Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTAN

Disusun oleh :

1. Venanto R. P. Sinaga 12170247


2. Ursula M. R. Butar Butar 12170259
3. Leddy Teresa Kristianthy 12170260

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2020
BAB 4

HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS

Hakikat Ekonomi

Ekonomi mengandung arti “pengelolaan rumah tangga” yang artinya adalah: cara
rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup (fisik) anggota rumah tangganya. Saat ini ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi
dasar yang masih dipegang hingga saat ini yaitu adanya kebutuhan(needs) manusia yang tidak
terbatas dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan
persoalan bagaimana mengeksploitasi sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan
efisien guna memenuhi kebutuhan manusia.

Ilmu ekonomi modren dewasa ini telah menanamkan paradigma tentang hakikat
manusia sebagai berikut :

a) Manusia adalah mahluk ekonomi

b) Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas

c) Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional

Dampak dari paradigma ini adalah :

a. Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan spiritual

b. Manusia cenderung hanya menggunakan pikiran rasionalnya

c. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah

ETIKA DAN SISTEM EKONOMI

=> Sistem yaitu : jaringan berbagai unsur untuk mencapai tujuan tertentu.

=> Sistem Ekonomi adalah : jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, onsep, teori,
asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan

Munculnya komperasi merupakan wadah ekonomi rakyrat yang paling sesuai dengan falsafah
Pancasila. Pokok -pokok pikiran dalam falsafah Pancasila antara lain:

• Tujuan mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke 3)


• Landasan operasional kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual (sila
ke 1), hak asasi manusia (sila ke 2), persatuan dan kebersamaan rakyat dalam wilayah
Indonesia (sila ke 3), dan kearifan demokrasi (sila ke 4)

Etika dan Sistem Ekonomi Komunis

Terjadi kesenjangan yang sangat mencolok antara oknum pejabat pemerintah (yang
merupakan pemimpin partai komunis) dengan rakyatnya. Mengapa sistem ekonomi komunis
mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya sangat mulia? Jawaban atas hal ini dapat
diberikan sebagai berikut :

a) Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakihak manusia tidak utuh, yaitu tidak
mengakui adanya TYE sebagai sumber kekuatan hidup di dunia. Tujuan yang ditetapkan
semata-mata untuk mengejar kemakmuran ekonomi/ kenikmatan duniawi dan melupakan
tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan rohani)

b) Dalam sistem ekonomi komunis, alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui.
Sebagai gantinya, aparat pemerintahan dan pemimpin partai atas nama negara diberi wewenang
penuh untuk mengatur penggunaan alat produksi dan kekayaan milik negara untuk kepentingan
bersama

c) Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karna rakyat yang bekerja untuk negara tidak
termotivasi untuk bekerja lebih giat. Pendapatan semua rakyat relatif sama tanpa membedakana
tingkat produktivitasnya dan keterampilan mereka yang berebeda.

d) Keadaan perekonomian negara-negara blok komunis semakin memburuk karna terjadi


pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan dalam
rangka perang dingin menghadapi negara-negara blok barat

Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis

Perekonomian negara-negara Barat dan Jepang yang menganut sistem ekonomi kapitalis
tulmbuh jauh lebih cepat melampaui pertumbuhan ekonomi negara-negara komunis. Seperti
halnya paham/ sistem ekonomi komunis, paham ekonomi kapitalis juga berkembang
berdasarkan asumsi yang sama tentang hakikat manusia tidak utuh. Dalam sistem ekonomi
kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik)
semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi ini juga melupakan tujuan tertinggi
hakikat sebagai manusia, yaitu kebahagian diakhirat. Maka tidak heran bila pertumbuhan
ekonomi dinegara-negara Barat tidak dilandasi oleh asas moralitas dan ketuhanan.

Adapun ciri-ciri perusahaan multinasional yang telah dilahirkan oleh negara Barat yakni :

• Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-
negara yang sedang berkembang

• Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara, bahkan
tidak jarang mereka mampu mengendalikan kebijakan aparat pemerintahan dan
legislatif di negara-negara dimana perusahaan berada.

Akibat dari sistem ekonomi kapitalis:

1. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para
pemilik modal yang diduking oleh aparat pemerintah

2. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan


miskin; antara golongan masyarakat kaya dengan mayoritas penduduk miskin didunia

3. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin meluas.

4. Korupsi, kejahatan kerah putih dan penyalagunaan kekuasaan untuk mengejar kekuasaan
pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak yang telah meluas bukan saja di
negara negara miskin tetapi negara-negara maju.

5. Gaya hidup modren yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta kekayaan yang
jauh melampaui ukuran kebutuhan normal serta pamer kemewahan dan kekayaan telah
menjadi ciri yang sangat menonjol

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila

Sistem ekonomipancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua
sistem ekonomi ekstrem-komunis dan kapitalis. Ciri keadilan dan kebebasan pada sistem
ekonomi Pancasila diambil dari sitem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari
sistem kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut yaitu
kepercayaan kepada Tuhan YEME dengan memberikan kebebasan kepada rakyatnya memeluk
agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Etika dan Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi adalah seperangkat usur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya)
yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi (barang dan jasa) serta pendapatan
utnutk menciptakan kemakmuran masyarakat.

PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS


Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi
juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang
memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut.
Dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat
tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas
memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan
keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang
terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok dari bisnis
adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungannya hanyalah akibat
dari kegiatan bisnis.
Tabel 1
Komponen-komponen Budaya Etis

Fokus
Kriteria Etis
Individu Perusahaan Masyarakat

Egoisme (pendekatan Kepentingan diri (self- Kepentingan perusahaan Efisiensi ekonomi


berpusat pada interest) (company interest)
kepentingan diri)
Benevolence Kepentingan Bersama Kepentingan tim (team Tanggung jawab sosial
(pendekatan berpusat (friendship) interest) (social responsibility)
pada kepentingan orang
lain)
Principles (pendekatan Moralitas pribadi Prosedur dan peraturan Kode etik dan hukum
berpusat pada prinsip (personal morality) perusahaan
integritas)
LIMA DIMENSI BISNIS
Dimensi Ekonomi
Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan
tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Harta adalah
sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan penjualan pada
periode mendatang.
Dimensi Etis
Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan
mencari keuntungan—sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila
dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra.
Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak
mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk
menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
Dimensi Hukum
Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya
mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu
mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh
warga suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih
dari satu negara. Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.
Dimensi Sosial
Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur,
orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi (interacted),
saling bergantung (interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, artinya
keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada di dalam
perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia (tenaga
kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan
sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor
eksternal, yang juga terdiri atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia.

Dimensi Spiritual
Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama. Padahal
kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada ketentuan yang sangat jelas tentang
kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan
bisnis ini merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawan Rahardjo, 1990).
Selanjutnya Dawan Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam Islam, yaitu: ibadah,
akhirat, dan amal saleh.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut:
• Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis
adalah bagian dari ibadah (God devotion).
• Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (prosperous society).
• Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(planet conservation).

PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS)

Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan

Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma


berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan.
Menurut Schroeder (1998), paling tidak ada enam teori pemangku kepentingan, yaitu: teori
kepemilikan (proprietary theory), teori entitas (entity theory), teori dana (fund theory), teori
komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory), dan teori ekuitas sisa
(residual equity theory). Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang
sekaligus merangkap sebagai pengelola perusahaan tidak ada pemisah antara pengelola
(manajemen) dengan pemilik perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk
meningkatkan laba dan kekayaan pemilik. Dengan berkembangnya perusahaan hingga
mencapai skala besar dan dengan diperkenalkannya bentuk hukum perusahaan yang berstatus
Perseroan Terbatas (PT), serta dengan makin banyaknya perusahaan yang kepemilikannya
dimiliki oleh masyarakat umum (perusahaan go public), maka mulai terdapat pemisahan antara
pengelola (manajemen, eksekutif) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Walaupun
sudah terdapat pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun orientasi dan
paradigma pengelolaan ini masih belum berubah. Paradigma pengelolaan ini masih menganut
teori kepemilikan. Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah semua pihak (orang atau
lembaga) yang memengaruhi keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan
perusahaan (Lawrence, Weber, dan Post, 2005).
Dengan makin maraknya skandal bisnis dalam perusahaan-perusahaan besar berskala
global menjelang akhir abad ke-20 yang merugikan banyak pihak yang berkepentingan, maka
muncul pengaturan baru dari otoritas pemerintah yang pada intinya mempertegas pengawasan,
wewenang, dan tanggung jawab para eksekutif puncak dalam mengelola perusahaan. Di
Amerika Serikat, wujud baru pengawasan, wewenang, dan tangung jawab para eksekutif ini
tertuang dalam Undang-Undang yang sangat terkenal yang disebut Sarbanes-Oxley Act (SOX).

Para eksekutif puncak dituntut untuk tidak hanya bersifat etis, tetapi diharapkan
mempunyai tingkat kesadaran transedental atau tingkat kesadaran spiritual. Para eksekutif yang
telah mencapai tingkat kesadaran spiritual ini akan memaknai kegiatan pengelolaan perusahaan
sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjadikan perusahaan yang
dikelola sebagai sarana untuk melakukan pelayanan secara tulus untuk memajukan
kesejahteraan semua pemangku kepentingan, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian
alam. Perusahaan yang dikelolanya akan menjadi perusahaan yang tercerahkan (enlightened
company).

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan

Pada Tabel 2 berikut ini disajikan ringkasan hubungan antara tingkat kesadaran, teori etika dan
paradigma pengelolaan perusahaan.

Tingkat Teori Etika Paradigma Pengelolaan Sasaran Perusahaan


Kesadaran
• Paradigma
Kesadaran • Teori Egoisme Kepemilkikan Memperoleh kekayaan dan
Hewani • Teori Hak (Proprietorship keuntungan optimal bagi pengelola
Paradigm) sekaligus pemilik perusahaan

Pengelolaan (manajemen) sudah


terpisah dari pemegang saham
• Paradigma selaku pemilik perusahaan
Pemegang Saham
(Stakeholders Sasaran perusahaan adalah
Paradigm) memperoleh kekayaan dan
keuntungan optimal bagi para
pemegang saham

Kesadaran • Teori Paradigma Ekuitas (Equity Sasaran perusahaan adalah


Manusiawi Utilitarianisme Paradigm) meningkatkan kekayaan dan
• Teori Keadilan keuntungan para investor
(Fairness (pemegang saham dan kreditur)
Theory)
• Teori Sasaran pengelolaan perusahaan
Kewajiban adalah untuk kesejahteraan seluruh
(Deontologi)
• Teori masyarakat (semua pemangku
Keutamaan Paradigma Perusahaan kepentingan/stakeholders)
(Enterprise Paradigm)

Kesadaran Teori Otonom Paradigma Perusahaan Tujuannya pengelolaan erusahaan


Transendental Tercerahkan (Enlightened adalah sebagai bagian dari ibadah
Company) kepada Tuhan melalui pengabdian
tulus untuk kemakmuran bersama
dan menjaga kelstarian alam

Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholders Analysis)

Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsur dari system yang
lebih besar (suprasystem). Pengertian dari kepentingan adalah sesuatu yang menyebabkan
kelompok pemangku kepentingan tertarik atau peduli dengan perusahaan, sedangkan
kekuasaan diartikan sebagai seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok dalam menentukan
arah dan keberadaan perusahaan.

Table 3

Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan Kelompok Primer

Pemangku Kepentingan Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)

1. Pelanggan Memperoleh produk yang aman dan Membatalkan pesanan dan


berkualitas sesuai dengan yang disajikan membeli dari pesaing;
serta memperoleh pelayanan yang
memuaskan Melakukan kampanye negatif
tentang perusahaan

2. Pemasok Menerima pembayaran tepat waktu Membatalkan atau memboikot


order dan menjual kepada
Memperoleh secara teratur pesaing

3. Pemodal
• Pemegang
Saham Memperoleh dividen dan capital gain Tidak mau membeli saham
dari saham yang dimiliki perusahaan;

Memberhentikan para eksekutif


perusahaan

• Kreditur
Memperoleh penerimaan bunga dan
pengembalian pokok pinjaman sesuai Tidak memberikan kredit;
jadwal yang telah ditetapkan
Membatalkan/menarik kembali
pinjaman yang telah diberikan
4. Karyawan Memperoleh gaji/upah yang wajar dan Melakukan aksi unjuk
ada kepastian kelangsuangan pekerjaan rasa/mogok kerja;

Memaksimalkan kehendak
melalui organisasi buruh yang
ada

Table 4

Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan Kelompok Sekunder

Pemangku Kepentingan (Interest) Kekuasaan (Power)


Kepentingan

1. Pemerintah Mengharapkan pertumbuhan ekonomi Menutup/menyegel perusahaan;


dan lapangan kerja;
Mengeluarkan berbagai peraturan
Memperoleh pajak

2. Masyarakat Mengharapkan peran serta perusahaan Menekan pemerintah melalui unjuk rasa
dalam program kesejahteraan massal;
masyarakat;
Melakukan aksi kekerasan
Menjaga kesehatan lisngkuangan

3. Media Massa Menginformasikan semua kegiatan Mempublikasikan berita negatif yang


perusahaan yang berkaitan dengan isu merusak citra perusahaan
etika, nilai-nilai, kesehatan, keamanan,
dan kesejahteraan

4. Aktivis Kepedulian terhadap pengaruh positif Mengempanyekan aksi boikot dengan


Lingkungan dan negatif dari tindakan perusahaan memengaruhi pemerintah, media massa,
terhadap lingkungan hidup, HAM, dan dan masyarakat;
sebagainya
Melobi pemerintah untuk
membatasi/melarang impor produk
perusahaan tersebut bila merusak
lingkungan hidup atau melanggar HAM

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY-CSR)

Munculnya konsep Corporate Social Responsibility (CSR), analisis stakeholders, dan


sejenisnya merupakan respon atas tindakan perusahaan yang telah merugikan masyarakat dan
bumi.

Pengertian CSR

The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
masyarakat local, serta masyarakat luas pada umumnya.

Fungsi CSR perusahaan secara seimbang, yaitu:

a. Fungsi ekonomis merupakan fungsi tradisional perusahaan, yaitu untuk memperoleh


keuntungan bagi perusahaan.
b. Fungsi sosial berperan menjaga keadilan dalam membagi manfaat dan menanggung
beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan
c. Fungsi alamiah berperan dalam menjaga kelstarian alam.

Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR

Tabel 5

Fondasi Prinsip CSR


BAB 4

KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN

GREED AND FEAR

Keserakahan dan ketakutan (greed and fear) merupakan sifat dasar manusia yang
mendorong orang untuk berperilaku tidka etis. Perilaku ini tercermin dalam tindakan moral
hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud) adalah akhir dari perilaku etis yang
dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan yang
didasarkan atas perilaku tidak etis dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika atau
pelanggaran hukum yang berakibat diberikannya sanksi sosial.

Keserakahan itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan berlebihan dibandingkan dengan


yang dibutuhkan. Para ahli psikolog menyimpulkan bahwa keserakahan dapat diakibatkan oleh
ketakutan terhadap tidak diperolehnya atau tidak tersedianya sesuatu yang diperoleh.
Keserakahan dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian diri dalam kaitannya dengan
kepatuhan terhadap etika.

PENGENDALIAN DIRI

Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya berupa
sikap ikhlas dan selalu bersyukur dalam setiap keadaan yang dihadapi. Wartakanlah rasa
syukur itu dengan berbagi. Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga,
agama, budaya atau sosial

REGULASI

Pencegahan bagi seseorang (pihak tertentu) untuk tidak melakukan tindakan tertentu juga
dapat dilakukan melalui regulasi, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan
pemerintah. Sebagian dari hukum negara, barangkali berasal dari norma-norma sosial, yang
telah diterima sebagai kebutuhan negara. Karna sifat dapat dipaksakan, regulasi tentu lebih
kuat dibandingkan dengan etika. Pelanggaran etika hanya dapat diadili oelh pengadilan etika
yang biasanya dialkukan oleh masyarakat yang menerapkan etika tersebut dimana pelangga
etika merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Pelanggaran hukum dapat berupa
pelanggaran hukum pidana atau hukum perdata yang dapat dikenakan sanksi penjara atau
sanksi uang dalam bentuk denda atau uang pengganti.
KESERAKAHAN DALAM BISNIS

Upaya perluasan, penguasaan pasar, dan insentif yang diperoleh, yaitu laba abnormal,
membuat mereka yang bergerak dalam bidang bisnis berlomba-lomba untuk meraihnya. Ini
adalah asal mula dari sifat serakah, seperti yang telah disebutkan. Keserakahan merupakan
penyebab dari hilangnya pengendalian diri yang kemudian mengarah pada perilaku tidak etis.

Ketakutan karena gagal dalam berusaha merupakan sisi lain dari penyebab terjadinya
pelanggaran terhadap etika. Risiko yang terkandung dalam setiap kegiatan usaha membuat
kegagalan merupakan suatu halyang niscaya. Akibat dari suatu kegagalan usaha terhadap
kehidupan seseorang tergantung pada kondisi orang tersebut, baik dari segi ekonomi maupun
mental. Ketakutan akan gagal membuat orang, dengan segala cara, berusaha untuk
menghindarinya. Rasa takut juga dapat berkaitan dengan upaya kepastian tentang
keberlanjutan usaha.

LABA ABNORMAL

Abnormalitas dapat berkaitan denga cara memperolehnya (unsur bagaimana) dan


bersinggungan dengan dari siapa bagian sumber daya ekonomi yang ingin dialihkan (unsur
siapa). Oleh karna itupengendalian diri dalam bidang bisnis berhubungan dengan apa,
bagaimana, dan dari siapa laba abnormal diperoleh dan diperuntukkan. Cara memperoleh laba
abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang diterapkan termaksud cara
memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian. Cakupan yang jelas dan tegas
tentang siapa yang sumber daya ekonominya akan dialihkan, dirugikan, atau dipengaruhi juga
masih merupkan hal yang perlu dielaborasi. Uraian tersebut menyimpulkan bahwa laba (baik
normal maupun abnormal) bukan momok yang dapat digunakan untuk memberikan stigma
serakah terhadap perusahaan.

MORAL HAZARD

Moral hazard terjadi apabila dalam suatu transaksi, salah satu pihak melakukan
tindakan yang memengaruhi penilaian pihak lain atas transaksi tersebut dan pihak lain tidak
dapat memonitor/memaksa secara sempurna (Kreps, 1990:577). Moral hazard biasanya terjadi
dalam suatu kontrak atau regulasi. Walaupun moral hazard mungkin tidak didorong oleh
keserakahan atau ketakutan, tetapi tindakan yang mementingka diri sendiri tersebut dapat
digolongkan sebagai tindakan yang tidak elok.
KECURANGAN (FRAUD)

Praktik curang, tanpa memedulikan kepentingan (hak) orang lain, adalah ciri dari
keserakahan. Dasarnya adalah egoisme (selfish). Motifnya adalah penipuan. Artinya, praktik
kecurangan memang dengan sengaja dilakukan untuk merugikan orang lain demi keuntungan
diri sendiri.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BISNIS

Kegiatan usaha dilakukan oleh orang melalui keputusan-keputusan yang mereka


lakukan. Hasil kegiatan usaha adalah akibat dari keputusan-keputusan tersebut. Namun,
karakter dan motif pribadi pengambil keputusan dapat memengaruhi proses dan hasilnya.
Pengalaman seseorang akan membatasi formulasi dan pemecahan masalah yang kompleks.
Pemrosesan informasi (penerimaan, penyimpanan, penemuan kembali, dan penyampaian)
dalam rangka pengambilan keputusan juga dibatasi oleh kerangka berpikir seseorang.
Diasumsikan juga bahwa dalam pengambilan keputusan, seseorang tidak akan dipengaruhi
oleh pola pikirnya (frame independence). Artinya, pengambilan keputusan memandang bahwa
setiap pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan objektif tentang risiko dan
imbalan. Kepentingan pribadi (self interest) boleh dijadikan dasar, tetapi bukan egoisme.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S., & Ardana, C. (2014). ETIKA BISNIS DAN PROFESI: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

Rahardjo, S. S. (2018). Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata Kelola Perusahaan. Jakarta:
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai