputusan. Prakondisi
tersebut harus dipenuhi untuk mendapatkan keputusan akhir yang tepat. Berikut
merupakan tinjauan atas suatu bukti penting yang akan memberikan penjelasan

11
yang lebih akurat terkait bagaimana sebenarnya kebanyakan keputusan dalam
organisasi diambil.
1. Rasional Terbatas
Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang
memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan
sesuatu yang sangat kompleks dan para manajer memiliki waktu dan
kemampuan untuk memproses informasi dalam jumlah yang terbatas bagi
pengambilan keputusan. Oleh karena pemimpin tidak memiliki cukup waktu
atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang lengkap
mengenai keputusan yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisficing
berarti bahwa pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang
memenuhi kriteria keputusan minimal.
Salah satu aspek yang menarik dari konsep rasional terbatas alalah
bahwa urutan yang mana alternatif-alternatif tersebut dipertimbangkan
adalah sangat penting untuk menemukan alternatif yang akan dipilih. Jika
pengambil keputusan sedang melakukan optimasi, semua alternatif akhirnya
akan dicantumkan dalam hierarti urutan preferensi. Oleh karena semua
alternatif akan dipertimbangkan, maka urutan yang mana alternatif-alternatif
tersebut dievaluasi tidak akan relevan. Akan tetapi, tidak demikian halnya
dengan kasus yang penyelesaiannya dianggap cukup memuaskan. Dengan
mengasumsikan bahwa suatu masalah mempunyai lebih dari satu
penyelesaian potensial, pilihan yang cukup memuaskan akan menjadi pilihan
pertama yang dapat diterima dengan baik oleh para pengambil keputusan.
2. Intuisi
Terdapat berbagai pandangan tentang intuisi, yaitu intuisi sebagai
suatu pengetahuan, sebagai pendekatan untuk merespons suatu fenomena,
dan sebagai suatu proses berfikir. Group Taylor and Francis mendefinisikan
intuisi sebagai suatu proses berfikir. Group menyatakan bahwa input dan
proses dikelola menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari proses
pembelajaran yang lama dan telah diakumulasikan dalam memori.

12
Pengelolaan input tersebut merupakan proses otomatis tanpa menggunakan
pikiran sadar. Dari input dan proses tersebut diperoleh output berupa
perasaan (feeling) sebagai dasar untuk mengembangkan intuisi. Intuisi juga
dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk mengenali sesuatu tanpa
penjelasan, tetapi intuisi bukan sesuatu yang misterius. Hal ini yang
membuat intuisi menjadi menarik untuk dipelajari.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka intuisi dibentuk dari proses
yang panjang, otomatis, tidak menggunakan pikiran sadar, dan tidak dapat
dijelaskan asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah
lama diperoleh dan diakumulasikan di dalam memori. Dalam Weil
Kakabadse dinyatakan bahwa intuisi merupakan metode yang sah
(teriegitimasi) untuk proses pengambilan keputusan. Selanjutnya, Kakabadse
juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi digunakan
dalam situasi ambigu, tidak stabil atau pada waktu terdapat informasi yang
berlebihan.
Hasil riset tentang intuisi berikutnya klein (2007), menyatakan bahwa
90% keputusan penting diambil berdasarkan intuisi. Walaupun pengambilan
keputusan dengan intuisi seringkali dilakukan, tetapi para pengambil
keputusan tidak secara eksplisit menyatakan bahwa keputusan berasal dari
intuisi. Biasanya setelah keputusan ditetapkan selanjutnya dimunculkan
dalam model rasional agar secara formal dapat menjadi akuntabilitas dan
dijelaskan, mengapa keputusan tersebut diambil. Dengan uraian tersebut
maka seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan intuitif yang baik.
Kemampuan intuitif perlu dikembangkan karena kemampuan intuitif
merupakan kemampuan yang dapat membedakan antara pemimpin yang satu
dengan pemimpin yang lainnya.
3. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampil cenderung memiliki kemungkinan
dipilih yang lebih tinggi daripada masalah yang penting. Pernyataan ini
didasarkan setidaknya pada dua alasan pertama cukup mudah untuk

13
mengenali masalah-masalah yang tampak atau (visible). Kedua perlu diingat
bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan
keputusan dalam organisasi para pengambil keputusan ingin terlihat
kompeten dan menguasai masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk
memusatkan perhatian pada masalah yang tampak bagi orang lain jangan
sekali-kali mengabaikan kepentingan pribadi dari sisi pengambilan
keputusan. Jika pengambil keputusan menghadapi suatu konflik antara
memilih suatu masalah yang penting bagi organisasi dan masalah yang
penting bagi dirinya kepentingan pribadi lah yang cenderung menang hal ini
juga berkaitan dengan masalah visibilitas.
4. Pembuatan Pilihan
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat para pengambil
keputusan mengandalkan heuristis atau jalan pintas penilaian dalam
pengambil keputusan. Heuristis adalah strategi yang disederhanakan dalam
pengambilan keputusan yang mana para manajer dihadapkan pada
lingkungan yang kompleks, informasi yang terbatas dan keterbatasan
kognitif. Kekurangan dari model ini adalah dapat menimbulkan kesalahan
keputusan. Terdapat dua kategori umum heuristis yaitu ketersediaan dan
keterwakilan masing-masing kategori menciptakan bias dalam penilaian.
Bias lain yang sering ada pada para pengambil keputusan adalah
kecenderungan untuk mengangkat komitmen ke arah tindakan yang gagal.
5. Perbedaan Individual: Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi
setiap pendekatan dari keempat pendekatan yang berbeda atas proses
pengambilan keputusan. Model ini dirancang agar dapat digunakan oleh para
manajer dan memberi aspirasi bagi manajer, tetapi kerangka kerja umumnya
dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan apapun. Pondasi dasar
yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu berbeda pada
dua dimensi. Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis
dan rasional. Mereka mengolah informasi secara berurutan (serial).

14
Sebaliknya, ada orang yang intuitif dan kreatif. Mereka memahami segala
sesuatu secara keseluruhan. Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan ini
melampaui batas-batas manusiawi umumnya sebagaimana yang
digambarkan terkait rasionalitas yang terbatas. Dimensi yang kedua,
toleransi pribadi terhadap ambiguitas. Ada orang yang mempunyai
kebutuhan yang tinggi untuk menyusun informasi dengan meminimalkan
ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak pemikiran pada
saat yang saına.
Orang yang menggunakan gaya direktif memiliki toleransi yang
rendah atas ambiguitas dan mencari rasionalitas. Mereka bekerja secara
efisien dan logis, tetapi efisiensi mereka memperhatikan hasil terkait
keputusan yang diambil dengan informasi yang minimal dan dengan
beberapa alternatif. Tipe direktif mengambil keputusan secara cepat dan
berorientasi jangka pendek. Tipe analitis memiliki toleransi yang jauh lebih
besar terhadap armbiguitas daripada para pengambil keputusan yang direktif.
Hal ini karena tipe analitis memiliki keinginan mendapatkan lebih banyak
informasi dan mempertimbangkan lebih banyak alternatif daripada alternatif
yang dianggap lebih benar bagi tipe direktif.
Para individu dengan gaya konseptual cenderung memiliki pandangan
yang sangat luas dan mempertimbangkan banyak alternatif orientasi mereka
pada jangka panjang yang mana mereka sangat baik dalam menentukan
solusi yang kreatif bagi setiap masalah. Kategori terakhir adalah gaya
perilaku yang di karakteristikkan oleh pengambil keputusan yang bisa
bekerja baik dengan pihak-pihak lain. Mereka memperhatikan kinerja
rekening kerja dan bawahan perspektif terhadap usulan-usulan dari orang
lain dan sangat mengandalkan pertemuan langsung untuk menjalin
komunikasi. Biaya manajer ini mencoba menghindari konflik dan
mengupayakan penerimaan.
6. Keterbatasan Organisasi

15
Organisasi ini sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil
keputusan para manajer misalnya mengambil keputusan-keputusannya untuk
mencerminkan sistem penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan
mematuhi peraturan formal dan memenuhi batas waktu yang ditetapkan
organisasi. Keputusan di masa lalu juga merupakan preseden yang memaksa
atas diambilnya keputusan saat sedang di sini.
C. Teknik Pengambilan Keputusan
1. Teknik partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku setidaknya secara
tradisional masuk dalam kategori partisipatif. Sebagai teknik pengambilan
keputusan, partisipatif mencakup individu atau kelompok dalam proses yang
dapat dilakukan secara formal maupun informal dan memerlukan
keterlibatan intelektual, emosional dan fisik. Sejumlah partisipasi dalam
pengambilan keputusan berkisar dari tidak adanya partisipasi pada satu sisi,
yang mana manajer mengambil keputusan dan tidak meminta bantuan atau
ide dari siapapun sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, yang mana
setiap orang yang berkaitan akan terpengaruh oleh keputusan menjadi
sepenuhnya terlibat. Dalam praktiknya tingkat partisipasi ditentukan oleh
faktor pengalaman individu atau kelompok dan sifat tugas semakin banyak
pengalaman semakin terbuka serta semakin tidak terstrukturnya tugas maka
partisipasi di dalamnya pun semakin banyak.
Partisipasi semakin diminati dalam organisasi saat ini. Teknik
partisipasi telah dibicarakan sejak awal gerakan hubungan manusia. Saat ini,
karena tekanan kompetisi eliminasi hubungan hierarki bawahan atasan dan
munculnya tim struktur horizontal dan teknologi informasi yang terbatas
maka setiap organisasi, tim, dan manajer secara efektif menggunakan teknik
tersebut. Teknik partisipatif diterapkan secara informal pada individu atau
tim maupun secara formal pada program. Teknik partisipatif individu adalah
saat di mana Karyawan mempengaruhi pengambilan keputusan manajer.
Partisipasi kelompok menggunakan teknik konsultasi dan demokrasi manajer

16
meminta dan menerima keterlibatan karyawan dalam partisipasi konsultasi,
tetapi manajer mempertahankan hak untuk membuat keputusan. Dalam
bentuk demokrasi terjadi partisipasi total dan kelompok bukan perindividu
yang mana perbuatan keputusan akhir dilakukan dengan konsensus atau
suara terbanyak.
2. Teknik keputusan kelompok
Sejauh ini kemajuan yang terjadi dalam pengambilan keputusan
beberapa tahun belakangan ini dikarenakan teknologi informasi. Sistem
Informasi Manajemen (SIM) sistem pendukung keputusan (decision support
system-DSS) yang terkomputerisasi, data warehousing dan meaning,
kecanggihan sistem, dan para ahli menjadi semakin banyak digunakan untuk
membantu manajer membuat keputusan yang lebih baik. Pendapatan yang
didasarkan pada informasi berdampak terhadap besarnya kesuksesan.
Namun beberapa kesimpulan penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa
Teknologi Informasi seperti DSS mungkin bukan solusi akhir untuk
pengambilan keputusan yang efektif.
Misalnya studi menemukan bahwa lebih banyak informasi yang
disediakan dan dipertukarkan oleh kelompok yang menggunakan DSS tetapi
saat dibandingkan dengan kelompok tanpa DSS tidak ada satupun keputusan
yang lebih baik. Studi lain menyebutkan bahwa meskipun DSS
mengembangkan organisasi dalam proses pengambilan keputusan tetapi DSS
juga menyajikan pembahasan yang kurang kritis dan mendalam, tetapi
manajemen yang memiliki pengetahuan tentang kondisi saat ini sedang
menggambarkan proses informasi riil dan tidak riil yang lebih efektif dan
peralatan teknologi yang dapat digunakan sehari-hari seperti surat elektronik,
pengolahan kata, spreadsheet, desktop, alat presentasi yang terkomputerisasi
(powerpoint) dan program database menjadi nomor dua. Kunci untuk proses
pengambilan keputusan yang efektif adalah bukan menjadi seseorang ahli
teknologi informasi tetapi menjadi pembuat keputusan yang dapat

17
menggunakan teknologi informasi secara efisien dan efektif agar dapat
mengambil keputusan yang lebih baik.
3. Teknik Delphi
Teknik Delphi dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik
pengambilan keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini,
berbagai organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan militer
menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang dapat memprediksi
masa depan sepenuhnya, tetapi teknik Delphi mampu meramal dengan baik.
Teknik ini memiliki beberapa variasi, tetapi umumnya berkinerja sebagai
berikut.
a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini
bukan para ahli pun mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk, tetapi
anggota tidak berinteraksi langsung (tatap muka) satu sama lain. Dengan
demikian, biaya pengeluaran untuk mempertemukan kelon.pok dapat
dikurangi.
b. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa
mencantumkan nama untuk setiap keputusan kelompok.
c. Setiap anggota kemudian menerima umpan balik gabungan dari orang
lain. Dalam beberapa variasi, alasan dicantumkan (tanpa nama), tetapi
kebanyakan hanya berupa data dan daftar gabungan yang digunakan.
d. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan
terjadi pada sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan.
Kunci utarna keberhasilan teknik ini adalah anonimitasnya.
Keberlanjutan respons anggota kelompok Delphi yang tanpa nama
menghapus masalah “menjaga gengsi” dan mendorong para ahli untuk lebih
fleksibel dan merasa diuntungkan dari penilaian orang lain. Para ahli
mungkin lebih memperhatikan pembelian posisi mereka dalam teknik
pengambilan keputusan kelompok yang berinteraksi secara tradisional
daripada membuat keputusan yang lebih baik. Kritik utama terhadap teknik

18
Delpni berpusat pada konsumsi waktu biaya dan dampaknya tiga hal tersebut
mengindikasikan bahwa Delphi tidak memiliki dasar atau dukungan ilmiah.
4. Teknik kelompok nominal
Teknik kelompok nominal hampir serupa dengan teknik Delphi dalam
proses pengambilan keputusan kelompok. Kelompok nominal telah
digunakan oleh ahli psikologi sosial dalam penelitiannya selama bertahun-
tahun. Kelompok nominal hanyalah “kelompok di atas kertas”. Hal ini hanya
nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal antara anggota. Dalam
penelitian mengenai dinamika kelompok ahli psikolog sosial akan
membentuk kelompok yang berinteraksi dengan kelompok nominal
(kelompok individu yang dikumpulkan bersama-sama, tetapi tidak
berinteraksi secara verbal). Dalam kaitannya dengan jumlah ide, keunikan
ide, dan kualitas ide, penelitian menemukan bahwa kelompok nominal lebih
unggul dibandingkan dengan kelompok riil.
Kesimpulan umum adalah kelompok yang berinteraksi mempunyai
disfungsi tertentu yang menghalangi kreativitas. Misalnya studi menemukan
bahwa kinerja peserta dalam kelompok interaktif lebih serupa dan lebih
sesuai daripada kinerja kelompok nominal. Namun, kompleksitas bertambah
ketika studi terbaru menemukan bahwa, kelompok interaktif lebih
memperhatikan input anggota yang berkinerja paling tinggi dan kelompok
interaktif yang kinerja pada tingkatan yang terbaik daripada sejumlah
individu lainnya. Kecuali untuk mendapatkan ide, dampak dari anggota
kelompok yang berinteraksi dapat diketahui memiliki pengaruh positif yang
lebih signifikan pada sejumlah variabel.
D. Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi
1. Perusahaan Sebagai Unit Pengambilan Keputusan
Perusahaan dapat dianggap sebagai unit pengambilan keputusan yang
serupa dalam banyak hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang
dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering
kali melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas tertentu. Keputusan

19
yang bersifat rutin atau berulang muncul secara reguler, sementara
keputusan lainnya biasanya bersifat unik dan tidak berulang. Untuk
mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi
mengembangkan “prosedur operasi standar” yang formal atau tidak formal
untuk masalah-masalah yang sifatnya berulang. Prosedur operasi standar ini
menjadi “aturan pengambilan keputusan” untuk kepuasan rutin dalam
bidang-bidang, seperti manajemen persediaan, perhitungan biaya, penetapan
harga, dan pemrosesan pesanan.
Keputusan dibuat berdasarkan aturan pengambilan keputusan yang
telah ditentukan sebelumnya yang disebut dengan keputusan yang
direncanakan. Cybert dan March menggambarkan empat konsep pasar
relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis, yakni: (1)
Resolusi semu dari konflik, (2) Menghindari ketidakpastian, 3) Pencarian
masalah, dan (4) Pembelajaran organisasi.
2. Resolusi Semu Dari Konflik
Organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang
berbeda yang sering kali dapat menimbulkan konflik. Oleh karena
pengambilan keputusan melibatkan pemilihan atas satu alternatif yang sesuai
dengan tujuan dan harapan secara keseluruhan, maka diperlukan suatu
prosedur untuk menyelesaikan konflik agar dapat mencapai tujuan. Teori
keputusan klasik mengasumsikan bahwa konflik dapat diselesaikan
mengguakan rasionalitas lokal, aturan-aturan pengambilan keputusan yang
dapat diterima dan perhatian secara berurutan pada tujuan yang ditetapkan.
Rasionalitas lokal dicapai dengan membagi masalah pengambilan
keputusan tersebut kedalam sub-sub masalah dan menyerahkannya kepada
sub-sub organisasi agar dapat diselesaikan. Dengan demikian, kompleksitas
masalah dan adanya saling keterkaitan diperkecil, sehingga menjadi
sejumlah masalah yang sederhana. Jika keputusan yang dihasilkan melalui
proses delegasi dan spesialisasi dikatakan konsisten satu sama lain dan
sesuai dengan tuntutan dari lingkungan eksternal, maka konflik yang

20
dimaksud dapat diselesaikan. Dalam arti teoretis, konsistensi mengharuskan
keputusan tersebut menghasilkan optimalisasi keputusan. Untuk
menyelesaikan konflik di antara tujuan-tujuan pada tingkatan yang lebih
rendah, maka sub-sub masalah ditangani pada saat yang berbeda.
3. Menghindari Ketidakpastian
Ketika mengambil keputusan, organisasi secara terus-menerus akan
dihantui oleh ketidakpastian dalam lingkungan internal maupun eksternalnya
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa teori pengambilan keputusan
moderen telah mendedikasikan banyak dari usahanya untuk masalah-
masalah pengambilan keputusan dengan sejumlah risiko dan ketidakpastian.
Solusi yang ditawarkan sebagian besar bersifat kuantitatif dan melibatkan
prosedur pengambilan keputusan secara statistik guna mendapatkan angka
ekuivalen dari kepastian (misalnya nilai yang, diharapkan dan lain
sebagainya), serta alat untuk hidup berdampingan dengan ketidakpastian
(misalnya teori permainan/ game theory, simulasi dari model-model
pengambilan keputusan probabilistik lainnya). Akan tetapi, dalam sudi
mereka, Cybert dan March menemukan bahwa para pengambil keputusan
dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika
berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian. Mereka menggambarkan
perilaku dari para mengambil keputusan tersebut sebagai berikut.
a. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka harus dengan benar
mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang dengan menggunakan aturan-aturan pengambilan keputusan
yang menekankan pada reaksi jangka pendek dan bukan pada antisipasi
terhadap kejadian jangka panjang yang sifatnya tidak pasti.
b. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka yang mengantisipasi
reaksi pada masa depan atas bagian-bagian lain dari lingkungannya akan
mengatur lingkungan yang dinegosiasikan. Mereka melaksanakan
rencana prosedur operasi standar tradisi industri dan kontrak yang
menyerap ketidakpastian dalam lingkungan itu. Singkatnya, mereka

21
berusaha mencapai situasi pengambilan keputusan yang dapat dilakukan
secara wajar dengan menghindari beberapa rencana ketika rencana
tersebut bergantung pada prediksi atau kejadian masa depan yang
sifatnya tidak pasti dan dengan memberikan penekanan pada rencana
ketika rencana tersebut dapat dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
menginformasikan dirinya sendiri melalui berbagai alat pengendalian.
4. Pencarian Masalah
Elemen yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan
adalah penelusuran tindakan-tindakan alternatif dan kuantifikasi atas
konsekuensinya. Cybert dan March (1963) mengembangkan suatu teori
pencarian organisasi untuk melengkapi konsep pengambilan keputusan.
Mereka menggunakan istilah “pencarian masalah” dan mendefinisikannya
sebagai proses menemukan solusi atas suatu masalah tertentu atau sebagai
suatu cara untuk bereaksi terhadap sejumlah peluang. Pencarian diarahkan
pada satu tujuan khusus. Tujuan tersebut bukanlah rasa ingin tahu yang
sifatnya acak maupun pencarian untuk memperoleh pemahaman semata-
mata, melainkan untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
Pencarian organisasi mempunyai empat karakteristik. Pertama,
pencarian tersebut dimotivasi oleh adanya masalah atau peluang dan tidak
akan berhenti sampai masalah itu terpecahkan atau peluang tersebut
ditindaklanjuti. Kelua, pencarian tersebut bersifat sederhana karena pada
awalnya hanya berkonsentrasi pada lingkungan atas gejala-gejala masalah
dan alternatif-alternatif yang paling jelas. Jika pencarian awal tersebut
terbukti tidak berhasil, maka organisasi yang akan memperlebar
pencariannya dan bahkan memperluasnya ke bidang-bidang yang rentan
secara organisasi (misalnya penelitian dan pengembangan akuntansi sumber
daya manusia, hubungan masyarakat, dan seterusnya). Ketiga, setiap
pencarian bersifat bias. Bias itu mungkin merupakan hasil dari pelatihan atau
pengalaman khusus dari si pengambil keputusan di bidang-bidang tertentu
dari organisasi. Bias pencarian juga dapat mencerminkan interaksi antara

22
harapan dan ekspektasi dari individu-individu yang terlibat. Pada akhirnya,
pencarian tersebut dapat dirusak oleh bias komunikasi yang mencerminkan
konflik yang tidak terselesaikan di suatu bagian dalam organisasi dan dengan
sendirinya memerlukan perhatian segera.
5. Pembelajaran Organisasi
Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran
sebagaimana yang dialami oleh individu, organisası memperlihatkan
perilaku adaptif dari karyawannya. Mereka belajar untuk mengurusi bagian
tertentu dari lingkungan tersebut dan bukan bagian lainnya, atau untuk
menggunakan suatu kriteria dan mengabaikan kriteria lainnya. Ketika
pendekatan pencarian tertentu menemukan solusi yang layak atas suatu
masalah, kemungkinan besar organisasi akan mengulangi pendekatan yang
sarna dalam memecahkan masalah yang serupa di masa depan. Hal yang
sama berlaku pada urutan yang mana alternatif tersebut dipertimbangkan.
Hal tersebut juga akan berubah ketika organisasi mengalami kegagalan
dengan preferensi tertentu.
6. Manusia Para Pengambil Keputusan Organisasi
Penting untuk diingat bahwa manusialah dan bukannya organisasi
yang dapat mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang dan mencari
sejumlah tindakan alternatif. Manusialah yang memilih kriteria pengambilan
keputusan, memilih alternatif yang optimal, dan menerapkannya.
Lingkungan organisasi di mana manusia berada bergantung pada jenis
masalah pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi. Masalah
pengambilan keputusan berkisar dari yang sederhana sampai yang rumit.
Masalah dianggap rumit jika tidak dapat didefinisikan dengan baik dan tidak
terstruktur atau jika proses pencarian untuk suatu solusi itu sendiri kompleks.
Manusia bergantung pada jenis-jenis pengambilan keputusan terhadap
masalah atau peluang yang ditemui. Masalah-masalah keputusan tersebut
bervariasi dari yang sederhana sampai yang kompleks.
7. Kekuatan dan Kelemahan Individu Sebagai Pengambil Keputusan

23
Manusia merupakan makhluk yang rasional karena mereka memiliki
kapasitas untuk berpikir, memilih, dan belajar. Akan tetapi, rasionalitas
manusia sangat terbatas karena mereka hampir tidak pernah memperoleh
informasi yang penuh dan hanya mampu memproses informasi yang tersedia
secara berurutan. Batasan pengambilan keputusan secara rasional dari
individu bervariasi menurut:
a. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengar seluruh
kemungkinan alternatif dan konsekuensinya.
b. Gaya kognitifnya (misalnya kemampuan untuk berpkir secara kritis dan
analitis, ketergantungan pada orang lain, kemampuan asosiatif, dan lain
sebagainya) berdasarkan asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitit
yang unggul karena dalam situasi masalah tertentu dapat lebih dari satu
pendekatan yang mengarah pada hasil yang diinginkan.
c. Struktur nilainya yang berubah.
d. Tendensinya yang lebih cenderung untuk memuaskan" daripada untuk
melakukan optimalisasi.
Perilaku rasional dari individu dalam situasi pengambilan keputusan
mencakup pencarian di antara alternatif yang terbatas atas suatu solusi yang
masuk akal dalam kondisi di mana konsekuerisi dari tindakan tersebut
tidaklah pasti. Masalah dengan tingkat kompleksitas apa pun harus didekati
secara strategis. Dalam upayanya agar berhasil strategi pencarian, aturan
pengambilan keputusan, dan penyimpanan informasi harus disusun secara
hati-hati untuk mengatasi keterbatasan kapasitas pemecahar masalah dari
masing-masing pengambil keputusan.
8. Peran Kelompok Sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah
Komite menyatukan orang-orang dengan karakteristik yang heterogen.
Dalam situasi pengambilan keputusan, komite tersebut menawarkan
keunggulan dari keragaman terkait pengalaman, pengetahuan, dan keahlian
serta luasnya gagasan dan dukungan yang menguntungkan. Pengelompokan
pengetahuan, gagasan, dan keahlian dapat menghasilkan pembahasan yang

24
lebih baik, pemahaman terhadap masalah, dan tindakan alternatif yang lebih
kreatif. Meskipun terdapat fakta bahwa komite lebih banyak mengalami
konflik dan lebih lamban daripada individu, komite dapat memiliki kinerja
yang lebih baik.
Kelompok juga dianggap sebagai faktor yang menyebabkan ide-ide
diinvestigasi dengan lebih teliti dan meningkatnya kemungkinan bahwa
keputusan tersebut akan dapat diterapkan secara efektif. Anggota-anggota
komite akan mengeluarkan usaha tambahan untuk melihat bahwa “buah-
buah dari jerih payah mereka” telah berhasil. Kemampuan kelompok untuk
menganalis masalah, mendefinisikan, dan menilai alternatif secara kritis,
serta untuk mencapai keputusan yang valid bisa diperlemah oleh dua
fenomena perilaku, yaitu: pemikiran kelompok dan perubahan yang berisiko
atau pengaruh dari diskusi kelompok.
9. Fenomena Pemikiran Kelompok
Pemikiran kelompok menggambarkan situasi di mana tekanan untuk
mematuhi mencegah anggota-anggota kelompok untuk mempresentasikan
ide atau pandangan yang tidak popular. Hal ini mencegah kelompok
tersebut, sehingga mereka tidak dapat secara objektif menilai pandangan
yang tidak biasa atau pandangan minoritas. Individu yang memiliki
pandangan yang berbeda dari mayoritas yang dominan berada dalam tekanan
untuk menyembunyikan atau memodifikasi keyakinan dan perasaan mereka
yang sebenarnya. Mereka akan mematuhi tekanan kelompok karena mereka
ingin menjadi bagian yang positif dari kelompok tersebut dan bukan sebagai
kekuatan yang disruptif. Mereka mungkin tidak memiliki cukup keberanian
untuk melawan pandangan yang populer meskipun oposisi dan disrupsi
mereka akan meningkatkan pertimbangan kelompok. Pemikiran kelompok
mengurangi efektivitas suatu komite. Sebagian besar individu telah menjadi
korbannya. Beberapa pakar menjelaskan bahwa pemikiran kelompok adalah
kemunduran dari segi efisiensi mental, pengujian realitas, dan pertimbangan
moral seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok.

25
10. Fenomena Perubahan Yang Berisiko (Pengaruh Dari Diskusi
Kelompok)
Fenomena perubahan yang berisiko atau pengaruh dari diskusi
kelompok merupakan produk sampingan dari interaksi manusia. Hal ini
dikarakteristikkan oleh kelompok alternatif yang lebih agresif dan berisiko
daripada apa yang mungkin dilakukan oleh individu jika mereka bertindak
sendirian. Hipotesis familiarisa menjelaskan bahwa diskusi kelompok
dimulai dengan perinde “perasaan asing” atau “mulai perlahan-lahan,” tetapi
ketika individu-individu tersebut sudah lebih mengenal situasi yang dibahas
dan mengenal satu sama lain, maka mereka menjadi lebih berani dan lebih
rela mengambil lebih banyak risiko.
Menurut hipotesis kepemimpinan, para pengambil risiko dikagumi dan
dipandang oleh anggota-anggota kelompok sebagai pemimpin karena
mereka biasanya juga dominan dalam diskusi kelompok, sehingga dapat
memengaruhi partisipan lain untuk memilih alternatif yang lebih berisiko.
Hipotesis risiko sebagai nilai mengamati bahwa dalam kondisi masyarakat
saat ini, risiko moderat memiliki nilai budaya yang lebih kuat daripada
konservatisme dan bahwa orang yang mau mengambil risiko akan dikagumi.
Menurut hipotesis difusi tanggung jawab, keputusan kelompok
membebaskan individu dari tanggung jawab langsung terhadap pilihan akhir
kelompok. Jika keputusan itu gagal, tidak ada seorang individu pun yang
dapat dianggap bertanggung jawab secara penuh. Walau tidak satu pun dari
keempat hipotesis tersebut yang menjelaskan sepenuhnya terkait terjadinya
perubahan yang berisiko, tetapi ketika digabungkan, hipotesis tersebut
memiliki kredibilitas tertentu dalam memprediksikan perilaku pengambilan
keputusan dari kelompok dalam situasi yang berisiko.
Perubahan yang berisiko sama seperti pemikiran kelompok yang harus
diperiksa/ditinjau untuk menghindari dampak buruk dari kualitas
pengambilan keputusan. Salah satu pendekatannya adalah pemilihan yang
dilakukan secara berhati-hati atas anggota- anggota tim berdasarkan sikap

26
mereka terkait pengambilan risiko. Teori preferensi (utilitas) dan observas
dalam situasi pengambilan keputusan sebelumnya adalah alat-alat seleksi
semacam itu. Kelompok pengambilan keputusan sebaiknya selalu terdiri dari
gabungan antara para pengambil risiko konservatif dan para pengambil
risiko moderat agar dapat mengendalikan muatan risiko dari setiap hasil
keputusan.
11. Kesatuan Kelompok
Kesatuan kelompok didefinisikan sebagai tingkatan, yang mana
anggota-anggota kelompok tertarik satu sama lain dan memiliki tujuan
kelompok yang sama. Kelompok dengan tingkat kesatuan yang kuat
umumnya lebil efektif dalam situasi pengambilan keputusan daripada
kelompok yang mana terdapat banyak konflik internal dan kurangnya
semangat kerja sama di antara para anggotanya. Tingkat kesatuan kelompok
dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota
kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam
kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah
keberhasilan dan kegagala kelompok di masa lalu. Semakin besar
kesempatan bagi para anggota kelompok untuk bertemu dan berinteraksi satu
sama lain, maka lebih besar juga kesempatan bagi anggota untuk
menemukan minat yang sama dan menjadi tertarik satu sama lain. Semakin
sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka semakin para
anggotanya akan menghargai keanggotaan yang mereka miliki.
12. Pengambilan Keputusan Dengan Konsensus Versus Aturan Mayoritas
Topik lainnya yang kontroversial adalah apakah keputusan tersebut
sebaiknya didasarkan pada konsensus atau aturan mayoritas. Konsensus
dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebagai kesepakatan
semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan. Dalam sejumlah situasi,
konsensus hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang matang, serta
evaluasi yang kritis atas keuntungan dan kelemahannya. Selain
mengimplikasikan akurasi, konsensus juga dianggap mendorong individu

27
untuk membagi pengetahuan dan keahlian mereka secara lebih bebas dan
menginspirasi mereka untuk mengkomunikasikan seluruh informasi yang
relevan. Beberapa orang mengklaim bahwa hal tersebut memotivasi anggota
kelompok untuk melakukan yang terbaik dalam tahapan implementasi untuk
memastikan pencapaian tujuan kelompok tersebut.
13. Kontroversi Yang Disebabkan Oleh Hubungan Atasan-Bawahan
Ketika kelompok pengambil keputusan terdiri dari atasan dan
bawahan, kontroversi tidak bisa dihindari. Atasan memiliki akses terhadap
informasi yang berbeda, sehingga memiliki pendapat yang berbeda pula
dengan bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan sangat bergantung
bagaimana atasan menangani kontroversi. Masing-masing pilihan
keperilakuan dapat mengarah pada keputusan yang memuaskan, tetapi riset
yang mengaji validitasnya menemukan bahwa metode partisipasi dikatakan
unggul ketika kualitas dari keputusan tersebut adalah penting dan penerima
ini serta implementasi yang dipaksakan bersifat meragukan.
14. Pengaruh Dasar Kekuasaan
Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu
memengaruhi hasil keputusan karena wewenang atau kekuasaan yang
diberikan oleh organisasi. Elemen kekukatan yang paling sering disebutkan
adalah kekuasan posisi, kekuasaan keahlian, kekuasaan informasi, kekuasaan
sumber daya, atau kekuasaan politik. Seseorang bisa memiliki lebih dari satu
elemen kekuasaan dan menggunakannya pada tingiatan yang berbeda dalam
situasi pengambilan keputusan tertentu.
Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil
dari posisi orang tersebut dalam organisasi, wewenang yang diberikan, serta
tugas, tanggung jawab, dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Walaupun
wewenang untuk mengambil keputusan umumnya dianggap sebagai dasar
kekuasaan yang paling sah dan umum yang digunakan untuk memengaruhi
keputusan, hal itu tidak dapat secara otomatis disetarakan dengan
kepemimpinan yang efektif. Dalam masalah-masalah yang kompleks secara

28
teknis maupun organisasi, kualitas kepribadian dan keahlian, dan bukan
kekuasaan posisi yang mendorong kepemimpinan yang efektif.
15. Dampak Dari Tekanan Waktu
Salah satu alasan yang sering kali dikemukakan untuk kinerja yang
buruk adalah tekanan waktu. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika
seseorang harus berjuang untuk memastikan bagaimana individu, kelompok,
dan organisasi merespons tekanan waktu dan bagaimana hal itu
memengaruhi akurasi dan efisiensi dari keputusan. Penemuan eksperimental
dapat dikelompokkan ke dalam dampak tekanan waktu terhadap proses dan
efisiensi kelompok.
Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih
sering setuju untuk mencapai konsensus kelompok, lebih kurang menuntut
dan lebih bersifat mendamaikan dalam situasi tawar-menawar, lebih
membatasi partisipasi dalam proses pengambilan keputusan hanya pada
relatif sedikit anggota, dan lebih menyukai aturan mayoritas. Tekanan waktu
juga mendorong perilaku pengambilan keputusan yang otokratis. Kelompok
yang mencoba untuk menyatukan pendapat-pendapat yang berlawanan akan
memperoleh pengembalian bersama yang lebih rendah dalam situasi tekanan
waktu dibandingkan dengan kelompok yang bebas dari tekanan waktu.
Tekanan waktu berdampak para akurasi tetap tidak pada efisiensi dari
pengambilan keputusan. Dapat diamati juga bahwa ada kesenjangan yang
semakin meningkat dalam frekuensi komunikasi di antara anggota yang
paling komunikatif dengan anggota yang paling tidak komunikatif. Dengan
kata lain, dalam situasi tekanan waktu, anggota kelompok yang dominan
akan mengambil alih.
E. Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar
Proses pengambilan keputusan selanjutnya dipengaruhi oleh tingkat
pengalaman sebelumnya dari individu yang terlibat dalam pengambilan
keputusan. Studi yang dilakukan para ilmuwan mengungkapkan bahwa ada
sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi dan pendekatan yang

29
digunakan, serta data spesifik yang dipilih oleh para pakar dan pendatang baru
ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi atau informasi
keuangan lainnya. Untuk menggambarkan perbedaan dalam penggunaan data,
peneliti membagi tugas analisis keuangan tersebut ke dalam tiga komponen,
yakni (1) pengujian inforınası, (2) integrasi pengamatan dan temuan dan (3)
pertimbangan. Komponen-komponen itu tidak terjadi dalam urutan yang statis,
tetapi dapat dilaksanakan secara simultan atau dalam urutan yang berbeda.
1. Pengujian Informasi
Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi
yang disajikan dan yang dipertimbangkan lebih lanjut hanya informasi
yang terlihat sangat relevan dengan tugas, yang mana keputusan tersebut
yang harus dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik para pakar
maupun para pendatang haru menerjemahkan informasi keuangan kedalam
istilah kualitatif dan menggunakan metode yang serupa (misalnya
perhitungan rasio perkembangan trend, dan laporan arus kas). Para pakar
lebih banyak mengandalkan aturan yang diperoleh berdasarkan
pengalaman dibandingkan dengan para pendatang baru dan mereka juga
menguji data dengan lebih banyak tahun. Analisisnya dipandu oleh suatu
perasaan terhadap perusahaan yang memberikan kerangka kerja bagi
mereka untuk menyusun daftar pertanyaan yang terstruktur sebagai
panduan untuk pencarian data secara diskriminatif.
2. Integrasi Pengamatan Dan Temuan
Dalam konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokan atas
pengamatan baik berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan
komponen fungsional dari perusahaan, Ketika mengintegrasikan
pengamatan dan temuan, para pendatang baru menghubungkan pengamatan
dan temuan yang dapat menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang
tidak. Sebaliknya, para pakar menempatkan penekanan khusus pada
kontradiksi yang potensial terkait pengamatan dan temuan sebagai alat
untuk, mendeteksi masalah yang mendasarinya.

30
3. Pertimbangan
Pertimbangan yang digunakan selama proses pengambilan keputusan
tampak lebih jelas dalam merumuskan hipotesis, mengembangkan petunjuk
dalam rumusan keputusan akhir dan dalam menyusun ringkasan-ringkasan
temuan. Para pendatang baru tampaknya menyetarakan pertimbangan
dengan memutuskan kapan waktu yang tepat untuk memilih mana dari
takta-fakta yang diamati yang merupakan masalah utama. Bagi para ahli,
pertimbangan adalah suatu upaya untuk mengembangkan dalam pikirannya
terkait suatu gambaran dari apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mencapai
hal ini melalui penggunaan teknik-teknik yang sistematis yang
menghasilkan jalan pintas tanpa mengorbankan urutan logis dalam analisis
yang dilakukan.
F. Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan
Oleh karena manusia membuat keputusan, maka banyak riset telah
diarahkan pada bagaimana perbedaan psikologis dapat memengaruhi keputusan.
Perbedaan psikologis individu dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni:
kepribadian dan gaya kognitif, kepribadian mengacu pada sikap atau keyakinan
individu, sementara gaya kognitif mengacu pada cara atau metode yang mana
seseorang menerima, menyimpan, memproses, serta meneruskan informasi.
Individu dengan jenis kepribadian yang sama dapat memiliki gaya kognitif yang
berbeda dan menggunakan metode yang sama sekali berbeda ketika menerima,
menyimpan dan memproses informasi. Dengan melakukan hal yang sama,
individu-individu dengan sikap dan keyakinan yang sangat berbeda dapat
menunjukkan gaya kognitif yang sama. Dalam suatu situasi pengambilan
keputusan, kepribadian dan gaya kognitif saling berinteraksi dan memengaruhi
(menambah atau mengurangi) dampak dari informasi akuntansi yang ada.
1. Peran Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan
Untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi, para akuntan
semakin tertarik memahami peranan yang dimainkan oleh akuntansi dalam
proses pengambilan keputusan atas seluruh organisasi. Berdasarkan

31
definisinya, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan
masa depan. Keputusan tersebut dapat memengaruhi hanya satu peristiwa
masa depan atau memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah
keputusan itu dibuat. Tidak ada kejadian atau tindakan yang dapat diubah
oleh suatu keputusan ketika kejadian atau tindakan tersebut telah selesai.
Informasi akuntansi yang fokus pada peristiwa di masa lalu tidak
dengan sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya, kecuali jika
hal itu dilakukan melalui proses pengambilan keputusan yang mana kejadian
masa depan beserta konsekuensinya ditentukan. Oleh karena pengambilan
keputusan dan informasi mengenai hasil kinerja akuntansi fokus pada
periode waktu yang berbeda, maka keduanya hanya dikaitkan oleh sejumlah
fakta bahwa proses pengambilan keputusan menggunakan data akuntansi
tertentu yang dimodifikasi selain informasi nonkeuangan.
2. Data Akuntansi Sebagai Stimulus Dalam Pengenalan Masalah
Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimulus dalam pengenaan masalah
melalui pelaporan pembagian kinerja aktual dari sasaran standar atau
anggaran atau pemberian informasi kepada manajer bahwa mereka gagal
untuk mencapai target output atau laba yang ditentukan sebelumnya.
Penurunan dalam rasio perputaran persediaan akan mengarahkan perhatian
manajemen pada tingkat persediaan dan penjualan. Melemahnya rasio
penagihan piutang dapat menunjukkan adanya kekurangan dalam prosedur
pemberian kredit dan/atau penagihan piutang. Rasio akuntansi periodik,
laporan kinerja, dan data akuntansi lainnya yang mengarah pada fokus
sebenarnya mendorong munculnya solusi yang bergantung atas sejumlah
faktor. Pertama, hal tersebut akan bergantung pada seberapa cepat kondisi
lingkungan internal dan eksternal memungkinkan adanya suatu stimulus.
Tingkat stimulus juga bergantung pada kapabilitas manajemen (para
pengambil keputusan) untuk mengelola serta menggunakan informasi
akuntansi dan pada preferensi pribadi mereka atas informasi kualitatif atau
kuantitatif. Manajer yang cenderung untuk mengikuti perasaannya (dan

32
bukan menggunakan dokumentasi kuantitatif saat mengamati gejala
defisiensi) jarang sekali menggunakan informasi akuntansi Sementara,
manajer yang cenderung kuantitatif kemungkinan besar akan memandang
informasi akuntansi sebagai alat pengarah fokus yang cukup penting.
Tingkat manfaat pengunaannya akan sangat bervariasi. Analisis rasio dan
penggunaan yang berarti dari laporan kinerja atau data komparatif lainnya
memerlukan keterampilan dan pemahaman khusus mengenai prinsip-prinsip
dan pendekatan akuntansi. Ketika salah digunakan, informasi tersebut akan
mengarah pada kesimpulan dan pemahaman yang salah dengan konsekuensi
yang mahal terhadap masalah yang dihapi. Namun, agar dapat berfungsi
sebagai stimulus dalam pengenalan dan penyelesaian masalahnya, data
akuntansi yang mengarahkan fokus tersebut harus disertai dengan latar
belakang pendidikan dan keahlian khusus dari manajer yang dimaksud.
3. Dampak Data Akuntansi Dalam Pilihan Keputusan
Tidak semua manajer menggunakan data akuntansi untuk menganalisis
profitabilitas relatif. Bobot yang diberikan atas informasi akuntansi dalam
pilihan akhir sangat bervariasi. Hal itu bergantung pada sampai sejauh mana
hal itu dinilai mengurangi ketidakpastian yang mengelilingi proses
pengambilan keputusan. Misalnya, data penjualan dan biaya masa lalu akan
digunakan sebagai pendekatan pertama terhadap permintaan masa depan
untuk produk yang dijual di masa lalu. Untuk produk baru yang akan
ditambahkan, manajer tidak dapat bergantung pada informasi akuntansi,
tetapi kemungkinan besar akan mencari informasi eksternal, seperti
pengalaman pesaing dengan produk yang serupa atau kemungkinan
menciptakan permintaan pelanggan untuk produk yang benar-benar baru
(komputer, perekam video, telepon seluler, dan lain-lain).
Jika produk baru itu melibatkan metode produksi yang sama atau
serupa dengan produk yang sudah ada, maka data akuntansi yang
dimodifikasi akan digunakan. Jika karakteristik produksi sangat bervariasi,
maka informasi akuntansi internal hanya memiliki sedikit manfaat. Jika

33
tingkat ketidakpastian sangat tinggi dan informasi nonakuntansi dan
informasi eksternal langka dan mahal, maka perusahaan harus menggunakan
informasi akuntansi sebagai pengganti hanya karena informasi tersebut
tersedia dan menyediakan suatu alat yang dapat digunakan untuk
menurunkan tingkat ketidakpastian.
Dua elemen lainnya yang memengaruhi keyakinan yang diberikan
pada inforınasi akuntansi adalah permintaan dan persaingan. Perusahaan
yang menghadapi sedikit persaingan dan memiliki permintaan yang tidak
elastis akan lebih banyak bergantung pada data biaya yang disediakan oleh
sistem akuntansinya saat membuat keputusan terkait penentuan harga dan
lini produk dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dalam pasar
yang kompetitif. Bobot yang diberikan pada informasi akuntansi dalam
pilihan akhir juga bergantung pada tingkat akurasi yang diberikan
manajemen atas data akuntansi.
4. Hipotesis Keperilakuan Dari Dampak Data Akuntansi
Selama lebih dua dekade yang lalu, para peneliti telah membuat
hipotesis mengenai kondisi yang mana informasi akuntansi memengaruhi
pengambilan keputusan. Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya,
informasi akuntansi adalah salah satu Input dalam mode pengambilan
keputusan. Input tersebut dapat bersifat keuangan, nonkeuangan, atau
bahkan tidak dapat dikuantifikasi tergantung pada keputusan para pengambil
keputusan, apakah input tertentu tersebut relevan atau tidak. Hanya jika
pengambil keputusan memandang informasi akuntansi sebagai informasi
yang relevan atas jenis keputusan yang akan diambil, maka informasi
tersebut akan memengaruhi hasil keputusan.
Para pengambil keputusan dapat menyadari bahwa gambaran
otentisitas akuntansi tidak berdasar dan bahwa akuntansi, paling tidak,
adalah proses yang mana dampak dari kejadian ekonomi dilaporkan seakurat
mungkin, tetapi tanpa kepura-puraan terhadap kesempurnaan. Mereka
memandang akuntansi sebagai “ulkuran yang tidak sempurna” dengan

34
kemungkinan besar bahwa nilai yang sesungguhnya akan berbeda dengan
nilai yang dilaporkan karena kesalahan dan ketidakakuratan dalam proses
pengukuran dan pelaporan yang tidak dapat dihindari. Dalam beberapa
kasus, pernyataan ini dapat memengaruni bobot yang diberikan pada
informasi akuntansi sebagai pilihan input.
Akan tetapi, jika informasi akuntansi menjadi tujuan yang ingin
dicapai, maka perbedaan dalam persepsi menjadi tidak relevan lagi.
Informasi akuntansi menjadi tujuan ketika penghargaan atau sanksi dikaitkan
dengan hasilnya. Misalnya, jika seorang manajer berharap untuk
dipromosikan jika ia dapat melakukan penghematan biaya, maka manajer
tersebut akan melihat informasi akuntansi sebagai dasar untuk menentukan
apakah ia telah berhasil atau tidak.
5. Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan
untuk menyesuaikan aturan pengambilan keputusan yang sesuai dengan hal
itu, maka pengambil keputusan harus menerima informasi mengenai
perubahan tersebut atau meiniliki umpan balik secara tidak langsung atas
perubahan tersebut. Penggunaan audit internal dan eksternal untuk
memeriksa setiap signifikansi perubahan dalam metode atau terminologi
akuntansi merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah sistem
akuntansi berjalan searah berbeda dengan apa yang seharusnya arau yang
dimaksudkan.
Untuk membayangkan suatu situasi di mana seorang pengambil
keputusan sama sekali tidak memiliki umpan balik apapun atas perubahan
tersebut adalah mustahil. Jika seseorang mengabaikan dampak jangka
pendek yang mungkin muncul akibat selangwaktu antara perubahan dan
indikasinya, maka kecil kemungkinannya tidak ada umpan balik sama sekali.
6. Fiksasi Fungsional
Hal ini merupakan fenomena keperilakuan yang mengimplikasikan
ketidakmampuan dari pihak pengguna informasi akuntansi untuk memahami

35
hal-hal yang tersirat di balik label yang diberikan kepada suatu angka.
Ketika mereka menerima suatu istilah atau pendekatan pengukuran
akuntansi sebagai alat untuk mengelola proses pengambilan keputusannya,
maka perilaku mereka jarang sekali akan dipengaruhi oleh perubahan dalam
metode atau terminologi akuntansi yang digunakan. Jika output dari metode
akuntansi yang berbeda memiliki nama yang sama (misalnya laba, biaya,
dan lain-lain). orang yang tidak memahami akuntansi akan cenderung untuk
mengabaikan, fakta bahwa metode alternatif yang digunakan dalam
menghasilkan output tersebut.
Sebagai atribut dari pengambilan keputusan, tingkatan fiksasi
fungsional bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya, tetapi tidak pernah
tidak ada sama sekali. Studi baru-baru ini melakukan investigasi atas respons
dari individu dan kelompok terhadap perubahan kosmetik yang sepenuhnya
diungkapkan dalam metode penyusutan pada Saat pengambilan keputusan
terkait penetapan harga produk. Dalam hal ini, ditemukan bahwa baik
individu maupun kelompok gagal untuk menyesuaikan diri secara memadai
terhadap perbedaan dalam metode penyusutan tetapi bahwa kelompok
menunjukkan adanya tingkat fiksasi fungsional yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pengambil keputusan individual.
G. Syarat-Syarat Pelaporan
Kegagalan dalam organisasi banyak disebabkan oleh kurang tertatanya
komunkasi yang dilakukan para pelaku dalam organisasi tersebut. Komunikasi
yang tidak efektif adalah akar utama persmasalahan organisasi. Komunikasi yang
efektif antara atasan dan bawahan menjadi faktor penting bagi pencapaian tujan
suatu organisasi. Melihat pentingnya komunikasi dalam organisasi, tentunya
tidak luput dari bagaimana komunikasi itu dipelihara dalam suatu strategi. Pada
kenyataannya strategi komunikasi diperlukan untuk kelancaran arus komunikasi
dalam organisasi. Pace dan Faules mengatakan bahwa tantangan terbesar dalam
komunikasi organisasi adalah bagaimana menyampaikan informasi ke seluruh

36
bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian
organisasi.
Menurut Effendy strategi komunikasi adalah metode atau Langkah-langkah
yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, dan
perilaku, baik secara langsung (lisan) maupun tidak langsung melalui media.
Jadi, dapat dikatakan strategi komunikasi adalah metode atau langkah-langkah
yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, dan
perilaku, baik secara langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media
untuk mencapai suatu tujuan.
Dari konteks akuntansi, intisari dari proses akuntansi adalah komunikasi
atas informasi yang memiliki implikasi keuangan atau manajemen. Oleh karena
pengumpulan dan pelaporan informasi menggunakan sumber daya, biasanya hal
tersebut tidak dilakukan secara sukarela kecuali pelapor yakin bahwa hal ini akan
memengaruhi penerima untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan oleh
pelapor. Menentukan strategi komunikasi perlu adanya rasa saling percaya yang
diciptakan antara komunikator dan komunikan. Kalau tidak ada unsur saling
memercayai, komunikasi tidak akan berhasil. Tidak adanya rasa saling percaya
akan menghambat komunikasi. Sebelum melancarkan proses komunikasi, hal
yang harus dilakukan adalah mempelajari siapa yang akan menjadi sasaran
komunikasi atasan. Adapun hal-hal yang perlu diketahui dari komunikan adalah
kerangka referensi dan situasi serta kondisi mereka.
Setiap individu memiliki karakter yarg berbeda-beda, maka perlakuan
ketika memberikan informasi atau pesan juga berbeda-beda. Hal tersebut berlaku
bila akan mengomunikasikan secara personal, tetapi bila secara serentak biasanya
diumumkan ketika rapat mingguan setiap hari Sabtu atau rapat kecil yang
berbeda-beda setiap timnya. Unsur selanjutnya yang menjadi penting adalah
bagaimana mengemas pesan atau instruksi tersebut agar ditanggapi oleh

37
komunikan. Perusahaan menyadari bahwa pengemasan pesan akan memengaruhi
penerimaan pesan oleh komunikan, dalam hal ini adalah bawahan.
Pada dasarnya sistem komunikasi kebawah mengandalkan berbagai jenis
media cetak dan oral untuk menyebarkan informasi. Iklan adalah satu contoh
informasi yang dilaporkan oleh kebanyakan perusahaan dengan sukarela untuk
memengaruhi orang yang menerima informasi iklan tersebut agar membeli
produknya. Kebanyakan informasi akuntansi dikomunikasikan hanya karena
seseorang yang memiliki posisi kekuasaan, biasanya orang yang menerima
informasi, mengharuskankan pengirim untuk melaporkannya. Informasi yang
dilaporkan merupakan bagian penting dari proses pengelolaan dan pengendalian
organisasi. Tanpa informasi, manajer, kreditor, dan pemilik tidak bisa
mengatakan apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana atau apakah
tindakan korektif diperlukan.
H. Bagaimana Persyaratan Pelaporan Memengaruhi Perilaku
Gagasan bahwa persyaratan pelaporan memengaruhi perilaku pelapor
bukan sesuatu yang baru ataupun unik bagi manajemen dan akuntansi. Para
psikolog sangat menyadari bahwa orang dapat merespons terhadap “tuntutan”
dari situasi eksperimental dengar berperilaku secara berbeda dengan apa yang
akan mereka lakukan dalam situasi lain. Sementara psikolog eksperimental
mencoba untuk menghindari hal ini karena orientasi dari riset mereka, manajer,
dan badan regulasi secara aktif mencoba untuk memberikan tuntutan kepada
orang lain guna membuat mereka berperilaku dengan cara tertentu. Manajer dan
badan regulasi menggunakan persyaratan pelaporan untuk mengenakan tuntutan
semacam itu dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
perilaku dan kinerja.
Diakui bahwa pengirim mungkin saja dengan sengaja melaporkan
informasi palsu yaitu mereka bisa saja berbohong. Informasi yang tidak akurat
juga bisa dilaporkan dengan sembrono karena sistem informasi yang tidak
memadai. Guna memastikan keandalan dari informasi yang dilaporkan adalah
fungsi penting dari audit laporan keuangan oleh akuntan publik independen yang

38
bersertifikasi, dari audit internal oleh staf yang hanya bertanggung jawab kepada
manajemen puncak, untuk mengecek para bawahan di tempat oleh atasan, dan
kunjungan lapangan oleh para penyandang dana dari badan layanan social. Suatu
mekanisme untuk memastikan integritas informasi yang dilaporkan adalah
bagian penting dari desain atas persyaratan pelaporan mana pun.
Persyaratan pelaporan dapat memengaruhi perilaku pelapor dalam
beberapa cara. Bentuk lain dari pengukuran yang digunakan dalam organisasi,
seperti audit dan pengamatan langsung, juga memiliki banyak dampak yang sama
terhadap persyaratan pelaporan, selain dampak spesifiknya sendiri.
1. Antisipasi Penggunaan Informasi
Ketika persyaratan pelaporan dikenakan, adalah umum bagi pengirim
untuk setidaknya berpikir, jika tidak bertanya, "Mengapa mereka
menginginkan informasi ini? Bagaimana mereka akan menggunakannya?"
Pengirim ingin mengetahui apakah penerima akan mengambil suatu tindakan
yang berkaitan atau memiliki pendapat mengenai pengirim karena informasi
yang dilaporkan tersebut. Oleh karena penerima menggunakan informasi
yang dilaporkan sebagai suatu dasar untuk evaluasi kinerja dan penilaian
lainnya, maka pertimbangan pengirim mengenai penggunaan yang mungkin
sangat berdasar.
Pengirim menggunakan persyaratan pelaporan itu sendiri, bersama-
sama dengan informasi lainnya, untuk mengantisipasi bagaimana penerima
akan bereaksi terhadap informası yang dilaporkan. Karena orang pada
umumnya bereaksi dengan cara-cara yang mereka yakini akan mengarah
pada hasil yang diinginkan, pengirim informasi tersebut mencoba untuk
menyimpulkan bagaimana penerima informasi akan menggunakan dan
bereaksi terhadap informasi yang disediakan. Jika pengirim mengantisipasi
adanya suatu reaksi yang tidak menyenangkan terhadap informasi mengenai
perilaku mereka saat ini, mereka mungkin akan memodifikasi perilakunya
sedemikian rupa sehingga informasi yang dilaporkan akan menimbulkan
reaksi yang lebih diinginkan.

39
2. Prediksi Pengirim Mengenai Penggunaan Pemakai
Kadang kala penerima menyatakan secara jelas bagaimana mereka
menginginkan pengirim untuk berperilaku. Akan tetapi, sering kali mereka
tidak menginginkan atau mungkin menginginkan banyak hal-hal lain yang
sulit untuk dicapai secara simultan, seperti laba jangka pandek yang tinggi,
pertumbuhan jangka panjang yang baik, atau citra publik yang bagus. Jika
pengirim bertanggung jawab kepada penerima maka pengirim ingin
berperilaku dengan cara-cara yang akan menyenangkan penerima. Apa yang
diharuskan untuk dilaporkan oleh pengirim adalah suatu tanda bagi pengirim
sebelum tindakan diambil, mengenai tindakan dan hasil yang manakah yang
penting bagi penerima.
Kadang kala seseorang merasa pasti mengenal bagaimana penerima
akan menggunakan informasi, sementara pada waktu-waktu lain seseorang
tidak merasa pasti mengenal bagaimana informasi tersebut akan digunakan
jika setiap orang selalu jelas dan jujur mengenal bagaimana mereka akan
menggunakan informasi yang dilaporkan maka akan terdapat lebih sedikit
masalah, tetapi tetap masih ada kemungkinan bahwa informasi tersebut akan
digunakan dalam cara yang tidak dimaksudkan ketika pertama kali informasi
tersebut diminta. Sering kali orang yang meminta informasi tidak begitu
eksplisit mengenai bagaimana informasi tersebut akan digunakan atau
dengan siapa informasi tersebut akan dibagi.
Dalam kasus ini, pelapor memiliki pekerjaan sulit untuk menebak
kapan dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan. Mereka
kemungkinan besar akan mendasarkan prediksinya pada bagaimana
informasi yang dilaporkan digunakan dalam situasi yang serupa dalam
pengalamannya, atau bagaimana mereka akan menggunakannya jika mereka
ada pada posisi peminta informasi, bersama-sama dengan informasi apa pun
yang tersedia mengenai bagaimana laporan ini akan digunakan.
3. Insentif/Sanksi

40
Ketika pengirim telah membuat estimasi terbaiknya mengenai apakah-
dan jika demikian, bagaimana-penerima akan menggunakan informasi
tersebut, maka pertanyaan selanjutnya adalah "Apa yang akan dilakukan
oleh penerima tentang hal itu?" Dalam beberapa kasus, seseorang
mengetahui bahwa penerima tidak akan senang dengan informasi tersebut,
tetapi tidak ada yang bisa dilakukan mengenai hal itu. Faktanya, kadang kali
orang yang menginginkan informasi tersebut tidak dapat memaksakan
persyaratan pelaporan, dalam kasus mana "pengirim" kemungkinan besar
tidak akan mengirimkan informasi itu. Akan tetapi, ketika penerima paling
tidak memiliki cukup kekuasaan langsung maupun tidak langsung untuk
memaksakan persyaratan pelaporan, maka ia juga kemungkinan besar
memiliki paling tidak suatu kekuasaan atas tindakan pengirim.
Kekuatan dan sifat dari kekuasaan penerima terhadap pengirim adalah
penentu yang penting mengenai seberapa besar kemungkinan bahwa
pengirim akan mengubah perilakunya. Semakin besar potensi yang ada bagi
penerima untuk memberikan penghargaan atau sanksi kepada pengirim,
semakin hati-hati pengirim akan bertindak dalam memastikan bahwa
informasi yang dilaporkan dapat diterima oleh penerima. Misalnya,
mahasiswa kemungkinan besar akan mengerjakan tugasnya ketika tugas
tersebut dikumpulkan dan diberi nilai dibandingkan jika tidak, meskipun
manfaat pembelajaran adalah sama dalam kedua kasus.
4. Penentuan Waktu
Waktu adalah faktor penting dalam menentukan apakah persyaratan
pelaporan akan menyebabkan perubahan dalam perilaku pengirim atau tidak.
Supaya persyaratan pelaporan dapat menyebabkan pengirim mengubah
perilakunya, ia harus mengetahui persyaratan pelaporan tersebut sebelum
bertindak Jika persyaratan pelaporan hanya terjadi setelah pengirim telah
bertindak, maka tidak ada peluang untuk mengubah perilaku masa lalu.
Akan tetapi, kebanyakan persyaratan pelaporan bersifat repettiit dalam
konteks manajemen, sehingga jika persyaratan pelaporan yang pertama

41
dikenakan setelah perilaku yang dilaporkan terjadi maka pelaporan akan
mengetahui didepan bahwa laporan berikutnya harus dibuat. Oleh karena
data biasanya tidak dikumpulkan kecuali seseorang bermaksud
menggunakannya, maka persyaratan pelaporan yang baru sering kali
memerlukan cara baru untuk dikumpulkan, yang memberikan peluang untuk
mengubah perilaku sebelum pelaporan.
5. Strategi Respons Iteratif
Mengubah perilaku biasanya mahal biayanya. Orang dipengaruhi oleh
banyak tuntutan, batasan, dan keinginan yang saling bersaing satu sama lain.
Perubahan apa pun dalam perilaku biasanya memengaruhi lebih dari satu
dimensi ini dan tidak selalu ke arah yang diprediksikan atau diinginkan.
Paling tidak menghabiskan lebih banyak waktu untuk suatu tugas yang
menyisakan lebih sedikit waktu yang tersedia untuk tugas lainnya.
Ketika suatu persyaratan pelaporan baru dikenakan, strategi yang
paling murah adalah untuk terus berperilaku seperti biasa, melaporkan
sejujurnya perilaku tersebut, dan menunggu respons dari penerima. Jika
tidak ada respons maka strategi tersebut dapat diteruskan. Umpan balik
negatif dari penerima yang mengindikasikan bahwa perilaku yang
dilaporkan tidak diinginkan, memperbaiki estimasi pengirim mengenai
perilaku apa yang diinginkan oleh penerima, dan bagaimana ia akan
merespons.
6. Pengarah Perhatian
Persyaratan pelaporan dapat menyebabkan pengirim mengubah
perilakunya bahkan tidak mengharapkan penerima bereaksi terhadap
informasi yang dilaporkan. Hal ini mungkin dikarenakan informasi memiliki
suatu cara untuk mengarahkan perhatian pada bidang-bidang yang berkaitan
dengannya yang dapat mengarah pada perubahan perilaku. Meskipun
dampak mengarahkan perhatian mungkin kurang ampuh dan kurang rentan
terhadap prediksi dibandingkan dengan dampak antisipasi di mana dampak
tersebut dapat memengaruhi perilaku dalam beberapa situasi. Dampak

42
tersebut kemungkinan besar akan terjadi dalam situasi di mana perilaku yang
dilaporkan adalah penting bagi pengirim karena beberapa alasan dan terdapat
cukup banyak kelonggaran (slack) dalam sistem yang memungkinkan
pengirim mengubah perilakunya tanpa dampak negatif terhadap aspek-aspek
lain dari kinerjanya. Hal ini pada umumnya lebih lemah dibandingkan
dengan dampak antisipasi.
I. Dampak Dari Persyaratan Pelaporan
Persyaratan pelaporan dapat memengaruhi perilaku di semua bidang
akuntansi: keuangan, perpajakan, manajerial, dan sosial. Kompleksitas dari
lingkungan akuntansi adalah penghalang terhadap penilaian dampak dari
persyaratan pelaporan. Terdapat begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu
yang bersamaan sehingga sulit untuk mengatakan dengan pasti yang manakah
yang menyebabkan perilaku yang diamati. Bukti-bukti mengenai dampak
persyaratan pelaporan masih belum konklusif, tetapi pengetahuan yang lebih
substantif dan metodologi riset yang lebih baik sedang dikembangkan. Bagian-
bagian berikut ini membahas mengenai pemikiran sekarang di berbagai bidang.
1. Akuntansi Keuangan
Badan-badan yang berwenang dalam akuntansi keuangan di Amerika
Serikat, termasuk Securities Exchange Commission (SFC), Financial
Accounting Standurds Bourd (FASB), dan Financial Executives Research
Foundation (FERF) telah mengakui dampak potensial yang dimiliki oleh
persyaratan pelaporan terhadap perilaku korporat. FASR dan FERF baru-
baru ini mulai mendorong dan mendukung investigasi mengenai dampak
semacam itu dan mempertimbangkannya secara eksplisit dalam proses
penetapan standar.
Pada awal tahun 1969, diusulkan bahwa “prinsip-prinsip akuntansi
yang diterima secara umum” (generally accepted accounting standarus-
GAAP) dapat memengaruhi perilaku korporat. Hawkins membahas dampak-
dampak yang mungkin terhadap kebijakan operasi manajer mengenai
prinsip-prinsip akuntansi untuk pajak tangguhan, kredit, penjabaran mata

43
uang asing, laba per saham, konsolidasi, laba atau rugi luar biasa, ekuivalen
saham biasa, dan sewa guna usaha. Ia menyatakan bahwa GAAP yang bagus
secara keperilakuan akan menghambat manajer untuk mengambil tindakan
operasi yang tidak diinginkan guna membenarkan adopsi atas suatu alternatif
akuntansi dan menghambat adopsi praktik akuntansi oleh korporasi yang
menciptakan ilusi kinerja.
2. Akuntansi Perpajakan
Akuntansi perpajakan keperilakuan merupakan bidang yang relatif
masih belum dieksplorasi. Akan tetapi bidang tersebut tentu saja merupakan
bidang yang sensitif dalam kaitannya dengan persyaratan pelaporan.
Beberapa orang bahkan percaya bahwa persyaratan pelaporan pajak yang
sekarang melanggar hak konstitusional. Umumnya dipandang bahwa
persyaratan pelaporan pajak adalah rumit dan sulit bagi banyak pembayar
pajak.
Beberapa persyaratan pelaporan telah dikenakan tidak hanya kepada
pembayar pajak tetapi juga pada pihak lain seperti karyawan, dengan
maksud untuk membuat hukum pajak lebih dipatuhi. Pengetahuan bahwa
Informasi tersebut akan dilaporkan kepada kantor pajak oleh orang lain
diharapkan akan membuat pembayar pajak kemungkinan kecil akan
mencoba untuk menghindari pajak. Perhatikan bahwa hukum pajak tidak
berubah, persyaratan pelaporan menurunkan peluang untuk berbuat curang
tanpa mendapatkan hukuman.
3. Akuntansi Sosial
Sedikit saja yang diketahui mengenai dampak dari akuntansi sosial
terhadap pengirim informasi. Terdapat relatif sedikit akuntansi sosial bagi
publik, dan kebanyakan riset mengenai hal itu berkaitan dengan dampak
terhadap penerima dari informası yang dilaporkan. Oleh karena akuntansi
sosial eksternal masih bersifat sukarela, maka tidak terdapat dampak apa pun
terhadap persyaratan pelaporan, meskipun masih terdapat dampak terhadap
pelaporan secara sukarela. Oleh karena akuntansi sosial adalah bidang

44
perhatian yang relatif baru dan sering kali mengalami konflik dengan kriteria
kinerja yang sudah lebih mapan, maka terutama adalah sangat penting untuk
menggabungkan persyaratan pelaporan dengan pedoman keperilakuan dan
sanksi untuk ketidakpatuhan yang sangat eksplisit.
4. Akuntansi Manajemen
Manajemen dapat memberlakukan persyaratan pelaporan internal apa
pun yang diinginkannya kepada bawahan. Pos-pos yang dilaporkan secara
internal dapat bersifat keuangan, operasional, sosial, atau suatu kombinasi.
Akan tetapi, hanya terdapat sedikit data akuntansi manajemen yang tersedia
bagi publik karena data tersebut jarang dilaporkan di luar organisasi. Sangat
sulit untuk digeneralisasi karena setiap organisasi memiliki sistem akuntansi
manajemen, sekelompok, persyaratan pelaporan dan hubungan organisasi
yang unik.
5. Penilaian Dampak Terhadap Pengirim Informasi
Terdapat banyak cara untuk menilai dampak dari persyaratan
pelaporan terhadap pengirim informasi. Cara yang paling tersedia adalah
pengambilan keputusan deduktif yang melibatkan pemikiran secara hati-hati
mengenai bagaimana persyaratan pelaporan akan berinteraksi dengan
kekuatan motivasi lainnya guna membentuk perilaku manajer. Teknik ini
sebaiknya selalu digunakan sebelum memberlakukan suatu persyaratan
pelaporan.
Metode lain adalah dengan menanyakan kepada para pelapor mengenai
perilaku mereka. Suatu cara formal untuk melakukan hal ini adalah dengan
survei, yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan mpit dengan kemungkinan
tangyapan yang ditentukan pertanyaan-pertanyaan luas dengan kemungkinan
jawaban yang terbuka, atau atas gabungan dari keduanya. Metode ini hanya
memberikan apa yang rela dan mampu untuk diberikan oleh pelapor kepada
anda mengenai persepsi mereka sendiri atas perilaku dan reaksinya terhadap
persyaratan pelaporan.

45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara tradisional, sistem biaya belum menyentuh aspek-aspek
keperilakuan, sehingga menghasilkan suatu reaksi kurang diharapkan manakala
sistem biaya tersebut digunakan dalam pengendalian dan evaluasi kinerja.
Walaupun berpotensi untuk meningkatkan motivasi kerja, sistem biaya
tradisional juga berpotensi menaikan kemungkinan perilaku disfungsional dari
orang-orang dan memiliki kecenderungan yang bersifat memaksa. Melaui
pendekatan-pendekatan keprilakuan, penggunaan sistem biaya langsung akan
dapat meminimalkan atau menghilangkan reaksi disfungsional dari pihak-pihak
yang terkait.
Sebagaimana dipahami Bersama, masalah pokok dari proses akuntansi
adalah impikasi komunikasi informasi mengenai keuangan dan manajemen.
Namun, bukan hanya pihak pelapor atau pengirim informs saja yang memiliki
harapan, pihak penerima informasi juga memiliki harapannya sendiri lewat
perilaku yang diwujudkannya terhadap informasi tersebut. Kedua belah pihak
masing-masing memiliki perilaku yang berbeda terhadap informasi yang sama.
Dengan demikian, untuk mencapai efektivitas, komunikasi pihak penerima
informasi harus menyadari perilaku dari pihak pengirim informasi karena pihak
pengirim informasi dapat bertindak disfungsional terhadap informasi yang
signifikan. Oleh karena itu, bentuk laporan yang menjadi bagian dari rangkaian
komunikasi perlu ditinjau mana kala membawa dampak negative bagi proses
komunikasi.
B. Saran
Dalam implementasi akuntansi keprilakuan ini diharapkan nantinya bisa
menjadi acuan bagi para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerja dan
kemampuan diri sendiri agar mampu menghasilkan keputusan yang optimal bagi
organisasi atau perusahaan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, A. I. (2019). Akuntansi Keprilakuan (Akuntansi Multiparadigma). Jakarta:


Salemba Empat.

47

Anda mungkin juga menyukai