Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS

Pada zaman dahulu, kegiatan bisnis umat manusia adalah berburu dan mengumpulkan barang-
barang yang sudah disediakan oleh alam, seperti: buah-buahan, sayur-mayur, kayu bakar, kayu untuk
perumahan, batu untuk dijadikan berbagai peralatan, dan sebagainya.

Seiring dengan pertumbuhan peradaban dan perkembangan zaman, pada fase berikutnya mulai
timbul pertukaran barang antar kelompok yang sering disebut sebagai barter. Pertukaran/barter muncul
kalau satu kelompok mempunyai barang yang tidak dimiliki oleh kelompok lainnya dan kedua kelompok
ini saling menginginkan barang-barang yang tidak mampu dihasilkan oleh kelompoknya.

Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar dan ditunjang oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu orang atau satu negara pun yang mampu memenuhi
seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri, dan memang tidak seharusnya seseorang atau suatu
negara menghasilkan sendiri seluruh barang/jasa yang menjadi kebutuhannya. Kegiatan pertukaran atau
perdagangan baik antar orang dalam satu negara maupun antar negara sudah menjadi bagian kegiatan
yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan produksi karena kegiatan perdagangan berfungsi untuk
mendistribusikan barang/jasa dari pihak produsen (pihak yang menghasilkan) ke pihak konsumen (pihak
yang menggunakan atau memerlukan).

Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga
termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang memerlukan serta
aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) melalui perpajakan, bea masuk, dan cukai. Kegiatan bisnis juga menjadi sumber
penghasilan dan lapangan pekerjaan Setiap orang.

Banyak dijumpai pandangan pro dan kontra mengenai etis- tidaknya suatu aktivitas bisnis. Masih
ada yang memandang kegiatan bisnis sebagai kegiatan yang rendah dan tidak bermoral. Untuk
menjelaskan hal ini, sebaiknya dikutip terlebih dahulu dua pandangan tentang bisnis sebagaimana
diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis/
Pandangan praktis-realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku
bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk
merealisasikan keuntungan tersebut. Para penganut paham ini melihat bahwa dalam menghasilkan dan
menjual barang dan jasa, terjadi persaingan yang sangat ketat sehingga satu-satunya cara untuk bisa
bertahan dalam bisnis adalah dengan menjadi pemenang dalam kancah persaingan yang sangat ketat
tersebut. Berbeda dengan pandangan praktis-realistis, pandangan idealis adalah suatu pandangan di
mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok dari bisnis adalah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungannya hanyalah akibat dari kegiatan
bisnis. Dalam pandangan ini, tidak ada pola pikir persaingan dan tidak ada pola pikir untuk mengalahkan
para pesaing agar bisa bertahan hidup.

Cara lain untuk menjelaskan isu pro dan kontra dalam aktivitas bisnis jika dilihat dari sudut
pandang etika, dapat dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, dan Post (2005) tentang budaya
etis (ethical climates). Budaya etis adalah pemahaman tak terucap dari semua karyawan (pelaku bisnis)
tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima (the unspoken understanding among employees
of what is and is not acceptable behavior). Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis dari
suatu kegiatan/tindakan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu sendiri, atau yang
popular dengan istilah the man behind the gun, bukan bisnis itu sendiri.

Komponen-komponen Budaya Etis

Kriteria Etis Fokus


Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme (pendekatan Kepentingan diri (self- Kepentingan Efisiensi ekonomi
berpusat pada diri interest) perusahaan (company
sendiri) interest)
Benevolence Kepentingan bersama Kepentingan tim (team Tanggung jawab social
(pendekatan berpusat (friendship) interest)
pada kepentingan
orang lain)
Principles (pendekatan Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan hokum
berpusat pada prinsip (personal morality) peraturan perusahaan
integritas)

LIMA DIMENSI BISNIS

Persoalan mengenai etis-tidaknya suatu kegiatan bisnis dan ada-tidaknya hubungan antara
tindakan bisnis dengan etika sempat menjadi isu perdebatan. Untuk memahami persoalan bisnis ini,
Bertens (2000) mencoba menjelaskan kegiatan bisnis dilihat dari tiga dimensi, yaitu: ekonomi, etika, dan
hukum. Namun dalam pembahasan di bawah ini, bisnis akan dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi,
etika, hukum, sosial, dan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai