Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ETIKA BISNIS

PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. Erwin Lokastrawan (21011096)

2. I Putu Ryan Purwa Adi Pratama (21011101)

3. Nyoman Padma Novariani (21011097)

S1 MANAJEMEN (REGULAR SORE)

SEMESTER III

STIE SATYA DHARMA SINGARAJA

School Of Economics With Spiritual Insight

TAHUN AJARAN 2022 /2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Prinsip – Prinsip Etika
Bisnis”. Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengampu yang
telah memberikan bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah ini. Rasa terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah
ini dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan. Meskipun kami sudah mengumpulkan
kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap
makalah ini dapat memberikan banyak manfaat.

Singaraja, 30 September 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 2

1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 2

BAB II..................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3

2.1 Prinsip Umum Etika Bisnis .............................................................................................. 3

2.2 Etos Bisnis .......................................................................................................................... 6

2.3 Relativitas Moral Dalam Bisnis ....................................................................................... 6

2.4 Pendekatan Stakeholder ................................................................................................... 9

BAB III ................................................................................................................................................. 12

PENUTUP ............................................................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 12

3.2 Saran ................................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menentukan dan memulai kegiatan bisnis.
Dalam kegiatan bisnis mengejar keuntungan adalah hal yang wajar asalkan dalam
mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Demi mencapai tujuan,
kegiatan berbisnis ada batasnya. Perilaku yang etis dalam kegiatan bisnis merupakan
suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri, maka dari itu peran
etika bisnis sangat diperlukan. Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis
merupakan aplikasi pemahaman tentang apa yang baik dan apa yang benar untuk
beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika
dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum
terhadap bisnis dan mendeskrispsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis
yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis
dalam bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan
prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan
benar, kemudian selanjutnya seseorang dapat membahas mengenai implikasi-implikasi
tehadap dunia bisnis.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Saja Prinsip Umum Etika Bisnis Yang Berlaku Dalam Kegiatan Bisnis?
1.2.2 Bagaimanakah Etos Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis?
1.2.3 Bagaimana Relativitas Moral Dalam Bisnis ?
1.2.4 Apa yang Dimaksud Dengan Pendekatan Stakeholder?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui Prinsip Umum Etika Bisnis yang Berlaku Dalam
Kegiatan Bisnis.
1.3.2 Untuk mengetahui Etos Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis.
1.3.3 Untuk Mengetahui Relativitas Moral Dalam Bisnis.
1.3.4 Untuk Mengetahui Pengertian Pendekatan Stakeholder.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penyusun


Menjadikan makalah ini sebagai acuan untuk menambah dan memperluas
wawasan serta pengetahuan yang berkaitan dengan Etika Bisnis.
1.4.2 Bagi Pembaca
Menjadikan makalah ini sebagai tambahan referensi dan informasi untuk
belajar mengenai Etika Bisnis
1.4.3 Bagi Dosen Pengajar
Diharapkan agar penyusunan makalah ini dapat dijadikan pedoman dalam
memberikan materi .

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Umum Etika Bisnis

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Prinsip-prinsip
itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing
masyarakatnya. Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip etika
yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada
umumnya. Disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis
tersebut.
1. Prinsip otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan
dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan atau dengan kata lain yaitu kebebasan dalam bertindak. Kebebasan adalah
unsur hakiki dari prinsip otonomi. Dalam etika, Kebebasan adalah prasyarat utama
untuk bertindak secara etis, karena tindakan etis adalah tindakan yang dalam bahasa
kant, bersumber dari kemauan baik serta kesadaran pribadi. Namun, kebebasan saja
belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara nom dan etis, karena itu otonomi
juga mengandalkan adanya tanggung jawab. Orang yang otonom adalah orang yang
tidak saja sadar akan kewajibannya dan bebas mengambil keputusan dan tindakan
berdasarkan apa yang dianggapnya baik, melainkan juga adalah orang yang bersedia
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya serta dampak dari keputusan
dan tindakannya itu. Dengan sikap dan kesediaan untuk bertanggung jawab dan
mempertanggungjawabkan sikap dan kesediaan tersebut adalah ciri khas dari
mahluk bermoral. Orang yang bermoral adalah orang yang selalu bersedia untuk
bertanggung jawab atas tindakannya. Otonomi dengan unsur diatas merupakan
prinsip yang sangat penting.

3
Pertama, dengan otonomi pelaku bisnis dan karyawan dalam perusahaan
manapun tidak lagi diperlakukan sebagai sekadar tenaga yang dieksploitasi sesuai
kebutuhan bisnis dan demi kepentingan bisnis. Dengan kata lain, dengan otonomi
para pelaku bisnis benar-benar menjadi subjek moral yang bertindak secara bebas
dan bertanggung jawab atas tindakannya. Ini berarti sebagai subyek moral tidak lagi
sekedar bertindak dan berbisnis seenaknya dengan merugikan hak dan kepentingan
pihak lain.
Kedua, Otonomi juga memungkinkan inovasi, mendorong kreativitas,
meningkatkan produktivitas, yang semuanya akan sangat berguna bagi bisnis
modern yang terus berubah dalam persaingan yang ketat.
Ketiga, dengan prinsip otonomi tanggung jawab moral juga tertuju kepada
semua pihak terkait yang berkepentingan (Stakeholders).
2. Prinsip kejujuran.
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa
bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas
kejujuran.
a) Jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini
sangat penting artinya bagi masing–masing pihak dan sangat menentukan relasi
dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak.
b) Kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang
sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan barang dan jasa yang beragam dan
berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan mudah konsumen berpaling dari
satu produk ke produk yang lain. Maka cara-cara bombastis, tipu menipu, bukan
lagi cara bisnis yang baik dan berhasil. Kejujuran adalah prinsip yang justru
sangat penting dan relevan untuk kegiatan bisnis yang baik dan tahan lama.
c) Jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam
perusahaan adalah inti dan kekuatan perusahaan itu. Perusahaan itu akan hancur
kalau suasana kerja penuh dengan akal-akalan dan tipu-menipu. Maka dari itu
karyawan harus diperlakukan secara baik dan manusiawi, dan dibina sikap
saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya.

4
3. Prinsip keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan menuntut agar setiap orang
dalam kegiatan bisnis perlu di perlakukan sesuai dengan haknya masing-masing dan
agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan
semua pihak. Prinsip saling menguntungkan secara positif yaitu menuntut hal yang
sama, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.
Prinsip ini terutama mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Maka, dalam bisnis
yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan
win-win situation.
5. Prinsip integritas moral
Prinsip ini merupakan tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau
perusahaan, agar menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau
orang-orangnya maupun perusahaannya. Dengan kata lain prinsip ini merupakan
tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang
terbaik dan dibanggakan dan itu tercermin dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan
siapa saja, baik keluar maupun kedalam perusahaan.
Dari semua prinsip diatas, Adam Smith akan menganggap prinsip keadilan sebagai
prinsip yang paling pokok. Menurut Adam Smith Prinsip no harm, prinsip keadilan,
(tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain), tanpa prinsip ini bisnis tidak bisa
bertahan. Dalam prinsip no harm sudah dengan sendirinya terkandung prinsip kejujuran,
saling menguntungkan, otonomi, integritas moral. Jadi, Prinsip no harm mempunyai
jangkauan yang luas mencakup banyak prinsip lainnya dan juga diterapkan menjadi
hukum tertulis yang demikian menjadi pegangan dan rujukan konkrit dengan sanksinya
yang jelas bagi semua pelaku ekonomi. Pada prinsip tersebut menjadi dasar dan jiwa dari
semua aturan bisnis dan semua praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus
dilarang, misalnya monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan

5
politik.
2.2 Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis
yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini
adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral
tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari yang sekaligus juga membedakannya
dari perusahaan yang lain. Wujudnya bisa dalam bentuk pengutamaan mutu, pelayanan,
disiplin, kejujuran, tanggung jawab, perlakuan yang fair tanpa diskriminasi, dan
seterusnya. Umumnya etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri
suatu perusahaan yang menjadi sikap dan perilaku bisnis dalam kegiatan bisnisnya
sehari-hari dan menjadi dasar dari keberhasilannya. Maka, terbangunlah suatu budaya,
sebuah etos, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada semua karyawan sejak diterima
masuk dalam perusahaan maupun terus menerus dalam seluruh evaluasi dan penyegaran
selanjutnya dalam perusahaan tersebut.

2.3 Relativitas Moral Dalam Bisnis

Dalam persaingan global yang ketat tanpa mengenal adanya perlindungan dan
dukungan politik tertentu, semua perusahaan bisnis mau tidak mau harus bersaing
berdasarkan prinsip etika tertentu. Persoalannya, demikian kata De George, etika siapa?
Ini terutama berlaku dalam bisnis global yang tidak mengenal batas Negara. Konkretnya,
etika masyarakat mana yang harus diikuti oleh sebuah perusahaan multinasional?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Menurut De George, kita perlu melihat terlebih
dahulu tiga pandangan yang umum diatur. Pandangan pertama adalah bahwa norma etis
berbeda pada suatu tempat dengan tempat lain. Pandangan kedua adalah bahwa norma
sendirilah yang paling benar dan tepat. Pandangan ketiga adalah pandangan yang disebut
De George immoralis naïf yang mengatakan bahwa tidak ada norma moral yang perlu
diikuti sama sekali.
Karena pandangan yang ketiga sama sekali tidak benar, maka tidak kami bahas
disini. Pandangan pertama sedikit banyaknya mewakili, atau paling kurang didukung,

6
kubu komunitarian dengan tokoh seperti A.MacIntyre, yang menekankan bahwa setiap
komunitas mempunyai nilai moral dan budaya sendiri yang sama bobotnya dan harus
dihargai. Maka dalam kaitan dengan bisnis internasional, perusahaan multinasional harus
beroperasi berdasarkan nilai moral dan budaya yang berlaku di Negara tempat
perusahaan beroperasi. Inti pandangan ini adalah bahwa tidak ada norma atau prinsip
moral yang berlaku universal.
Pandangan kedua mengenai nilai dan norma sendiri paling benar dalam arti
tertentu mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral
berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap dan dianut sebagai benar di Negara
sendiri harus juga diberlakukan di Negara lain. Pandangan ini umumnya didasarkan pada
anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku manusia. Pandangan ini
tidak sepenuhnya benar. Karena ada bahaya bahwa perusahaan luar memaksakan nilai
dan norma moralnya yang sudah dikodifikasikan dalam hukum tertulis tertentu untuk
diberlakukan di Negara di mana perusahaan itu beroperasi.
Dengan menganut pandangan universalisme moral, De George lalu mengajukan
beberapa prinsip etis yang bisa berlaku universal di mana saja, misalnya tidak
membunuh orang lain secara sewenang-wenang, jujur, menghargai hak milik orang lain.
Namun menurut De George prinsip yang paling pokok yang berlaku universal,
khususnya dalam bisnis, adalah prinsip integritas pribadi atau integritas moral. Bagi De
George, dalam bisnis modern bersaing secara etis berarti bersaing dengan penuh
integritas pribadi.
Ada dua keunggulan prinsip integritas pribadi yang pertama prinsip integritas
pribadi tidak punya konotasi negative seperti halnya prinsip moral lainnya, bahkan pada
kata etika dan moralitas itu sendiri. Prinsip integritas moral disini sesungguhnya sama
dengan prinsip otonomi pada Kant. Bertindak dengan menjaga integritas atau nama baik
pribadi sesungguhnya berarti di satu pihak bertindak sesuai dengan norma dan prinsip
moral yang berlaku dalam masyarakat. Berbisnis dengan mempertahankan integritas
moral perusahaan berarti berbisnis dengan mematuhi norma dan prinsip moral yang
sesungguhnya sudah dijadikan etos bisnis perusahaan tersebut. Maka, prinsip etika bisnis
di sini tidak lagi menjadi suatu yang dipaksakan dari luar oleh Negara, malainkan justru

7
telah dijadikan iklim, jiwa, semangat, etos dari perusahaan tersebut.
Sejalan dengan ini, De George menolak prinsip no harm sebagai prinsip paling
pokok untuk dunia bisnis. Karena no harm terlalu bersifat legalitas dan berkonotasi
heterenom. Pada prinsip no bram terlalu kuat kesan paksaan dari luar dan juga terlalu
minimal. Prinsip ini memang penting namun prinsip ini tidak memadai bagi mereka yang
berbisnis dengan integritas moral yang tinggi. Prinsip no harm terlalu minimal. Karena
prinsip ini biasanya dituangkan dalam aturan bisnis yang menjadi aturan main bagi
semua pelaku bisnis, prinsip ini cenderung menjadi legalistis dan berarti bertindak sesuai
dengan prinsip ini cenderung menjadi heteronom. Dan itu berarti tidak sesuai lagi dengan
prinsip bertindak dengan integritas moral.
Tentu saja benar bahwa para pelaku bisnis diharapkan untuk tidak hanya
bertindak secara minimal dengan mentaati prinsip no bram. Melainkan juga bertindak
secara maksimal dengan mengusahakan hal-hal positif tertentu bagi pihak lain. Secara
maksimal, pelaku bisnis diharapkan mempunyai kemauan baik dan kesadaran moral
untuk berbisnis secara baik, dan tidak sekadar dipaksa oleh prinsip no harm dalam
bentuk aturan-aturan bisnis yang ketat.
Namun De George lupa bahwa prinsip no harm tidak hanya dituangkan dalam
hukum bisnis, melainkan juga tertulis dalam hati masing-masing pelaku bisnis sebagai
prinsip yang juga dituntutnya dari pelaku bisnis lainnya. Yaitu bahwa pelaku bisnis
lainnya tidak boleh merugikan kepentingannya. Maka, sebagaimana dia sendiri tidak
ingin agar hak dan kepentingannya dirugikan pihak lain, ia pun dalam berbisnis sudah
dari dalam berbisnis sudah dari dalam dirinya tidak mau merugikan pihak lain. Ini
mempunyai lingkup yang luas mencakup bertindak jujur, bertanggungjawab, atas produk
yang ditawarkan, fair dalam transaksi dagang, jaminan terhadap hak karyawan. Jadi
prinsip no harm tidaklah seminimal sebagimana yang diandaikan De George.
Yang menjadi persoalan adalah konsep integritas pribadi atau integritas moral lebih
merupakan sebuah konsep Amerika atau barat pada umumnya. Bagi Indonesia rasanya
konsep ini tidak punya nilai dan muatan moral sama sekali. Orang begitu mudah
mengabaikannya. Berbagai kasus korupsi dalam bentuk suap, kolusi baik dalam bidang
politik birokrasi maupun bisnis menunjukan betapa integritas pribadi diabaikan begitu

8
saja. Oleh karena itu prinsip integritas pribadi yang dianggap oleh De George sebagai
prinsip paling universal bagi dunia bisnis ternyata sarat dengan kandungan historis
kultural dan karena itu sifatnya relative.
Ini tidak berarti prinsip integritas moral ditolak. Prinsip ini tetap penting. Hanya saja
prinsip ini mempunyai kelemahan seperti prinsip moral lainnya yaitu hanya berhenti
sebagai himbauan. Oleh karena itu, sebagaimana moralitas pada umumnya, masyarakat
tidak bisa berbuat banyak ketika orang tertentu tidak peduli pada integritas moralnya.
Maka, dalam konteks dimana integritas pribadi dan moral mempunyai gema prinsip yang
kuat, prinsip no harm memang tidak memadai. Namun dalam konteks integritas pribadi
mudah dikalahkan oleh uang dan jabatan, prinsip no harm merupakan prinsip yang
niscaya, yang harus ditegakan dalam aturan bisnis. Diharapkan prinsip ini tidak
sekaradar bersifat legalitas, melainkan juga menjadi prinsip yang self-imposed. Prinsip
no harm, dengan dukungan aturan yang dilaksanakan secara konsekuen merupakan
syarat mutlak bagi kegiatan dan iklim yang sehat, baik dan etis. Tentu saja kita tetap
optimis bahwa dalam bisnis global yang mengandalkan mekanisme pasar yang tidak
pandang bulu, integritas pribadi lama-kelamaan dapat menjadi sebuah prinsip yang
menentukan bagi kegiatan bisnis yang etis. Ini terutama karena mengandalkan pasar
global, praktek monopolistis dan kolusif relative akan tergurusur sehingga orang mau
tidak mau akan lebih megandalkan integritas pribadinya, yang ditunjukkan oleh
keunggulan objektifnya dalam pasar.
Dengan menekankan prinsip no harm, dan dalam arti tertentu juga prinsip integritas
moral sebagai prinsip yang diakui dan berlaku di mana saja dan kapan saja harus
dikatakan bahwa relativitas moral tidak benar. Demikian pula, relativisme moral dalam
bisnis pun harus ditolak karena dalam bisnis tetap dituntut, dan diakui pula oleh orang
bisnis, beberapa prinsip moral, khususnya no harm yang berlaku universal.
2.4 Pendekatan Stakeholder

Pendekatan Stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis


bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis.
Dasar pemikirannya adalah bawa semua pihak yang punya kepentingan dalam suatu

9
kegiatan bisnis terlibat di dalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka hak dan
kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin. Pada akhirnya pendekatan ini
menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis justru demi menjamin
kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis. Prinsip ini sama dengan prinsp no
harm. Pada umumnya ada dua kelompok Stakeholders yaitu kelompok primer dan
kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal, kreditor, karyawan,
pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing. Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah,
pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Yang paling penting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis adalah kelompok primer,
Karena berhasil tidaknya perusahaan sangat ditentukan oleh relasi yang saling
menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer tersebut.
Dalam kaitan dengan kelompok sekunder, perlu dikatakan bahwa dalam situasi
tertentu kelompok ini bisa memiliki peran yang lebih penting dari kelompok primer.
Misalnya LSM baik di bidang lingkungan hidup atau kehutunan bisa sangat merepotkan
bisnis suatu perusahaan. Ketika suatu perusahaan beroperasi tanpa mempedulikan
kesejahteraan, nilai budaya, sara dan prasarana local, lapangan kerja setempat maka akan
menimbulkan suasana social yang sangat tidak kondusif dan tidak stabil bagi
kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Dengan demikian, perusahaan yang ingin berhasil dan dapat bertahan dalam
bisnisnya harus pandai menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok
Stakeholder diatas secara baik. Itu berarti bisnis harus dijalankan secara baik dan etis.
Relasi antara suatu perusahaan dan kedua kelompok Stakeholder tersebut dapat
digambarkan sebagai beikut:

10
Pemerintah
Asing

Media Massa Pemerintah

Pekerja
Pemilik

Pemegan
Penyalur
g saham
PERUSAHAAN

Kreditor

Rekan
Bisnis
Konsumen Pemasok

Aktivitas Masyarakat
Sosial
Kelompok
Pendukung

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Prinsip dari etika bisnis yaitu: prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip keadilan,
prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) dan prinsip intergrasi moral.
2. Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis
yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti
etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau
prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari yang sekaligus juga
membedakannya dari perusahaan yang lain.
3. Menekankan pada prinsip no harm, dan dalam arti tertentu juga prinsip integritas
moral sebagai prinsip yang diakui dan berlaku di mana saja dan kapan saja harus
dikatakan bahwa relativitas moral tidak benar. Demikian pula, relativisme moral
dalam bisnis pun harus ditolak karena dalam bisnis tetap dituntut, dan diakui pula
oleh orang bisnis, beberapa prinsip moral, khususnya no harm yang berlaku
universal
4. Perusahaan yang ingin berhasil dan dapat bertahan dalam bisnisnya harus pandai
menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok Stakeholder secara
baik.
3.2 Saran

Di tengah perkembangan teknologi dalam persaingan global membuat semakin


menjamurnya perusahan-perusahaan yang meramaikan dunia bisnis di dunia. Namun
banyak perusahaan tidak bisa mempertahankan eksistensinya karena tidak memiliki
pondasi yang matang dalam membangun perusahaan, salah satu yang menjadi pondasi
dalam membangun perusahaan adalah mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis. Maka
dengan membaca makalah ini pemilik perusahaan atau orang yang membangun suatu

12
perusahaan memiliki suatu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dalam etika bisnisn
sehingga perusahaan yang didirikian mampu bersaing dan bertahan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Asifudin, Ahmad Janan.2004.Etos Kerja.Surakarta: Muhammdiyah UniversityPress.


Priangani,Ade.2013.MemperkuatManajemenPemasaranDalamKonteksPersaingan
Global.JurnalKebangsaan.Vol.2No.4,July.
Riyadi,SlametdanKholish,Abu.2016.Prinsip-PrinsipFundmentalEkonomiIslam.
JurnalEkonomiIslam,Vol. IV, No.1.
Https://liquidred.wordpress.com/2011/04/09/prinsipetikabisnis

14

Anda mungkin juga menyukai