Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Aspek Keperilakuan Pada Pengambilan Keputusan

Dikumpulkan sebagai tugas Mata Kuliah Akuntansi Keprilakuan Program


Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Disusun oleh :
1. Putri Sriwahyuni (90400120087)

2. Amelia ( 90400120103)

3. Yuliani ( 90400120102)

4. Ummi Rezki Amalia (90400120111)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah Akuntansi
Keperilakuan ini tepat waktu. Makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan Aspek Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan
dan Pengambil Keputusan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada


pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam pembuatan dan
penyusunan makalah ini. Terutama kepada Dosen Pengampu yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada kami.

Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini


masih minim dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
senantiasa mengharapkan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah kami di masa yang akan datang.

Terima kasih.

Gowa, 18 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................2

1.5 Metode Penulisan .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Proses Pengambilan Keputusan ...............................................................3

2.2 Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi.....................................9

2.3 Teknik Pengambilan Keputusan.............................................................15

2.4 Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi .......18

2.5 Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar .......19

2.6 Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................23

3.2 Saran .......................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................24

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengambilan setiap keputusan oleh stakeholder, pasti dibutuhkan
yang namanya analisis laporan keuangan yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan tentu
dibutuhkan analis yang memang benar- benar mumpuni dalam menangani hal
tersebut. Bisa dikatakan bahwa, analis yang memang benar-benar menguasai
bidangnya haruslah memiliki keperilakuan atau behavior yang memang sesuai
dan tidak bertentangan dengan hal tersebut.
Singkatnya, bisa dikatakan bahwa ilmu akuntansi itu fleksibel yang
maksudnya bisa dikaitkan dan dikombinasikan dengan bidang ilmu yang
lainnya, seperti ilmu analisis, ilmu sosial dan psikologi. Karena adanya situasi
seperti inilah yang menjadikan Akuntansi Keperilakuan menjadi suatu sistem
yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan karena semua bidang
ilmu yang dikombinasikan tentunya saling terkait satu sama lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengambilan keputusan?
2. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam organisasi?
3. Apa saja teknik pengambilan keputusan?
4. Apa saja asumsi keperilakuan dalam pengambilan keputusan
organisasi?
5. Bagaimana perbedaan pengambilan keputusan oleh pendatang
baru versus parapakar?
6. Bagaimana peran kepribadian dan gaya kognitif dalam pengambilan
keputusan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana aspek keperilakuan pada
pengambilan keputusandan pengambil keputusan.

1
2. Untuk mengetahui apa saja kaitannya dengan sub bidang ilmu
lainnya.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Dapat memberikan pemahaman lebih mengenai Akuntansi
Keperilakuan.
2. Dapat dijadikan referensi pembelajaran mata kuliah Akuntansi
Keperilakuan, khususnya materi Aspek Keperilakuan pada
Pengambilan Keputusan dan Pengambil Keputusan.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode pustaka, yaitu
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari
pustaka yang berhubungan dengan alat baik berupa buku maupun informasi dari
internet (e-book).

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pengambilan Keputusan
2.1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses yang selalu berada dan dijalani
oleh setiap manusia dalam hidup bermasyarakat. Di dalam dunia modern
dewasa ini, kehidupan manusia menuntut banyak keputusan yang harus dibuat.
Hampir setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat, baik di dalam rumah
tangga, di jalan, di kantor, atau di mana saja di dalam masyarakat. Keputusan
dapat dibuat oleh individu, kelompok individu, organisasi, atau dapat pula
keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau negara. Keputusan itu dibuat
dengan satu tujuan yang dicapai. Dalam pengertian yang sangat populer,
mengambil atau membuat suatu keputusan berarti memílih satu dari sekian
banyak alternatif. Dalam hal ini seseorang yang akan mengambil keputusan
tidak hanya menghadapi satu pilihan, tetapi banyak pilihan alternatif yang
tersedia untuk dipilih. Jika hanya terdapat satu alternatif dan tidak tersedia
alternatif lainnya, maka hal itu bukanlah sesuatu yang dapat dipilih. Sesuatu
yang berkaitan dengan pilihan adalah jika seseorang berhadapan dengan lebih
dari satu alternatif pilihan.
Proses pengambilan keputusan adalah salah satu mekanisme pemikiran
manusia yang paling kompleks karena berbagai faktor dan tindakan campur
tangan di dalamnya, dengan hasil yang berbeda. Orasanu dan Connolly (1993)
mendefinisikannya sebagai serangkaian operasi kognitif yang dilakukan secara
sadar yang mencakup unsur-unsur lingkungan pada waktu dan tempat tertentu.
Narayan dan Corcoran-Perry (1997) mempertimbangkan pengambilan
keputusan sebagai interaksi antara masalah yang perlu dipecahkan dan
seseorang yang ingin menyelesaikannya dalam lingkungan tertentu. Ada
beberapa langkah yang harus diikuti untuk mencapai sebuah keputusan, yakni
harus menyadari bahwa perlunya membuat keputusan, menentukan tujuan akan
dicapai, menghasilkan alternatif yang mengarah pada pencapaian tujuan yang
diajukan, megevaluasi apakah alternatif ini memenuhi harapan seseorang dan

3
terakhir, menentukan alternatif terbaik yang dapat menyiratkan hasil global
yang efisien (Halpern, 1997).
Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai
proses memilih di antara berbagai alternatif tindakan yang berdampak di masa
depan. Seperti banyak aktivitas sosial lainnya, proses pengambilan keputusan
dapat dijabarkan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau peluang
Langkah ini dapat berupa respons terhadap suatu kejadian yang problematis,
ancaman, atau peluang. Untuk mengenali dan mendefinisikan masalah atau
peluang, para pengambil keputusan membutuhkan informasi mengenai
lingkungan, keuangan dan operasi. Informasi terkait kondisi lingkungan
eksternal mengungkapkan adanya peluang produk atau pasar baru atau malah
ancaman terhadap status quo. Informasi keuangan atau operasional dapat
mengingatkan manajemen terhadap masalah yang memerlukan tindakan segera.
Pendidikan, pengalaman, watak, karakter dan faktor-faktor keperilakuan
lainnya dari para pengambil keputusan dapat menentukan apakah masalah
tersebut akan dianggap penting, menjanjika peluang, atau menginisiasi proses
pengambilan keputusan. Beberapa manajer lebih suka status quo dan hanya
bereaksi terhadap kejadian utama yang tidak dapat diantisipasi. Sementara
manajer lainnya terdorong bahkan oleh diskrepansi minor dan tidak akan
berhenti sampai solusi yang memuaskan ditemukan dan diterapkan.
Sekali suatu masalah atau peluang telah ditentukan sebagai pokok perhatian,
maka mäsalah tersebut harus didefinisikan dengan hati-hati. Pada situasi yang
kompleks, aktivitas ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang anggotanya
mempunyai latar belakang pendidikan dan keahlian yang berbeda.
2. Pencarian tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya
Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian
tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahapan
ini, sebanyak mungkin alternatif yang praktis diidentifikasi dan dievaluasi.
Pencarian tersebut sering kali dimulai dengan melihat persamaan masalah yang
terjadi di masa lalu dan tindakan yang dipilih pada waktu itu. Jika tindakan

4
yang dipilih berhasil, maka kemungkinan tindakan tersebut akan diulangi. Jika
tidak, pencarian terhadap alternatif tambahan akan diperluas.
Fitur-fitur yang dapat dikuantifikasikan akan berupa estimasi keuangan atas
biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif. Estimasi ini akan
disaring dan diperiksa kembali jika alternatif tersebut dianggap mungkin dan
layak untuk memperoleh perhatian lebih lanjut. Kuantifikasi nonkeuangan akan
diterjemahkan ke dalam pendapatan dan beban jika memungkinkan. Tidak
semua fitur dari suatu alternatif dapat dikuantifikasi. Dalam kasus ini, manfaat
dan pengorbanan yang relevan dibuat daftarnya.
3. Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan
Tahapan yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah
memilih satu dari beberapa alternatif. Walaupun tahapan ini tampaknya
rasional, tetapi keputusan akhir sering kali didasarkan pada pertimbangan
politik dan psikologis dibandingkan pada fakta- fakta ekonomi. Manajer yang
membuat pilihan final mungkin saja menghadapi beberapa alternatif yang
mungkin, masing-masing memiliki kelebihan tertentu daripada yang lain terkait
kriteria keputusan yang dipilih. Manajer juga menyadari manfaat dan biaya
politis darisetiap alternatif.
4. Penerapan dan tindak lanjut
Kesuksesan atau kegagalan atas keputusan akhir bergantung pada efisiensi
dan penerapannya. Penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-orang yang
menguasai sumber daya organisasi benar-benar berkomitmen untuk
melakukannya. Situasi yang ideal akan terwujud jika sumber kekuatan itu
dikuasai oleh pendukung dari keputusan yang diambil. Untuk menjamin
efisiensi penerapannya, umpan balik secara periodik dan koreksi segera atas
segala kesalahan yang terjadi mutlak diperlukan.
2.1.2 Motif Kesadaran
Motif kesadaran menjadi sangat penting dalam proses pengambilan
keputusan karena merupakan sumber dari proses berpikir. Terdapat dua faktor
penting dari motif kesadaran dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu (1)
keinginan terhadap kestabilan atau kepastian, serta (2) keinginan terhadap

5
kompleksitas dan keragaman.
Motif kompleksitas menimbulkan keinginan terhadap suatu stimulus dan
eksplorasi, serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk
memperoleh data baru dari ingatan atau lingkungan, untuk kemudian
menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan sejumlah motif. Dua faktor
penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan
prediksinya (pasti atau tidak pasti).
Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan
untuk membuat prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis
model keputusan, yaitu :
1. Model keputusan yang direncanakan secara sederhana.
2. Model keputusan yang tidak direncanakan secara sederhana.
3. Model keputusan yang direncanakan secara kompleks.
4. Model keputusan yang tidak direncanakan secara kompleks.
2.1.3 Jenis-Jenis dari Model Proses
Motif-motif yang berada di belakang keputusan bersifat kompleks. Tiga
model utama pengambilan keputusan berusaha untuk menentukan motif dari
seorang pengambil keputusan dalam suatu organisasi. Model-model tersebut
adalah model ekonomi, model sosial dan model kepuasan Simon.
1. Model Ekonomi
Model ekonomi tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan
keputusan manusia adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi
ada konsistensi di antara beragam motif dan tujuan. Terdapat asumsi bahwa
semua alternatif yang mungkin diketahui dan bahwa probabilitas yang terkait
dengan alternatif-alternatif tersebut dapat dihitung dengan pasti. Keputusan
tidak bergantung pada preferensi pribadi, melainkan didikte oleh tujuan
organisasi yang konsisten. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan,
terdapat asumsi sebagai berikut :
a. Kepuasan akan sepenuhnya rasional terkait rencan tujuan.
b. Sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan
adanya pemilihanalternatif.

6
c. Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat
ditampilkan untukmenentukan alternatif terbaik.
e. Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan maupun misterius.
Model rasionalitas ekonomi dari para pengambil keputusan selalu berusaha
memaksimalkan hasil dalam perusahaan dan keputusan akan diarahkan pada
titik p maksimum, yang mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal
(MC = MR).
2. Model Sosial
Model ini adalah kebalikan dari model ekonomi yang ekstrem. Model ini
mengasumsikan bahwa manusia pada kenyataannya adalah irasional dan
keputusan yang dihasilkan didasarkan pada interaksi sosial. Dalam hal ini
terasa bahwa tekanan dan harapan rekan kerja merupakan kekuatan utama yang
memotivasi. Pada sisi yang berlawanan dengan model rasionalitas ekonomi ada
model yang digambarkan secara psikologi. Sigmund Freud memandang
manusia sebagai sekumpulan perasaan, emosi dan naluri dengan perilaku
yang dipandu keinginan yang tidak disadari. Jelas jika hal ini merupakan
deskripsi yang lengkap, maka orang tidak dapat membuat keputusan yang
efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan deskripsi
manusia Freudian, hampir semua sependapat bahwa pengaruh psikologi
berdampak signifikan pada perilalu pengambilan keputusan. Selanjutnya,
tekanan dan pengaruh sosial mungkin menyebabkan manajer membuat
keputusan yang tidak rasional. Terdapat empat alasan utama mengapa fenomena
ini terjadi. Fenomena ini disebut eskalasi komitmen yang terjadi karena :
a. Karakteristik proyek. Hal ini mungkin menjadi alasan utama untuk
keputusan eskalasi. Karakteristik dan tugas atau proyek seperti
keuntungan atau investasi tertundah atau masalah temporer yang
mungkin menyebabkan pengambil keputusan tetap atau
meningkatkan komitmen pada tindakan yang salah.
b. Determinan psikologi. Jika keputusan menjadi buruk, manajer

7
memiliki kesalahan pemrosesan informasi karena pengambil
keputusan melibatkan ego yang membuat informasi negatif diabaikan
dan perisai pertahananpun dibangun.
c. Kekuatan sosial. Mungkin para pengambil keputusan mendapat
tekanan dari rekan kerja dan/atau mereka perlu mempertahankan
gengsi, sehingga mereka terus atau mengeskalasi komitmen untuk
tindakan yang salah.
d. Determinan organisasi. Bukan hanya karakteristik proyek yang
mengalami eskaasi keputusan yang buruk, begitu juga halnya dengan
kegagalan dalam komunikasi, disfungsi politik dan bertahan pada
perubahan.
3. Model Simon
Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini
didasarkan pada konsep Simon tentang manusia administratif, yang mana
manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional karena mereka memiliki
kemampuan untuk berpikir, mengolah informasi, membuat pilihan dan
belajar. Akan tetapi terbatas batasan rasionalitas mereka. Manusia dibatasi
oleh kemampuan mereka untuk memproses informasi secara berurutan. Mereka
tidak pernah memiliki informasi penuh dan memiliki kemampuan yang terbatas
untuk mengelola data dalam jumluh besar. Dengan demikian, sikap manusia
dalam kondisi ini adalah perilaku yang berusaha memuaskan dan bukan untuk
melakukan optimalisasi. Orang menganggap masalah telah selesai saat solusi
yang layak dan dapat diterima ditemukan.
Untuk mempresentasikan model rasionalitas ekonomi yang lebih realistis,
Herbert Simon mengajukan model alternatif. Ia merasa bahwa perilaku
pengambil keputusan manajemen dapat dideskripsikan sebagai berikut :
a. Dalam memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan
kepuasan, atau mencari sesuatu yang memuaskan atau cukup bagus.
Contoh kriteria kepuasan minimal adalah keuntungan yang memadai
atau saham pasar dan harga yang adil.
b. Mereka menyadari bahwa dunia nyata yang mereka rasakan

8
merupakan model dunia nyata yang disederhanakan secara drastis.
Mereka puas dengan penyederhanaan tersebut karena mereka yakin
dunia nyata adalah kosong.
c. Mereka mengejar kepuasan minimal daripada yang maksimal, yang
dapat membuat pilihan tanpa menentukan semua kemungkinan
alternatif perilaku dan tanpa memastikan bahwa ini sudah mencakup
semua alternatif.
d. Mereka memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat
keputusan hanya dengan metode pengalaman atau trik perdagangan
atau kekuatan kebiasaan. Teknik tersebut tidak menuntut
kemustahilan dari kapasitas pemikirannya.
2.2 Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi
Berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan, seperti menggunakan
pendekatan rasional dengan menganalisis variabel-variabel terkait,
menggunakan metode tertentu dengan tahapan yang jelas dan dikerjakan oleh
tenaga profesional. Tenaga profesional adalah mereka yang memiliki
kompetensi bidang yang diteliti dan mampu memilih metode penelitian yang
tepat dan menggunakannya. Dengan proses tersebut, maka keputusan rasional
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan dapat membuat akuntabilitas dan
dijelaskan mengapa suatu keputusan dapat diambil. Berdasarkan alasan
tersebut, para pemimpin berupaya mengambil keputusan dengan metode
rasional dengan menggunakan metode analisis, seperti SWOT, Cause and Effect
Analysis, Value Chain Analysis, dan lain sebagainya.
Metode pengambilan keputusan yang rasional memang merupakan metode
yang diunggulkan oleh berbagai pihak, tetapi hasil keputusan yang dihasilkan
tidak selamanya benar dalam artian tidak dapat mengubah situasi menjadi lebih
baik atau memberikan keuntungan yang diharapkan, bahkan mungkin terdapat
keputusan yang sifatnya merugikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
organisasi yang merugi dan guling tikar. Dengan alasan tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak selamanya pengambilan keputusan rasional
membuahkan hasil yang diharapkan. Ketidakberhasilan dalam pengambilan

9
keputusan tersebut disebabkan adanya prakondisi yang tidak dapat dipenuhi.
Prakondisi tersebut adalah bahwa (1) analisis harus dilakukan oleh para
profesional, (2) menggunakan metode analisis yang tepat, (3) didukung dengan
data yang lengkap, akurat dan terkini, serta (4) tersedianya cukup waktu.
Pengambilan keputusan merupakan daerah profesional, misalnya, untuk
memprediksi penyakit yang akan timbul pada musim banjir menjadi
kewenangan para dokter, sementara untuk memprediksi inflasi pada musim
kemarau menjadi kewenangan para ekonom, tentunya dengan bantuan pihak
terkait untuk mengumpulkan data. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua
pengambilan keputusan dilakukan oleh profesional karena keterbatasan
kewenangan. Pada kasus tertentu, para profesional memiliki keterbatasan untuk
melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat mengidentifikasi dan menganalisis
masalah, memberikan alternatif solusi dan menyiapkan rekomendasi sementara
keputusan diambil oleh para pemimpin yang bertanggung jawab dan
berweanang untuk memutuskan, sehingga sering terjadi rekomendasi hasil
analisis tidak dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa para pemimpin selain
memperhatikan hasil analisis juga menggunakan cara lain dalam pengambilan
keputusan. Prakondisi tersebut harus dipenuhi untuk mendapatkan keputusan
akhir yang tepat.
2.2.1 Rasional Terbatas
Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang
memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu
yang kompleks dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk
memproses informasi dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan.
Oleh karena pemimpin tidak memiliki waktu yang cukup atau kemampuan
untuk memproses informasi yang lengkap mengenai keputusan yang kompleks,
mereka harus satisfice. Satisficing berarti bahwa pembuat keputusan memilih
alternatif solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan minimal. Salah satu
aspek yang menarik dari konsep rasional terbatas adalah bahwa urutan yang
mana alternatif-alternatif tersebut akan dipilih. Jika pengambil keputusan
sedang melakukan optimasi, semua alternatif akhirnya akan dicantumkan dalam

10
hierarki urutan preferensi. Oleh karena semua alternatif akan dipertimbangkan,
maka urutan mana alternatif-alternatif tersebut dievaluasi tidak akan relevan.
Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan kasus yang penyelesaiannya
dianggap memuaskan. Dengan mengasumsikan bahwa suatu masalah
mempunyai lebih dari satu penyelesaian potensial, pilihan yang cukup
memuaskan akan menjadi pilihan pertama yang dapat diterima dengan baik oleh
para pengambil keputusan.
2.2.2 Intuisi
Terdapat berbagai pandangan tentang intuisi, yaitu intuisi sebagai suatu
pengetahuan, sebagai pendekatan untuk merespons suatu fenomena dan sebagai
suatu proses berfikir. Group Taylor dan Francis (2010), mendefinisikan intuisi
sebagai suatu proses berfikir. Group menyatakan bahwa input dan proses
dikelola menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran
yang lama dan telah diakumulasikan dalam memori. Pengelolaan input tersebut
merupakan proses otomatis tanpa menggunakan pikiran sadar. Dari input dan
proses tersebut diperoleh output berupa perasaan (feeling) sebagai dasar untuk
mengembangkan intuisi. Intuisi juga dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk
mengenali sesuatu tanpa penjelasan, tetapi intuisi bukan sesuatu yang misterius.
Hal ini yang membuat intuisi menjadi menarik untuk mempelajari.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka intuisi dibentuk dari proses yang
panjang, otomatis, tidak menggunakan pikiran sadar dan tidak dapat dijelaskan
asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah lama diperoleh
dan diakumulasikan di dalam memori. Dalam Weil Kakabadse dinyatakan
bahwa intuisi merupakan metode yang sah (terlegitimasi) untuk proses
pengambilan keputusan. Selanjutnya, Kakabadse juga berpendapat bahwa
pengambilan keputusan dengan intuisi digunakan dalam situasi ambigu, tidak
stabil atau pada waktu terdapat informasi yang berlebihan. Senada dengan hal
tersebut, Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa pengambilan keputusan
dengan intuisi dapat dilakukan pada kondisi (1) ketidakpastian yang tinggi, (2)
keterbatasan/ketidaklengkapan variabel, (3) tidak dapat diprediksinya variabel
secara rasional/ilmiah, (4) keterbatasan fakta-fakta, (5) tidak sepenuhnya fakta

11
terkait dengan permasalahan, (6) keterbatasan data untuk analisis, (7) terdapat
beberapa alternatif solusi penyelesaian yang baik dan argumentatif, dan (8)
keterbatasan waktu.
2.2.3 Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan dipilih
yang lebih tinggi daripada masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan
setidaknya pada dua alasan. Pertama, cukup mudah untuk mengenali masalah-
masalah yang tampak (visible). Kedua, perlu diingat bahwa semua orang
menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan keputusan dalam
organisasi. Para pengambil keputusan ingin terlihat kompeten dan menguasai
masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk memusatkan perhatian pada
masalah yang tampak bagi orang lain. Jangan sekali-kali mengabaikan
kepentingan pribadi dari pengambil keputusan. Jika pengambil keputusan
menghadapi suatu konflik antara memilih suatu masalah yang penting bagi
organisasi dan masalah yang penting bagi dirinya, kepentingan pribadilah yang
cenderung menang. Hal ini juga berkaitan dengan masalahvisibilitas.
2.2.4 Pembuatan Pilihan
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristis atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan
keputusan. Heuristic adalah strategi yang disederhanakan dalam pengambilan
keputusan yang mana para manajer dihadapkan pada lingkungan yang
kompleks, informasi yang terbatas dan keterbatasan kognitif. Kekurangan dari
model ini adalah dapat menimbulkan kesalahan keputusan. Terdapat dua
kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan. Masing-masing
kategori menciptakan bias dalam penilaian. Bias lain yang sering ada pada para
pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk mengangkat komitmen ke
arah tindakan yang gagal.
1. Availability Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika para manajer menggunakan informasi
yang telah tersedia sebagai dasar penilaian atas peristiwa yang sedang
berlangsung. Misalnya, keputusan untuk tidak menanamkan saham pada

12
perusahaan yang memiliki produk baru.Bias potensialnya adalah informasi yang
tersedia bisa jadi salah dan tidak relevan. Ide tentang produk baru tersebut baik
dan kegagalannya bisa jadi waktu peluncurannya yang kurang tepat.
2. Representativeness Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer menilai kemiripan
sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang sama. Misalnya, manajer
memutuskan memperkerjakan seorang karyawan karena karyawan tersebut
juga alumni dari sekolah/universitas yang sama dengan karyawan sebelumnya
yang sukses. Bias potensialnya adalah diskriminasi pada faktor-faktor yang
relevan karena bisa saja kemampuan karyawan baru tersebut tidak sesuai
dengan pekerjaan yang ditawarkan.
3. Anchoring and Adjustment Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer membuat keputusan
berdasarkan penyesuaian nilai yang telah ada sebelumnya. Misalnya, penetapan
gaji baru hanya dengan menaikkan gaji tahun sebelumnya dengan proporsi yang
masuk akal. Bias potensialnya adalah adanya bias keputusan yang tidak tepat
terhadap peningkatan nilai karena nilai pasar mungkin lebih tinggi daripada gaji
yang diterima, sehingga tidak dapat mencegah karyawan mencari pekerjaan
yang lainnya.
2.2.5 Perbedaan Individual : Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi setiap
pendekatan dari keempat pendekatan yang berbeda atas proses pengambilan
keputusan. Model ini dirancang agar dapat digunakan oleh para manajer dan
memberi aspirasi bagi manajer, tetapi kerangka kerja umumnya dapat
digunakan pada setiap pengambilan keputusan apapun. Pondasi dasar yang
menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu berbeda pada dua
dimensi. Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis dan
rasional. Mereka mengolah informasi secara berurutan (serial). Sebaliknya, ada
orang yang intuitif dan kreatif. Mereka memahami segala sesuatu secara
keseluruhan. Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan ini melebihi batas-batas
manusiawi umumnya sebaimana yang digambarkan terkait rasionalitas yang

13
terbatas. Dimensi yang kedua, toleransi pribadi terhadap ambiguitas. Ada orang
yang mempunyai kebutuhan tinggi untuk menyusun informasi dengan
meminimalkan ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak
pemikiran pada saat yang sama.
2.2.6 Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil
keputusan. Para manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk
mencerminkan sistem penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan
mematuhi peraturan formal dan memenuhi batas waktu yang ditetapkan
organisasi. Keputusan di masa lalu juga merupakan preseden yang memaksa
atas diambilnya keputusan saat ini.
2.3 Teknik Pengambilan Keputusan
2.3.1 Teknik Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku, setidaknya secara tradisional
masuk dalam kategori partisipatif. Sebagai teknik pengambilan keputusan,
partisipatif mencakup individu atau kelompok dalam proses yang dapat
dilakukan secara formal maupun informal dan memerlukan interaksi intelektual,
emosional dan fisik. Sejumlah partisipan dalam pengambilan keputusan
berkisar dari tidak adanya partisipasi pada satu sisi, yang mana manajer
mengambil keputusan dan tidak meminta bantuan atau ide dari partisipan
sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, yang mana setiap orang yang terkait
akan terpengaruh oleh keputusan menjadi sepenuhnya terlibat. Dalam
praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan oleh faktor pengalaman individu atau
kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak pengalaman, semakin terbuka, serta
semakin tidak terstrukturnya tugas, maka partisipasi di dalamnya pun semakin
banyak.
2.3.2 Teknik Keputusan Kelompok
Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau
kelompok karena pengambilan keputusan individu membantu pengambilan
keputusan dalam organisasi saat ini, sehingga pemahaman mengenai dinamika
kelompok dan tim menjadi relevan dengan pengambilan keputusan. Sebagai

14
contoh, pembahasan masalah dan fenomena mengenai kesesuaian nilai dan
kelompok, seperti perubahan risiko (bahwa kelompok mungkin membuat
keputusan yang lebih berisiko daripada anggota individu) membantu seseorang
memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok secara lebih baik.
Kenyataannya, belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial muncul dari
penelitian psikologi sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Skema kemenangan mayoritas
Skema yang lazim digunakan kelompok sampai pada keputusan yang
didukung oleh mayoritas. Skema ini muncul untuk memandu pengambilan
keputusan saat tidak ada keputusan yang benar dan objektif. Misalnya, model
mobil apa yang dibuat saat berbagai model populer belum diuji dalam
"pengujian" pendapat publik.
2. Skema kemenangan sebenarnya
Saat semakin banyak informasi yang diberikan dan pendapat dibahas dalam
skema ini, kelompok menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar dan
objektif. Misalnya, kelompok memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk
menyeleksi karyawan akan berguna dan apakah informasi nilai tersebut mampu
memprediksi kinerja.
3. Skema mayoritas dua per tiga
Skema ini sering digunakan juri yang cenderung menghukum terdakwa saat
dua per tiga juri menyetujui.
4. Aturan perubahan pertama
Dalam skema ini, kelompok cenderung menggunakan keputusan yang
mencerminia "perubahan pertana dalam pendapat yang ditunjukkan pada
anggota kelompok jika kelompok produsen mobil terbagi dalam kelompok yang
memproduksi mobil touring atau tidak. Maka kelompok cenderung melakukan
ide awal setelah salah satu kelompokyare yang menyatakan bahwa pernyataan
tersebut adalah adanya Jika juri mengala jalan buntu, anggota akhirnya
mengikuti ketua juri untuk mengubah posisi.
2.3.3 Teknik Delphi
Teknik Delphi dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan

15
keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini, berbagai
organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan dan militer
menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang dapat memprediksi
masa depan, tetapi teknik Delphi mampu meramal dengan baik. Teknik ini
memiliki beberapa variasi, tetapi umumnya berkinerja sebagai berikut :
1. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini
bukan para ahli yang mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk,
tetapi anggota tidak berinteraksi (tatap muka) satu sama lain. Dengan
demikian, biaya pengeluaran untuk mempertemukan kelompok dapat
dikurangi.
2. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa
mencantumkan nama untuksetiap keputusan kelompok.
3. Setiap anggota kemudian menerima umpan balik dari orang lain. Dalam
beberapa variasi, alasan dicantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan
hanya berupa data dan daftar gabungan yang digunakan.
4. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan
terjadi pada sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan
balik gabungan tetap sama, yang berarti setlap orang masuk dalam
posisinya.
2.3.4 Teknik Kelompok Nominal
Saat pendekatan kelompak nominal murni dikembangkan menjadi teknik
khusus untuk pengambilan keputusan dalam organisasi, pendekatan ini
dinamakan Nominal Group Technique (NGT) dan terdiri dari langkah-langkah
berikut :
1. Munculnya gagasan yang tidak dapat dinyatakan melalui tulisan.
2. Umpan balik round-robin dari anggota kelompok yang mencatat setiap
ide dalam frasa pendek pada flip chart atau papan tulis.
3. Pembahasan dari setiap gagasan yang tercatat untuk melakukan
klarifikasi dan evaluasi.
4. Voting individu mengenai gagasan yang menjadi prioritas dengan
keputusan kelompok yang diambil secara matematis berdasarkan

16
peringkat.
Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode Delphi adalah bahwa
anggota NGT biasanya diperkenalkan satu sama lain, memiliki kontak langsung
dan berkomunikasi secara langsung pada langkah ketiga.
2.4 Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi
2.4.1 Perusahaan Sebagai Unit Pengambilan Keputusan
Perusahaan dapat menjawab sebagai unit pengambilan keputusan yang
serupa dalam banyak hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang
dihadapi perusahaan begitu banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering kali
melibatkan lebih dari satu departemen atas aktivitas tertentu. Keputusan yang
bersifat rutin atau berulang kali muncul secara teratur, sementara keputusan
lainnya biasanya bersifat unik dan tidak berulang.
Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi
mengembangkan prosedur operasi standar yang formal atau tidak formal untuk
masalah- masalah yang sifatnya berulang. Prosedur operasi standar ini menjadi
aturan pengambilan keputusan untuk keputusan rutin dalam bidang-bidang,
seperti manajemen persediaan, perhitungan biaya, penetapan harga dan
pemrosesan pesanan. Keputusan dibuat berdasarkan aturan pengambilan
keputusan yang telah ditentukan sebelumnya yang disebut dengan keputusan
yang direncanakan. Cybert dan March (1963) menggambarkan empat konsep
dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis, yakni (1)
Resolusi semu dari konflik, (2) Menghindari ketidakpastian, (3) Pencarian
masalah, dan (4) Pembelajaran organisasi.
2.4.2 Pengambilan Keputusan Dengan Konsensus Versus Aturan
Mayoritas
Topik lainnya yang kontroversial adalah apakah keputusan tersebut
sebaiknya didasarkan pada konsensus atau aturan yang sesuai. Konsensus dalam
konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebagai kesepakatan semua
anggota kelompok dalam pilihan keputusan. Dalam situasi sejumlah, konsensus
hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang matang, serta evaluasi atas
keuntungan dan kelemahannya. Selain mengimplikasikan akurasi, konsensus

17
juga dianggap mendorong individu untuk membagi pengetahuan dan keahlian
mereka secara lebih bebas dan menginspirasi mereka untuk mengomunikasikan
seluruh informasi yang relevan. Beberapa orang mengklaim bahwa hal tersebut
memotivasi anggota kelompok untuk melakukan yang terbaik dalam
implementasi untuk memastikan pencapaian tujuan kelompok tersebut.
Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak
waktu daripada pengambilan keputusan dengan aturan yang canggih. Oleh
karenanya, konsensus menjadi kurang sesuai untuk diterapkan jika berada di
waktu-waktu kritis. Walaupun konsensus memiliki keunggulan yang terbukti,
pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas (dengan pandangan yang
berlawanan dan pembenarannya dinyatakan tertulis) harus disubstitusikan dan
diterima pada banyak situasi pengambilan keputusan sebagai satu-satunya
alternatif yang memungkinkan.
2.5 Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar
2.5.1 Pengujian Informasi
Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang
disajikan dan yang dipertimbangkan lebih lanjut hanya informasi yang terlihat
sangat relevan dengan tugas, yang mana keputusan tersebut yang harus
dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik para pakar maupun para
pendatang baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah kualitatif
dan menggunakan metode yang serupa (misalnya, perhitungan rasio,
perkembangan trend dan laporan arus kas). Apakah hal yang berbeda adalah
bauran dari metode yang digunakan? Para pakar lebih banyak mengandalkan
aturan yang diperoleh berdasarkan pengalaman dibandingkan dengan para
pendatang baru dan mereka juga menguji data dengan lebih banyak tahun.
Analisisnya dipandu oleh suatu perasaan terhadap perusahaan, yang
memberikan kerangka kerja bagi mereka untuk menyusun daftar pertanyaan
yang terstruktur sebagai panduan untuk pencarian data secara diskriminatif.
2.5.2 Integrasi Pengamatan dan Temuan
Dalam konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokkan atas pengamatan
baik berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen

18
fungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan,
para pendatang baru menghubungkan pengamatan dan temuan yang dapat
menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para
pakar menempatkan penekanan khusus pada kontradiksi yang potensial terkait
pengamatan dan temuan sebagai alat untuk memeriksa masalah yang
mendasarinya.
2.5.3 Pertimbangan
Pertimbangan yang digunakan selama proses pengambilan keputuian
tampak lebih jelas dalam merumuskan hipotesis, mengembangkan petunjuk
dalam rumusan keputusan akhir dan dalam menyusun ringkasan-ringkasan
temuan. Para pendatang baru tampaknya menyetarakan pertimbangan dengan
memutuskan "kapan waktu yang tepat untuk memilih mana dari fakta- fakta
yang diamati yang merupakan masalah utama." Bagi para ahli, pertimbangan
adalah suatu upaya untuk mengembangkan dalam pikirannya terkait "suatu
gambaran dari apa yang sebenarnya terjadi." Mereka mencapai hal ini melalui
penggunaan teknik-teknik yang sistematis yang menghasilkan jalan pintas tanpa
mengorbankan urutan logis dalam analisis yang dilakukan. Para pakar tidak
menyimpan catatan atas setiap temua individu, tetapi mengikhtisarkannya ke
dalam kelompok-kelompok yang terkait dan kemudian merumuskan hipotesis
yang akan diuji. Mereka menggunakan daftar dari masalah-masalah umum yang
ditemukan di masa lalu sebagai titik referensi dalam mengenali masalah yang
terjadi saat ini dan dalam mengembangkan upaya penyelesaian.
2.6 Peran Keperibadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan
Toleransi terhadap ambiguitas mengukur sampai pada tingkat mana yang
mana individu merasa terancam oleh ambiguitas dalam situasi pengambilan
keputusan dan bagaimana ambiguitas memengaruhi kepercayaannya dalam
keputusan tersebut. Beberapa penulis merasa bahwa orang yang tidak toleran
terhadap ambiguitas diperkirakan akan kurang atau yakin dengan
keputusannya. Mereka akan mencari lebih banyak informasi dalam situasi yang
ambigu dibandingkan rekan kerja mereka yang toleran. Penulis lain
menyarankan bahwa intoleransi dapat mengurangi persepsi mereka terkait

19
ketidakpastian, sehingga membuat mereka mengabaikan ketidakpastian. Oleh
karenanya, mereka dapat menunjukkan keyakinan yang lebih besar dan mencari
lebih sedikit informasi daripada individu yang toleran.
2.6.1 Peran Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan
Berdasarkan definisinya, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau
tindakan masa depan. Keputusan tersebut dapat memengaruhi hanya satu
peristiwa masa depan atau memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah
keputusan itu dibuat. Tidak ada kejadian atau tindakan yang dapat diubah oleh
suatu keputusan ketika kejadian atau tindakan tersebut telah selesai. Informasi
akuntansi yang fokus pada peristiwa di masa lalu tidak dengan sendirinya dapat
mengubah kejadian atau dampaknya, kecuali jika hal itu dilakukan melalui
proses pengambilan keputusan yang mana kejadian masa depan beserta
konsekuensinya ditentukan. Oleh karena pengambilan keputusan dan informasi
mengenai hasil kinerja akuntansi fokus pada periode waktu yang berbeda, maka
itu hanya dikaitkan oleh sejumlah fakta bahwa proses pengambilan keputusan
menggunakan data akuntansi tertentu yang dimodifikasi selain informasi
nonkeuangan. Oleh karena itu, pertanyaan pentingnya adalah, "Kapan informasi
akuntansi relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan?”
Menurut Hopwood, informasi akuntansi dapat menyediakan beberapa
stimulus yang mana masalah dan peluang dikenali dan didefinisikan, tindakan
alternatif diisolasi dan konsekuensinya dijelaskan dan memainkan peranan
dalam analisis serta penilaian alternatif.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara tradisional, sistem biaya belum menyentuh aspek-aspek
keperilakuan, sehingga menghasilkan suatu reaksi yang kurang diharapkan
manakala sistem biaya tersebut digunakan dalam pengendalian dan evaluasi
kinerja. Walaupun berpotensi untuk meningkatkan motivasi kerja, sistem biaya
tradisional juga berpotensi menaikkan kemungkinan perilaku disfungsional dari
orang-orang dan memiliki kecenderungan yang bersifat memaksa. Melalui
pendekatan-pendekatan keperilakuan, penggunaan sistem biaya langsung akan
dapat meminimalkan atau menghilangkan reaksi disfungsional dari pihak-pihak
yang terkait.
3.2 Saran
Dalam implementasi akuntansi keperilakuan ini diharapkan nantinya bisa
menjadi acuan bagi para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerja dan
kemampuan diri sendiri (self ability) agar mampu menghasilkan keputusan yang
optimal bagi organisasi atau perusahaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2017. Akuntansi Keperilakuan; Akuntansi Multiparadigma


Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat

http://komputerisasi-akuntansi-d4.stekom.ac.id/informasi/baca/Akuntansi-
Keperilakuan-Terhadap-Proses-Pengambilan-
Keputusan/06dd5be6fbd8d391bd906e39cff1ad2c2fb1e790

https://mahasiswa.ung.ac.id/921411089/home/2013/9/25/aspek-keperilakuan-
pada-pengambilan-keputusan-dan-para-pengambil-keputusan.html

Basuki, Hery. (2013). Proses Pengambilan Keputusan di Organisasi


Kemasyarakatan. Jurnal Translitera, Edisi 3.

Imansyah, Yudi. (2017). Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Lembaga


Pendidikan. Pengambilan Keputusan, Vol.1, No.1.

Raihan. (2016). Pengambilan Keputusan Dalam Kepemimpinan Manajemen


Dakwahjurnal. Al-Bayan, VOL. 22 NO. 34.

22

Anda mungkin juga menyukai