Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“ELEMEN DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN “


( Dosen Pembimbing : Ernawati Tri H, SST., M. Keb)

Disusun oleh :

1. Meta Selviana. (190106009)


2. Nur Witasari. (190106010)
3. Santini Yulce N. (190106017)
4. Vera Nur Mastika. (190106019)
5. Yuni Khofifah K. (190106020)

TINGKAT I A
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS
TULUNGAGUNG
Jl.Raya Tulungagung – Blitar Km.4 Sumbergempol telp. ( 0355) 331080

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................................................................

Latar Belakang .........................................................................................................................

Rumusan Masalah ....................................................................................................................

Tujuan ......................................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN .........................................................................................................................

Pengertian Pengambilan Keputusan ........................................................................................

Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan ......................................................................................

Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ............................................................

Proses Pengambilan Keputusan dalam Organisasi ......................................................

Pengambilan Keputusan di Sekolah ........................................................................................

BAB III

PENUTUP ...................................................................................................................................

Kesimpulan ..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari setiap tindakan manusia sesungguhnya didasari oleh


keputusan yang diambil. Mulai dari aktifitas individual hingga aktifitas organisasi. Akan tetapi,
karena keputusan-keputusan tersebut telah rutin diambil, maka biasanya seseorang atau kelompok
organisasi tidak lagi berlama-lama berfikir untuk menetapkan keputusan tersebut. Seolah-olah
setiap tindakan dilakukan begitu saja secara alami tanpa pertimbangan. Padahal sesungguhnya
tidaklah sepenuhnya seperti ini.

Bukan perkara mudah untuk mengambil sebuah keputusan. Terutama untuk seorang
pemimpin. Keputusan yang diambil haruslah mampu mencakup atau menjadi penghubung
berbagai pendapat yang ada di dalam organisasi atau lembaga yang dipimpinnya. Keputusan yang
dihasilkan tentu keputusan yang terbaik. Untuk itu diperlukan pertimbangan yang sangat matang.

Dalam organisasi pastilah akan muncul berbagai argumen. Disitulah letak kesulitan saat
pengambilan keputusan. Keputusan yang akan diambil tentunya merupakan keputusan terbaik dan
juga sudah dipertimbangkan secara matang.

Jadi dibutuhkan beberapa aspek yang bisa memudahkan proses pengambilan keputusan.
Itulah yang melatar belakangi penulisan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengambilan keputusan?
2. Apa dasar-dasar pengambilan keputusan?
3. Apa faktor- faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan?
4. Bagaimana proses-proses pengambilan keputusan?
5. Bagaimana pengambilan keputusan dalam lingkup sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengambilan keputusan.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar pengambilan keputusan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
4. Untuk mengetahui proses-proses pengambilan keputusan.
5. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan dalam lingkup sekolah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan satu alternatif dari beberapa


alternatif untuk pemecahan masalah.

Pengambilan keputusan sangat erat hubungannya dengan seluruh kegiatan organisasi.


Meliputi seluruh fungsi manajemen dalam organisasi. Lembaga-lembaga pendidikan juga tidak
akan lepas dari proses pengambilan keputusan.

Semakin banyak informasi-informasi yang dikumpulkan dan dianalisis secara rinci, maka
semakin banyak pertimbangan yang bisa dipakai sehingga akan menghasilkan keputusan yang
baik. Contohnya seseorang yang akan membeli handphone. Ia akan membandingkan antara merek
satu dengan merek yang lainnya, membandingkan harganya, membandingkan kualitasnya, serta
modelnya. Dan untuk mengambil keputusan mungkin ia akan memerlukan waktu beberapa jam,
bahkan beberapa hari sebelum menjatuhkan keputusan.

Sehingga memang pengambilan keputusan adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan


pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif.
Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat
keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif
yang akan dipilih, dan sampai pada pengambilan keputusan terbaik dalam organisasi tersebut.

Proses pengambilan keputusan secara rasional dan ilmiah pada dasarnya meliputi
beberapa hal, yaitu pemahaman dan perumusan masalah, pengumpulan dan analisa data yang
relevan, pengembangan alternatif-alternatif, pemilihan alternatif terbaik, implementasi keputusan,
dan evaluasi hasil keputusan.

Kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan bagian dari kegiatan
administrasi yang dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat roda organisasi dapat
segera terpecahkan dan terselesaikan. Sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan
efektif dalam rangka mencapai suatu tujuan organisasi.

Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil dari proses yang membawa
pada pemilihan suatu jalur tindakan diantara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses
pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan. Keputusan dibuat berguna untuk
mencapai tujuan tertentu.

Secara umum jenis pengambilan keputusan dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yakni
keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram.

Keputusan terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan yang berlangsung berulang


kali dan diambil secara rutin dalam organisasi. Keputusan terprogram biasanya menyangkut
pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak memerlukan pengarahan dari tingkat
manajemen yang lebih tinggi.

Keputusan tidak terprogram muncul sebagai akibat dari suatu situasi di mana ada suatu
kemendesakan untuk segera mengambil tindakan dan memecahkan masalah yang timbul.

4
Biasanya keputusan ini bersifat repetitif, tidak terstruktur dan sukar mengenali bentuk, hakekat
dan dampaknya.

B. Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan sangat dibutuhkan dalam mengimplementasikan fungsi dasar


manajemen. Seorang pemimpin tidak akan dapat menjalankan fungsi-fungsi manajemen
(planning, organizing, actuating, dan controling), tanpa pengambilan keputusan.

Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) dasar-dasar pengambilan keputusan


adalah :

a. Intuisi
Intuisi merupakan pengambilan keputusan berdasarkan perasaan subjektif
dari pengambil keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti dan faktor
kejiwaan.
b. Rasional
Rasional ialah pengambilan keputusan yang bersifat obyektif, logis,
transparan, dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang.
c. Fakta
Pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta ialah didasarkan pada
kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan yang diambil dapat lebih sehat,
solid, dan baik.
d. Wewenang
Pengambilan keputusan ini didasarkan pada wewenang dari manajer yang
memiliki kedudukan lebih tinggi dari bawahannya.
e. Pengalaman
Pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengalaman seorang manajer.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Menurut Hasan (2002:14) dalam pengambilan keputusan ada beberapa faktor atau hal
yang mempengaruhinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ialah sebagai berikut :

a. Kedudukan
Dalam rangka pengambilan keputusan, posisi / kedudukan seseorang dapat
dilihat dalam hal letak posisi. Dalam hal ini apakah sebagai pembuat keputusan,
penetu keputusan, atau staf dapat dilihat dalam hal berikut;
1. Letak posisi: dalam hal ini apakah ia sebagai pembuat keputusan, penentuan
keputusan, ataukah yang menjalani.
2. Tingkatan posisi: dalam hal ini apakah sebagai strategi, policy, peraturan,
organisasional, operasional, teksis.
b. Masalah
Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk
tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan daripada apa yang diharapkan,
direncanakan, atau dikehendaki dan harus diselesaikan.

c. Situasi

5
Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu
sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita,
beserta apa yang hendak kita perbuat.
d. Kondisi
Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama
menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita.
e. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan),
tujuan organisasi, maupun tujuan usaha pada umumnya telah ditentukan. Tujuan yang
ditentukan merupakan tujuan antara subyektif atau obyektif.
Menurut Terry (dalam Hasan, 2002:16), Faktor-faktor yang berpengaruh
dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
a. Hal-hal yang berwujud dan tak berwujud, yang emosional maupun yang
rasional.
b. Tujuan organisasi. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan
sebagai bahan dalam pencapaian tujuan dari organisasi.
c. Orientasi. Keputusan yang diambil tidak boleh memiliki orientasi kepada
diri pribadi, tetapi harus lebih berorientasi kepada kepentingan organisasi.
d. Alternatif-alternatif tandingan. Jarang sekali ada satu pilihan yang betul-
betul memuaskan, karenanya harusdibuat alternatif-alternatif tandingan.
e. Tindakan. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental,
karenanya harus diubah menjadi tindakan fisik.
f. Waktu. Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan waktu dan
proses yang lebih lama.
g. Kepraktisan. Dalam pengambilan keputusan diperlukan pengambilan
keputusan yang praktis untuk memperoleh hasil yang optimal (lebih baik)
h. Pelembagaan. Setiap keputusan yang diambil harus dilembagakan, agar
dapat diketahui tingkat kebenarannya
i. Kegiatan berikutnya. Setiap keputusan itu merupakan tindakan
permulaan dari serangkaian mata rantai kegiatan berikutnya.

Proses Pengambilan Keputusan


Keputusan adalah jawaban atau respons terhadap masalah yang dihadapi,
meskipun keputusan tersebut tidak selalu merupakan pemecahan atau jalan keluar
(solution) dari suatu masalah. Secara umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut:

6
1. Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya
dapat membantu proses identifikasi ini.
2. Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan
keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika
sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
3. Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah
didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
4. Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik.
Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
5. Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi,
dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu
dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay
off atau hasil.
Kesimpulan : Dari poin-poin diatas dapat kita ketahui bahwa dalam proses
pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan diambil,
setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan keputusan
yang meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta
mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya
terciptalah sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika
manajemen organisasi seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan
dalam pengambilan keputusan seperti kasus Gayus tersebut. Semoga pemegang
kekuasaan pengambilan keputusan seperti Pengadilan atau Mahkamah Agung hendaknya
perlu membangun sistem pengambilan yang terbaik demi terciptanya rasa keadilan bagi
seluruh warga negara.

Kohler (et all), dalam buku organizational Communication, mengidentifikasi


model-model pengambilan keputusan sebagai berikut :
1) Model tingkah laku, yaitu model pengambilan keputusan berdasarkan pola perilaku orang
yang terlibat dalam organisasi. Dalam konsep ini pengambilan keputusan berkenaan
dengan tiga hal, yaitu :
a. tujuan yang ingin dicapai,
b. ekspektasi (harapan) tentang konsekuensi keputusan, dan
c. pilihan alternative.
2) Model informasi, yaitu model yang mendasarkan pada asumsi :
a. Informasi merupakan kondisi yang harus dipenuhi dalam proses
pengambilan keputusan.
b. Informasi yang diberikan seseorang yang memegang posisi atau jabatan
tinggi dalam organisasi dan dikenal lebih dipercaya sebagai bahan.
c. Informasi yang diperoleh selalu diuji dengan informasi yang sudah ada.
Dan apabila bertentangan, maka informasi yang diperoleh cenderung tidak
dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan.

7
3) Model normative ; model ini dimulai dengan mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh
manajer yang baik, kemudian member pedoman tentang bagaimana seorang manajer
harus mengambil keputusan dengan mengikuti proses melalui penjawaban pertanyaan
sebagai berikut :
a. Apakah ada syarat kualitas, missal : keputusan lebih rasional dari yang lain.
b. Apakah decision maker mempunyai informasi atau data yang cukup.
c. Apakah problemnya berstruktur.
d. Apakah keputusan diterima oleh bawahan merupakan hal yang penting.
e. Apakah keputusan dibuat sendiri oleh pimpinan dan yakin diterima oleh
bawahan.
f. Apakah bawahan merasa ada manfaat terhadap tujuan yang ingin dicapai
dengan pemecahan masalah tersebut.
g. Apakah pemecahan masalah tidak akan menimbulkan konflik.
h. Apakah bawahan mempunyai cukup informasi dan kemampuan dalam
menjalankan keputusan yang didelegasikan.

Masalah-masalah pengambilan keputusan secara sistematik, secara deskriptif dihadapkan


pada dua permasalahan, yaitu :
1. Situasi lingkungan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, sebab lingkungan
mempunyai karakteristik :
a. Ketidakpastian (uncertainty), baik dalam derajat deterministic, probabilistic,
maupun stable dan unstable.
b. Mengandung resiko (risk).
c. Kompleks.
d. Keterbatasan recources yang tersedia.
2. Kemampuan manusia yang relative terbatas di dalam memecahkan suatu masalah.
Meskipun demikian manusia memiliki alat yang dapat dimanfaatkan, antara lain :
a. Kecerdasan; dalam memahami dan menyusun berbagai tindakan pilihan.
b. Persepsi; belajar belajar dari apa yang dilihat dan apa yang diamati dan
diterapkan dalam memberikan pilihan.
c. Falsafah; pandangan dan prinsip hidup yang membuat kita memiliki preferensi
terhada berbagai hasil yang diharapkan dapat diperoleh dari keputusan.

Bagaimanapun kompleksitas situasi lingkungan dan keterbatasan kemampuan manusia,


apabila dihadapkan atau berhadapan dengan masalah mau tidak mau dia harus mengambil
keputusan akan tindakan yang akan dilaksanakan. Pada umumnya ada tiga elemen yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan keputusan, yaitu:
1.      Siapa dan ditingkat mana keputusan diambil.
2.      Bagaimana hakikat dari permasalahan.
3.      Bagaimana hakikat pengambilan keputusan.

8
Adapun langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh dalam proses pengambilan
keputusan biasanya adalah dengan :
1. Selidiki tujuan dan subtujuan.
2. Bandingkan hasil nyata dengan tujuan.
3. Merumuskan masalah. Dalam hal masalah dapat diklasifikasikan atas :
a. structured problems (masalah yang berstruktur) dan
b. unstructured problems (masalah yang tidak berstruktur).
4. Menganalisis masalah. Tujuan dari analisis masalah, ialah mengidentifikasi
perubahan yang menimbulkan penyebab itu. Adapun proses analisis masalah itu
terdiri dari :
a. Merumuskan apa yang menjadi masalah dan bagaimana sifat-sifatnya.
b. Menetapkan mana masalah yang lebih relevan,
c. Mencari apa yang menjadi penyebabnya.
d. Mengetes ketepatan atau kebenaran dari setiap penyebab.
5. Menetukan pedoman pemecahan masalah, yaitu menyangkut garis-garis besar
pemecahan masalah secara konsepsional, missal: waktu yang dialokasikan, kriteria
yang digunakan, tujuan pemecahan dan lain-lain.
6. Mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan terhadap permasalahan
7. Mengidentifikasi dan mengembangkan alternative.
8. Menganalisis dan menilai setiap alternative.
9. Memilih dan menetapkan alternative yan terbaik.
10. Implementasi alternative yang dipilih (keputusan).
11. Menilai umpan balik.
Apabila umpan balik sebagaimana hasil yang dicapai sudah mendekati, sesuai
atau bahkan melebihi dari tujuan yang direncanakan, maka proses pengambilan keputusan
sudah berhasil dengan baik. Akan tetapi hasil yang dicapai belum menghilangkan deviasi
dan mungkin lebih merosot (deviasi semakin melebar), maka ada beberapa kemungkinan
yang harus diperhatikan sebagai penyebabnya dan segera dilakukan perbaikan, yaitu :
1. Tujuan tidak jelas.
2. Analisis masalah kurang cermat.
3. Proses pengambilan keputusan yang kurang tepat.
4. Perangkat pelaksana yang lemah.
5. Sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Mengikuti pandangan Messie dan Douglas (1975), maka ada lima elemen dasar
dalam proses pembuatan keputusan yang rasional, yaitu :
1. Mengerti situasi permasalahan.
2. Diagnosis dan mendefinisikan masalah.
3. Meneliti untuk dan analisis alternatif-alternatif.
4. Mengevaluasi alternatif-alternatif dan memilih tindakan.

9
5. Jaminan bahwa keputusan diterima semua anggota.

Teori Pengambilan Keputusan


A. Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak
diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari teori
ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan
dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang
dapat diperbandingkan satu sama lain.
2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat
jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kePentingannya
3. Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.
4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif Yang diPilih
diteliti.
5. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya,
dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan akibat-akibatnya’ yang dapat
memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.

Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam
berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964′ 1959)’
Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah
berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara
tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi
penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah
dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya,
masih ada masalah’ yang disebut ,,sunk_cost,,. Keputusan_-keputusan, kesepakatan-
kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada
sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang
berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut R’s. Milne (1972), model
irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah: informasi/data
statistik tidak memadai ; tidak memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi-
kondisi negara sedang berkembang ; ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu

10
beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal
amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.

B. Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori
pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan
(seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang
lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam
mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk
mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai
sesuatu hal yang saling terpisah.
2. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang
langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya
dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan
kebijaksanaan yang ada sekarang.
3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan
dievaluasi.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara terarur.
Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk mempertimbangkan dan
menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak
dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
5. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu
uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada
akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa
keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
6. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan
kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-
upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai
upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang
akan datang.
Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan
produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang
terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk
paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk mencapai
kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang
terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap program-program yang sudah
ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-
perubahan yang radikal yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti
khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang,
maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang

11
ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini juga cukup rcalistis
karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang
pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang
komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada
 
C. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap
kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan
tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental.
Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model
inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari
kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu
mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-
kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu
mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek
dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang
bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan
keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga
merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana
seperti Dror– yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang
terkemuka — model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok
untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan
yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-
perbaikan besar-besaran.

Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat


keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar
kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna
mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk
melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan
keputusan ‘tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini pada hakikatnya
merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
Sedangkan faktor yang menyebabkan aspirasi rendah adalah :
1. Pengalaman gagal,
2. Tugas-tugas yang mudah sehingga dengan usaha yang sedikit dapat menyelesaikannya,
3. Tergantung oleh kontrol orang lain,
4. Tugas-tugas yang dirasakan relevan dengan kebutuhan akademik maupun jabatan yang
diharapkan,
5. Informasi dirasakan tidak berguna,
6. Kelompok yang heterogen,

12
7. Tujuan yang tidak realistik.
Ada tiga tingkatan pengambilan keputusan dalam lingkup sekolah di mana para guru dapat
berpartisipasi, yakni ;
1. Pengambilan keputusan oleh guru sebagai individu,
2. Pengambilan keputusan dibuat secara bersama antara kepala sekolah dan guru,
3. Pengambilan keputusan secara bersama dari para guru, kepala sekolah, orang dan siswa.

Proses Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

Dalam arti mendasar sebenarnya pengambilan keputusan sudah mengandung arti adanya
pemecahan masalah. Setiap keputusan digunakan untuk memecahkan ataupun mengurangi
masalah dalam sebuah organisasi. Dalam pemecahan masalah ada beberapa langkah maupun
proses pengambilan keputusan dalam organisasi, yaitu :

a. Mengidentifikasi masalah
Masalah-masalah dalam organisasi biasanya cukup banyak, terkadang
bercampur dengan berbagai masalah lain sehingga terlihat sulit dan seolah-olah tidak
dapat terselesaikan. Untuk berbagai masalah yang muncul, perlu adanya uraian
masalah sehingga jelas masalah-masalah yang akan dikaji dan jelas batas-batasnya.
b. Merumuskan Masalah
Seorang pemimpin harus tanggap dan sensitif terhadap maslah yang muncul
dalam organisasinya. Langkah ini merupakan yang paling kritis dalam pengambilan
keputusan karena jelas atau tidaknya rumusan masalah akan mempengaruhi
pemahaman anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.
c. Menentukan Alternatif
Untuk langkah ini perlu diingat faktor yang menyebabkan timbulnya masalah
dan hal yang berkenaan dengan hadirnya masalah yang akan dipecahkan. Dari
beberapa alternatif yang ada, harus dipilih satu alternatif yang paling tepat untuk
dijadikan keputusan. Pemilihan alternatif harus mempertimbangkan ketersediaan
sumber daya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan, kemampuan
alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif pada masa
yang akan datang.
d. Mengidentifikasi Konsekuensi dari Pengambilan Keputusan Setiap Alternatif
Antisipatif terhadap akibat dari pemilihan alternatif ini barangkali merupakan
aspek yang paling menyulitkan dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini banyak
faktor yang harus dipertimbangkan. Setiap langkah pengambilan keputusan tentu
mrngandung akibat. Misalnya seorang kepala sekolah harus mempertimbangkan hasil
keputusan yang akan diambil, dengan mengambil keputusan pengadaan peralatan-
peralatan sekolah untuk keperluan sekolah. Apakah dengan peralatan tersebut
nantinya bisa mendukungkesuksesan belajar yang maksimal atau tidak.
e. Memilih Alternatif Yang Baik
Apabila sudah dipertimbangkan mengenai antisipasi terhadap akibat yang
mungkin timbul disebabkan karena pengambilan alternatif yang diajukan, seorang
pemimpin organisasi sebaiknya selalu membuat pertimbangan untuk dijadikan
sebagai pemecah masalah. Bila orang yang menentukan pilihan ini tidak sendirian
dan jumlah alternatif yang diajukan banyak dan memusingkan, maka dalam hal ini
harus diadakanpenentuan berdasarkan skala prioritas sebuah lembaga atau organisasi.
f. Evaluasi

13
Setelah alternatif dilaksanakan, bukan berarti proses pengambilan keputusan
telah selesai. Pelaksanaan alternatif harus terus diamati apakah sesuai dengan apa
yang diharapkan atau tidak. Bila langkah-langkah pelaksanaan telah dilakukan
dengan benar tetapi hasil yang dicapai tidak maksimal, maka sudah waktunya untuk
mempertimbangkan kembali pemilihan alternatif lainnya.

Pengambilan Keputusan Di Sekolah

Dilihat dari fungsi kepala sekolah sebagai manajer atau pemimpin sekolah, maka salah
satu fungsi yang harus dilakukan adalah sebagai pengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan
fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki pandangan tertentu dalam memberi kesempatan kepada
guru untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Ada beberapa model gaya pengambilan keputusan yang biasa diterapkan oleh seorang
pemimpin yang juga biasa diterapkan oleh seorang kepala sekolah dalam lingkungan sekolah,
yakni :

a. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.


Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu dominan,
sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
b. Pemimpin menjual keputusan. Pada gaya ini pemimpin masih dominan. Bawahan
belum banyak dilibatkan.
c. Pemimpin menyampaikan ide-ide dan mengundang pertanyaan. Dalam model ini
pemimpin sudah menunjukkan kemajuan. Otoritas mulai berkurang dan bawahan
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan mulai
dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
d. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat
dirubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pengambilan keputusan.
Otoritas pelan-pelan mulai berkurang.
e. Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan mengambil keputusan.
Pada gaya ini otoritas yang dipergunakan sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan
dalam berpartisipasi mengambil keputusan sudah lebih banyak dipergunakan.
Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk
mengambil keputusan. Partisipasi bawahan sudah lebih dominan.
f. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas
yang telah dirumuskan oleh pemimpin.

Dalam menganalisis hubungan antara pemimpin dan bawahan didasarkan pada gaya
kepemimpinan menurut teori Hersey-Blanchard ada empat gaya , yakni :

a. Gaya memberitahukan (G 1)
Perilaku pemimpin yang tinggi dalam pengarahan akan tetapi rendah
dukungan dari bawahan. Pola yang muncul adalah instruksi. Pemimpin dalam pola ini
masih dominan, sedangkan bawahan partisipasinya sangat minim. Pengambilan
keputusan sepenuhnya berada pada pemimpin.
b. Gaya ”menjual” (G 2)
Perilaku pemimpin yang tinggi dalam pengarahan dan dukungan yang tinggi
dari bawahan. Pola yang muncul adalah konsultasi. Dalam pola ini peranan pemimpin

14
masih besar, tetapi sudah memberikan dan mendorong partisipasi dari bawahan. Akan
tetapi pengambilan keputusan tetap masih berada pada pemimpin.

c. Gaya mengajak bawahan berperan serta (G 3)


Perilaku pemimpin yang tinggi dalam dukungan akan tetapi rendah dalam
pengarahan. Pola yang muncul dalam pengambilan keputusan adalah partisipasi
karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang
secara bergantian. Dalam pola ini pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide.
Komunikasi dua arah dimungkinkan, peran pemimpin adalah aktif mendengar.
Tanggung-jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar
berada pada pihak bawahan.

d. Gaya pendelegasian (G 4)
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan. Pola yang
muncul adalah delegasi. Pemecahan masalah diserahkan sepenuhnya kepada
bawahan. Peran bawahan sangat dominan akan tetapi mereka kurang atau bahkan
tidak mendapat pengarahan dari pemimpin.
Sehubungan dengan peran guru dalam pengambilan keputusan di sekolah ada dua konsep
yang perlu dikaji, yakni persepsi dan aspirasi.
Persepsi merupakan proses yang digunakan individu dalam mengelola dan menafsirkan
kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Dalam
konteks teori ini peran serta para guru adalah bagaimana mereka mempersepsikan pandangan,
penghayatan, perasaan mereka sebagai sesuatu yang bermakna dan dapat disumbangkan bagi
kemajuan pembelajaran dan sekolah.
Konsep kedua adalah aspirasi. Aspirasi dalam bahasa Inggris aspiration yang berarti cita-
cita, keinginan. Jadi aspirasi guru dan staf adalah keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan
yang dirasakan oleh para guru dan staf sekolah untuk dipenuhi guna peningkatan kesejahteraan
kerja dalam rangka mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Aspirasi guru dan staf sekolah pada umumnya ada yang tinggi dan ada yang rendah. Ada
faktor-faktor yang menimbulkan tinggi rendahnya tingkat aspirasi.

Faktor yang menyebabkan aspirasi tinggi adalah :

1. Pengalaman sukses
2. Tugas-tugas yang sukar menuntut kerja keras
3. Merasa terkontrol oleh diri sendiri,
4. Tugas-tugas yang relevan dengan kebutuhan akademis maupun jabatan yang diharapkan,
5. Infromasi yang berguna,
6. Kelompok orang yang homogen,
7. Tujuan yang realistik untuk dicapai.

Kriteria pengambilan Keputusan

Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para
pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu:

15
1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang
dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau bagi
kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-
keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat
demi keuntungan politik’ dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen
untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan
dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.

2. Nilai-nilai organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil
keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi,
semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam
usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-
nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-
orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan
dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat
untuk melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-
program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak
istimewa yang selama ini dinikmati.

3. Nilai-nitai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan
finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat
teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang
menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau
penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan
pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa
ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam
sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.

4. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai
anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan
politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi
keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula
bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan
tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar.
Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin
akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral
benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan

16
negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan
menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.

5. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis
saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi
sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang
berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan
hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan
nasibnya sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar
negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan,
nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan
bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim,
telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan
ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi
partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).

G.    Fungsi Dan Tujuan Pengambilan Keputusan


a. Fungsi Pengambilan Keputusan
1. Pangkal permulaan dari semua aktifitas manusia yang sadar dan terarah.
2. Sesuatu yang bersifat futuristic, artinya bersangkut paut dengan hari depan
masa yang akan dating dimana efeknya/pengaruhnya berlangsung cukup lama
b. Tujuan Pengambilan Keputusan
1. Tujuan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya
menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak ada
kaitannya dengan masalah lain.
2. Tujuan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan
menyangkut lebih dari lebih dari satu masalah, artinya keputusan yang diambil
itu sekaligus memecahkan dua (atau lebih) masalah yang bersifat kontradiktif
atau yang bersifat tidak kontradiktif.

Model Pengambilan Keputusan

a. Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty).


Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya
mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model
Kepastian/ Deterministik.

17
b. Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai
sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan
dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
c. Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai
sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan
kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan
keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang
dipelajari dalam Game Theory)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang sangat menentukan dalam suatu
organisasi. Pengambilan keputusan merupakan esensi/inti dari kepemimpinan. Seorang pemimpin
disebut pemimpin apabila dapat dan mampu mengambil keputusan.
Keputusan merupakan hasil akhir yang dihasilkan dari proses diskusi secara matang oleh
pemimpin dengan bawahannya ataupun koleganya. Setiap keputusan yang baik maka akan
memberi dampak yang baik pula ke depannya.
Proses pengambilan harus dilakukan secara rinci dan bertahap agar mendapatkan opsi
yang tepat. Diawali dengan identifikasi masalah, dilanjutkan dengan perumusan masalah. Setiap

18
masalah dikumpulkan untuk dicari beberapa alternatif kemudian dipilih alternatif terbaik dan
kemudian dihasilkan keputusan yang baik.
Seorang pemimpin dituntut untuk bisa membuat keputusan-keputusan yang seadil-
adilnya. Demikian halnya dengan kepala sekolah yang merupakan pemimpin di dalam lingkup
sekolah. Seorang kepala sekolah dituntut untuk membuat kebijakan yang tepat demi kelancaran
proses belajar di sekolah, ataupun demi kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Untuk itu seorang
kepala sekolah haruslah orang yang benar-benar mumpuni.
Seorang kepala sekolah harus mampu merangkul setiap elemen yang ada di sekolah untuk
diajak bekerja sama untuk mendapatkan kebujakan yang tepat di sekolah. Setiap warga sekolah,
baik guru, staf TU, ataupun siswa diberikan hak yang sama oleh kepala sekolah dalam hal
penyampaian aspirasi. Saat itulah seorang kepala sekolah yang kompetitif mampu mengumpulkan
setiap aspirasi yang masuk dari warga sekolah lalu kemudian menyaringnya dan menghasilkan
keputusan terbaik demi kemaslahatan warga sekolah.
Sebagaimana sudah dijelaskan diatas bahwa pengambilan keputusan yang benar haruslah
melalui beberapa tahap. Saat tahap-tahap itu dilalui dengan sebaik-baiknya maka keputusan
terbaikpun akan dihasilkan. Keputusan yang baik akan akan membawa dampak yang baik pula
kedepannya.

Keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh
sembarangan. Harus diketahui telebih dahulu masalahnya dan dirumuskan dengan jelas,
sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang
ada. Proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan
diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan
keputusan yang meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta
mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah
sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen
organisasi seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan
keputusan.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, I., 2002, Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurkolis, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah,
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Siagian, S.P., 1993, Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan,
Jakarta: CV Haji Masagung.
http://daqoiqul.blogspot.com/2012/05/konsep-dasar-pengambilan-keputusan.html
http://meyka.blogdetik.com/2013/05/11/pengambilan-keputusan-dalam-manajemen/
http://nikotrileksono.tumblr.com/post/47086072101/pengambilan-keputusan-dalam-organisasi
http://rasidiadhipati.blogspot.com/2012/02/pengambilan-keputusan-di-sekolah.html

http://Mulyono.Blogspot.com,diaksek30April2011Mulyono.2011.Teor.Pengambilan.Keputusa
n
http://Anneahira.Blogspot.com,diakses30April2011Anneahira.2011.Pengambilan.Keputusan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai