Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“ ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN


KEPUTUSAN DAN PENGAMBIL KEPUTUSAN ”

Mata Kuliah
AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dosen Pengampu :

Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si.

Disusun oleh :

Dwi Istiqomah
C1C018063

KELAS R-10

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah Akuntansi Keperilakuan ini tepat

waktu. Makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Aspek

Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan Pengambil Keputusan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu dan mendukung kami dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.

Terutama kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dan memberi arahan kepada

kami.

Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih minim dan

masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan masukan

yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami di masa yang akan datang.

Terima kasih.

Jambi, 3 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................................2
1.5 Metode Penulisan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Proses Pengambilan Keputusan .......................................................................3


2.2 Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi ............................................9
2.3 Teknik Pengambilan Keputusan .....................................................................15
2.4 Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi ................18
2.5 Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar ................19
2.6 Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan ........21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 23


3.2 Saran ............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengambilan setiap keputusan oleh stakeholder, pasti dibutuhkan yang namanya

analisis laporan keuangan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Dalam

menganalisis laporan keuangan perusahaan tentu dibutuhkan analis yang memang benar-

benar mumpuni dalam menangani hal tersebut. Bisa dikatakan bahwa, analis yang memang

benar-benar menguasai bidangnya haruslah memiliki keperilakuan atau behavior yang

memang sesuai dan tidak bertentangan dengan hal tersebut.

Singkatnya, bisa dikatakan bahwa ilmu akuntansi itu fleksibel yang maksudnya bisa

dikaitkan dan dikombinasikan dengan bidang ilmu yang lainnya, seperti ilmu analisis, ilmu

sosial dan psikologi. Karena adanya situasi seperti inilah yang menjadikan Akuntansi

Keperilakuan menjadi suatu sistem yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan

karena semua bidang ilmu yang dikombinasikan tentunya saling terkait satu sama lain.

1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana proses pengambilan keputusan?

 Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam organisasi?

 Apa saja teknik pengambilan keputusan?

 Apa saja asumsi keperilakuan dalam pengambilan keputusan organisasi?

 Bagaimana perbedaan pengambilan keputusan oleh pendatang baru versus para

pakar?

 Bagaimana peran kepribadian dan gaya kognitif dalam pengambilan keputusan?

1.3 Tujuan Penulisan

 Untuk mengetahui bagaimana aspek keperilakuan pada pengambilan keputusan

dan pengambil keputusan.

1
 Untuk mengetahui apa saja kaitannya dengan sub bidang ilmu lainnya.

1.4 Manfaat Penulisan

 Dapat memberikan pemahaman lebih mengenai Akuntansi Keperilakuan.

 Dapat dijadikan referensi pembelajaran mata kuliah Akuntansi Keperilakuan,

khususnya materi Aspek Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan

Pengambil Keputusan.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode pustaka, yaitu metode yang

dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan

dengan alat baik berupa buku maupun informasi dari internet (e-book).

2
BAB II

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN

PENGAMBIL KEPUTUSAN

2.1 Proses Pengambilan Keputusan

2.1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan proses yang selalu berada dan dijalani oleh setiap

manusia dalam hidup bermasyarakat. Di dalam dunia modern dewasa ini, kehidupan manusia

menuntut banyak keputusan yang harus dibuat. Hampir setiap saat selalu ada keputusan yang

dibuat, baik di dalam rumah tangga, di jalan, di kantor, atau di mana saja di dalam

masyarakat. Keputusan dapat dibuat oleh individu, kelompok individu, organisasi, atau dapat

pula keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau negara. Keputusan itu dibuat dengan satu

tujuan yang dicapai. Dalam pengertian yang sangat populer, mengambil atau membuat suatu

keputusan berarti memílih satu dari sekian banyak alternatif. Dalam hal ini seseorang yang

akan mengambil keputusan tidak hanya menghadapi satu pilihan, tetapi banyak pilihan

alternatif yang tersedia untuk dipilih. Jika hanya terdapat satu alternatif dan tidak tersedia

alternatif lainnya, maka hal itu bukanlah sesuatu yang dapat dipilih. Sesuatu yang berkaitan

dengan pilihan adalah jika seseorang berhadapan dengan lebih dari satu alternatif pilihan.

Proses pengambilan keputusan adalah salah satu mekanisme pemikiran manusia yang

paling kompleks karena berbagai faktor dan tindakan campur tangan di dalamnya, dengan

hasil yang berbeda. Orasanu dan Connolly (1993) mendefinisikannya sebagai serangkaian

operasi kognitif yang dilakukan secara sadar yang mencakup unsur-unsur lingkungan pada

waktu dan tempat tertentu. Narayan dan Corcoran-Perry (1997) mempertimbangkan

pengambilan keputusan sebagai interaksi antara masalah yang perlu dipecahkan dan

seseorang yang ingin menyelesaikannya dalam lingkungan tertentu. Ada beberapa langkah

yang harus diikuti untuk mencapai sebuah keputusan, yakni harus menyadari bahwa perlunya

3
membuat keputusan, menentukan tujuan akan dicapai, menghasilkan alternatif yang

mengarah pada pencapaian tujuan yang diajukan, megevaluasi apakah alternatif ini

memenuhi harapan seseorang dan terakhir, menentukan alternatif terbaik yang dapat

menyiratkan hasil global yang efisien (Halpern, 1997).

Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai proses memilih

di antara berbagai alternatif tindakan yang berdampak di masa depan. Seperti banyak

aktivitas sosial lainnya, proses pengambilan keputusan dapat dijabarkan dalam langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau peluang

Langkah ini dapat berupa respons terhadap suatu kejadian yang problematis, ancaman,

atau peluang. Untuk mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang, para pengambil

keputusan membutuhkan informasi mengenai lingkungan, keuangan dan operasi. Informasi

terkait kondisi lingkungan eksternal mengungkapkan adanya peluang produk atau pasar baru

atau malah ancaman terhadap status quo. Informasi keuangan atau operasional dapat

mengingatkan manajemen terhadap masalah yang memerlukan tindakan segera. Pendidikan,

pengalaman, watak, karakter dan faktor-faktor keperilakuan lainnya dari para pengambil

keputusan dapat menentukan apakah masalah tersebut akan dianggap penting, menjanjika

peluang, atau menginisiasi proses pengambilan keputusan. Beberapa manajer lebih suka

status quo dan hanya bereaksi terhadap kejadian utama yang tidak dapat diantisipasi.

Sementara manajer lainnya terdorong bahkan oleh diskrepansi minor dan tidak akan berhenti

sampai solusi yang memuaskan ditemukan dan diterapkan.

Sekali suatu masalah atau peluang telah ditentukan sebagai pokok perhatian, maka

mäsalah tersebut harus didefinisikan dengan hati-hati. Pada situasi yang kompleks, aktivitas

ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang anggotanya mempunyai latar belakang pendidikan dan

keahlian yang berbeda.

4
2. Pencarian tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya

Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian tindakan alternatif

dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahapan ini, sebanyak mungkin

alternatif yang praktis diidentifikasi dan dievaluasi. Pencarian tersebut sering kali dimulai

dengan melihat persamaan masalah yang terjadi di masa lalu dan tindakan yang dipilih pada

waktu itu. Jika tindakan yang dipilih berhasil, maka kemungkinan tindakan tersebut akan

diulangi. Jika tidak, pencarian terhadap alternatif tambahan akan diperluas.

Fitur-fitur yang dapat dikuantifikasikan akan berupa estimasi keuangan atas biaya dan

manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif. Estimasi ini akan disaring dan diperiksa

kembali jika alternatif tersebut dianggap mungkin dan layak untuk memperoleh perhatian

lebih lanjut. Kuantifikasi nonkeuangan akan diterjemahkan ke dalam pendapatan dan beban

jika memungkinkan. Tidak semua fitur dari suatu alternatif dapat dikuantifikasi. Dalam kasus

ini, manfaat dan pengorbanan yang relevan dibuat daftarnya.

3. Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan

Tahapan yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah memilih satu

dari beberapa alternatif. Walaupun tahapan ini tampaknya rasional, tetapi keputusan akhir

sering kali didasarkan pada pertimbangan politik dan psikologis dibandingkan pada fakta-

fakta ekonomi. Manajer yang membuat pilihan final mungkin saja menghadapi beberapa

alternatif yang mungkin, masing-masing memiliki kelebihan tertentu daripada yang lain

terkait kriteria keputusan yang dipilih. Manajer juga menyadari manfaat dan biaya politis dari

setiap alternatif.

4. Penerapan dan tindak lanjut

Kesuksesan atau kegagalan atas keputusan akhir bergantung pada efisiensi dan

penerapannya. Penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-orang yang menguasai sumber

daya organisasi benar-benar berkomitmen untuk melakukannya. Situasi yang ideal akan

5
terwujud jika sumber kekuatan itu dikuasai oleh pendukung dari keputusan yang diambil.

Untuk menjamin efisiensi penerapannya, umpan balik secara periodik dan koreksi segera atas

segala kesalahan yang terjadi mutlak diperlukan.

2.1.2 Motif Kesadaran

Motif kesadaran menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena

merupakan sumber dari proses berpikir. Terdapat dua faktor penting dari motif kesadaran

dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu (1) keinginan terhadap kestabilan atau

kepastian, serta (2) keinginan terhadap kompleksitas dan keragaman.

Motif kompleksitas menimbulkan keinginan terhadap suatu stimulus dan eksplorasi, serta

mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk memperoleh data baru dari ingatan atau

lingkungan, untuk kemudian menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan sejumlah motif.

Dua faktor penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan prediksinya

(pasti atau tidak pasti).

Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk membuat

prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model keputusan, yaitu :

1. Model keputusan yang direncanakan secara sederhana.

2. Model keputusan yang tidak direncanakan secara sederhana.

3. Model keputusan yang direncanakan secara kompleks.

4. Model keputusan yang tidak direncanakan secara kompleks.

2.1.3 Jenis-Jenis dari Model Proses

Motif-motif yang berada di belakang keputusan bersifat kompleks. Tiga model utama

pengambilan keputusan berusaha untuk menentukan motif dari seorang pengambil keputusan

dalam suatu organisasi. Model-model tersebut adalah model ekonomi, model sosial dan

model kepuasan Simon.

6
1. Model Ekonomi

Model ekonomi tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan keputusan

manusia adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi ada konsistensi di

antara beragam motif dan tujuan. Terdapat asumsi bahwa semua alternatif yang mungkin

diketahui dan bahwa probabilitas yang terkait dengan alternatif-alternatif tersebut dapat

dihitung dengan pasti. Keputusan tidak bergantung pada preferensi pribadi, melainkan didikte

oleh tujuan organisasi yang konsisten. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan,

terdapat asumsi sebagai berikut :

a. Kepuasan akan sepenuhnya rasional terkait rencan tujuan.

b. Sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan adanya pemilihan

alternatif.

c. Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.

d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat ditampilkan untuk

menentukan alternatif terbaik.

e. Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan maupun misterius.

Model rasionalitas ekonomi dari para pengambil keputusan selalu berusaha

memaksimalkan hasil dalam perusahaan dan keputusan akan diarahkan pada titik p

maksimum, yang mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal (MC = MR).

2. Model Sosial

Model ini adalah kebalikan dari model ekonomi yang ekstrem. Model ini mengasumsikan

bahwa manusia pada kenyataannya adalah irasional dan keputusan yang dihasilkan

didasarkan pada interaksi sosial. Dalam hal ini terasa bahwa tekanan dan harapan rekan kerja

merupakan kekuatan utama yang memotivasi. Pada sisi yang berlawanan dengan model

rasionalitas ekonomi ada model yang digambarkan secara psikologi. Sigmund Freud

memandang manusia sebagai sekumpulan perasaan, emosi dan naluri dengan perilaku yang

7
dipandu keinginan yang tidak disadari. Jelas jika hal ini merupakan deskripsi yang lengkap,

maka orang tidak dapat membuat keputusan yang efektif.

Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan deskripsi manusia Freudian,

hampir semua sependapat bahwa pengaruh psikologi berdampak signifikan pada perilalu

pengambilan keputusan. Selanjutnya, tekanan dan pengaruh sosial mungkin menyebabkan

manajer membuat keputusan yang tidak rasional. Terdapat empat alasan utama mengapa

fenomena ini terjadi. Fenomena ini disebut eskalasi komitmen yang terjadi karena :

a. Karakteristik proyek. Hal ini mungkin menjadi alasan utama untuk keputusan

eskalasi. Karakteristik dan tugas atau proyek seperti keuntungan atau investasi

tertundah atau masalah temporer yang mungkin menyebabkan pengambil

keputusan tetap atau meningkatkan komitmen pada tindakan yang salah.

b. Determinan psikologi. Jika keputusan menjadi buruk, manajer memiliki kesalahan

pemrosesan informasi karena pengambil keputusan melibatkan ego yang membuat

informasi negatif diabaikan dan perisai pertahananpun dibangun.

c. Kekuatan sosial. Mungkin para pengambil keputusan mendapat tekanan dari rekan

kerja dan/atau mereka perlu mempertahankan gengsi, sehingga mereka terus atau

mengeskalasi komitmen untuk tindakan yang salah.

d. Determinan organisasi. Bukan hanya karakteristik proyek yang mengalami eskaasi

keputusan yang buruk, begitu juga halnya dengan kegagalan dalam komunikasi,

disfungsi politik dan bertahan pada perubahan.

3. Model Simon

Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini didasarkan pada

konsep Simon tentang manusia administratif, yang mana manusia dipandang sebagai

makhluk yang rasional karena mereka memiliki kemampuan untuk berpikir, mengolah

informasi, membuat pilihan dan belajar. Akan tetapi terbatas batasan rasionalitas mereka.

8
Manusia dibatasi oleh kemampuan mereka untuk memproses informasi secara berurutan.

Mereka tidak pernah memiliki informasi penuh dan memiliki kemampuan yang terbatas

untuk mengelola data dalam jumluh besar. Dengan demikian, sikap manusia dalam kondisi

ini adalah perilaku yang berusaha memuaskan dan bukan untuk melakukan optimalisasi.

Orang menganggap masalah telah selesai saat solusi yang layak dan dapat diterima

ditemukan.

Untuk mempresentasikan model rasionalitas ekonomi yang lebih realistis, Herbert Simon

mengajukan model alternatif. Ia merasa bahwa perilaku pengambil keputusan manajemen

dapat dideskripsikan sebagai berikut :

a. Dalam memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan kepuasan, atau

mencari sesuatu yang memuaskan atau cukup bagus. Contoh kriteria kepuasan

minimal adalah keuntungan yang memadai atau saham pasar dan harga yang adil.

b. Mereka menyadari bahwa dunia nyata yang mereka rasakan merupakan model

dunia nyata yang disederhanakan secara drastis. Mereka puas dengan

penyederhanaan tersebut karena mereka yakin dunia nyata adalah kosong.

c. Mereka mengejar kepuasan minimal daripada yang maksimal, yang dapat

membuat pilihan tanpa menentukan semua kemungkinan alternatif perilaku dan

tanpa memastikan bahwa ini sudah mencakup semua alternatif.

d. Mereka memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat keputusan

hanya dengan metode pengalaman atau trik perdagangan atau kekuatan kebiasaan.

Teknik tersebut tidak menuntut kemustahilan dari kapasitas pemikirannya.

2.2 Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi

Berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan, seperti menggunakan pendekatan

rasional dengan menganalisis variabel-variabel terkait, menggunakan metode tertentu dengan

tahapan yang jelas dan dikerjakan oleh tenaga profesional. Tenaga profesional adalah mereka

9
yang memiliki kompetensi bidang yang diteliti dan mampu memilih metode penelitian yang

tepat dan menggunakannya. Dengan proses tersebut, maka keputusan rasional memiliki

tingkat keberhasilan yang tinggi dan dapat membuat akuntabilitas dan dijelaskan mengapa

suatu keputusan dapat diambil. Berdasarkan alasan tersebut, para pemimpin berupaya

mengambil keputusan dengan metode rasional dengan menggunakan metode analisis, seperti

SWOT, Cause and Effect Analysis, Value Chain Analysis, dan lain sebagainya.

Metode pengambilan keputusan yang rasional memang merupakan metode yang

diunggulkan oleh berbagai pihak, tetapi hasil keputusan yang dihasilkan tidak selamanya

benar dalam artian tidak dapat mengubah situasi menjadi lebih baik atau memberikan

keuntungan yang diharapkan, bahkan mungkin terdapat keputusan yang sifatnya merugikan.

Hal ini dibuktikan dengan adanya organisasi yang merugi dan guling tikar. Dengan alasan

tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak selamanya pengambilan keputusan

rasional membuahkan hasil yang diharapkan. Ketidakberhasilan dalam pengambilan

keputusan tersebut disebabkan adanya prakondisi yang tidak dapat dipenuhi. Prakondisi

tersebut adalah bahwa (1) analisis harus dilakukan oleh para profesional, (2) menggunakan

metode analisis yang tepat, (3) didukung dengan data yang lengkap, akurat dan terkini, serta

(4) tersedianya cukup waktu.

Pengambilan keputusan merupakan daerah profesional, misalnya, untuk memprediksi

penyakit yang akan timbul pada musim banjir menjadi kewenangan para dokter, sementara

untuk memprediksi inflasi pada musim kemarau menjadi kewenangan para ekonom, tentunya

dengan bantuan pihak terkait untuk mengumpulkan data. Dalam kehidupan sehari-hari tidak

semua pengambilan keputusan dilakukan oleh profesional karena keterbatasan kewenangan.

Pada kasus tertentu, para profesional memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan-

kegiatan yang dapat mengidentifikasi dan menganalisis masalah, memberikan alternatif solusi

dan menyiapkan rekomendasi sementara keputusan diambil oleh para pemimpin yang

10
bertanggung jawab dan berweanang untuk memutuskan, sehingga sering terjadi rekomendasi

hasil analisis tidak dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa para pemimpin selain

memperhatikan hasil analisis juga menggunakan cara lain dalam pengambilan keputusan.

Prakondisi tersebut harus dipenuhi untuk mendapatkan keputusan akhir yang tepat.

2.2.1 Rasional Terbatas

Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang memiliki

keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu yang kompleks dan

para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses informasi dalam jumlah

yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Oleh karena pemimpin tidak memiliki waktu

yang cukup atau kemampuan untuk memproses informasi yang lengkap mengenai keputusan

yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisficing berarti bahwa pembuat keputusan memilih

alternatif solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan minimal. Salah satu aspek yang

menarik dari konsep rasional terbatas adalah bahwa urutan yang mana alternatif-alternatif

tersebut akan dipilih. Jika pengambil keputusan sedang melakukan optimasi, semua alternatif

akhirnya akan dicantumkan dalam hierarki urutan preferensi. Oleh karena semua alternatif

akan dipertimbangkan, maka urutan mana alternatif-alternatif tersebut dievaluasi tidak akan

relevan. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan kasus yang penyelesaiannya dianggap

memuaskan. Dengan mengasumsikan bahwa suatu masalah mempunyai lebih dari satu

penyelesaian potensial, pilihan yang cukup memuaskan akan menjadi pilihan pertama yang

dapat diterima dengan baik oleh para pengambil keputusan.

2.2.2 Intuisi

Terdapat berbagai pandangan tentang intuisi, yaitu intuisi sebagai suatu pengetahuan,

sebagai pendekatan untuk merespons suatu fenomena dan sebagai suatu proses berfikir.

Group Taylor dan Francis (2010), mendefinisikan intuisi sebagai suatu proses berfikir. Group

menyatakan bahwa input dan proses dikelola menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari

11
proses pembelajaran yang lama dan telah diakumulasikan dalam memori. Pengelolaan input

tersebut merupakan proses otomatis tanpa menggunakan pikiran sadar. Dari input dan proses

tersebut diperoleh output berupa perasaan (feeling) sebagai dasar untuk mengembangkan

intuisi. Intuisi juga dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk mengenali sesuatu tanpa

penjelasan, tetapi intuisi bukan sesuatu yang misterius. Hal ini yang membuat intuisi menjadi

menarik untuk mempelajari. Berdasarkan pengertian tersebut, maka intuisi dibentuk dari

proses yang panjang, otomatis, tidak menggunakan pikiran sadar dan tidak dapat dijelaskan

asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah lama diperoleh dan

diakumulasikan di dalam memori. Dalam Weil Kakabadse dinyatakan bahwa intuisi

merupakan metode yang sah (terlegitimasi) untuk proses pengambilan keputusan.

Selanjutnya, Kakabadse juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi

digunakan dalam situasi ambigu, tidak stabil atau pada waktu terdapat informasi yang

berlebihan. Senada dengan hal tersebut, Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa

pengambilan keputusan dengan intuisi dapat dilakukan pada kondisi (1) ketidakpastian yang

tinggi, (2) keterbatasan/ketidaklengkapan variabel, (3) tidak dapat diprediksinya variabel

secara rasional/ilmiah, (4) keterbatasan fakta-fakta, (5) tidak sepenuhnya fakta terkait dengan

permasalahan, (6) keterbatasan data untuk analisis, (7) terdapat beberapa alternatif solusi

penyelesaian yang baik dan argumentatif, dan (8) keterbatasan waktu.

2.2.3 Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan dipilih yang lebih

tinggi daripada masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan setidaknya pada dua alasan.

Pertama, cukup mudah untuk mengenali masalah-masalah yang tampak (visible). Kedua,

perlu diingat bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan

keputusan dalam organisasi. Para pengambil keputusan ingin terlihat kompeten dan

menguasai masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk memusatkan perhatian pada masalah

12
yang tampak bagi orang lain. Jangan sekali-kali mengabaikan kepentingan pribadi dari

pengambil keputusan. Jika pengambil keputusan menghadapi suatu konflik antara memilih

suatu masalah yang penting bagi organisasi dan masalah yang penting bagi dirinya,

kepentingan pribadilah yang cenderung menang. Hal ini juga berkaitan dengan masalah

visibilitas.

2.2.4 Pembuatan Pilihan

Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan

mengandalkan heuristis atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Heuristic

adalah strategi yang disederhanakan dalam pengambilan keputusan yang mana para manajer

dihadapkan pada lingkungan yang kompleks, informasi yang terbatas dan keterbatasan

kognitif. Kekurangan dari model ini adalah dapat menimbulkan kesalahan keputusan.

Terdapat dua kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan. Masing-masing

kategori menciptakan bias dalam penilaian. Bias lain yang sering ada pada para pengambil

keputusan adalah kecenderungan untuk mengangkat komitmen ke arah tindakan yang gagal.

1. Availability Heuristic

Heuristis penilaian ini terjadi ketika para manajer menggunakan informasi yang telah

tersedia sebagai dasar penilaian atas peristiwa yang sedang berlangsung. Misalnya, keputusan

untuk tidak menanamkan saham pada perusahaan yang memiliki produk baru.Bias

potensialnya adalah informasi yang tersedia bisa jadi salah dan tidak relevan. Ide tentang

produk baru tersebut baik dan kegagalannya bisa jadi waktu peluncurannya yang kurang

tepat.

2. Representativeness Heuristic

Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer menilai kemiripan sesuatu yang

berhubungan dengan peristiwa yang sama. Misalnya, manajer memutuskan memperkerjakan

seorang karyawan karena karyawan tersebut juga alumni dari sekolah/universitas yang sama

13
dengan karyawan sebelumnya yang sukses. Bias potensialnya adalah diskriminasi pada

faktor-faktor yang relevan karena bisa saja kemampuan karyawan baru tersebut tidak sesuai

dengan pekerjaan yang ditawarkan.

3. Anchoring and Adjustment Heuristic

Heuristis penilaian ini terjadi ketika seorang manajer membuat keputusan berdasarkan

penyesuaian nilai yang telah ada sebelumnya. Misalnya, penetapan gaji baru hanya dengan

menaikkan gaji tahun sebelumnya dengan proporsi yang masuk akal. Bias potensialnya

adalah adanya bias keputusan yang tidak tepat terhadap peningkatan nilai karena nilai pasar

mungkin lebih tinggi daripada gaji yang diterima, sehingga tidak dapat mencegah karyawan

mencari pekerjaan yang lainnya.

2.2.5 Perbedaan Individual : Gaya Pengambilan Keputusan

Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi setiap pendekatan dari

keempat pendekatan yang berbeda atas proses pengambilan keputusan. Model ini dirancang

agar dapat digunakan oleh para manajer dan memberi aspirasi bagi manajer, tetapi kerangka

kerja umumnya dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan apapun. Pondasi dasar

yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu berbeda pada dua dimensi.

Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis dan rasional. Mereka

mengolah informasi secara berurutan (serial). Sebaliknya, ada orang yang intuitif dan kreatif.

Mereka memahami segala sesuatu secara keseluruhan. Hal yang perlu dicatat bahwa

perbedaan ini melebihi batas-batas manusiawi umumnya sebaimana yang digambarkan

terkait rasionalitas yang terbatas. Dimensi yang kedua, toleransi pribadi terhadap ambiguitas.

Ada orang yang mempunyai kebutuhan tinggi untuk menyusun informasi dengan

meminimalkan ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak pemikiran pada

saat yang sama.

14
2.2.6 Keterbatasan Organisasi

Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para

manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk mencerminkan sistem

penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan mematuhi peraturan formal dan memenuhi

batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan di masa lalu juga merupakan preseden

yang memaksa atas diambilnya keputusan saat ini.

2.3 Teknik Pengambilan Keputusan

2.3.1 Teknik Partisipatif

Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku, setidaknya secara tradisional masuk dalam

kategori partisipatif. Sebagai teknik pengambilan keputusan, partisipatif mencakup individu

atau kelompok dalam proses yang dapat dilakukan secara formal maupun informal dan

memerlukan interaksi intelektual, emosional dan fisik. Sejumlah partisipan dalam

pengambilan keputusan berkisar dari tidak adanya partisipasi pada satu sisi, yang mana

manajer mengambil keputusan dan tidak meminta bantuan atau ide dari partisipan sampai

partisipasi penuh pada sisi lainnya, yang mana setiap orang yang terkait akan terpengaruh

oleh keputusan menjadi sepenuhnya terlibat. Dalam praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan

oleh faktor pengalaman individu atau kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak

pengalaman, semakin terbuka, serta semakin tidak terstrukturnya tugas, maka partisipasi di

dalamnya pun semakin banyak.

2.3.2 Teknik Keputusan Kelompok

Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena

pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi saat ini,

sehingga pemahaman mengenai dinamika kelompok dan tim menjadi relevan dengan

pengambilan keputusan. Sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena mengenai

kesesuaian nilai dan kelompok, seperti perubahan risiko (bahwa kelompok mungkin

15
membuat keputusan yang lebih berisiko daripada anggota individu) membantu seseorang

memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok secara lebih baik. Kenyataannya,

belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial muncul dari penelitian psikologi sosial.

Skema tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Skema kemenangan mayoritas

Skema yang lazim digunakan kelompok sampai pada keputusan yang didukung oleh

mayoritas. Skema ini muncul untuk memandu pengambilan keputusan saat tidak ada

keputusan yang benar dan objektif. Misalnya, model mobil apa yang dibuat saat berbagai

model populer belum diuji dalam "pengujian" pendapat publik.

2. Skema kemenangan sebenarnya

Saat semakin banyak informasi yang diberikan dan pendapat dibahas dalam skema ini,

kelompok menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar dan objektif. Misalnya,

kelompok memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk menyeleksi karyawan akan

berguna dan apakah informasi nilai tersebut mampu memprediksi kinerja.

3. Skema mayoritas dua per tiga

Skema ini sering digunakan juri yang cenderung menghukum terdakwa saat dua per tiga

juri menyetujui.

4. Aturan perubahan pertama

Dalam skema ini, kelompok cenderung menggunakan keputusan yang mencerminia

"perubahan pertana dalam pendapat yang ditunjukkan pada anggota kelompok jika kelompok

produsen mobil terbagi dalam kelompok yang memproduksi mobil touring atau tidak. Maka

kelompok cenderung melakukan ide awal setelah salah satu kelompokyare yang menyatakan

bahwa pernyataan tersebut adalah adanya Jika juri mengala jalan buntu, anggota akhirnya

mengikuti ketua juri untuk mengubah posisi.

16
2.3.3 Teknik Delphi

Teknik Delphi dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan keputusan

kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini, berbagai organisasi bisnis, pendidikan,

pemerintahan, kesehatan dan militer menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang

dapat memprediksi masa depan, tetapi teknik Delphi mampu meramal dengan baik. Teknik

ini memiliki beberapa variasi, tetapi umumnya berkinerja sebagai berikut :

1. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini bukan para

ahli yang mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak

berinteraksi (tatap muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk

mempertemukan kelompok dapat dikurangi.

2. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk

setiap keputusan kelompok.

3. Setiap anggota kemudian menerima umpan balik dari orang lain. Dalam beberapa

variasi, alasan dicantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya berupa data dan

daftar gabungan yang digunakan.

4. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada

sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap sama,

yang berarti setlap orang masuk dalam posisinya.

2.3.4 Teknik Kelompok Nominal

Saat pendekatan kelompak nominal murni dikembangkan menjadi teknik khusus untuk

pengambilan keputusan dalam organisasi, pendekatan ini dinamakan Nominal Group

Technique (NGT) dan terdiri dari langkah-langkah berikut :

1. Munculnya gagasan yang tidak dapat dinyatakan melalui tulisan.

2. Umpan balik round-robin dari anggota kelompok yang mencatat setiap ide dalam

frasa pendek pada flip chart atau papan tulis.

17
3. Pembahasan dari setiap gagasan yang tercatat untuk melakukan klarifikasi dan

evaluasi.

4. Voting individu mengenai gagasan yang menjadi prioritas dengan keputusan

kelompok yang diambil secara matematis berdasarkan peringkat.

Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode Delphi adalah bahwa anggota NGT

biasanya diperkenalkan satu sama lain, memiliki kontak langsung dan berkomunikasi secara

langsung pada langkah ketiga.

2.4 Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi

2.4.1 Perusahaan Sebagai Unit Pengambilan Keputusan

Perusahaan dapat menjawab sebagai unit pengambilan keputusan yang serupa dalam

banyak hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang dihadapi perusahaan begitu

banyak dan kompleks. Masalah tersebut sering kali melibatkan lebih dari satu departemen

atas aktivitas tertentu. Keputusan yang bersifat rutin atau berulang kali muncul secara teratur,

sementara keputusan lainnya biasanya bersifat unik dan tidak berulang.

Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi

mengembangkan prosedur operasi standar yang formal atau tidak formal untuk masalah-

masalah yang sifatnya berulang. Prosedur operasi standar ini menjadi aturan pengambilan

keputusan untuk keputusan rutin dalam bidang-bidang, seperti manajemen persediaan,

perhitungan biaya, penetapan harga dan pemrosesan pesanan. Keputusan dibuat berdasarkan

aturan pengambilan keputusan yang telah ditentukan sebelumnya yang disebut dengan

keputusan yang direncanakan. Cybert dan March (1963) menggambarkan empat konsep dasar

relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis, yakni (1) Resolusi semu dari

konflik, (2) Menghindari ketidakpastian, (3) Pencarian masalah, dan (4) Pembelajaran

organisasi.

18
2.4.2 Pengambilan Keputusan Dengan Konsensus Versus Aturan Mayoritas

Topik lainnya yang kontroversial adalah apakah keputusan tersebut sebaiknya didasarkan

pada konsensus atau aturan yang sesuai. Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan

didefinisikan sebagai kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan.

Dalam situasi sejumlah, konsensus hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang matang,

serta evaluasi atas keuntungan dan kelemahannya. Selain mengimplikasikan akurasi,

konsensus juga dianggap mendorong individu untuk membagi pengetahuan dan keahlian

mereka secara lebih bebas dan menginspirasi mereka untuk mengomunikasikan seluruh

informasi yang relevan. Beberapa orang mengklaim bahwa hal tersebut memotivasi anggota

kelompok untuk melakukan yang terbaik dalam implementasi untuk memastikan pencapaian

tujuan kelompok tersebut.

Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu daripada

pengambilan keputusan dengan aturan yang canggih. Oleh karenanya, konsensus menjadi

kurang sesuai untuk diterapkan jika berada di waktu-waktu kritis. Walaupun konsensus

memiliki keunggulan yang terbukti, pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas (dengan

pandangan yang berlawanan dan pembenarannya dinyatakan tertulis) harus disubstitusikan

dan diterima pada banyak situasi pengambilan keputusan sebagai satu-satunya alternatif yang

memungkinkan.

2.5 Pengambilan Keputusan Oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar

2.5.1 Pengujian Informasi

Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang disajikan dan yang

dipertimbangkan lebih lanjut hanya informasi yang terlihat sangat relevan dengan tugas, yang

mana keputusan tersebut yang harus dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik para

pakar maupun para pendatang baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah

kualitatif dan menggunakan metode yang serupa (misalnya, perhitungan rasio, perkembangan

19
trend dan laporan arus kas). Apakah hal yang berbeda adalah bauran dari metode yang

digunakan? Para pakar lebih banyak mengandalkan aturan yang diperoleh berdasarkan

pengalaman dibandingkan dengan para pendatang baru dan mereka juga menguji data dengan

lebih banyak tahun. Analisisnya dipandu oleh suatu perasaan terhadap perusahaan, yang

memberikan kerangka kerja bagi mereka untuk menyusun daftar pertanyaan yang terstruktur

sebagai panduan untuk pencarian data secara diskriminatif.

2.5.2 Integrasi Pengamatan dan Temuan

Dalam konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokkan atas pengamatan baik

berdasarkan hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen fungsional dari

perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan, para pendatang baru

menghubungkan pengamatan dan temuan yang dapat menjelaskan satu sama lain dan

mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para pakar menempatkan penekanan khusus pada

kontradiksi yang potensial terkait pengamatan dan temuan sebagai alat untuk memeriksa

masalah yang mendasarinya.

2.5.3 Pertimbangan

Pertimbangan yang digunakan selama proses pengambilan keputuian tampak lebih jelas

dalam merumuskan hipotesis, mengembangkan petunjuk dalam rumusan keputusan akhir dan

dalam menyusun ringkasan-ringkasan temuan. Para pendatang baru tampaknya menyetarakan

pertimbangan dengan memutuskan "kapan waktu yang tepat untuk memilih mana dari fakta-

fakta yang diamati yang merupakan masalah utama." Bagi para ahli, pertimbangan adalah

suatu upaya untuk mengembangkan dalam pikirannya terkait "suatu gambaran dari apa yang

sebenarnya terjadi." Mereka mencapai hal ini melalui penggunaan teknik-teknik yang

sistematis yang menghasilkan jalan pintas tanpa mengorbankan urutan logis dalam analisis

yang dilakukan. Para pakar tidak menyimpan catatan atas setiap temua individu, tetapi

mengikhtisarkannya ke dalam kelompok-kelompok yang terkait dan kemudian merumuskan

20
hipotesis yang akan diuji. Mereka menggunakan daftar dari masalah-masalah umum yang

ditemukan di masa lalu sebagai titik referensi dalam mengenali masalah yang terjadi saat ini

dan dalam mengembangkan upaya penyelesaian.

2.6 Peran Keperibadian dan Gaya Kognitif Dalam Pengambilan Keputusan

Toleransi terhadap ambiguitas mengukur sampai pada tingkat mana yang mana

individu merasa terancam oleh ambiguitas dalam situasi pengambilan keputusan dan

bagaimana ambiguitas memengaruhi kepercayaannya dalam keputusan tersebut. Beberapa

penulis merasa bahwa orang yang tidak toleran terhadap ambiguitas diperkirakan akan

kurang atau yakin dengan keputusannya. Mereka akan mencari lebih banyak informasi dalam

situasi yang ambigu dibandingkan rekan kerja mereka yang toleran. Penulis lain

menyarankan bahwa intoleransi dapat mengurangi persepsi mereka terkait ketidakpastian,

sehingga membuat mereka mengabaikan ketidakpastian. Oleh karenanya, mereka dapat

menunjukkan keyakinan yang lebih besar dan mencari lebih sedikit informasi daripada

individu yang toleran.

2.6.1 Peran Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan

Berdasarkan definisinya, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan

masa depan. Keputusan tersebut dapat memengaruhi hanya satu peristiwa masa depan atau

memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah keputusan itu dibuat. Tidak ada kejadian

atau tindakan yang dapat diubah oleh suatu keputusan ketika kejadian atau tindakan tersebut

telah selesai. Informasi akuntansi yang fokus pada peristiwa di masa lalu tidak dengan

sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya, kecuali jika hal itu dilakukan melalui

proses pengambilan keputusan yang mana kejadian masa depan beserta konsekuensinya

ditentukan. Oleh karena pengambilan keputusan dan informasi mengenai hasil kinerja

akuntansi fokus pada periode waktu yang berbeda, maka itu hanya dikaitkan oleh sejumlah

fakta bahwa proses pengambilan keputusan menggunakan data akuntansi tertentu yang

21
dimodifikasi selain informasi nonkeuangan. Oleh karena itu, pertanyaan pentingnya adalah,

"Kapan informasi akuntansi relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan?”

Menurut Hopwood, informasi akuntansi dapat menyediakan beberapa stimulus yang

mana masalah dan peluang dikenali dan didefinisikan, tindakan alternatif diisolasi dan

konsekuensinya dijelaskan dan memainkan peranan dalam analisis serta penilaian

alternatif.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara tradisional, sistem biaya belum menyentuh aspek-aspek keperilakuan, sehingga

menghasilkan suatu reaksi yang kurang diharapkan manakala sistem biaya tersebut digunakan

dalam pengendalian dan evaluasi kinerja. Walaupun berpotensi untuk meningkatkan motivasi

kerja, sistem biaya tradisional juga berpotensi menaikkan kemungkinan perilaku

disfungsional dari orang-orang dan memiliki kecenderungan yang bersifat memaksa. Melalui

pendekatan-pendekatan keperilakuan, penggunaan sistem biaya langsung akan dapat

meminimalkan atau menghilangkan reaksi disfungsional dari pihak-pihak yang terkait.

3.2 Saran

Dalam implementasi akuntansi keperilakuan ini diharapkan nantinya bisa menjadi acuan

bagi para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerja dan kemampuan diri sendiri (self

ability) agar mampu menghasilkan keputusan yang optimal bagi organisasi atau perusahaan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2017. Akuntansi Keperilakuan; Akuntansi Multiparadigma Edisi 3.


Jakarta: Salemba Empat

24

Anda mungkin juga menyukai