Anda di halaman 1dari 19

RANGKUMAN MATA KULIAH (RMK) ETIKA BISNIS DAN PROFESI

BAB 4 “HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS”

Disusun Oleh :

Kelas : B

Kelompok 7

1. FINANDA SALSAHIRA (21013010078)


2. ANISA APRILIA (21013010079)
3. MAYZURA RAHMA AULIA PUTRI (21013010093)
4. DEWI SINTA (21013010081)
5. ROHAN AS SADZILI (21013010096)
6. MUHAMAD RISA FARHAN (21013010097)

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

Tahun Ajaran

2022
HAKIKAT EKONOMI

Sebagian dari ilmu ekonomi membahas tentang produksi, distribusi dan konsumsi. Ilmu
ekonomi mengasumsikan bahwa sumber daya yang terbatas harus memenuhi kebutuhan manusia
yang tidak terbatas. Keterbatasan sumber daya tersebut menyebabkan manusia harus
mengeksploitasinya seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas itu.
Paradigma hakikat manusia menurut ilmu ekonomi modern adalah sebagai berikut :
A. Manusia disebut makhluk ekonomi.
B. Kebutuhan manusia tidak terbatas.
C. Manusia perlu bertindak rasional untuk merealisasikan kebutuhannya.
Paradigma tersebut memiliki dampak:
A. Manusia cenderung melupakan tujuan spiritual dan mengejar kekayaan materi sebagai
tujuan hidup. Kesadaran spiritual dan keyakinan akan kekuatan Tuhan yang tidak terbatas
(kesadaran transcendental) seringkali diabaikan karena manusia cenderung mempercayai
pikiran rasional saja.
B. Menjadi serakah, karena Manusia pada dasarnya serakah.

ETIKA DAN SISTEM EKONOMI

Perilaku baik dan tidak baik manusia secara individu maupun kelompok merupakan inti
dari pelajaran tentang etika. Pola pikir, asumsi dasar, teori, konsep dan berbagai kebijakan
pemerintah terkait infrastruktur, institusi, perangkat hukum dan lainnya merupakan unsur unsur
sistem ekonomi yang digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat.

Etika dan Sistem Ekonomis Komunis

Sistem ekonomi komunis memiliki tujuan untuk menghilangkan eksploitasi berlebih yang
43 dilakukan oleh majikan atau pemilik modal terhadap buruh atau manusia lainnya. Tujuan
ekonomi komunis yang mulia hanya dapat memberi pengaruhnya hingga pertengahan abad 20 dan
mulai memudar di akhir abad 20.

Alasan sistem ekonomi komunis dianggap gagal sebagai berikut:

A. Hakikat manusi tidak ditangkap secara utuh oleh sistem ekonomi komunis.
B. Kekayaan individu dan alat-alat produksi yang terkait tidak diakui dalam sistem ekonomi
komunis.
C. Masyarakat hanya melaksanakan kewajiban bekerja untuk negara semata- mata.
Produktivitas cenderung rendah karena motivasi untuk produktif hampir tidak tercipta.
D. Perang dingin antara blok timur (komunis) dengan blok barat menyebabkan negara
komunis memproduksi senjata yang memboroskan kekayaan negara. Pemborosan tersebut
menjadikan perekonomian blok timur (komunis) memburuk.

Etika dan Sistem Ekonomis Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem yang seluruh aset produktif dan atau
berbagai faktor produksinya sebagian besar hanya diimiliki oleh sektor swasta/individu saja. Teori
sistem ekonomi ini dikeluarkan oleh Adam Smith dalam buku The Wealth of Nations –nya.
Beberapa bentuk pemikirannya adalah bahwa pihak swasta dibebaskan dalam hak kepemilikannya,
adanya The Invisible Hand (mekanisme pasar). Selain itu, peran pemerintah juga hampir tidak
ada. Sistem ekonomi kapitalis yang belaku di negara-negara barat dan Jepang tumbuh jauh lebih
cepat dibanding negara-negara komunis. -negara barat dengan sistem ekonomi kapitalisnya
menghasilkan banyak perusahaan multinasional.

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila

Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi yang mendasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945, berasaskan kekeluargaan dan gotong royong dengan tujuan menciptakan keadilan
sosial dan ekonomi. Konsep etika bisnis dalam ekonomi Pancasila dapat dijelaskan sebagai
kegiatan ekonomi yang didasarkan pada moral Pancasila, adanya prinsip kesamaan derajat
(egalitarianisme), mengembangkan produk dalam negeri dengan dasar nasionalisme ekonomi,
menerapkan asas kekeluargaan sesuai dengan ekonomi koperasi dan perwujudan keadilan dengan
penyelenggaraan desentralisasi pembangunan.

Etika dan Sistem Ekonomi

Kesadaran etis individu pelaku ekonomi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu
aktivitas ekonomi apapun sistem ekonomi yang dipilih. Kesadaran memaknai hakikat manusia
secara utuh dapat meminimalkan persoalan yang bersifat etis yang merupakan dampak dari
implementasi suatu sistem ekonomi.

PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS

Pada zaman dahulu, kegiatan bisnis umat manusia adalah berburu dan mengumpulkan
barang-barang yang sudah disediakan oleh alam, seperti buah-buahan, sayur-mayur, kayu bakar,
kayu untuk perumahan, batu untuk dijadikan berbagai peralatan, dan sebagainya. Pada zaman itu,
semua barang dan jasa untuk menunjang kebutuhan hidup dapat dipenuhi sendiri oleh kelompok
sendiri.

Seiring dengan pertumbuhan peradaban dan perkembangan zaman, pada fase berikutnya
mulai timbul pertukaran barang antar kelompok yang sering disebut sebagai barter.
Pertukaran/barter muncul kalau satu kelompok mempunyai barang yang tidak dimiliki oleh
kelompok lainnya dan kedua kelompok ini saling menginginkan barang-barang yang tidak mampu
dihasilkan oleh kelompoknya.

Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar dan ditunjang oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu orang atau satu negara pun yang mampu
memenuhi seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri. Kegiatan pertukaran atau perdagangan
baik antar orang dalam satu negara maupun antar negara sudah menjadi bagian kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dengan kegiatan produksi karena kegiatan perdagangan berfungsi untuk
mendistribusikan barang/jasa dari pihak produsen (pihak yang menghasilkan) ke pihak konsumen
(pihak yang menggunakan atau memerlukan).
Saat ini siapa pun tidak dapat menyangkal bahwa kegiata bisnis menjadi tulang punggung
perekonomian suatu negara. Kegiatan bisnis juga menjadi sumber penerimaan pokok dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui perpajakan bea masuk, dan cukai.
Kegiatan bisnis juga menjadi sumber penghasilan dan lapangan pekerjan setiap orang. Namun
dalam realitanya masih banyak dijumpai pandangan pro dan kontra mengenal etis tidaknya suatu
aktivitas bisnis.

Pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat tujuan
bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas
memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan
keuntungan tersebut. Para penganut paham ini melihat bahwa dalam menghasilkan dan menjual
barang dan jasa, terjadi persaingan yang sangat ketat sehingga satu-satunya cara untuk bisa
bertahan dalam bisnis adalah dengan menjadi pemenang dalam kancah persaingan yang sangat
ketat tersebut. Berbeda dengan pandangan praktis-realistis, pandangan idealis adalah suatu
pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuh masyarakat, Sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan
konsekuensi logis dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan
pokok dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungannya
hanyalah akibat dari kegiatan bisnis.

Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul dari individu yang paham moralitasnya
didominasi oleh teori etika egoisme atau teori hak, sedangkan pandangan idealisme dalam bisnis
muncul dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori deontologi, teori keutamaan,
atau teori teonom.

Dari sudut pandang etika, dapat dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, dan Post
(2005) tentang budaya etis (ethical climates). Budaya etis adalah pemahaman tak terucap dari
semua karyawan (pelaku bisnis) tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima (the
unspoken understanding among employe what is and is not acceptable behavior).
Kriteria Etis Fokus

Individu Perusahaan Masyarakat

Egoiseme Kepentingan diri Kepentingan Efisisensi ekonomi


(pendekatan perusahaan
(self interest)
berpusat pada
(company interest
kepentingan diri)

Benevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggungjawab


(pendekatan bersama (team interest) sosial (social
berpusat pada (friendship) responsibility)
kepentingan orang
lain)

Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan Hukum


(pendekatan (personal morality) peraturan
berpusat pada perusahaan
prinsip integritas)

LIMA DIMENSI BISNIS

Persoalan mengenai etis tidaknya suatu kegiatan bisnis dan ada tidaknya hubungan antara
tindakan bisnis dengan etika sempat menjadi isu perdebatan. Namun sebagaimana telah dijelaskan
pada sub bab sebelumnya, etis-tidaknya suatu kegiatan bisnis ditentukan oleh tingkat kesadaran
"the man behind the gun (the business)". Untuk memahami persoalan bisnis ini, Bertens (2000)
mencoba menjelaskan kegiatan bisnis dilihat dari tiga dimensi, yaitu: ekonomi, etika, dan hukum.
Namun dalam pembahasan di bawah ini, bisnis akan dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi,
etika, hukum, sosial, dan spiritual.
Dimensi Ekonomi

Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan tulang
punggung kegiatan ekonomi, tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Keuntungan diperoleh
berdasarkan rumus yang sudah jamak dikembangkan oleh para akuntan, yaitu penjualan (revenues,
sales) dikurangi harga pokok penjualan dan beban-beban (cost of goods sold and expenses).
Faktor-faktor produksi dari sudut ekonomi terdiri dari atas tanah (land), tenaga kerja (labor), modal
(capital), dan wirausahawan (entrepreneur). Masing masing pemilik faktor-faktor produksi ini
memperoleh pendapatan atas kepemilikannya pada faktor-faktor produksi tersebut.

Bagi para pelaku bisnis, berusaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
atau leb dikenal dengan keuntungan yang optimal adalah sah-sah saja. Ilmu manajemen dan
akuntan mengajarkan berbagai teknik untuk memperoleh keuntungan optimal. Beragam teknik itu
pada intinya mengajarkan satu cara, yaitu untuk meningkatkan penjualan sampai tingkat
maksimum di satu sisi, namun pada saat yang sama dapat menekan harga pokok penjualan (cost
of goods sold) dan beban beban (expenses) pada tingkat minimum.

Dimensi Etis

Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan
mencari keuntungan sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila dilihat
dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra. Persoalan
pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak mempunyai
pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk menilai etis-tidaknya
suatu tindakan bisnis.

Dengan mengacu pada definisi etis dari berbagai sudut pandang maka ditemukan
pandangan etis tidaknya tindakan bisnis. Pertama, kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif,
artinya kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh
umat manusia. Manusia hidup di dunia ini memang harus didukung oleh berbagai jenis barang dan
jasa untuk bisa bertahan hidup. Sekarang ini hampir semua hasil produksi disediakan oleh aktivitas
bisnis. Semua agama juga mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk memperoleh
kebahagiaan lahir dan batin, duniawi dan surgawi. Sementara itu, aktivitas bisnis sudah tampak
jelas mendukung produksi untuk meningkatkan kemakmuran manusia secara duniawi. Dari sudut
pemahaman seperti ini, jelas bahwa tindakan bisnis itu sejalan dan tidak bertentangan dengan
ajaran agama, baik itu ditinjau dari tingkat kesadaran hewani, manusiawi, maupun spiritual. Oleh
karena itu, tindakan bisnis adalah bersifat etis.

Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu kegiatan
bisnis, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak negatif yang ditimbulkan bagi
masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain atau menimbulkan kerusakan
lingkungan). Persoalan etika dalam bisnis berhubungan dengan isu keadilan dan dampak kegiatan
bisnis tersebut bagi masyarakat dan alam. Kegiatan bisnis bisa saja menguntungkan. Akan tetapi
bila dalam pembagian keuntungan itu tidak adil, atau dalam upaya memperoleh keuntungan itu
mengakibatkan ada pihak lain yang merasa dirugikan dan berdampak pada kerusakan lingkungan
alam, maka tindakan bisnis menjadi tidak etis. Memang tidak mudah untuk mengukur atau menilai
etis tidaknya suatu tindakan bisnis karena tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai
ketidakadilan. Selain itu juga tidak mudah untuk menghitung nilai kerugian masyarakat atau
dampak kerusakan lingkungan.

Dimensi Hukum

Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (Dalam Sonny Keraf,
1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan yaitu legal creator di mana
perusahaan diciptakan secara legal oleh negara sehingga perusahaan adalah sebagai badan hukum
dan perusahaan mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya hukum yang
dimiliki manusia. Dan legal recognition di mana perusahaan bukan diciptakan atau didirikan oleh
negara, melainkan oleh orang yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan.
Peranan negara dalam hal ini hanya mendaftarkan, mengesahkan dan memberi izin secara hukum
atas keberadaan perusahaan tersebut.

Dimensi Sosial

Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat
kompleks. Sebagai suatu sistem, berarti di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen,
unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung, saling berinteraksi, saling bergantung, dan saling
berkepentingan. Berbagai sistem terbuka terdapat faktor internal seperti faktor sumber daya
manusia dan sumber daya non- manusia lalu ada faktor eksternal yang terdiri atas elemen manusia
dan non-manusia.

Faktor eksternal inilah yang pada hakikatnya diciptakan karena sebagai kuncikeberhasilan
kinerja perusahaan. Bila perusahaan dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok perusahaan adalah
untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan keuntungan akan
datang dengan sendirinya. Pandangan ini selanjutnya akan melahirkan paradigma dan konsep
stakeholder dalam pengelolaan perusahaan.

Dimensi Spiritual

Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sepanjang


masyarakat membutuhkan produk perusahaan, maka perusahaan akan tetap exist. Kegiatan bisnis
dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama (kepercayaan), padahal dalam ajaran
agama yang dipercayai oleh manusia ada ketentuan yang sangat jelas tentang melakukan kegiatan
bisnis.

Dalam dimensi spiritual, para pengusaha yang ada di dalam perusahaan memaknai
pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang
dikelola menjadi sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Namun dalam
kenyataannya, masih terdapat banyak pelaku bisnis dan oknum stakeholder yang belum
sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam menjalankan praktek bisnisnya.

PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS)

Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan

Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), beberapa paradigma berkaitan


dengan peran tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam dunia akuntan
wujud peran dan tanggungjawab tercermin beberapa teori berkait dengan pemangku kepentingan.
Menurut Schroeder paling tidak ada enam yaitu: (proprietary theory), teori entitas (entity theory),
teori dana (fund theory), teori komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory),
dan teori ekuitas (residual theory).

Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai
pengelola perusahaan; tidak pemisahan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik perusahaan.
Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan pemilik.
Walaupun sudah terdapat pemisahaan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun
orientasi dan pradigma pengelolaan masih belum berubah.. Itu berarti bahwa tujuan pengelolaan
perusahaan adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan para pemilik perusahaan (pemegang
saham), sedangkan kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham belum
mendapat perhatian yang seimbang. Oleh karena paradigma pengelolaan masih menganut
kepemilikan. Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas masih sama
dengan pandangan pengelola kepemilikan. Hanya saja dalam teori ekuitas sisa, orientasi pengelola
lebih ditujukan kepada para pemegang saham biasa, sedangkan pemegang saham preferen tidak
mendapat perhatian setara.

Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana dan teori komando. Dalam
mengelola suatu lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada restriksi legal atas penggunaan dana
yang dipercayakan kepadanya. Para penyandang dana memberikan otoritas pengelolaan kepada
manajemen dalam batas-batas/koridor legal yang diperkenankan untuk setiap jenis dana. Dalam
teori komando, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para pemangku kepentingan di luar
perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya dalam mengendalikan perusahaan. Manajemen
mulai berorientasi ke dalam, yaitu kepada unit-unit organisasi internal perusahaan.

Peran dan paradigma pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi seiring dengan makin
besar dan kompleksnya perusahaan. Sejalan dengan ini, mulai muncul teori baru yang lebih dikenal
sebagai teori perusahaan (enterprise theory). Dalam teori ini, peranan bisnis tidak lagi hanya dilihat
secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan saja. Perusahaan sudah dianggap
sebagai lembaga sosial, yaitu suatu lembaga yang menciptakan manfaat dan kesejahteraan kepada
semua pemangku kepentingan. Teori perusahaan kini lebih populer dengan istilah teori pemangku
kepentingan (stakeholders theory). Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah semua pihak
(orang atau lembaga) yang memengaruhi keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh
tindakan perusahaan (Lawrence, Weber, dan Post, 2005).

Namun yang lebih penting adalah munculnya pandangan baru dalam mengelola suatu
perusahaan. Pandangan baru ini lebih menyoroti perilaku para eksekutif puncak perusahaan karena
perilaku para eksekutif puncak ini sangat menentukan keberlangsungan hidup suatu perusahaan.
Para eksekutif yang telah mencapai tingkat kesadaran spiritual ini akan memaknai kegiatan
pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan yang Maha Kuasa, menjadikan
perusahaan yang dikelolanya sebagai sarana untuk melakukan pelayanan secara tulus untuk
memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan, sekaligus menjaga dan memelihara
kelestarian alam. Perusahaan yang dikelolanya akan menjadi perusahaan yang tercerahkan
(enlightened company).

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori etika, dan Pradigma Pengelolaan Perusahaan

Tingkat Teori Etika Pradigma Sasaran Perusahaan


Kesadaran Pengelolaan

~ Teori Egoisme
Kesadaran Pradigma Memperoleh kekayaan dan keuntungan
~Teori Hak
Hewani kepemilikan optimal bagi pengelola yang sekaligus
merangkap sebagai pemilik perusahaan

Pengelola sudah terpisah dari para


Pradigma
pemegang saham selaku pemilik
Pemegang saham
perusahaan

Sasaran perusahaan adalah memperoleh


kekayaan dan keuntungan optimal bagi
para pemegang saham
~Teori
Kesadaran Pradigma Ekuitas Sasaran pengelolaan perusahaan untuk
Utilitiarianisme
Manusiawi meningkatkan kekayaan dan keuntungan
~ Teori keadilan
investor
~ Teori kewajiban
(Dentologi) Sasaran pengelolaan perusahaan untuk
~ Teori Keutamaan kesejahteraan seluruh masayarakat
Pradigma
Perusahaan (pemangku kepentingan )

Kesadaran Pradigma Tujuan pengelolaan perusahaan yaitu


Teori Teonom
Transendental Perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada tuhan
Tercerahkan melalui pengabdian tulus untuk
kemakmuran bersama dan menjaga
kesejahteraan alam.

Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis)

Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsur dari sistem yang
lebih besar (suprasystem). Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan
semua pihak terkait (stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling memengaruhi
dengan semua pemangku kepentingan tersebut. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku kepentingan, antara lain:

❖ Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang masih
bersifat potensial.
❖ Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku
kepentingan.
❖ Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan pemangku
kepentingan tersebut.

Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan:


❖ Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari keputusan
❖ Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa sesedikit
mungkin pemangku kepentingan;
❖ Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok
pemangka kepentingan yang dominan.

Pengertian kepentingan di sini adalah sesuatu yang menyebabkan kelompok pemangku


kepentingan ini tertarik atau peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan
sebagai seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok ini dalam menentukan arah dan keberadaan
perusahaan.

Pemangku Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)


Kepentingan

Kelompok Primer

Pelanggan Memperoleh produk yang aman dan Membatalkan pesanan dan membeli dari
bekualitas sesuai dengan yang pesaing
dijanjikan serta memperoleh pelayanan
Melakukan kampanye negative tentang
yang memuaskan sesuai dengan
perusahaan

Pemasok Menerima pembayaran tepat waktu, Membatalkan atau memboikot order dan
Memperoleh order secara tertaur menjual ada pesaing
Pemodal Memperoleh Dividen dan kapital again Tidak mau membeli saham perusahaan,
o Pemegang dari saham yang dimiliki Memberhentikan para eksekutif
saham perusahaan
Memperoleh penerimaan bunga dan
o Kreditur
pengembalian pokok pinjaman sesuai Tidak memberi kredit, membatalkan/
jadwal yang ditetapkan menarik kembali pinjaman yang telah
diberikan

Karyawan Memperoleh gaji/upah yang wajar dan Melakukan aksi unjuk rasa ,
ada kepastian kelangsungan pekerjaan Memaksakan kehendak melalui
organisasi buruh yang ada

Pemangku Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)


Kepentingan

Kelompok
Sekunder

Pemerintah Mengharapkan pertumbuhan Menutup perusahaan


ekonomi dan lapangan kerja,
Mengeluarkan berbagai perturan
Memperoleh pajak

Masyarakat Mengharapkan peran serta Menekan pemerintah melalui unjuk


perusahaan dalam program rasa
kesejahteraaan masyarakat
Melakukan aksi kekerasan
Menjaga kesehatan lingkungan
Media masa Menginformasikan semua kegiatan Memublikasikan berita negative yang
perusahaan yang berkaitan denagn merusak citra perusahaan
isu, etika, nilai, kesehatan,
keamanan dan kesejahteraan

Aktivis lingkungan Kepedulian terhadap pengaruh Mengampanyekan aksi boikot dengan


positif dan negated tindakan memengaruhi pemerintah, media masa,
perusahaan terhadp lingkungan dan masyarakat
hidup, HAM.
Melobi pemerintah untuk membatasi
impor produk perusahaan apabila
merusak lingkungan

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY-CSR)

Aktivitas bisnis yang hanya berorientasi pada keuntungan semata tanpa memperdulikan
masyarakat dan lingkungan banyak menimbulkan dampak negatif. Munculnya konsep Corporate
Social Responsibility (CSR), analisis stakeholders, dan sejenisnya merupakan respons atas
tindakan perusahaan yang telah merugikan masyarakat dan lingkungan.

Pengertian CSR
a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
“Komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya.”
b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai “Suatu konsep di mana
perusahaan mengintegrasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalam operasi
bisnisnya serta dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.”
c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai “Suatu bisnis dikatakan telah melaksanakan
tanggung jawab sosialnya jika keputusan-keputusan yang diambil telah mempertimbangkan
keseimbangan antar berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda.”
d. A. B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam
maupun ke luar perusahaan.
e. Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup tiga dimensi
yang lebih populer dengan singkatan 3P: profit, people, planet. Berangkat dari konsep ini
sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu:
o Fungsi ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisional perusahaan, yaitu untuk
memperoleh keuntungan (profit) bagi perusahaan.
o Fungsi sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan manusianya
(people). Selain itu, perusahaan berperan menjaga keadilan dalam membagi manfaat dan
menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
o Fungsi alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam (planet).

Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR

Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya menjalankan CSR, namun masih
ada juga yang keberatan untuk menjalankannya. Bahkan di antara mereka yang setuju agar
perusahaan menjalankan CSR, masih terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan
perusahaan dalam menjalankan programnya. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan
program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran para pelaku bisnis dan
para pemangku kepentingan.

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR


Berdasarkan tingkat/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005) membedakan dua
prinsip CSR, yaitu prinsip amal dan prinsip pelayanan.

Pondasi Prinsip CSR

Ciri-ciri Prinsip Amal Prinsip Pelayanan

Definisi Bisnis seharusnya Sebagai agen publik, tindakan


memberikan bantuan bisnis seharusnya
sukarela kepada orang atau mempertimbangkan semua
kelompok yang memerlukan kelompok pemangku
kepentingan yang
dipengaruhi oleh keputusan
dan kebijakan perusahaan
Tipe aktivitas Filantropi korporasi; Mengakui adanya saling
tindakan sukarela untuk ketergantungan perusahaan
menunjang citra perusahaan dengan masyarakat;
Menyeimbangkan
kepentingan dan kebutuhan
semua ragam kelompok di
masyarakat

Contoh Mendirikan yayasan amal, Pribadi yang tercerahkan,


berinisiatif untuk memenuhi ketentuan hukum,
menanggulangi masalah menggunakan pendekatan
sosial, bekerja sama dengan stakeholders dalam
kelompok masyarakat yang perencanaan strategis
memerlukan perusahaan

Pro dan Kontra terhadap CSR

Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginventarisasi alasan-alasan bagi yang mendukung dan
menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR. Alasan-alasan yang menentang CSR
antara lain:
a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan
merupakan lembaga sosial.
b. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila
perusahaan dibebani banyak tujuan.
c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan pada harga
produk sehingga akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri.
d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan
sosial.

Sementara itu, alasan-alasan yang mendukung CSR adalah:


a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif dari
tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
b. Sumber daya alam yang semakin terbatas.
c. Menciptakan lingkungan sosial yang baik.
d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam memikul
beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai