Anda di halaman 1dari 18

A.

Activity-based costing (ABC)

1. Pengertian Activity Based Costing (ABC)

Activity-based costing (ABC) adalah model akuntansi biaya.  Model ABC ini digunakan
untuk mengalokasikan semua biaya, berdasarkan sumber daya yang digunakan untuk
menjalankan aktivitas yang berkaitan dengan produk dan jasa yang disediakan bagi
pelanggan.  Model ABC ini didasari pada konsep bahwa untuk menjalankan suatu rencana,
manajemen perusahaan melaksanakan serangkaian aktivitas.  Dalam melaksanakan aktivitas-
aktivitas tersebut akan mengkonsumsi sumber daya, baik berupa material, tenaga kerja,
mesin-mesin, gedung, dan sebagainya.  Konsumsi sumber daya ini menimbulkan terjadinya
cost atau biaya.  Model ABC mengkaitkan antara aktivitas dengan konsumsi sumber daya.

Model ABC pada awalnya lebih banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead,
yaitu salah satu komponen biaya produksi, selain biaya pemakaian material dan biaya tenaga
kerja langsung, untuk mengkonversi material menjadi produk jadi. Model ABC memperbaiki
kelemahan mendasar akuntansi biaya “tradisional”, yang cenderung mengalokasikan biaya
overhead berdasarkan volume, sesuai dengan rasionalitas hubungan biaya overhead dengan
basis tertentu, seperti baiay tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung, dan jam kerja
mesin.

Kelemahan alokasi biaya overhead berdasarkan volume adalah biaya produk bervolume
tinggi cenderung terlalu tinggi, sementara biaya produk bervolume rendah menjadi terlalu
rendah. Berbeda dengan metode-metode akuntansi biaya tradisional, ABC menghitung biaya
produk, pelanggan, atau jasa dengan menghubungkan biaya overhead bukan dengan
berdasarkan pada volume, melainkan pada aktivitas yang diperlukan atau dilakukan untuk
menghasilkan atau menyediakan jasa, produk, dan pelanggan tersebut sesuai dengan
prinsip cause and effect terjadinya biaya.

ABC berusaha mengidentifikasi hubungan sebab-akibat (cause and effect) untuk menentukan
biaya secara obyektif.  Setelah biaya aktivitas diidentifikasi, biaya setiap aktivitas tersebut
dihubungkan pada setiap produk, jasa, dan pelanggan sesuai dengan aktivitas yang
dijalankan.  Dengan cara ini, ABC sering mengidentifikasi bidang-bidang dengan biaya
overhead per unit yang tinggi, dan mampu mengarahkan perhatian manajemen perusahaan
untuk mencari cara mengurangi biaya, atau membebankan harga lebih tinggi bagi produk-
produk mahal (Kaplan & Cooper, 1998).

Asumsi mendasar ketika menggunakan model ABC bahwa biaya dihasilkan bukan oleh
produk atau pelanggan sendiri, tetapi oleh aktivitas yang dibutuhkan untuk membuat atau
melayani mereka.  Karena produk yang berbeda membutuhkan aktivitas yang berbeda, dan
setiap produk menggunakan tingkat sumber daya yang berbeda, maka alokasi biaya harus
diukur sesuai dengan konsumsi dari sumber daya berdasarkan aktivitas yang dijalankan.

Activity-based costing dapat berguna jika biaya overhead tinggi dan produk/pelanggan sangat
bervariasi dalam kaitannya dengan kompleksitas dan biaya penanganan.  ABC
mengubah indirect cost menjadi direct cost.  Sebagai suatu sistem cost management yang
lebih akurat daripada akuntansi biaya tradisional, ABC mengidentifikasi peluang-peluang
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses bisnis dengan menentukan true
cost suatu produk atau jasa.
2. Penggunaan activity-based costing

Ada lima langkah yang dilibatkan dalam melakukan analisis ABC (Kaplan & Cooper, 1998):

1. Tentukan objek biaya, aktivitas tidak langsung, dan sumber daya yang digunakan bagi
aktivitas tak langsung;
2. Tentukan biaya per aktivitas tak langsung;
3. Identifikasi cost driver untuk setiap sumber daya;
4. Hitung biaya total produk tidak langsung untuk jenis objek biaya;
5. Membagi biaya total berdasarkan kuantitas untuk biaya tidak langsung per objek
individu.

Objek-objek biaya adalah produk, pelanggan, layanan, atau hal lain yang merupakan objek
dari akuntansi biaya.  Aktivitasnya dapat berupa apa pun yang dilakukan perusahaan untuk
menjalankan bisnisnya: penerimaan, loading, pengepakan, penanganan, menelepon, menjual,
membeli, mempromosikan, menghitung, menulis pesanan, membaca pesanan, dan lain-lain.

Aktivitas tak langsung tidak secara khusus digunakan bagi objek-objek biaya.  Sumber-
sumber daya adalah mesin, komputer, manusia, atau kapasitas atau aset yang lain dapat
dialokasikan (sebagian) untuk suatu aktivitas.

ABC memungkinkan segmentasi berdasarkan profitabilitas dan membantu menentukan nilai


pelanggan secara lebih akurat.  Dengan demikian, penggunaan ABC ini adalah langkah
pertama menuju activity-based management (ABM).  ABC tidak menilai efisiensi atau
produktivitas dari aktivitas, meskipun ini mungkin sangat penting bagi perbaikan.  Selain itu,
ABC mengasumsikan bahwa sangatlah mungkin untuk mengidentifikasi objek-objek biaya
khusus, aktivitas-aktivitas, dan sumber daya.  Pada akhirnya, hasil dari analisis ABC sangat
ditentukan dengan keakuratan dalam penghitungan inputnya, yaitu aktivitas dan konsumsi
sumber daya.

Sisi lain potensi penggunaan activity-based costing:

 Memberikan pemahaman yang lebih baik bagi manajemen perusahaan mengenai cost


driver.  Model akuntansi biaya tradisional tidak memberikan perhatian pada penyebab
terjadinya biaya (cost driver).  Penggunaan ABC memungkinkan manajer untuk
melihat keterkatian antara penyebab biaya (cost driver) dengan biaya secara rasional. 
Dengan memahami cost driver ini memungkinkan manajer mengetahui biaya mana
yang merupakan good costs dan bad costs.

 Mampu membedakan antara biaya yang memberikan nilai tambah (value–adding


cost) dan biaya yang tidak memberikan nilai tambah (nonvalue–adding costs). Pada
umumnya, para manajer berkeinginan untuk melakukan pengurangan biaya melalui
eliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah.  Namun, tanpa bantuan
analisis ABC, manajer akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi aktivitas
mana yang memberikan nilai tambah dan aktivitas mana yang tidak memberikan nilai
tambah, sehingga manajer mampu melakukan eliminasi pada aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah.
 Mampu menyediakan informasi untuk analisis profitabilias per produk dan
pelanggan.  Dalam organisasi perusahaan, seringkali ditemukan beberapa produk atau
pelanggan yang tidak memberikan kontribusi profit terhadap perusahaan.  Manajer
perlu mengidentifikasi, produk dan pelanggan mana yang tidak memberikan profit
tersebut, dan keputusan stratejik dapat diambil untuk meningkatkan profitabilitas
produk dan pelanggan dengan menggunakan analisis ABC.

 Mampu memberikan informasi secara akurat bagi manajemen, selain untuk alokasi
biaya overhead, manajemen dapat berfokus pada eliminasi biaya overhead. Biaya
overhead merupakan salah satu komponen biaya produk yang cukup besar, terutama
pada perusahaan yang menggunakan teknologi dan investasi padat modal.  Manajer
berfokus pada penurunan biaya overhead dan meningkatkan utilisasi kapasitas pabrik
dengan menggunakan analisis ABC.

Bagaimana mengimplementasikan activity-based costing secara efektif?

 Mengubah dan mengeloborasi dari accounting costs-cost centers ke dalam activity


costs.
 Menggunakan analisis ABC untuk mengidentifikasi dan membedakan antara aktivitas
yang memberikan nilai tambah dan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
bagi produk dan pelanggan.
 Menggunakan analisis aktivitas untuk melakukan pengurangan biaya operasional
berdasarkan aktivitas.
 Menggunakan ABC untuk analisis profitabilitas per produk dan pelanggan.

B. Konsep Activity Based Management


1. Pengertian Activity Based Management
Dalam buku Hansen & Mowen dijelaskan bahwa Activity Based Management
(ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh sistem dan terintegrasi, yang
memfokuskan perhatian manajemen pada berbagai aktivitas, dengan tujuan
meningkatkan nilai untuk pelanggan dan laba sebagai hasilnya.
Menurut Mulyadi, Activity Based Management (ABM) adalah pendekatan
manajemen yang memusatkan pengelolaan pada aktivitas dengan tujuan untuk
melakukan improvement berkelanjutan terhadap value yang dihasilkan bagi
customer, dan laba yang dihasilkan dari penyedia value tersebut.
Sedangkan menurut Blocher, Activity Based Management (ABM) adalah
mengelola sumber daya dan aktivitas untuk memperbaiki nilai produk atau jasa
bagi pelanggan serta meningkatkan kompetisi dan profitabilitas perusahaan.
Sehingga dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Activity
Based Management (ABM) merupakan pengelolaan sumber daya dan aktivitas
untuk memperbaiki nilai produk atau jasa bagi pelanggan serta meningkatkan nilai
yang diterima oleh pelanggan dan untuk meningkatkan laba demi mencapai
sasaran kerja dan tujuan organisasi melalui proses perbaikan secara terus-menerus.
2. Dimensi Activity Based Management (ABM)
Dalam Activity Based Management, didasarkan pada dua dimensi, yaitu:
a. Dimensi Biaya
Dimensi biaya memberikan informasi biaya dari sumber daya (resources),
aktivitas (activity), produk dan pelanggan (customer). Dimensi biaya
mencerminkan kebutuhan organisasi untuk menelusuri sumber-sumber pada
aktivitas-aktivitas dan akhirnya membebankannya pada objek-objek untuk
menganalisa keputusan-keputusan penting suatu organissasi. Ada tiga tahapan
yang digunakan dalam menyempurnakan keakuratan penelusuran biaya pada
objek-objek biaya. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
a) Mengidentifikasikan biaya sumber daya. Maksudnya adalah unsur
ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam pelaksanaan aktivitas.
b) Menelusuri biaya-biaya sumber pada aktivitas. Aktivitas diartikan sebagai
semua proses atau prosedur yang dilaksanakan oleh perusahaan.
c) Membebankan biaya pada objek-objek biaya. Objek biaya adalah segala
sesuatu yang menjadi tujuan pembebanan biaya pada aktivitas.

(Contoh Sederhana Dua Dimensi Model ABM)

b. Dimensi Proses
Dimensi proses memberikan informasi tentang aktivitas-aktivitas apa saja
yang dilakukan, mengapa aktivitas dilakukan, dan bagaimana pelaksanaannya.
Dimensi ini ingin mengetahui kinerja setiap aktivitas yang dilakukan
perusahaan dan bertujuan untuk mengurangi biaya. Dimensi ini menunjukkan
informasi tentang continoues improvement yang dilakukan perusahaan.
3. Mengimplementasikan Activity Based Management (ABM)
Activity Based Management (ABM) merupakan sebuah sistem yang komprehensif
dari sistem Activity Based Costing (ABC). Activity Based Management (ABM)
dipandang sebagai sistem informasi yang bertujuan untuk memperbaiki
pengambilan keputusan dengan menginformasikan biaya yang akurat dan
mengurangi biaya dengan mendorong serta mendukung berbagai usaha perbaikan
secara berkelanjutan.

(Model Implementasi ABM)


Model implementasi ini menunjukkan 10 langkah yang menentukan dalam
implementasi ABM. Empat langkah diantaranya berkaitan dengan ABC, empat
langkah lainnya berkaitan dengan PVA serta dua langkah umum.
Dari model implementasi diatas menunjukkan bahwa tujuan ABM secara
keseluruhan adalah untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Tujuan ini
dapat dicapai dengan mengidentifikasi dan menyeleksi berbagai peluang untuk
perbaikan serta menggunakan informasi akurat untuk membuat keputusan yang
lebih baik.
Selain itu, tujuan dari ABM di dalam implementasinya juga dikemukan oleh
Supriyono, yang mana beliau mengemukan tujuan ABM, sebagai berikut:
a. Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (non-keuangan) organisasi dan
aktivitasnya.
b. Menentukan biaya-biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe produk
dan jasa.
c. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dan mengendalikannya.
d. Mengelompokkan aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah.
e. Mengefisienkan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas tidak
bernilai tambah.
f. Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan konsumen.
4. Langkah-Langkah Activity Based Management (ABM)
Menurut Supriyono, langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan
ABM, yaitu:
a. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas;
b. Membedakan antara aktivitas yang bernilai tambah dengan aktivitas yang
tidak bernilai tambah untuk produk dan jasa tertentu;
c. Menelusuri arus produk atau jasa melalui aktivitas yang terjadi;
d. Membebankan nilai-nilai waktu dan biaya pada setiap aktivitas;
e. Menentukan keterkaitan antara aktivitas-aktivitas dan fungsi-fungsi dan lintas
fungsi;
f. Membuat arus produk dan jasa lebih efisien;
g. Mengurangi atau meniadakan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah;
h. Menganalisa dua atau lebih aktivitas yang saling berhubungan untuk
menentukan trade off diantara aktivitas tersebut agar mengarah pada
pengurangan biaya;
i. Menyempurnakan berkesinambungan.
5. Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi ABM
a. Keberhasilan Implementasi ABM
Keberhasilan dalam penerapan ABM, dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a) Budaya Organisasi
Budaya organisasi mencerminkan kerangka berfikir dari karyawan
termasuk prilaku nilai dan keyakinan yang dianut oleh karyawan. Budaya
organisasi menunjukkan keterlibatan, kerja sama seperti partisipasi yang
tinggi dari seluruh karyawan. Budaya organisasi sangatlah mendukung
keberhasilan dari penerapan Activity Based Management di suatu
organisasi.
b) Dukungan dan Komitmen Manajemen Puncak
Penerapan suatu sistem manajemen biaya yang baru seperti ABM dan
ABC membutuhan waktu dan sumber daya, oleh karena itu dukungan dan
peran dari manajemen puncak sangat diperlukan untuk keberhasilan
penerapannya.
c) Perubahan Proses
Perubahan bisa terjadi apabila diterapkannya suatu proses yang sudah
dirancang untuk menghasilkan perubahan tersebut. Perbaikan dari proses
yang sudah ada sangat mendukung keberhasilan penerapannya. Elemen-
elemen dari proses diantaranya adalah daftar dari aktivitas, sekumpulan
tujuan dan tindakan lanjutan.
d) Pelatihan Berkelanjutan
Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan
serta meningkatkan keahlian mereka terhadap lingkungan kerja yang cepat
berubah sangatlah penting. Keberhasilan penerapan dari program
manajemen biaya yang baru membutuhkan keahlian, peran serta kerja
sama dari karyawan suatu organisasi.
b. Kegagalan Implementasi ABM
Salah satu alasan yang menyebabkan gagalnya penerpan ABM adalah
kurangnya dukungan dari manajemen tingkat atas. Hilangnya dukungan bisa
terjadi jika implementasi membutuhkan ABM membutuhkan waktu yang
terlalu lama atau hasil yang diharapkan tidak tampak dengan nyata.
Alasan yang kedua yang menyebabkan kegagalan dalam penerapan sistem
ABM adalah adanya penolakan dari manajer terhadap sebuah perubahan.
Kegagalan dalam mengintegrasikan sistem baru ini dapat diperbaiki dengan
mengomunikasikan kembali bahwa konsep ABM melengkapi dan
meningkatkan berbagai program perbaikan yang sangat penting.
6. Activity Based Management (ABM) dan Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental untuk pengendalian
manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting, yaitu: (1) pemberian
tanggung jawab, (2) pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, (3)
pengevaluasian kinerja, dan (4) pemberian penghargaan. Tujuan dari akuntansi
pertanggungjawaban adalah untuk memengaruhi perilaku dalam cara tertentu
sehingga kegiatan perusahaan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam perkembangannya, ada perubahan dalam sistem akuntansi
pertanggungjawaban, yang terdiri dari: (1) berdasarkan fungsional (keuangan), (2)
aktivitas, dan (3) strategi.
Sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan keuangan memberikan
tanggung jawab pada berbagai unit perusahaan dan menyatakan berbagai ukuran
kinerja dalam bentuk keuangan. Sedangkan, sistem akuntansi
pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas merupakan suatu sistem akuntansi
yang dikembangkan oleh perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang
mengalami perbaikan berkelanjutan. Untuk mempermudah dalam membedakan
antara sistem akuntansi berdasarkan keuangan dengan berdasarkan aktivitas, akan
disajikan perbedaanya melalui empat elemen penting berikut:
a. Pemberian Tanggung Jawab

Pertanggungjawaban Berdasarkan Pertanggungjawaban Berdasarkan


Keuangan Aktivitas
1. Unit perusahaan; 1. Proses;
2. Efisiensi operasional lokal; 2. Efisiensi keseluruhan sistem;
3. Akuntabilitas individu; 3. Akuntabilitas tim;
4. Hasil keuangan. 4. Hasil keuangan.

Penjelasan:

Pertanggungjawaban berdasarkan keuangan dipusatkan pada unit perusahaan


(misalnya: pabrik, department, atau lini produksi). Segala jenis unit
fungsional diberikan tanggung jawabnya kepada individu. Tanggung jawab
ini didefinisikan dalam bentuk keuangan yang penekanannya adalah untuk
pencapaian hasil keuangan yang optimal pada tingkat lokal (contoh: tingkat
unit perusahaan).

Pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dipusatkan pada proses atau


aktivitasnya. Dengan tanggung jawab lebih ditekankan kepada tim serta
optimalisasi sistem dilakukan secara keseluruhan. Dengan tanggung jawab
keuangan tetap menjadi hal utama untuk mencapai hasil keuangan yang
optimal.

b. Penetapan Ukuran Kinerja

Ukuran Kinerja Berdasarkan Ukuran Kinerja Berdasarkan


Keuangan Aktivitas
1. Anggaran unit perusahaan; 1. Standar berorientasi pada proses;
2. Perhitungan biaya standar; 2. Standar bernilai-tambah;
3. Standar statis; 3. Standar dinamis;
4. Standar yang saat ini dapat dicapai. 4. Standar optimal.
Penjelasan:
Setelah tanggung jawab ditetapkan, ukuran kinerja harus diidentifikasi dan
standar harus ditetapkan agar berfungsi sebagai benchmarking untuk ukuran
kinerja.
Anggaran dan perhitungan biaya standar adalah tahap penting dalam aktivitas
bencmarking untuk sistem berdasarkan keuangan dengan ukuran kinerja
bersifat objektif dan relative stabil sepanjang tahun.
Sedangkan pada sistem berdasarkan proses, ukuran kinerja lebih berorientasi
pada proses serta standar ukuran kerja dapat berubah (dinamis). Yang mana
standar optimal itu dibutuhkan untuk pencapaian target utama.
c. Evaluasi Kinerja

Evaluasi Kinerja Berdasarkan Evaluasi Kinerja Berdasarkan


Keuangan Aktivitas
1. Efisiensi keuangan; 1. Pengurangan waktu;
2. Biaya yang dapat dikendalikan; 2. Perbaikan kualitas;
3. Biaya aktual dengan biaya standar; 3. Pengurangan biaya;
4. Ukuran keuangan. 4. Pengukuran tren.
Penjelasan:
Dalam kerangka kerja berdasarkan keuangan, kinerja diukur dengan
membandingkan berbagai hasil sesungguhnya dengan hasil yang
dianggarkan. Serta kinerja keuangan lebih ditekankan untuk mencapai hasil
keuangan yang optimal.
Sedangkan, kerangka kerja yang berdasarkan aktivitas lebih berkaitan dengan
kinerja daripada perspektif keuangan. Adanya pengurangan waktu dan
pengurangan biaya diharapkan mampu memberikan hasil yang tetap
berkualitas tinggi kepada pelanggan.
d. Pemberian Penghargaan

Penghargaan Berdasarkan Penghargaan Berdasarkan


Keuangan Aktivitas
1. Berdasarkan kinerja keuangan; 1. Berdasarkan kinerja multidimensi;
2. Penghargaan individual; 2. Penghargaan kelompok;
3. Kenaikan gaji; 3. Kenaikan gaji;
4. Promosi; 4. Promosi;
5. Bonus dan pembagian lab. 5. Bonus, pembagian lab & keuntungan.
Penjelasan:
Dari kedua sistem ini, instrument keuangan relatif sama (gaji, bonus,
pembagian laba dan promosi) dalam memberikan penghargaan atas kinerja
yang telah dilakukan secara baik.
Namun, dalam sistem yang berdasarkan aktivitas, pemberian penghargaan ini
relatif lebih sulit dikarenakan penghargaan ini diberikan secara
berkelompok/tim.
Lain halnya dengan sistem berdasarkan keuangan, dimana tanggung jawab
diberikan kepada masing-masing individu. Sehingga dalam pemberian
penghargaannya relatif lebih mudah karena setiap penghargaan yang
diberikan akan diterima oleh individu terkait yang kinerjanya optimal.

C. Analisis Nilai Proses


Analisis nilai proses adalah hal yang fundamental bagi akuntansi pertanggungjawaban
yang berdasarkan aktivitas. Analisis ini berfokus pada akuntabilitas berbagai aktivitas
sebagai ganti pada biaya, dan aktivitas ini menekankan pada maksimalisasi kinerja
keseluruhan sistem sebagai ganti kinerja individual. Analisis nilai proses membantu
mengubah berbagai konsep akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dari
tingkat konseptual menjadi operasional. Analisis nilai proses ini berkaitan dengan :
(1) analisis penggerak, (2) analisis aktivitas dan (3) pengukuran kinerja aktivitas.
1. Analisis Penggerak
Analisis penggerak adalah usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor yang merupakan akar pemicu dari biaya aktivitas. Analisis penggerak ini
bertujuan untuk mengungkapkan akar pemicu. Akar pemicu ini merupakan
penyebab dasar dari suatu aktivitas dilakukan.
2. Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas merupakan proses untuk mengidentifikasi, menjelaskan dan
mengevaluasi berbagai aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam analisis
aktivitas, terdapat empath al yang harus diperhatikan, yaitu: (1) aktivitas apa yang
telah dilakukan, (2) berapa banyak orang yang telah melakukan aktivitas, (3)
waktu dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas dan
(4) penilaian atas nilai aktivitas bagi perusahaan, termasuk saran untuk memilih
dan mempertahankan berbagai aktivitas yang menambah nilai. Dari empat hal
tersebut, hasil akhir dari dari suatu analisa aktivitas adalah penentuan nilai tambah
setiap aktivitas bagi organisasi. Oleh karena itu dalam analisa aktivitas, aktivitas
dapat dibedakan menjadi dua jenis aktivitas, yaitu: (1) aktivitas bernilai-tambah
dan (2) aktivitas tidak bernilai-tambah.
a. Aktivitas Bernilai-Tambah
Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang memberi kontribusi terhadap
nilai pelanggan dan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau organisasi
yang membutuhkannya. Aktivitas bernilai tambah merupakan aktivitas-
aktivitas yang memang seharusnya dilakukan dan benar-benar diperlukan
dalam penyediaan produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan
pencapaian tujuan manajemen perusahaan. Misalnya, aktivitas perancangan
produk, pemprosesan oleh tenaga kerja langsung, penambahan bahan
langsung, dan aktivitas yang berkaitan dengan mesin dan pengiriman produk.
Aktivitas bernilai tambah merupakan aktivitas yang diperlukan agar dapat
bertahan dalam dunia bisnis. Jika aktivitas ini dihilangkan sudah pasti akan
menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan yang akan berpengaruh
terhadap konsumen dalam jangka panjang.
Terdapat dua macam aktivitas bernilai tambah, yaitu:
1) Aktivitas yang diperlukan (required activity), merupakan aktivitas yang
harus dilaksanakan.
2) Aktivitas diskrusioner (discretionary activity), merupakan aktivitas
kebijakan. Aktivitas ini disebut aktivitas bernilai tambah jika secara
bersamaan memenuhi kondisi sebagai berikut: (1) aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan kondisi, (2) perubahan itu tidak dapat dicapai
oleh aktivitas sebelumnya, (4) aktivitas ini memungkinkan aktivitas
lainnya dapat dilakukan.

Aktivitas bernilai tambah terbagi kedalam dua kategori, yaitu:

1) Suatu aktivitas mempunyai nilai, apabila aktivitas tersebut adalah penting


bagi pelanggan.
2) Suatu aktivitas mempunyai nilai, apabila aktivitas tersebut adalah penting
terhadap berfungsinya organisasi.
b. Aktivitas Tidak Bernilai-Tambah
Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak memberikan
kontribusi terhadap nilai konsumen atau terhadap kebutuhan organisasi.
Aktivitas tidak bernilai tambah adalah semua aktivitas selain berbagai
aktivitas yang paling penting untuk tetap bertahan sehingga dipandang tidak
perlu. Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas kunci bagi perusahaan untuk
dapat melangsungkan hidup perusahaan dimana aktivitas ini dapat
memberikan nilai tambah pada konsumen dan dapat menambah laba
perusahaan. Sebaliknya, aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas dalam
perusahaan yang tidak efisien dan tidak memberikan kontribusi bagi
perusahaan sehingga aktivitas ini perlu untuk dihilangkan agar tidak terjadi
pemborosan dalam perusahaan.
Menurut Hansen dan Mowen (2009:239) beberapa macam aktivitas yang tidak
bernilai tambah yang biasanya terdapat pada industri, yaitu:
1) Scheduling, merupakan aktivitas penjadwalan proses produksi untuk setiap
jenis produk.
2) Moving, merupakan aktivitas pemindahan bahan, barang dalam proses dan
barang jadi dari satu departemen ke departemen lain.
3) Waiting, merupakan aktivitas menunggu tersedianya bahan baku,
menunggu datangnya barang dalam proses yang dikirimkan dari bagian
atau departemen lain.
4) Inspeksi, merupakan aktivitas pemeriksaan barang untuk meyakinkan
bahwa barang telah memenuhi spesifikasi atau kualitas yang diharapkan.
5) Storing, merupakan aktivitas penyimpangan bahan, barang dalam proses,
produksi selesai sebagai penyediaan digudang menunggu waktu
pemakaian atau pengiriman

Hasil akhir yang ingin dicapai dalam analisa aktivitas adalah penurunan biaya
(cost reduction) yang ditimbulkan karena adanya continues improvement.
Dalam lingkungan yang kompetitif, perusahaan harus mampu mengirimkan
produk yang diinginkan konsumen, dalam waktu yang tepat serta harga yang
rendah. Hal ini mendorong perusahaan harus selalu melakukan perbaikan yang
terus menerus dalam melaksanakan aktivitas. Menurut Hansen dan
Mowen(2009:240) Analisis aktivitas yang dapat digunakan menurunkan biaya
melalui dengan empat cara, yaitu:

1) Eliminasi Aktivitas
Memusatkan pada aktivitas yang tidak bernilai tambah. Aktivitas-aktivitas
yang tidak bernilai tambah harus diidentifikasian dan diukur kemudian
mengeliminasi aktivitas-aktivitas tersebut.
2) Seleksi Aktivitas
Pemilihan serangkaian aktivitas yang berbeda yang disebabkan karena
strategi yang saling bersaing. Strategi berbeda membutuhkan aktivitas
berbeda. Dipilih aktivitas yang biayanya rendah untuk hasil yang sama.
3) Pengurangan Aktivitas
Pengurangan waktu dan konsumsi sumber ekonomi yang diperlukan suatu
aktivitas. Pendekatan ini terutama ditujukan untuk peningkatan efisiensi
dan peningkatan aktivitas tidak bernilai tambah dapat hilang.
4) Pembagian Aktivitas
Pembagian aktivitas dapat meningkatkan efisiensi aktivitas yang
diperlukan dengan memanfaatkan skala ekonomi, khususnya dengan
meningkatkan kualitas cost driver tanpa meningkatkan biaya aktivitas.
Aktivitas ini menimbulkan biaya tidak bernilai tambah yang merupakan biaya
yang disebabkan oleh aktivitas tidak bernilai tambah atau kinerja yang tidak
efisien dari aktivitas bernilai tambah. Biaya inilah yang harus dikurangi oleh
pihak manajemen dengan mengurangi atau mengeliminasi aktivitas tidak
bernilai tambah dan mengoptimalkan aktivitas bernilai tambah.

c. Pengukuran Kinerja Aktivitas


Pengukuran kinerja aktivitas digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan yang
dilaksanakan dan hasil-hasil yang dicapai untuk menilai seberapa baik
pekerjaan itu dilaksanakan. Pengukuran kinerja aktivitas juga dirancang
untuk mengetahui adanya perbaikan berkelanjutan. Ukuran kinerja aktivitas
berpusat pada:
1) Efisiensi, memfokuskan pada hubungan antara masukan aktivitas dan
keluaran aktivitas.
2) Efektifitas, yaitu melakukan serangkaian pelaksanaan kegiatan dengan
benar.
3) Kualitas, menggambarkan hubungan dengan pelaksanaan kegiatan sejak
awal sampai akhir yang tidak mengandung unsur cacat.
4) Waktu, yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas merupakan titik
kritis karena dalam waktu yang lama akan membutuhkan lebih banyak
sumber daya yang digunakan.

D. System Pelaporan Biaya Aktivitas


4.1 Pelaporan Biaya Bernilai dan Tak-Bernilai Tambah
Dengan membandingkan biaya aktivitas sesungguhnya dengan biaya akrivitas
bernilai-tambah, pihak manajemen dapat menilai tingkat ketidakefisienan aktivitas
serta menentukan potensi untuk perbaikan. Untuk mengidentifikasi serta menghitung
biaya bernilai dan tak-bernilai-tambah, berbagai ukuran output untuk tiap aktivitas
harus ditetapkan terlebih dahulu. Jika ukuran output telah ditetapkan, maka jumlah
standar bernilai-tambah (standard guantity-SO) untuk tiap aktivitas dapat ditetapkan.
Biaya bernilai-tambah dan biata tak-bernilai-tambah dapat dihitung dengan:

Biaya Bernilai tambah: SP x SP


Biaya tak-bernilai-tamabah: (AQ – SQ)SP

Di mana
SQ = tingkat output bernilai-tambah untuk suatu aktivitas
SP = harga standar per unit dari ukuran output aktivitas
AQ = penggunaan kuantitas sesungguhnya sumber daya fleksibel atau kapasitas praktis
aktivitas yang diadakan untuk sumber daya yang terikat

Sebagai contoh :

RTP inc. memiliki empat aktivitas produksi yaitu pengelasan, pengerjaan ulang produk
cacat, penyetelan peralatan, dan pengawasan komponen yang dibeli. Penyetelan dan
penggunaan bahan baku adalah aktivitas yang dibutuhkan, sedangkan pengawasan dan
pengerjaan ulang adalah aktivitas yang tidak dibutuhkan. Berikut merupakan data terkait
dengan keempat aktivitas tersebut.

Biaya Tak-Bernilai-
Aktivitas Biaya Bernilai-Tambah Biaya Aktual
Tambah
Pengelasan $400.000 $80.000 $480.000
Pengerjaan Ulang 0 90.000 90.000
Penyetelan 0 360.000 360.000
Pengawasan 0 60.000 60.000
Total $400.000 $590.000 $990.000

Dari laporan biaya diatas memungkinkan para manajer RTP Inc. untuk melihat
berbagai biaya yang tak-bernilai-tambah. Konsekuensinya, laporan tersebut
menekankan pada peluang untuk perbaikan. Dengan mendesain ulang berbagai
produk, waktu pengelasan dapat dikurangi. Dengan melatih para pengelas dan
meningkatkan keahlian tenaga kerja, pihak manajemen dapat mengurangi pengerjaan
ulang. Mengurangi waktu penyetelan dan mengimplementasikan program evaluasi
pemasok adalah berbagai tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja
aktivitas penyetelan dan pengawasan. Jadi, melaporkan biaya yang bernilai dan tak-
bernilai-tambah pada saat tertentu dapat memicu berbagai tindakan untuk mengelola
berbagai pelaksanaan aktivitas untuk memperbaiki aktivitas terkait dan menghasilkan
pengurangan biaya. Pelaporan berbagai biaya ini juga dapat membantu para manajer
memperbaiki perencanaan, penganggaran, dan keputusan perhitungan harga.
Contohnya, mengurangi harga jual untuk menyaingi harga dari pesaing dapat dilihat
sebagai hal yang memungkinkan jika manajer dapat melihat potensi untuk
mengurangi biaya tak-bernilai-tambah untuk mengabsorbsi pengaruh dari
pengurangan harga.

4.1.1 Pelaporan Tren

Ketika RTP Inc. mengambil berbagai tindakan untuk memperbaiki berbagai aktivitas,
apakah penurunan biaya akan langsung terjadi? Salah satu cara menjawab pertanyaan
ini adalah membandingkan berbagai biaya untuk tiap aktivitas dengan berjalannya
waktu. Tujuannya adalah perbaikan aktivitas yang diukur melalui pengurangan biaya
sehingga kita dapat melihat penurunan biava tak-bernilai-tambah dari satu periode ke
periode berikutnya—jika analisis aktivitasnya berjalan efektif. Contohnya, asumsikan
bahwa empat keputusan utama manajemen aktivitas diimplementasikan pada awal
tahun 2008: penggunaan pengendalian proses statistik, desain ulang produk, program
pelatihan tenaga kerja, dan program evaluasi pemasok. Seberapa efektifkah berbagai
keputusan ini? Apakah penurunan biaya terjadi seperti yang diharapkan?

Biaya-Tak-Bernilai-Tambah
Aktivitas 2007 2008 Perubahan
Pengelasan $80.000 $50.000 $30.000
Pengerjaan Ulang 90.000 70.000 20.000
Penyetelan 360.000 200.000 160.000
Pengawasan 60.000 35.000 25.000
Total $590.000 $355.000 $235.000

Tabel diatas memberikan laporan biaya yang membandingkan biaya tak-bernilai-


tambah dari tahun 2008 dengan biaya yang timbul pada tahun 2007. Kita
mengasumsikan SQ untuk kedua tahun tersebut adalah sama. Perbandingan antara
biaya tak-bernilai-tambah tahun 2008 secara langsung dengan biaya pada tahun 2007
membutuhkan SQ pada nilai yang sama untuk kedua tahun tersebut. Jika SQ berubah,
pada tahun sebelumnya, biaya tak-bernilai-tambah akan disesuaikan hanya dengan
asumsi ada penyimpangan dalam persentase yang sama dari standarnya pada tahun ini
jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun sebelumnya.
Laporan tren tersebut menunjukkan pengurangan biaya terjadi, seperti yang
diharapkan, RTP, Inc. berhasil mengeliminasi hampir separuh dari berbaga biaya tak-
bernilai-tambah. Akan tetapi, masih ada banyak ruang untuk perbaikan walaupun
perbaikan aktivitas sejauh ini telah berhasil baik. Sebagai catatan, perbandingan
berbagai biaya aktual dari kedua periode tersebut akan menghasilkan penurunan yang
sama. Namun, pelaporan biaya yang tak-bernilai, tambah tidak hanya menunjukkan
penurunan, tetapi juga tempat penurunan tersebut terjadi. Walaupun demikian,
terdapat kualifikasi yang penting. Standa, bernilai-tambah, seperti juga standar
lainnya, bukanlah hal yang tetap. Teknologi baru, desain baru, dan berbagai inovasi
lainnya dapat mengubah sifat dari -akrivitas yang dilakukan. Aktivitas bernilai-
tambah dapat diubah menjadi aktivitas tak-bernilai-tambah dan tingkat nilai
tambahnya juga dapat berubah. Jadi, ketika berbagai cara baru untuk perbaikan
bermunculan, standar bernilaitambah akan berubah.

4.1.2 Peran Standar Kaizen


Perhitungan biaya Kaizen berkaitan dengan penurunan biaya berbagai produk dan
proses yang telah ada. Dalam istilah operasional, perhitungan biaya ini mengarah
pada penurunan biaya yang tak-bernilai-tambah. Pengendalian berbagai proses
penurunan biaya ini dapat dicapai melalui penggunaan berulang dua subsiklus utama:
(1) Kaizen atau perbaikan berkelanjutan dan (2) siklus pemeliharaan. Subsiklus
Kaizen ditentukan oleh rangkaian: Rencanakan (Plan)—Lakukan (Do)—Periksa
(Check)—Bertindak (Act). Jika suatu perusahaan menekankan pada penurunan biaya
tak-bernilai-tambah, maka jumlah perbaikan yang direncanakan untuk periode
mendatang (bulan, kuartal, dan lain-lain) harus ditetapkan (langkah Rencanakan).
Standar Kaizen mencerminkan perbaikan yang direncanakan untuk periode masa
mendatarg.
4.1.3 Benchmarking
Pendekatan lain untuk penerapan standar yang digunakan untuk mengidentifikas,
berbagai peluang perbatkan aktivitas disebut sebagai benchmarking Benchmarking
menggunakan praktik terbaik sebagai standar untuk mengevaluas kinerja aktivitas.
Dalam suatu perusahaan, berbagai unit berbeda (contohnya, berbagai lokasi pabrik
yang berbeda) yang melakukan beberapa akrivitas yang sama akan diperbandingkan.
Unit dengan kinerja terbaik untuk suatu aktivira, akan menetapkan standar di
perusahaan. Kemudian, berbagai unit lainnya akan memiliki target untuk dipenuhi
atau dikalahkan. Selanjutnya, unit dengan praktik terbaik dapat berbagi informasi
dengan berbagai unit lainnya mengenai cara unit tersebur mencapai hasil yang
superior. Agar proses ini dapat berjalan baik, penting untuk memastikan bahwa
definisi berbagai aktivitas dan ukuran output aktivitas konsisten antarunir. Hal-hal
seperti tingkat aktivitas, biaya per unit oxtput aktivitas, atau jumlah oxtput aktivitas
per unit output proses dapat digunakan untuk membuat peringkat kinerja aktivitas dan
mengidentifikasi unit yang terbaik.

Anda mungkin juga menyukai