Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UTS

RINGKASAN MATERI

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

MATA KULIAH: ETIKA BISNIS DAN PROFESI (KELAS B)

OLEH:

ANGGOTA KELOMPOK 5:

1. GESTIK YULISTIA PRATIWI (180810301080)


2. FARANISA RAHMA ZAHIRAH (180810301090)
3. DELLA YURIAGESI (180810301134)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JEMBER
Latar belakang GCG (Good Corporate Governance)

Good Corporate Governance atau lebih dikenal dengan “tata kelola perusahaan yang
baik” mulai dikenal sejak adanya skandal-skandal yang berkembang di perusahaan-
perusahaan besar yang ada di Indonesia ataupun di Amerika Serikat.Munculnya Good
Corporate Governance di Indonesia sendiri di latar belakangi dengan adanya masalah di
suatu perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu lagi untuk
menjalankan aktivitas perusahaannya dikarenakan perusahaan tersebut menggunakan tata
kelola perusahaan yang tidak baik. Misalnya PT. Indorayon (pabrik kertas yang ada di
Sumatra Utara) mengalami kebangkrutan atau likuidasi karena menerapkan tata kelola
perusahaan yang tidak baik,hal ini terjadi pada pengelolaan hutan pinus yang terdapat di
sekitaran danau toba dan merupakan bahan baku utama dari kertas, pengelolaan hutan pinus
yang tidak baik atau buruk tersebut menimbulkan sistem kerusakan hutan dan mengganggu
sistem tata kelola perairan di daerah sekitar danau tersebut, sehingga menimbulkan amarah
masyarakat yang kemudian masyarakat tersebut memberhentikan pabrik dengan cara yang
tidak baik (secara paksa) aktivitas perusahaan tersebut. Dari masalah tersebut maka dapat
dilihat bahwa tata kelola hubungan antara pihak perusahaan dan masyarakatnya itu tidak
baik, sehingga menimbulkan amarah masyarakat yang kemudian membuat perusahaan
tersebut mengalami likuidasi.

Pengertian Good Corporate Governance

Jika dilihat secara bahasa, Good Corporate Governance ini berasal dari bahasa Inggris,
dimana Good sendiri memiliki arti baik, Corporate yang berarti perusahaan, dan Governance
berarti pengatur. Namun, secara umum Good Corporate Governance dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang baik. Dan secara ilmiah, Good Corporate
Governance, merupakan tata kelola perusahaan dalam mengalokasikan atau menggunakan
sumber daya yang ada didalam suatu perusahaan, baik itu sumber daya manusia ataupun
sumber daya alamnya dengan cara yang baik, efisien, efektif, serta ekonomis dengan
mengacu dan berpedoman terhadap prinsip-prinsip keterbukaan, akuntanbilitas,
responsibilitas, independensi, dan kesetaraan (keadilan).

Good Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang
berisikan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pihak yang berkepentingan
di bagian internal (manajer, karyawan, dll) dan di bagian eksternal (investor, pemegang
saham) yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Dengan kata lain, Good
Corporate Governance juga dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelola yang mengatur
serta mengendalikan perusahaan, dengan prinsip-prinsip yang berlaku untuk mencapai tujuan
perusahaan yaitu meningkatkan nilai tambah (Added Value) bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholder) di suatu perusahaan tersebut.
Prinsip-prinsip GCG

Dalam penerapan Good Corporate Governance sendiri, harus memenuhi prinsip-


prinsip yang berlaku, Good Corporate Governance memiliki 5 prinsip yang harus diterapkan,
seperti berikut :

1. Transparasi (Transparancy)
Unjuk menjaga objektifitas suatu perusahaan maka perusahaan tersebut harus
menerapkan prinsip transparasi. Transparasi ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan informasi secara terang-terangan atau terbuka kepada para pemegang
saham (skateholder) dan memberikan informasi yang akurat dan relevan sehingga
para skateholder dapat dengan mudah memahami informasi yang berupa material atau
non material, pemberian informasi ini akan sangat penting bagi para skateholder
karena dari informasi tersebut mereka akan menentukan keputusan atau pengambilan
keputusan untuk investasi yang dilakukannya.
2. Akuntanbilitas (Accountability)
Dimana perusahaan harus mampu mengelola sistem akuntansinya dengan baik dan
efektif sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh
para skateholder.Untuk melaksanakan hal tersebut maka diperlukan kejelasan setiap
fungsi dan pertanggungjawaban semua pihak agar pengelolaan perusahaan dapat
berjalan dengan efektif.
3. Reponsibilitas (Responssibility)
Dimana suatu perusahaan harus memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat
sekitar perusahaannya, karena jika perusahaan tidak memiliki hubungan yang baik
maka akan terjadi misskomunikasi yang akan mengakibatkan kerugian untuk
perusahaan itu sendiri. Perusahaan dapat menjalankan responsibilitas masyarakat
dengan cara mengolah limbah perusahaannya dengan baik sehingga tidak
menimbulkan pencemaran dan kerusakan untuk masyarakat sekitar.
4. Independensi (Independency)
Suatu perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance, juga harus harus
menerapkan prinsip idenpendensi ini, independensi sendiri merupakan suatu keadaan
ketika kita tidak terikat oleh pihak manapun.Sehingga dalam perusahaan yang
menerapkan prinsip independensi ini diharapkan dapat menjalakan aktivitas
perusahaan tanpa terikat oleh pihak manapu, atau memihak kepada salah satu
pemegang saham (skateholder).
5. Kesetaraan (Fairness)
Dimana suatu perusahaan harus menciptakan kesetaraan bagi para pemegang saham
(Skateholder).Hal ini dapat tercapai jika para pengelola perusahaan berlaku adil
kepada setiap pemegang saham tersebut. Perlakuan yang adil ini tidak hanya
ditujukan untuk para pemegang saham, namun juga untuk para karyawan, yang
dimana secara langsung mereka juga berperan aktif dalam menciptakan produk yang
baik, sehingga dari adanya keadilan ini dapat tercipta kondisi perusahaan yang tetap
aman dan tentram karena para karyawan dan pemegang saham tidak merasa adanya
ketidakadilan.
Prinsip-Prinsip GCG dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam penerapan Good Corporate Governanceterdapat beberapa prinsip-prinsip Islam
dalam mendukung keberhasilan penerapan Good Corporate Governance dalam pengelolaan
Pajak dan Retribusi Daerah, dimana prinsip tersebut dinamakan Prinsip Syari’ah. Nilai-nilai
yang terkandung didalam Prinsip Syari’ah tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Shidiq
Shidiq merupakan penerapan yang memastikan bahwa pengelolaan perusahaan
tersebut dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran.Prinsip ini
mengedepankan cara-cara yang diperkenankan di dalam Islam (halal) dan menjauhi
cara-cara yang dilarang (subhat) serta menjauhi cara-cara yang tidak dianjurkan atau
tidak diperbolehkan (haram). Jika suatu perusahaan menerapkan kejujuran dalam
penerapan Good Corporate Governance, maka perusahaan tersebut akan sangat
dipercaya oleh Investor. Sehingga memudahkan perusahaan tersebut dalam
memperoleh modal untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih baik lagi
2. Tabliqh
Tabliqh sendiri merupakan sifat Rasul yang cara dan metodenya harus ditiru,
maka suatu perusahaan tersebut sebaiknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat
sekitarnya mengenai prinsip yang diterapkan dan produk dan jasa yang dihasilkan. Hal
ini dilakukan agar masyarakat tersbeut mengerti dan memahami bagaimana perusahaan
tersebut beraktivitas.Dalam melakukan sosialisasi ini maka harus menerapkan prinsip
transparansi dan kejujuran. Meskipun suatu kejujuran itu mengenai hal yang tidak baik
dan akan memberikan dampak yang buruk bagi perusahaan namun harus tetap
disampaikan.
3. Amanah
Amanah merupakan sikap dimana ketika kita diberikan tanggungjawab makan
akan melaksanakan dengan baik dan jujura, jika amanah ini diterapkan dalam
penerapan Good Corporate Governance, maka suatu perusahaan itu harus mengelola
uang investor yang telah masuk ke rekening perusahaan dengan berhati-hati dan
kejujuran, hal ini dilakukan agar pihak investor dapat percaya kepada perusahaan dan
terus memperpanjang investasinya, hal ini akan berdampak baik diperusahaan.
Sehingga dari kejujuran tersebut maka akan membuat kedua belah pihak merasa
diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan, karena sama-sama memperoleh keuntungan.
4. Fathanah
Fathanah berarti memastikan bahwa uang yang ada diperbankan dikelola dengan
professional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan yang diinginkan dan
keuntungan diperoleh secara maksimal.Termasuk didalamnya pelayanan yang penuh
dengan kecermatan serta kesantunan dan penuh rasa tanggungjawab.

Jadi dalam penerapan Good Corporate Governance jika ingin mendapatkan hasil yang
maksimal maka jangan hanya menerapkan prinsip-prinsip umumnya saja namun juga harus
menerapkan prinsip-prinsip dalam perspektif Ekonomi Islma.Suatu perusahaan harus
menerapkan Good Corporate Governance dengan sangat maksimal agar hasil yang
didapatkan juga maksimal. Perusahaan juga harus menerapkan Good Corporate
Governanceini dengan sangat hati-hati dan teliti, karena jika terjadi kesalahan atau tidak
melakukan satu prinsip saja itu akan menghancurkan perusahaannya sendiri. Misalnya saja
ketika suatu perusahaan itu telah melakukan prinsip transparansi, akuntanbilitas, independen,
dan responsibility dan tidak melaksanakan prinsip kesetaraan, maka hal ini akan sangat
berpengaruh kepada aktivitas peruahaannya, apalagi jika kesetaraan ini tidak diterapkan di
wilayah internal perusahaan, misalnya pada karyawan, dimana karyawan itu tetap digaji sama
meskipun ada karyawan yang malas bekerja, maka hal ini akan mempemgaruhi karyawan
yang lainnya, mereka akan berfikir bahwa dengan mereka bermalas-malasan mereka akan
tetap mendapatkan gaji dan masih ada kayawan lain yang bekerja. Hal ini tidak memberikan
dampak buruk bagi karyawan namun memberikan dampak buruk bagi perusahaan jika terus-
menerus terjadi, karena ketika karyawan tersebut bermalas-malasan, maka akan mengurangi
hasil yang diprosuksi dan hal ini akan merugikan perusahaannya.

Tata Kelola Perusahaan( Good Corporate Governance )

Dalam dunia bisnis terjadi peningkatan jumlah skandal beberapa tahun terakhir ini,
dan tidak sedikit perusahaan telah terekspos dikarenakan praktik manajemen yang buruk dan
pelaporan keuangan yang curang atau tidak memenuhi standart.

Ketika meninjau skandal tersebut, beberapa pertanyaan muncul seperti, siapa yang
mengurus perusahaan; bagaimana para eksekutif senior bias lolos dari ini; bukankah
perusahaan seharusnya memiliki sistem checks and balances untuk mencegah perilaku seperti
itu; kapan CEO suatu perusahaan tiba – tiba menjadi tidak bertanggung jawab kepada siapa
pun. Selama pencarian jawaban pertanyaan – pertanyaan ini, sampailah pada masalah siapa
yang benar – benar membawa wewenang dalam suatu organisasi – yaitu siapa yang memiliki
keputusan akhir.

Perusahaan adalah proses dimana organisasi diarahkan dan dikendalikan. Namun,


ketika dilakukan pemeriksaan siapa yang mengendalikan tata kelola perusahaan dan untuk
siapa, situasinya menjadi sedikit lebih rumit.

Sebelum pengembangan perusahaan menjadi lebih besar, yang sebenarnya merupakan


badan hokum terpisah, manajer dan pemilik perusahaan adalah orang yang sama. Setelah atau
perjalanan ketika perusahaan berkembang menjadi lebih besar, pemilik perusahaan akan
mempekerjakan manajer professional untuk menjalankan perusahaannya. Lalu muncul
pertanyaan: dapatkah manajer dipercaya untuk menjalankan bisnis demi kepentingan terbaik
pemilik perusahaan; bagaimana manajer akan bertanggung jawab atas tindakan yang diambi
pada perusahaan tersebut; bagaimana jika pemilik perusahaan tidak hadir di perusahaan dapat
mengontrol kinerja manajer.

Pengembangan entitas perusahaan yang terpisah memungkinkan perusahaan untuk


mengumpulkan dana dari pemegang saham individu untuk memperbesar kegiatan operasi
perusahaan. Keterlibatan pemegang saham individu melemahkan kepemilikan pemilik asli
dan juga menciptakan kelompok baru dimana para manajer bisnis sekarang akan bertanggung
jawab. Ketika korporasi tumbuh dalam ukuran yang lebih besar dan investor nasional lainnya
membeli saham yang lebih besar, dampak potensial dari masing – masing pemegang saham
sangat berkurang, dan para manajer diberikan “pemilik” yang jauh lebih kuat dari kepada
siapa mereka sekarang bertanggung jawab. Selain kepentingan pemiliknya, beberapa pihak
berargumen bahwa manajer bertanggung jawab kepada kepentingan publik – atau, lebih
khusus lagi, kepada pemangku kepentingan mereka, yaitu: pelanggan, mitra vendor, entitas
negara bagian dan lokal, dan masyarakat dimana mereka melakukan operasi bisnis.

Jadi, tata kelola perusahaan memperhatikan seberapa baik perusahaan memenuhi


kewajiban mereka kepada semua orang tersebut. Idealnya, ada mekanisme untuk
memperkenalkan tindakan korektif jika mereka gagal memenuhi harapan kerja tersebut.

Tata kelola perusahaan yang baik memerankan peran penting dalam menopang
integritas dan efisiensi pasar keuangan. Tata kelola perusahaan yang buruk melemahkan
potensi perusahaan dan yang paling buruk dapat membuka jalan bagi kesulitan keuangan dan
bahkan dapat menimbulkan penipuan. Jika perusahaan dikelola dengan baik, maka biasanya
perusahaan tersebut akan mengungguli perusahaan lain dan akan mampu menarik investor
yang dukungan investasinya dapat membiayai pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
untuk kedepannya.

Bentuk Tata Kelola Perusahaan

Pemilik korporasi menyediakan ekuitas atau modal risiko kepada perusahaan dengan
cara mengejar saham di perusahaan. Mereka biasanya merupakan kelompok yang
terfragmentasi, termasuk pemegang saham public individu, blok besar pemegang swasta dan
publik, karyawan, manajer, dan perusahaan lain. Dewan direktur, secara teori, dipilih oleh
pemilik untuk mewakili kepentingan mereka dalam menjalankan perusahaan secara efektif.
Pemilihan berlangsung pada rapat pemegang saham tahunan, dan direksi ditunjuk untuk
bekerja pada periode waktu tertentu. Dewan biasanya terdiri dari anggota dalam dan luar –
anggota dalam memegang posisi manajemen di perusahaan, tetapi anggota luar tidak
memegang jabatan tersebut juga. Istilah direktur luar dapat menimbulkan kesalah pahaman
karena beberapa anggota luar bias saja memiliki koneksi langsung pada perusahaan sebagai
pelanggan, konsultan profesional, kreditor, ataupun sebagai pemasok perusahaan.

Komite audit dikelola oleh anggota dewan direksi ditambah direktur independen atau
luar. Tanggung jawab utama komite audit adalah untuk mengawasi proses pelaporan
keuangan, memantau kontrol internal (seperti berapa banyak otoritas pengeluaran yang
dimiliki seorang eksekutif), memantau pilihan kebijakan dan prosedur akuntansi dan
mengawasi perekrutan dan kinerja auditor eksternal dalam memproduksi laporan keuangan
perusahaan.

Komite kompensasi juga dikelola oleh anggota dewan direksi ditambah direktur
independen atau luar. Tanggung jawab utama komite kompensasi adalah mengawasi paket
kompensasi untuk eksekutif senior perusahaan (seperti gaji, bonus, opsi saham, dan manfaat
lainnya seperti, penggunaan pesawat atau kendaraan milik perusahaan). Kebijakan
kompensasi untuk karyawan korporasi diserahkan kepada tim manajemen untuk diawasi.

Komite tata kelola perusahaan mewakili demonstrasi yang lebih public dari komitmen
perusahaan untuk praktik bisnis yang etis. Komite (staf oleh anggota dewan dan spesialis)
memantau kinerja etis perusahaan dan mengawasi kepatuhan terhadap kode etik internal
perusahaan serta peraturan federal dan negara bagian mengenai perilaku perusahaan.

Tata Kelola Perusahaan Modern

PEMILIK
PemegangSahamPublik Investor Institusi Perusahaan Lain

JAJARAN DIREKTUR
KOMITE TATA KELOLA PERUSAHAAN
KOMITE AUDIT KOMITE KOMPENSASI

CEO, CFO, COO

MANAJER DAN KARYAWAN


PEMEGANG OBLIGASI LEMBAGA KEUANGAN

PEMANGKU KEPENTINGAN
Pelanggan, mitrapenjual, entitas negara bagian dan lokal, mitrakomunitas

Tata Kelola Perusahaan Yang Efektif

Ketika perusahaan mempekerjakan konsultan, atau ditawari oleh konsultan dengan


solusi baru untuk memaksimalkan efektivitas tata kelola perusahaan, masalah menemukan
tolak ukur yang diterima dan ukuran komparatif tata kelola perusahaan satu perusahaan
dengan yang lain mau tidak mau muncul. Akronim biasanya memiliki fitur yang menonjol
dalam kerangka kerja pengukuran ini. Tata kelola perusahaan yang baik adalah budaya dan
iklim konsistensi, tanggung jawab, akuntabilitas, keadilan, transparansi, dan efektivitas yang
dikerahkan di seluruh organisasi.
Tata Kelola Perusahaan Menyediakan Tanggung Jawab Formalisasi Terhadap
Pemangku Kepentingan

Sebagian besar mata kuliah yang diajarkan di sekolah bisnis mengasumsikan bahwa
tujuan bisnis adalah memaksimalkan laba bagi pemegang saham. Bahkan dalam keputusan
Michigan Supreme Court 1919 menyatakan bahwa bisnis adalah untuk keuntungan pemegang
saham, dan dewan direksi harus fokus pada tujuan tersebut. Sedangkan bagi model para
pemangku kepentingan, menetapkan dewan direksi sebagai penyeimbang kepentingan dan
konflik berbagai konstituen perusahaan.

Kontrol eksternal korporasi tidak hanya dengan regulator pemerintah, tetrapi juga
dengan para pemangku kepentingan yang termasuk karyawan, konsumen, dan masyarakat.
Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab sosial yang memilki dampak positif pada
identifikasi konsumen. Pada saat ini, sebagian perusahaan mulai bergerak menuju model
pemangku kepentingan yang lebih seimbang karena mereka melihat bahwa pendekatan ini
menopang hubungan yang diperlukan untuk keberhasilan jangka panjang.

Anggota dewan memiliki kewajiban untuk meminta infomrasi, melakukan penelitian,


menggunakan akuntan dan pengacara, dan mendapatkan layanan konsultasi kepatuhan etika
untuk memastikan perusahaan yang memiliki kepentingan dijalankan secara etis. Dengan
meningkatnya tekanan pada direksi untuk memberikan pengawasan terhadap etika organisasi,
ada kecenderungan untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam pengembangan program
etika, serta bidang-bidang lain seperti akuntansi.

Akuntabilitas adalah bagian penting dari tata kelola perusahaan. Akuntabilitas mengacu
pada seeberapa dekat kepurusan selaras dengan strategi yang dinyatakan perusahaan dan
kepatuhannya dengan pertimbangan etika dan hukum. Pengawasan menyediakan sistm
pemeriksaan dan keseimbangan yang membatasi peluang karyawan dan manajer untuk
menyimpang dari kebijakan dan strategi yang bertujuan mencegah kegiatan tidak etis dan
ilegal.

Tata kelola perusahaan menetapkan sistem dan proses mendasar untuk mencegah serta
mendeteksi pelanggaran, untuk menyelidiki dan mendisplinkan, pemulihan dan peningkatan
berkelanjutan, menciptakan budaya perusahaan dan etika sehingga karyawan merasa
integritas adalah inti dari daya saing. Tata kelola perusahaan biasanya melibatkan keputusan
dan tindakan strategis oleh dewan direksi, pemilik bisnis, eksekutif puncak, dan manajer lain
dengan tingkat ototritas tinggi dan akuntabilitas.

Peran Dewan Direksi

Pendekatan tradisional terhadap data diasumsikan anggota dewan mengelola bisnis


korporasi, tetapi penelitian dan dan pengamatan praktis menunjukkan bahwa dewan direksi
jarang atau bahkan tidak melakukan hal tersebut. Dewan direksi utamanya berkepentingan
dengan pemantauan keputusan yang dibuat oleh eksekutif atas nama perusahaan, membanut
menerapkan arah yang strategis, dan memastikan mekanisme kontrol dan akuntabilitas yang
ada. Dengan demikian anggota dewan dapat mengevaluasi efektivitas organisasi mereka dan
kinerja berikutnya.

Masalah utama yang akan dihadapi oleh dewan direksi di bagian etika adalah berurusan
dengan kompensasi. Ketika mempertimbangkan kenaikan gaji eksekutif, direksi dapat
menempatkan kepentingan pribadi mereka di atas kepentingan pemegang saham. Masalah
lainnya adalah kompensasi yang diterima oleh direksi sendiri.

Beberapa ahli berpendapat bahwa kompensasi yang tinggi diperlukan karena dewan
direktur memiliki pekerjaan yang sulit dan gaji yang baik diperlukan untuk menarik talenta
berkualitas tinggi. Di sisi lain, para kritikus percaya bahwa tingkat kompensasi yang tinggi
dapat menyebabkan konflik kepentingan antardirektur.

Tata Kelola Perusahaan dan Kerangka Akuntabilitas Untuk Pemegang Saham dan
Pemangku Kepentingan

Kapasitas yang meningkat dari pemangku nonpemegang saham untuk memengaruhi


pencapaian tujuan perusahaan dan kepekaan mereka yang meningkat menjadikannya sangat
menarik bagi perusahaan untuk mendorong dukungan pemangku kepentingan. Tindakan yang
bertujuan untuk menguntungkan eksekuitf, direktur, dan investor dalam jangka pendek
sehingga kredibilitas tata kelola perusahaan yang tepat dan proses akuntabilitas terancam.

Tugas dewan direktur yang khas meliputi peninjauan strategi bisnis keseluruhan
perusahaan; mengevaluasi auditor luar perusahaan; mengawasi laporan keuangan perusahaan;
dan memantau kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Direktur beroperasi di bawah undang-undang negara yang memberlakukan kewajiban


fidusia untuk bertindak dengan itikad baik dan berhati-hati, dan demi kepentingan korporasi
dan pemegang sahamnya pengadilan biasanya membahas tiga kewajiban fidusia, yakni
kepatuhan, kesetiaan, dan kehati-hatian.

Proses Tata Kelola Perusahaan Berdasarkan Pemangku Kepentingan

Setelah direksi dan/ eksekutif perusahan menyadari bahwa korporasi bertanggung


jawab secara hukum kepada pemegang saham, dan secara strategis kepada pemangku
kepentingan tambahan yang dapat secara signifikan memengaruhi pencapaian sasarannya,
menjadi logis dan diinginkan bahwa mereka mengatur korporasi dengan kepentingan semua
pemangku kepentingan. Pemegang saham pada kenyataannya merupakan kelompok
pemangku kepentingan, tetapi mereka bukan lagi satu-satunya kelompok pemangku
kepentingan yang kepetingannya harus memengaruhi tindakan korporasi.

Untuk meminimalkan reaksi pemangku kepentingan yang berbahaya, dan


mengoptimalkan peluang di masa depan, perusahaan harus menilai bagaimana tindakan
mereka berdampak pada kepentingan kelompok pemangku kepentingan. Pemegang saham
biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat ahli tentang apakah laporan
keuangan yang disiapkan oleh manajemen menyajikan secara adil hasil operasi dengan posisi
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum.

Pada dasarnya, yang diperlukan adalah eksplorasi kepentingan dan harapan pemangku
kepentingan untuk organisasi, sehingga penghormatan terhadap hal ini dapat dibangun ke
dalam nilai-nilai yang mendorong perilaku. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bahwa
para personel akan termotivasi untuk mengambil keputusan dan tindakan yang bukan untuk
kepentingan para pemangku kepentingan, tetapi yang penting bagi pencapaian perusahaan.

Individu memiliki keyakinan tentang apa yang benar atau tidak patut. Keyakinan itu
berasal dari banyak sumber, tetapi terutama dari nilai-nilai yang dipegang individu. Beberapa
nilai diajarkan secara langsung atau melalui teladan oleh orang tua mereka, individu yang
dihormati, bos, teman, dan sebagainya, tetapi pembelaan lain berasal dari aturan dan sistem
motivasi yang ada (atau tidak ada) di organisasi.

Tindakan personel secara individu dipahami secara kolektif sebagai perilaku


perusahaan. Sedangkan korporasi itu sendiri sudah mati. Orang-orang membuat sesuatu
terjadi, jadi sangat penting bahwa motivasi mereka selaras dengan harapan pemangku
kepentingan, yang hanya dapat dicapai dengan meyakinkan dengan memastikan bahwa nilai-
nilai yang mendasari elemen motivasi perusahaan.

Mekanisme Bimbingan – Budaya Etis dan Kode Etik Nilai

Nilai yang ingin ditanamkan oleh direksi perusahaan untuk memotivasi kepercayaan
dan tindakan personelnya perlu disampaikan untuk memberikan panduan yang diperlukan.
Biasanya pedoman tersebut berbentuk kode dari perilaku yang menyatakan nilai-nilai yang
dipilih, prinsip-prinsip yang berasal dari nilai-nilai itu, dan aturan apapun yang harus diikuti
untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang tepat telah dihormati.

Perpaduan antara prinsip dan aturan seringkali optimal. Pengalaman telah


mengungkapkan bahwa agar efektif, suatu kode harus diperkuat oleh budaya etika yang
komprehensif. Kode harus menjadi subjek sesi pelatihan bagi karyawan baru untuk
bergabung dengan suatu organisasi, dengan sesi pembaruan tahunan.

Jika personel tidak pernah atau jarang mendengar tentang harapan etis, mereka akan
tahu bahwa itu bukan prioritas serius. Demikian pula harus ada mekanisme pelaporan
perilaku etis terkait dengan umpan balik, pengakuan, dan sistem promosi.

Ancaman terhadap Tata Kelola Perusahaan yang Baik dan Asumsi Akuntabilitas

Adanya ancaman terjadi ketika orang lebih termotivasi oelh kepentingan diri sendiri
daripada di masa lalu, dan cenderung berasal dari budaya yang berbeda yang menekankan
prioritas tugas yang berbeda. Akibatnya ada kebutuhan yang lebih besar untuk panduan yang
jelas dan untuk mengidentifikasi dan secara efektif mengelola ancaman terhadap tata kelola
perusahaan yang baik dan asumsi akuntabilitas.

1. Kesalahpahaman Tujuan dan Tugas Pemangku Kepentingan


Ketika budaya yang berbeda tidak menjadi masalah, personel dapat salah memahami
tujuan organisasi dan peran mereka sendiri. Sebagai contoh banyak diresktur dan
karyawan Enron jelas percaya bahwa tujuan perusahaan paling baik dilayani oleh tindakan
yang membawa keuntungan jangka pendek dan akhirnya mereka melakukan manipulasi
ketidakjujuran etis pada pasar energi di California atau memamerkan perdagangan.
Seringkali karyawan tergoda untuk mengambil jalan pintas dan mereka
melakukannya karena mereka yakin bahwa manajemen puncak menginginkannya; mereka
diperintahkan untuk melakukannya; atau mereka didorng untuk melakukannya denagn
program insentif yang salah arah atau dimanipulasi.
2. Gagal Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko Etika
Pengakuan akan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat
pada investasi dan operasi perusahaan modern, khususnya ketika ruang liingkupnya
meluas ke berbagai negara dan budaya telah mengarah pada persyaratan untuk identifikasi
risiko, penilaian, dan sistem manajemen.
Hanya sedikit perusahaan yang memiliki proses tahunan sistematis yang dirancang
utuk memusatkan perhatian para direktur, eksekutif, dan penasihat pada bidang-bidang di
mana tindakan perusahaan mungkin tidak memenuhi harapan pemangku kepentingan
3. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan telah menjadi subjek yang sangat penting dalam skandal baru-
baru ini di mana karyawan, agen, dan para profesional gagal melaksanakan penilaian yang
layak atas nama perusahaan mereka.konflik antara kepentingan pribadi, pengambil
keputusan, dan kepentingan pemegang saham mengganggu penilaian yang diterapkan.
Konflik antara kepentingan pribadi, pengambil keputusan dan pemegang saham
mengganggu penilaian yang diterapkan. Kepentingan para pemegang saham untuk
ditundukkan ke diri sendiri, dan pasar modal kehilangan kredibilitas dan jatuh ke dalam
kekacauan. Karena itu, kerangka kerja tata kelola perusahaan dan akuntabilitas profesional
telah diubah selamanya.
Dinyatakan secara sederhana, jika ada kepentingan yang terjadi, penilaian
independen seseorang dilakukan atau mungkin dilakukan, dari membuat keputusan demi
kepentingan terbaik orang lain yang mengandalkan penilaian terbaik. Seorang eksekutif
atau karyawan diharapkan untuk membuat penilaian demi kepentingan terbaik perusahaan.

Budaya Etis: Aspek Penting


Budaya etis menggabungkan elemen formal dan informal untuk memandu pemikiran
dan tindakan karyawan, antara lain sebagai berikut:
1. Kepemimpinan etis oleh eksekutif dan penyelia
2. Sistem penghargaan dalam menggabungkan pertimbangan etis
3. Perlakuan adil terhadap karyawan
4. Diskusi terbuka etika dalam struktur organisasi
5. Menekankan akuntabilitas dan tanggung jawab karyawan untuk mempertanyakan
tindakannya sendiri dan mempertanyakan otoritas ketika ada sesuatu yang salah
6. Fokus organisasi yang mengomunikasikan ke[erdulian terhadap karyawan dan masyarakat,
daripada kepentingan pribadi
7. Kebijakan dan prosedur resmi (kode etik, praktik, perilaku)
8. Kantor pendukung
9. Struktur pendukung

Dimensi Program Etis

1. Kode etik formal


2. Komite etika mengembangkan kebijakan, mengevaluasi tindakan, menginvestigasi, dan
mengadili pelanggaran kebijakan
3. Sistem komunikasi etika
4. Pejabat etika auntuk mengkoordinasikan kebijakan, memberikan pendidikan atau
menyelidiki dugaan
5. Pelatihan program etika untuk meningkatkan kesadaran dan membantu karyawan
merespons masalah etika
6. Proses disipliner untuk perilaku yang tidak etis.

Alasan untuk Mengembangkan Kode yang ditemukan oleh survei Dewan Konferensi

1. Berperan – untuk membuat karyawan sadar bahwa kepatuhan karyawan terhadap prinsip
etika perusahaan sangat penting untuk keberhasilan perusahaan
2. Kepatuhan – untuk memberikan pernyataan tentang apa yang harus dan tidak boleh
dilakukan untuk mengatur perilaku karyawan
3. Komitmen pemangku kepentingan – untuk menawarkan dikusi tentang apa yang
diharapkan dalam hubungan pemegang saham.
4. Nilai / misi – untuk menetapkan prinsip etika tertentu, mode perilaku, dan kebiasaan
pikiran sebagai hal yang penting untuk apa artinya menjadi karyawan atau perwakilan
perusahaan
5. Gabungan dari keempat alasan di atas.

Fitur-fitur Penting untuk Mendemonstrasikan Pertahanan Uji dalam Hubungannya


dengan Masalah Lingkungan

1. Kebijakan lingkungan yang tertulis, diketahui oleh karyawan dengan tepat.


2. Praktik yang dibuka untuk mencegah penyimpangan lingkungan, termasuk rencana darurat
untuk menutup kecelakaan untuk memastikan skala penuh
3. Karyawan patuh pada tugas dan tanggung jawab mereka di bawah kebijakan, serta potesi
pertanggungjawaban pribadi mereka dan liabilitas orang lain.
4. Pegawai yang memenuhi persyaratan hukum, termasuk pemberitahuan kepada pemerintah
lengkap dengan kontak lisensi.
5. Seseorang yang terutama bertanggung jawab untuk lingkungan dan pemantauan kepatuhan
6. Pertimbangan audit lingkungan atau konsultasi dengan seorang ahli untuk memulai proses
perlingdungan dan memantau kemajuan
7. Memantau sistem pengendalian pencemaran dan melaporkan kecelakaan secara tepat
waktu.
8. Secara berkala meninjau laporan kepatuhan, potensi masalah biaya lingkungan, pelatihan
keyakinan dan karyawan
9. Manajemen terus mengikuti undang-undang baru yang up to date, membuat tinjauan
kepatuhan dan memberikan saran kepada direktur hasil, dan mengalokasikan anggaran
nyata dan memuaskan untuk mencapai fitur-fitur ini
DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Indah. 2019. Analisis Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
dalam Pengendalian Pelayanan Publik pada Kantor Badan Pengelolaan Pajak dan
Retribusi Daerah Kota Metro dalam Perspektif Ekonomi Islam, Lampung: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (Skripsi)
2. Ghillyer, Andrew. 2007. Business Ethics Now.
3. DesJardins. J, Hartman, L. 2008. Etika Bisnis: Pengabilan Keputusan untuk Integritas
Pribadi & Tanggung Jawab Sosial. Jakarta: Erlangga
4. Ferrel, O. C., Ferrel, L., Fraedrich, J. 2013. Business Ehics: Ethical Decision Making &
Cases. Stamford: Cengage Learning
5. Brooks, L. J., Dunn, P. 2010. Business & Professional Ethics for Directors, Executives &
Accountants, Sixth International Edition. Canada: Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai