Anda di halaman 1dari 5

Quis 1 Etika Bisnis dan Profesi Kelas EM-I

Pandemi COVID-19 menjadi fokus perhatian dunia saat ini, termasuk Indonesia.
Penyebaran COVID-19 terus terjadi secara cepat dan juga luas, yang berdampak pada segala
aspek kehidupan manusia, salah satunya di bidang perekonomian dan bisnis. Kendati
demikian, walaupun berada dalam masa pandemi COVID-19 kita harus senantiasa
memperhatikan perilaku dalam berbisnis. Dalam melaksanakan kegiatan bisnis, kita tidak
bisa terlepas dengan etika, yang mana etika ini menjadi titik sentral dalam kegiatan bisnis
yang berskala global. Hal ini dikarenakan dalam berbisnis tidak hanya semata-mata
dijalankan berdasarakan transaksi-transaksi saja tetapi juga diperlukan adanya rasa saling
percaya di antara semua pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis tersebut.
Pada awal Juli 2021 pemerintah Indonesia melaksanakan kegiatan PPKM (Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dikarenakan maraknya virus varian baru delta yang
menyebabkan angka masyarakat yang terpapar COVID-19 menjadi semakin meningkat.
Selama masa PPKM ini ada kejadian Panic Buying serta penimbunan susu bear brand yang
dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat berbondong-bondong dalam melakukan pembelian
susu bear brand, hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang menganggap bahwasannya
susu ini ampuh dalam meningkatkan daya tahan tubuh untuk menghadapi kondisi COVID-19.
Perilaku Panic Buying ini menurut Enny Sri Hartati, selaku Direktur Eksekutif Institute for
Development of Economics and Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis yang
biasanya terjadi akibat ketidaksempurnaan informasi yang diterima masyarakat. Akibat aksi
Panic Buying ini banyak oknum-oknum yang melakukan penimbunan produk susu bear brand
yang nantinya akan dijual kembali dengan harga tinggi. Di market place susu ini bahkan
dijual dengan harga Rp.50.000 untuk satu kaleng yang awalnya hanya seharga Rp.9.000.
Perilaku tersebut tentunya melanggar etika dalam berbisnis, di mana mereka menimbun
suatu produk dan menaikkan harganya secara tidak wajar demi meraup keuntungan pribadi
yang besar. Hal ini seharusnya tidak boleh dilakukan, karena sebagai pebisnis yang baik kita
tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil yang kita harapkan. Sebagai
pelaku bisnis, sudah seharusnya kita menerapkan cara berbisnis yang baik dan benar tanpa
melanggar etika bisnis yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pada kasus tersebut diatas coba anda analisa terkait dengan:
1. Teori-teori Etika dalam berbisnis
2. Liberalisme dan Sosialisme
3. Hakekat Ekonomi dan Bisnis
1)
1. Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal dari bahasa Yunani, 'deon' berarti kewajiban dan 'logos'
yang berarti ilmu. Menurut teori ini, beberapa prinsip moral bersifat mengikat dan
merupakan kewajiban bagi setiap manusia.

Teori ini menekankan setiap manusia untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan
standar moral yang berlaku. Jika seseorang melakukan tindakan yang sesuai dengan
prinsip norma, maka orang tersebut merupakan orang yang baik.

Dalam konteks bisnis, teori ini menganggap bahwa setiap pelaku bisnis berkewajiban
untuk melakukan kegiatan bisnisnya sesuai dengan norma masyarakat. Beberapa
tindakan yang harus dilakukan adalah berbisnis dengan jujur dan memperlakukan
pelanggan dengan baik.

2. Etika Teleologi
Istilah ini juga berasal dari bahasa Yunani, 'telos' artinya tujuan, sasaran, atau hasil.
Etika ini mengukur suatu perbuatan berdasarkan tujuan atau niat dari seseorang yang
melakukannya.

Dalam bisnis, semua pelaku bisnis perlu memiliki tujuan yang baik bagi dirinya dan
orang di sekitarnya. Tujuannya adalah mampu menyejahterakan diri sendiri maupun
orang di sekitar.

3. Etika Hak
Teori etika hak adalah pendekatan yang banyak dipakai untuk mengevaluasi apakah
tindakan, perbuatan, dan kebijakan bisnisnya telah tergolong baik atau buruk dengan
menggunakan kaidah hak seseorang. Hak seseorang tidak dapat dikorbankan
menggunakan alasan apa pun.

Misalnya, pelanggan berhak untuk mendapatkan produk berkualitas dan pelayanan


terbaik. Oleh karena itu, pelaku bisnis harus berusaha untuk memenuhi hak tersebut.

4. Etika Keutamaan
Etika keutamaan lebih mengutamakan pembangunan karakter pada diri setiap orang.
Nilai moral bukan muncul berdasarkan aturan berupa larangan atau perintah,namun
dalam bentuk nilai-nilai yang dianggap baik dalam masyarakat.

Sebagai pebisnis, kamu harus berusaha untuk menerapkan etika keutamaan. Sebab,
hal ini bisa menjadi penilaian masyarakat untuk menilai apakah bisnis yang kamu
jalani adalah bisnis yang baik atau tidak.

2) 1. Liberalisme Inti pemikiran liberalisme adalah tekanannya pada kebebasan


individual. Di bidang politik, peranan negara harus seminimal mungkin supaya
diberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada kebebasan para warga negara. Di
bidang ekonomi pun liberalisme mengagungkan kebebasan pribadi. Semboyan
terkenal dari liberalisme klasik adalah laissez faire yang artinya biarkan saja berjalan.
Pasar bebas adalah pengertian pokok bagi pemekaran liberalistis di bidang ekonomi.
Relasi-relasi ekonomis harus berjalan menurut hukum penawaran-permintaan.
Keadaan ekonomi paling baik yang akan tercapai bila mekanisme pasar bisa
menentukan segalanya: harga jual, besarnya gaji kesempatan kerja, volume produksi
dan lain-lainnya.

2. Sosialisme Sosialisme sebaiknya dilihat sebagai reaksi atas ketidakberesan dalam


masyarakat yang disebabkan oleh liberalisme. Sosialisme berasal dari kata latin yaitu
socius yang berarti teman. Sosialisme memandang manusia sebagai makhluk sosial
atau sebagai sesama yang hidup bersama orang lain. Jika liberalisme menempatkan
individu diatas masyarakat, maka sosialisme menempatkan masyarakat di atas
individu. Masyarakat yang diatur secara liberalistis ditandai dengan egoisme,
sedangkan masyarakat yang diatur secara sosialistis ditandai dengan solidaritas.
Keadilan sosial adalah gagasan yang berasal dari alam pikiran sosialisme. Terdapat
dua bentuk sosialisme yang yang dapat kita anggap paling penting yaitu:
a. Sosialisme komunitis Sosialisme komunistis atau komunisme menolak milik
pribadi. Menurut mereka, kepemilikan harus menjadi milik bersama atau milik
kolektif. Tetapi, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, Karl Marx tidak menolak
semua bentuk milik pribadi. Marx dan pengikut-pengikutnya membedakan antara
kepemilikan barang konsumsi dan kepemilikan sarana-sarana produksi. Barang
konsumsi adalah barang yang dipakai oleh seseorang bersama dengan keluarganya,
seperti rumah, kendaraan, fasilitas olahraga, koleksi buku, dan sebagainya. Yang tidak
boleh menjadi milik pribadi adalah sarana-sarana produksi.
b. Sosialisme demokratis Sosialisme demokratis juga menempatkan masyarakat di
atas individu. Tetapi, berbeda dengan komunisme mereka tidak bersedia
mengorbankan sistem pemerintahan demokratis yang mereka anggap sebagai sebuah
perolehan modern yang sangat berharga. Salah satu program pokok bagi pemerintah
sosialistis adalah nasionalisasi industri yang penting, di satu pihak industri dasar,
seperti pabrik baja, bahan kimia, semen, pupuk buatan, dan sebagainya, artinya
industri yang dibutuhkan oleh industri lain, dan di lain pihak industri yang menguasai
hajat orang banyak, seperti telekomunikasi, energi, transportasi dan sebagainya.
Nasionalisasi adalah kebalikan privatisasi. Jika melalui privatisasi sebuah perusahaan
seperti BUMN dialihkan oleh negara kepada swasta maka melalui nasionalisasi
sebuah perusahaan yang tadinya milik swasta dijadikan milik negara.

3) Etika dan Sistem Ekonomi Komunis Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk
memeratakan kemakmuran masyarakat dan menghilangkan eksploitasi oleh manusia
(majikan, pemilik modal) terhadap manusia lainnya (kaum buruh). Tujuan pemerataan
kemakmuran tidak tercapai; yang terjadi adalah pemerataan kemiskinan. Terjadi
kesenjangan kekayaan yang sangat mencolok antara oknum pejabat sangat kaya,
sementara rakyatnya tetap dililit kemiskinan. Mengapa sistem ekonomi komunis
mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya sangat mulia? Jawaban atas hal
ini dapat diberikan sebagai berikut:
● Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh.
● Dalam sistem ekonomi komunis, alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak
diakui.
● Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara
tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat.
● Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena
terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang
dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negaranegara Blok Barat.

b. Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis Dalam sistem ekonomi kapitalis, tujuan
manusia direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan
mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi ini juga melupakan tujuan tertinggi
hakikat sebagai manusia, yaitu kebahagiaan di akhirat. Sistem ekonomi kapitalis yang
berkembang di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan
multinasional dengan ciri-ciri sebagai berikut:
● Kekayaan mereka sudah semakin besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-
negara yang sedang berkembang.
● Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara.

c. Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila
merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat
manusia seutuhnya. Sistem ekonomi pancasila mencoba memadukan hal-hal positif
yang ada pada kedua sistem ekonomi ekstrim, yaitu komunis dan kapitalis. Ciri
keadilan dan kebersamaan pada sistem ekonomi Pancasila diambil dari sistem
komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem kapitalis; ditambah
dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut, yaitu kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk
agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.

d. Etika dan Sistem Ekonomi Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan


seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem
ekonomi adalah seperangkat umur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya) yang
terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi (barang dan jasa) serta
pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Kesimpulannya adalah
bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak persoalan yang
bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan pada tingkat
kesadaran individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat
negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu
negara.
Lima Dimensi Bisnis
a. Dimensi Ekonomi Dari sudut pandang dimensi ekonomi, bisnis adalah kegiatan
produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan tulang
punggung kegiatan ekonomi, tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Harta
adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk
menciptakan penjualan pada periode mendatang.
b. Dimensi Etis Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi etis, bisnis masih
menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra. Persoalan pro dan kontra
dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak mempunyai
pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk
menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
c. Dimensi Hukum Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat
erat karena keduanya mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau
beberapa negara melalui suatu mekanisme formal yang sesuai dengan
konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh warga suatu negara atau lebih
dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih dari satu negara.
Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.
d. Dimensi Sosial Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan
terdapat berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung
(interconnected), saling berinteraksi (interacted), saling bergantung
(interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, artinya
keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada di
dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya
manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang,
peralatan, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar
perusahaan atau yang sering disebut faktor eksternal, yang juga terdiri atas dua
elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia.
e. Dimensi Spiritual Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan
dengan agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada
ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam
dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis ini merupakan bagian
dari ibadah, 8 asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawan Rahardjo, 1990).
Selanjutnya Dawan Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam Islam,
yaitu: ibadah, akhirat, dan amal saleh. Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh
berdasarkan paradigma sebagai berikut: ● Pengelola dan pemangku kepentingan
(stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah (God
devotion). ● Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua
pemangku kepentingan atau masyarakat (prosperous society). ● Dalam
menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam (planet
conservation).

Anda mungkin juga menyukai