Anda di halaman 1dari 3

 MODEL ETIKA BISNIS

1. Immoral Manajemen

Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam


menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajemen yang memiliki manajemen
tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud
dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia
menjalankan aktivitas bisnisnya. Immoral manajemen banyak kita temukan dalam
komunitas kita. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam
komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri mereka secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut Etika, bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.

2. Amoral Manajemen

Amoral manajemen berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe


manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali yang disebut
dengan etika atau moralitas. Ada 2 jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :

– Manajemen yang dikenal tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral


manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahkan segala
keputusan bisnis yang mereka perbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung
akan memberiakan efek pada pihak lain. Oleh karena itu meraka akan menjalankan
bisnisnya tanpa memikirkan apaka aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi
etika atau belum. Oleh karena itu para pakar menyebutkan mereka sebagai manajer
“ceroboh” atau kurang perhatian terhadap amplikasi aktivitas mereka terhadap para
stakeholdernya. Manajer seperti ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka
tidak bias melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah sudah
merugika pihak lain atau tidak. Tipikal model manajer seperti ini biasanya mereka
lebih berorientasi hanya pada hokum yang berlaku, dan menjadikan hokum sebagai
pedoman dalam aktivitas mereka.
– Tipe Manajer yang sengaja berbuat amoral Manajemen dengan pola ini
sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus jalankan, namun terkadang
secara sengaja melanggar etika tersebut, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
bisnis mereka misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun demikian
manajer dengan tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi
kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis
berada diluar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.

3. Moral Management

Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis
adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakan pada level standar tertinggi dari segala bentuk perilaku dan aktivitas
bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini tidak hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku, namaun juga telah terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini tentu saja menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi jika
hanya bisnis yang dijalankan dapat diterima secara legal dan juga tidak melanggar
etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk
mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum
etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktivitas dan tujuan bisnisnya akan
diarahkan untuk melampaui atau melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan
hukum. Manajeyang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip
etika seperti keadilan, kebenaran dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai
pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya. Ketika di lema etika
muncul, Manajer dengan tipe ini menanggung atau memikul posisi kepemimpinan
untuk perusahaan-perusahaan dan industrinya.

 FAKTOR PENDUKUNG ETIKA BISNIS

1. Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh manajer atau


peningkatan “Quality of Work Life”.

2. Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.


3. Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal bisnis oleh
pengadilan.

4. Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.

5. Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.

Anda mungkin juga menyukai