Anda di halaman 1dari 20

HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS

A. Hakikat Ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yaitu pengelolaan rumah, yang berarti
cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah tangganya (Capra, 2002). Namun sejak perolehan
maupun penggunaan kekayaan sumberdaya secara fundamental perlu diadakan efesiensi
termasuk pekerja dan produksinya, maka dalam bahasa modern istilah ‘ekonomi’ tersebut
menunjuk terhadap prinsip usaha maupun metode untuk mencapai tujuan dengan alat-alat
sesedikit mungkin.
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Menurut para ahli:
 Albert L. Meyers ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan
dan pemuasan kebutuhan manusia.
 J.L. Meij mengemukakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu tentang usaha
manusia ke arah kemakmuran.
 Samuelson dan Nordhaus mengemukakan Ilmu ekonomi merupakan studi
tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan
sumber daya yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam
rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya
baik saat ini maupun di masa depan kepada berbagai individu dan kelompok
yang ada dalam suatu masyarakat.
Maka, pada hakikatnya ilmu ekonomi itu merupakan usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya dalam mencapai kemakmuran yang diharapkan, dengan memilih
penggunaan sumber daya produksi yang sifatnya langka/terbatas itu. Dengan kata lain
yang sederhana bahwa ilmu ekonomi itu merupakan suatu disiplin tentang aspek-aspek
ekonomi dan tingkah laku manusia. Secara fundamental dan historis, ilmu ekonomi dapat
dibedakan menjadi dua, yakni ilmu ekonomi positif dan normatif (Samuelson dan
Nordhaus, 1990:9). Jika ilmu ekonomi positif hanya membahas deskripsi mengenai fakta,
situasi dan hubungan yang terjadi dalam ekonomi. Sedangkan ilmu ekonomi normatif
membahas pertimbangan-pertimbangan nilai dan etika.
Ilmu ekonomi juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Walaupun
kita ketahui dalam ilmu ini telah digunakan pendekatan-pendekatan kuantitatif-matematis,
tetapi pendekatan-pendekatan tersebut tidak dapat menghilangkan keterbatasan-
keterbatasannya yang melekat pada ilmu ekonomi sebagai salah satu cabang ilmu sosial.
Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar bahwa adanya kebutuhan
(needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce
resources), sehingga timbul persoalan bagaimana mengeksploitasi sumber daya yang
terbatas secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas.
Dengan demikian, ilmu ekonomi berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori,
hukum, sistem, dan kebijakan, ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Kemakmuran dicapai melalui peningkatan produksi dan distribusi dari sudut
produsen di satu sisi, serta peningkatan pendapatan, konsumsi, dan lapangan kerja dari
sudut konsumen di sisi lain
.
Paradigma Ilmu Ekonomi Modern, dimana Hakikat manusia adalah:
1. Manusia adalah makhluk ekonomi.
2. Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas.
3. Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.

Dampak dari Paradigma Ilmu Ekonomi Modern, yaitu:


1. Tujuan manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan spiritual.
2. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.
3. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan
adanya potensi kesadaran transedental (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas,
Tuhan) yang dimiliki manusia.

B. ETIKA DAN SISTEM EKONOMI


Sistem merupakan jaringan berbagai unsur untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem
ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, konsep, teori, asumsi
dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan, negara,
rakyat, dan unsur lainnya yang semuanya ditujukan untuk meningkatkna produksi dan
pendapatan masyarakat.
Dua paham sistem ekonomi ekstrem: ekonomi kapitalis (adanya kebebasan individu
untuk memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu)
dikembangkan Amerika Serikat dan Inggris serta sekutu-sekutunya seperti Belanda,
Jerman Barat, Perancis, Australia.
Teori kebebasan oleh John Locke (liberalisme): dalam hal kepemilikan kekayaan,
manusia memiliki kodrat dasar yang harus dihormati (life, freedoom, property). Pendapat
lain oleh Adam Smith tentang pasar bebas dalam ekonomi mendukung tumbuhnya sistem
ekonomi kapitalis. Ada dua ciri pokok: liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi
pasar bebas. Dengan demikian sistem ekonomi pasar kapitalis sebenarnya dilandasi oleh
teori etika egoisme dan etika hak, serta mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut.
Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl
Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Sehingga muncul alternatif sistem
ekonomi komunis: kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran
orang per orang. Sehingga sistem ekonomi komunis mendapat pembenaran dari etika
altruisme (utilitarianisme dan deontologi).
Tujuan sistem ekonomi komunis dan sistem ekonomi kapitalis: keduanya hanya
ditujukan untuk mengejar kemakmuran/ kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan
kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan
di akhirat). Soekarno dan Hatta memperkenalkan falsafah negara: Pancasila.
Pokok-pokok pikiran dalam falsafah Pancasila:
1. Tujuan: mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5).
2. Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual
(sila ke-1), HAM (sila ke-2), persatuan/ kebersamaan rakyat dalam wilayah
Indonesia (sila ke-3), dan kearifan demokrasi (sila ke-4).
Falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua etika:
1. Teori teonom (sila ke-1).
2. Teori egoisme/ teori hak (sila ke-2)
3. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3dan 4)
4. Teori utilitarianisme/ altruisme (sila ke-5).
 Etika dan Sistem Komunis
Tujuan sistem ekonomi komunis: untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan
menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap mausia
lainnya (kaum buruh).
Kelemahan sistem ekonomi komunis:
a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh.
b. Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui.
c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara
tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat.
d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena
terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang
dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.

 Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis


Tujuan sistem ekonomi kapitalis: manusia direndahkan hanya untuk mengejar
kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem
ekonomi kapitalis di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan
multinasional dengan ciri-ciri:
a. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan
negara-negara yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara.
Bahkan tidak jarang mereka ini mampu mengendalikan keijakan aparat pemerintah
dan legislatif di negara-negara di mana perusahaan ini berada demi keuntungan
perusahaan-perusahaa tersebut.
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis:
a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan
para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya
kesenjangan kemakmuran yang makin tajam.
c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin
meluas.
d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar
kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas.
e. Penyalahgunaan obat-obatan terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan,
perampokan, pencurian, dan tindakan-indakan amoral lainnya makin meluas.
f. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta
kekayaan yang jauh melampaui ukuran yang normal, serta pamer kemewahan dan
kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol.
g. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh
diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele, percecokan dan
perceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya sudah makin meluas.
h. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.
 Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila
Ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila:
a. Keadilan dan kebersamaan.
b. Kebebasan individu.
c. Kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya
memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
d. Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila merupakan fondasi yang paling baik dan
paling sesuai untuk membangun hakikat manusia seutuhnya. Beberapa periode
Indonesia telah berganti preseiden, akan tetapi dalam penerapan sistem ekonomi
Pancasila masih jauh dari harapan, rakyat masih tetap miskin. Hal ini disebabkan
karena perekonomian bangasa Indonesia realitanya dibangun berlandasakan
“Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”. Hal ini menyimpang jauh dari konsep
Ekonomi Pancasila.
 Etika dan Sistem Ekonomi
Etika mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok/lembaga yang dianggap
baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga,
wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peingkatan produksi
(barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila
berpegang pada pemahaman ini, maka pada tataran konsep, semua sistem ekonomi
seharusnya bersifat etis karena seua sistem ekonomi bertujuan untuk meningkatkan
produksi dan pendapatan untuk kemakmuran masyarakat.
Dalam pengimplementasian ketiga sistem ekonomi, semua sistem ini memunculkan
dampak negatif yang serupa. Dampak yang mudah dilihat adalah keruskan lingkungan
hidup. Selain itu, kesenjangan dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan yang
sangat besar makin sedikit, dan sisi lain jumlah orang yang kekayaannya sedikit justru
bertambah banyak. Ditambah lagi dengan munculnya berbagai kecenderungan makin
meningkat, seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi yang dilakukan oleh
oknum pejabat pemerintahan dan kalangan pemilik/ manajemen perusahaan.

Kesimpulannya, bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak
persoalan yang berifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan oleh
tingkat kesadaran individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi,
pejabat negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh
suatu negara. Di sini yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai
dirinya-hakikat manusia sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.

C. PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS


Seiring dengan pertumbuhan peradaban dan perkembangan zaman, pada fase
berikutnya mulai timbul pertukaran barang antar kelompok yang sering disebut barter.
Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar dan ditunjang oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu orang atau negara yang mampu
memenuhi seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri. Kegiatan pertukaran atau
perdagangan baik antar orang dalam satu negara atau antar negara sudah menjadi
bagian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan produksi karena
kegiatan perdagangan berfunsi untuk mendistribusikan barang/jasa dari pihak
produsen ke pihak konsumen.
Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa
tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-
pihak yang memerlukan.
Terdapat dua pandangan tentang bisnis yang diungkapkan oleh Sonny Keraf
(1998) yaitu pandangan realistis dan pandangan idealis. Pandangan realistis melihat
tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas
produksi dan distribusi barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan
keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis
yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan
konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul
dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori etika egoisme atau teori
hak, sedangakan paham idealisme dalam bisnis muncul dari individu yang paham
moralitasnya didominasi oleh teori deontologi, teori keutamaan dan teori teonom.
Penjelasan pro-kontra mengenai aktivitas bisnis dilihat dari sudut pandang etika
dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, Post (2005) tentang budaya etis yaitu
pemahaman tak terucap dari semua karyawan pelaku bisnis tentang perilaku yang
dapat dan tidak dapat diterima. Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis
dari suatu kegiatan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu sendiri
bukan bisnis itu sendiri.

 Lima Dimensi Bisnis

1. Dimensi Ekonomi
Dari sudut pandang ini, bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Keuntungan diperoleh berdasarkan rumus yang
sudah jamak dikembangkan para akuntan yaitu penjualan dikurangi harga
pokok penjualan dan beban-beban. Bagi akuntan, harga pokok penjualan
dan beban merupakan harta yang telah dikorbankan atau dimanfaatkan
untuk menciptakan penjualan pada periode ini sehingga sering disebut
expired cost of assets.
Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat
untuk menciptakan penjualan pada periode mendatang.
Faktor-faktor produksi dari sudut ekonomi terdiri atas tanah, tenaga kerja,
modal, wirausahawan. Ilmu manajemen dan akuntansi mengajarkan
berbagai teknik untuk meningkatkan penjualan dan beban-beban pada
tingkat minimum. Sebenarnya keuntungan merupakan ukuran efisiensi
prusahaan kerana keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh setelah
dikurangi harta yang dikorbankan.

2. Dimensi Etis
Berbagai teori etika muncul dengan penalaran yang berbeda-beda.Dipakai
dua acuan pokok yaitu:
a. Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-tidaknya perilaku atau
tindakan.
b. Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran yaitu kesadaran
hewani, kesadaran manusiawi dan kesadran spiritual/transendental
(teori teonom).
Dari sudut pandang kesadaran hewani menilai bahwa suatu tindakan
dianggap etis bila tindakan itu bermanfaat bagi seseorang dan suatu
tindakan dianggap tidak etis bila merugikan bagi diri individu yang
bersangkutan. Sudut pandang kesadaranm manusiawi menilai semua
tindakan yang bermanfaat bagi diri individu dan masyarakat bersifat etis
namun bila tindakan itu merugikan masyarakat dan alam makan dinilai
tidak etis meskipun menguntungkan diri individu. Dari sudut pandang
kesadaran spiritual menilai suatu tindakan tersebut bermanfaat bagi diri
individu, masyarakat dan alam serta sesuai dengan ajaran/perintah agama.

3. Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (Dalam
Sonny Keraf, 1998) membedakan dua macam pandangan tentang status
perusahaan yaitu legal creator di mana perusahaan diciptakan secara legal
oleh negara sehingga perusahaan adalah sebagai badan hukum dan
perusahaan mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya
hukum yang dimiliki manusia. Dan legal recognition di mana perusahaan
bukan diciptakan atau didirikan oleh negara, melainkan oleh orang yang
mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan. Peranan negara
dalam hal ini hanya mendaftarkan, mengesahkan dan memberi izin secara
hukum atas keberadaan perusahaan tersebut.
Setiap peraturan hukum yang baik memang harus dijiwai oleh moralitas.
Namun tidak semua peraturan hukum berkaitan dengan moral. Ada
anggapan bila ditinjau dari aspek moral dianggap kurang etis misalnya
Undang-Undang Lalu Lintas.

4. Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang
sangat kompleks. Sebagai suatu sistem, berarti di dalam organisasi
perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur, orang, dan jaringan yang
saling terhubung, saling berinteraksi, saling bergantung, dan saling
berkepentingan. Berbagai sistem terbuka terdapat faktor internal seperti
faktor sumber daya manusia dan sumber daya non-manusia lalu ada faktor
eksternal yang terdiri atas elemen manusia dan non-manusia. Faktor
eksternal inilah yang pada hakikatnya diciptakan karena sebagai kunci
keberhasilan kinerja perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan
suatu perusahaan sebenarnya ditentukan oleh manusia atau orang baik yang
ada di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan yang semuanya
memiliki kepentingan dan kekuatan untuk mendukung atau menghambat
keberadaan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, bila perusahaan
dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok perusahaan adalah untuk
menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan
keuntungan akan datang dengan sendirinya. Pandangan ini selanjutnya
akan melahirkan paradigma dan konsep stakeholder dalam pengelolaan
perusahaan.

5. Dimensi Spiritual
Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Sepanjang masyarakat membutuhkan produk perusahaan, maka perusahaan
akan tetap exist. Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah
dikaitkan dengan agama (kepercayaan), padahal dalam ajaran agama yang
dipercayai oleh manusia ada ketentuan yang sangat jelas tentang
melakukan kegiatan bisnis. Dalam dimensi spiritual, para pengusaha yang
ada di dalam perusahaan memaknai pengelolaan perusahaan sebagai bagian
dari ibadah kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang dikelola menjadi
sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Namun
dalam kenyataannya, masih terdapat banyak pelaku bisnis dan oknum
stakeholder yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam
menjalankan praktek bisnisnya.

D. BISNIS DAN PENDEKATAN STAKEHOLDERS


 Pengertian dan Pendekatan Teori Stakeholder Menurut Para Ahli
Teori ini pada awalnya muncul karena adanya perkembangan kesadaran dan
pemahaman bahwa perusahaan memiliki stakeholder, yaitu pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan. Ide bahwa perusahaan memiliki stakeholder
ini kemudian menjadi hal yang banyak dibicarakan dalam literatur-literatur
manajemem baik akademis maupun profesional.
Studi yang pertama kali mengemukakan mengenai stakeholder adalah Strategic
Management: A Stakeholder Approach oleh Freeman (1984). Sejak itu banyak
sekali studi yang membahas mengenai konsep stakeholder. Konsep tanggung
jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970, yang secara umum
dikenal dengan stakeholder theory artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik
yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk
berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Stakeholder theory
dimulai dengan asumsi bahwa nilai secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan
bagian dari kegiatan usaha (Freeman dkk., 2004).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah,
masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder
kepada perusahaan tersebut (Ghozali & Chariri, 2007).
Pendekatan old-corporate relation ini dapat menimbulkan konflik karena
perusahaan memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang berasal dari dalam
perusahaan dan dari luar perusahaan. Sedangkan, pendekatan new-corporate
relation menekankan kolaborasi antara perusahaan dengan seluruh stakeholder
sehingga perusahaan bukan hanya menempatkan dirinya sebagai bagian yang
bekerja secara sendiri dalam sistem sosial masyarakat. Hubungan perusahaan
dengan stakeholder di dalam perusahaan dibangun berdasarkan konsep
kebermanfaatannya yang membangun kerjasama dalam menciptakan
kesinambungan usaha perusahaan, sedangkan hubungan dengan stakeholder di luar
perusahaan didasarkan pada hubungan yang bersifat fungsional yang bertumpu
pada kemitraan. Perusahaan selain menghimpun kekayaan juga berusaha bersama-
sama membangun kualitas kehidupan dengan stakeholder di luar perusahaan.
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa
paradigma berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam
mengelola perusahaan. Menurut Shroeder (1998), paling tidak ada enam teori
pemangku kepentingan yaitu:
1. Teori kepemilikan
2. Teori entitas
3. Teori dana
4. Teori komando
5. Teori perusahaan
6. Teori ekuitas sisa residu.
Belakangan ini muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan yang
menggunakan beberapa istilah berbeda tapi punya makna yang sama yaitu perusahaan
yang tercerahkan (enlightened company) yang diperkenalkan oleh Hansen dan Allen
dalam buku yang berjudul Cracking the Millionare dan perusahaan dengan modal
spiritual (spiritual capital) yang diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall dalam buku
yang berjudul spiritual capital.
Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan
kekayaan pemilik. Makin banyaknya perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat umum
(go public) maka mulai ada pemisahan antara pengelola (manajemen,eksekutif)
dengan pemilik perusahaan (pemegang saham).

 Tunggal (2008) menyatakan bahwa teori stakeholder dapat dilihat dalam tiga
pendekatan:
1. Deskriptif
Pendekatan deskriptif pada intinya menyatakan bahwa, stakeholder secara
sederhana merupakan deskripsi yang realitas mengenai bagaimana sebuah
perusahaan beroperasi. Teori stakeholder dalam pendekatan deskriptif,
bertujuan untuk memahami bagaimana manajer menangani kepentingan
stakeholder dengan tetap menjalankan kepentingan perusahaan. Manajer
dituntut untuk mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku
kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik perusahaan saja.
2. Instrumental
Teori stakeholder dalam pendekatan instrumental menyatakan bahwa, salah
satu strategi pihak manajemen perusahaan untuk menghasilkan kinerja
perusahaan yang lebih baik adalah dengan memperhatikan para pemangku
kepentingan. Hal ini didukung oleh bukti empiris yang diungkapkan oleh
Lawrence & Weber (2008), yang menunjukkan bahwa setidaknya lebih
dari 450 perusahaan yang menyatakan komitmennya terhadap pemangku
kepentingan dalam laporan tahunnya memiliki kinerja keuangan yang lebih
baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki komitmen.
Pendekatan instrumental bertujuan untuk mempelajari konsekuensi yang
ditanggung perusahaan, dengan melihat dari pengelolaan hubungan
stakeholder dan berbagai tujuan tata kelola perusahaan yang telah dicapai.
3. Normatif
Teori stakeholder dalam pendekatan normatif menyatakan bahwa setiap
orang atau kelompok yang telah memberikan kontribusi terhadap nilai
suatu perusahaan memiliki hak moral untuk menerima imbalan (rewards)
dari perusahaan, dan hal ini menjadi suatu kewajiban bagi manajemen
untuk memenuhi apa yang menjadi hak para pemangku kepentingan.
Pendekatan normatif juga bertujuan untuk mengidentifikasi pedoman moral
atau filosofis terkait dengan aktivitas ataupun manajemen perusahaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stakeholder teori merupakan suatu


teori yang mempertimbangkan kepentingan kelompok stakeholder yang dapat
memengaruhi strategi perusahaan. Pertimbangan tersebut memunyai kekuatan karena
stakeholder adalah bagian perusahaan yang memiliki pengaruh dalam pemakaian
sumber ekonomi yang digunakan dalam aktivitas perusahaan. Strategi stakeholder
bukan hanya kinerja dalam finansial namun juga kinerja sosial yang diterapkan oleh
perusahaan.

 Analisis Stakeholders
Perusahaan adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan
stakeholders, antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua stakeholders.
b. Cari tahu kepentingan dan kekuasaan setiap golongan stakeholders.
c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan

Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan:


a. Stakeholders adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari keputusan
itu.
b. Kalaupun ada pihak dirugikan, dampak kerugian hanya menimpa sedikit
mungkin stakeholders.
c. Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan
kelompok stakeholders yang dominan
Kepentingan di sini adalah suatu yang menyebabkan kelompok stakeholders ini
tertarik atau peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan sebagai
seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok ini dalam menentuka arah dan keberadaan
perusahaan.

Kepentingan dan kekuasaan stakeholders kelompok primer.

Stakeholders Kepentingan Kekuasaan


Pelanggan Memperoleh produk yang Membatalkan pesanan dan
aman dan berkualitas sesuai membeli dari pesaing; melakukan
dengan yang dijanjikan serta kampanye negatif tentang
memperoleh pelayanan yang perusahaan
memuaskan
Pemasok Menerima pembayaran tepat Membatalkan atau
waktu; memperoleh order memboikot order dan menjual
secara teratur pada pesaing
Pemodal · Memperoleh deviden · Tidak mau membeli saham
· Pemegang dancapital gain dari saham perusahaan; memberhentikan para
Saham yang dimiliki eksekutif perusahaan
· Tidak memberikan kredit;
membatalkan/menarik kembali
pinjaman yang telah diberikan
· Memperoleh penerimaan
· Kreditur bunga dan pengembalian
pokok pinjaman sesuai jadwal
yang telah ditentukan
Karyawan Memperoleh gaji/upah yang Melakukan aksi unjuk rasa/mogok
wajar dan ada kepastian kerja; memaksakan kehendak
kelangsungan pekerjaan melalui organisasi buruh yang ada

Kepentingan dan kekuasaan stakeholders kelompok sekunder

Stakeholders Kepentingan Kekuasaan


Pemerintah Mengharapkan pertumbuhan Menutup/menyegel perusahaan;
ekonomi dan lapangan kerja; mengeluarkan berbagai peraturan
memperoleh pajak
Masyarakat Mengharapkan peran Menekan pemerintah melalui unjuk
perusahaan dalam program rasa missal; melakukan aksi
kesejahteraan masyarakat; kekerasan
menjaga kesehatan lingkungan
Media massa Menginformasikan semua Mempublikasikan berita
kegiatan perusahaan yang negatif yang merusak citra
berkaitan dengan isu etika, perusahaan
nilai-nilai, kesehatan,
keamanan, dan kesejahteraan
Aktivis lingkungan Kepedulian terhadap pengaruh Mengkampanyekan aksi boikot
positif dan negatif dari dengan mempengaruhi pemerintah,
tindakan perusahaan terhadap media massa, dan masyarakat;
lingkungan hidup, HAM dan melobi pemerintah untuk
sebagainya membatasi produk perusahaan
tersebut bila merusak lingkungan
hidup atau melanggar HAM
E. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY/CSR)

Corporate Sosial Responsibility merupakan strategi perusahaan untuk memuaskan


keinginan para stakeholder, makin baik pengungkapan Corporate Sosial
Responsibility yang dilakukan perusahaan maka stakeholder akan makin terpuaskan
dan akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya
yang bertujuan menaikkan kinerja dan mencapai laba.

Kotler dan Lee (2005:3) mendefinisikan terminologi Corporate Social Responsibillty


sebagai : “a commitment to improve community well-being through discretionary
business and contributions of corporate resources”.

Definisi di atas tidaklah semata mengacu pada aktivitas bisnis yang patuh pada hukum
atau sebatas pada moral dan etika. Namun, lebih dimaksudkan sebagai komitmen
sukarela yang dibuat oleh organisasi bisnis dalam memilih dan menerapkan praktek
tanggung jawab sosial serta berkontribusi pada masyarakat. Komitmen tersebut,
menurut Kotler dan Lee, harus ditunjukkan agar perusahaan dinilai sebagai organisasi
yang secara sosial bertanggung jawab dan akan menjalankan praktek bisnis yang
berdasar prinsip tanggung jawab sosial tersebut, baik secara moneter atau non-
moneter. Istilah community well-being dalam definisi Kotler dan Lee tersebut
memasukkan kondisi manusia sebagai anggota masyarakat, sebagaimana juga masalah
lingkungan.

Meluasnya perhatian pada praktek CSR tersebut mengundang berbagai pihak untuk
memberikan pengertian dan definisi atas terminology tersebut. Komisi Eropa
mendefinisikan CSR sebagai “integrasi secara sukarela oleh organisasi bisnis atas
persoalan sosial dan lingkungan hidup dalam aktivitas komersial organisasi dan dalam
hubungannya dengan berbagai pemangku kepentingan” (Fonteneau, 2003:3).

Lebih spesifik Mazurkiewicz (2004, p3) mengungkapkan bahwa kegiatan CSR pada
dasarnya berdasarkan pendekatan sukarela, eksternalitas lingkungan diamati untuk
pihak-pihak yang berperan, tetapi sering kali tidak dapat diverifikasi. Secara umum,
keprihatinan tentang CSR adalah bahwa, bukan jumlah besar inisiatif, akan tetapi tidak
adanya kerangka komprehensif yang akan menutup pada saat yang sama isu-isu
seperti: standar pemerintah, sistem manajemen, ketentuan bertindak, standar kinerja,
pelaporan kinerja, dan jaminan standar. Perusahaan, biasanya, menerapkan komponen
yang terpisah, atau bergabung inisiatif yang dipilih, sering lupa misalnya tentang
mekanisme pemantauan yang transparan.

 Pengertian CSR
a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan
CSR sebagai komitmen bisnis untuk secara terus-menerus berperilaku etis dan
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada
umumnya.
b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi sebagai suatu konsep di mana
perusahaan mengintegrasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan
dalam operasi bisnisnya serta dalam interaksinya dengan para pemangku
kepentingan secara sukarela.
c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai suatu bisnis telah
melaksanakan tanggung jawab sosialnya jika keputusan yang diambil telah
mempertimbangkan keseimbangan antar berbagai pemangku kepentingan yang
berbeda-beda.

Definisi di atas tidaklah semata mengacu pada aktivitas bisnis yang patuh pada
hukum atau sebatas pada moral dan etika. Namun, lebih dimaksudkan sebagai
komitmen sukarela yang dibuat oleh organisasi bisnis dalam memilih dan
menerapkan praktek tanggung jawab sosial serta berkontribusi pada masyarakat.
Komitmen tersebut, menurut Kotler dan Lee, harus ditunjukkan agar perusahaan
dinilai sebagai organisasi yang secara sosial bertanggung jawab dan akan
menjalankan praktek bisnis yang berdasar prinsip tanggung jawab sosial tersebut,
baik secara moneter atau non-moneter. Istilah community well-being dalam
definisi Kotler dan Lee tersebut memasukkan kondisi manusia sebagai anggota
masyarakat, sebgaimana juga masalah lingkungan.

Meluasnya perhatian pada praktek CSR tersebut mengundang berbagai pihak


untuk memberikan pengertian dan definisi atas terminology tersebut. Komisi
Eropa mendefinisikan CSR sebagai “integrasi secara sukarela oleh organisasi
bisnis atas persoalan sosial dan lingkungan hidup dalam aktivitas komersial
organisasi dan dalam hubungannya dengan berbagai pemangku kepentingan”
(Fonteneau, 2003:3)

Lebih spesifik Mazurkiewicz (2004, p3) mengungkapkan bahwa kegiatan CSR


pada dasarnya berdasarkan pendekatan sukarela, eksternalitas lingkungan diamati
untuk pihak-pihak yang berperan, tetapi sering kali tidak dapat diverifikasi. Secara
umum, keprihatinan tentang CSR adalah bahwa, bukan jumlah besar inisiatif, akan
tetapi tidak adanya kerangka komprehensif yang akan menutup pada saat yang
sama isu-isu seperti: standar pemerintah, sistem manajemen, ketentuan bertindak,
standar kinerja, pelaporan kinerja, dan jaminan standar. Perusahaan, biasanya,
menerapkan komponen yang terpisah, atau bergabung inisiatif yang dipilih, sering
lupa misalnya tentang mekanisme pemantauan yang transparan.

 Konsep CSR memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu:


a. fungsi ekonomis
b. fungsi social
c. fungdi alamiah.

 Tingkat Lingkup keterlibatan dalam CSR


Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan ditentukan
oleh tingkat kesadaran pelaku bisnis dan pemangku kepentingan terkait
lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh seseorang, yaitu: tingkat
kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran
transedental. Program CSR akan berjalan efektif jika pihak terkait dalam bisnis
(Pengelola, Pemerintah, dan Masyarakat) sudah mempunyai kesadaran
manusiawi dan transedental, serta menganut teori etika dalam koridor
utilitarianisme, deontology, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber, dan Post(2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam
bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan pemangku kepentingan dalam
beberapa tingkatan hubungan, yaitu: inactive, reactive, dan interactive.
Bersarkan tingkat/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005)
membedakan dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal dan prinsip pelayanan.
Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada perbedaan kesadaran dan lingkup
keterlibatan.

 Pro dan Kontra Terhadap CSR


Masih banyak yang menentang implementasi CSR walaupun telah banyak
yangmenyadari dan menyetujui pentingnya perusahaan melaksanakan program
CSR. Alasan-alasan yang menentang CSR menurut Sonny Keraf (1998) antara
lain:
a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari
keuntungan, bukan merupakan lembaga social.
b. Perhatian manajemen akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila
perusahaan dibebani banyak tujuan.
c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan
ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan
masyarakat/konsumen itu sendiri.
d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam
menjalankan kegiatan social.

 Sementara itu, alasan yang mendukung CSR adalah :


a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat semakin kritis terhadap
dampak negatifdari tindakan perusahaan yang merusak alam serta
merugikan masyarakat sekitar.
b. Sumber daya alam yang makin terbatas.
c. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggungjawab dan
kekuasaan dalam memikul beban sosial dan lingkungan.
d. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yan berguna.
e. Menciptakan keuntungan jangka panjang
 Manfaat CSR (Corporate Social Responsibility).
Manfaat CSR bagi perusahaan (Hendrik Budi Untung, 2007:7) adalah sebagai
berikut:
1. Memperhatikan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.
2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara total.
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
8. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
9. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
10. Peluang mendapatkan penghargaan.

Dengan prinsip responsilbility, penekanan diberikan pada kepentingan


stakeholders perusahaan. Dalam hal ini perusahaan diharuskan memperhatikan
kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added)
dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan dan memelihara
kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan stakeholders
perusahaan dapat didefiniskan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap eksistensi perusahaan.

Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat,


lingkungan sekitar dan pemerintah sebagai regulator. CSR sebagai sebuah
gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangan saja (financial). Tetapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Dalam hal ini bottom lines
lainnya selain keuangan adalah sosial dan Peran Public Relations dalam
Membangun Citra Perusahaan melalui lingkungan. Keberlanjutan perusahaan
hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan
lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat
sekitar di berbagai tempat dan waktu muncul kepermukaan terhadap
perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi,
dan lingkungan hidupnya (Idris, 2005).

Seorang kontributor semakin signifikan terhadap reputasi perusahaan adalah


gagasan tentang Corporate Responsibility (CR), yang merupakan kewajiban
perusahaan sosial dan lingkungan untuk konstituen dan masyarakat yang lebih
besar. Tanggung jawab sosial bisnis adalah untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan, artinya korporasi adalah orang yang buatan dan dalam pengertian
ini mungkin memiliki tanggung jawab buatan, tapi bisnis secara keseluruhan
tidak dapat dikatakan memiliki tanggung jawab, bahkan dalam pengertian
samar-samar. Korporasi menerapkan program-program masyarakat dan
kemitraan dengan organisasi non-pemerintah (LSM) dan non-keuntungan dan
yang paling inovatif, yang menyesuaikan model bisnis mereka sendiri untuk
menjadi lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Tanggung jawab perusahaan (sering disebut dengan tanggung jawab sebagai


perusahaan), warga perusahaan, keberlanjutan, dan bahkan sadar adalah
beberapa istilah bandies tentang berita di media dan upaya pemasaran
perusahaan sebagai perusahaan joki untuk memenangkan kepercayaan dan
loyalitas konstituen di seluruh dunia.

Corporate Responsibility merupakan penghargaan organisasi untuk


kepentingan masyarakat, ditunjukkan dengan mengambil kepemilikan dampak
kegiatannya terhadap konstituen kunci, termasuk pelanggan, karyawan,
pemegang saham, masyarakat lingkungan, dan, di seluruh wilayah operasi
mereka. Singkatnya, Corporate Responsibility meminta sebuah perusahaan
untuk melihat melampaui garis tradisional bawahnya pada implikasi sosial dari
bisnisnya.

Sebuah perusahaan yang bertanggung jawab membuat upaya bersama untuk


mengurangi dampak sosial dan lingkungan negatif usaha melalui strategi
berpikir yang dikembangkan diterapkan dalam jangka panjang, bukan hanya
melalui sementara, langkah-langkah band-bantuan seperti sumbangan uang
untuk amal. Dalam membentuk strategi Corporate Responsibility, sebuah
perusahaan idealnya mengakui dan mengintegrasikan spektrum penuh
keprihatinan tambahan konstituensi ‘keuangan – sosial, lingkungan,
pemerintahan, dan lain-lain – ke dalam strategi dan operasi. Ekonom ini
menjelaskan Corporate Responsibility sebagai bagian dari bisnis apa yang
harus Anda lakukan untuk mengikuti (atau, jika mungkin, tinggal sedikit di
depan) masyarakat cepat – harapan berubah. Mengembangkan strategi
Corporate Responsibility otentik sinyal maksud sebuah perusahaan untuk
melihat melampaui pengembalian keuangan jangka pendek dan fokus pada
keberhasilan jangka panjang dan kesinambungan dengan mengelola harapan
tersebut. Pertimbangan ini sering membutuhkan para eksekutif perusahaan
publik untuk melawan tekanan yang berlaku untuk mencapai hasil kuartalan
yang kuat pada biaya jangka panjang, sering kurang manfaat nyata.

Strategi Corporate Responsibility seharusnya tidak reaktif tetapi proaktif harus


mengidentifikasi konsekuensi sosial dari seluruh rantai nilai perusahaan –
spektrum penuh semua kegiatan yang terlibat dalam ketika melakukan p bisnis
untuk menunjukkan masalah potensi dan peluang usaha dan masyarakat
dimanapun berpotongan. Perusahaan-perusahaan yang tidak berusaha untuk
mengukir ceruk Corporate Responsibility mereka sendiri akan ditinggalkan
trailing kompetisi.

Saluran komunikasi dan titik keterlibatan langsung mempengaruhi tayangan


konstituen ‘dari suatu perusahaan. Sebuah perusahaan tidak memiliki strategi
Corporate Responsibility dan rencana komunikasi yang jelas untuk berbagi
dengan dunia menghadapi risiko kehilangan kontrol reputasinya dalam
lingkungan ketidakpercayaan luas di perusahaan dan alat-alat yang tak
terhitung jumlahnya untuk berbagi dan menyebarkan bahwa sentimen negatif.

 Sisi baik dari Corporate Responsibility


Meskipun Corporate Responsibility adalah mengambil berkat pusat panggung
untuk lingkungan bisnis risiko berkembang biak, mengadopsi strategi
tanggung jawab sosial dapat menawarkan terbalik menarik bagi perusahaan.
Praktek bisnis yang bertanggung jawab tidak selalu merusak motif keuntungan
korporasi. Bahkan, banyak hari ini CEO menggambarkan bertindak
bertanggung jawab sebagai pragmatis – itu masuk akal bisnis yang baik.
Sebuah strategi Corporate Responsibility dijalankan dengan baik dapat
menerjemahkan ke dalam berbagai manfaat, termasuk menarik dan
mempertahankan pelanggan, mengidentifikasi dan mengelola risiko reputasi,
menarik karyawan kualitas terbaik, dan mengurangi biaya. Skala dan sifat
keuntungan dari kegiatan Corporate Responsibility bagi suatu organisasi dapat
bervariasi tergantung pada bisnis dan seringkali sulit untuk dihitung, meskipun
meningkatkan upaya sedang dilakukan untuk menghubungkan inisiatif
Corporate Responsibility langsung terhadap kinerja keuangan. Sementara itu,
kasus bisnis yang kuat ada yang masuk akal Corporate Responsibility bisnis
yang baik dan positif mempengaruhi bottom line.

1. Reputasi manajemen risiko


Mengelola risiko reputasi merupakan bagian penting dari setiap strategi
komunikasi yang kuat perusahaan. Membangun budaya asli melakukan hal
yang benar dalam korporasi – dasar dalam setiap strategi Corporate
Responsibility yang sejati, dapat membantu mengimbangi risiko ini.
2. Merek diferensiasi
Tanggung jawab perusahaan dapat membantu membangun loyalitas
pelanggan berdasarkan pada nilai-nilai etika khusus. Pentingnya
membedakan merek dengan menginap di depan isu dan berkembang
dengan terus berubah keprihatinan konstituen: ketika masyarakat berubah
pikiran, kita sebaiknya di depannya dan tidak di belakang, dan
(keberlanjutan) adalah suatu perkara di mana masyarakat telah berubah nya
pikiran.
3. Bakat daya tarik dan retensi
Sebuah program Corporate Responsibility dapat membantu dalam
perekrutan karyawan dan retensi. Hal ini juga dapat membantu
meningkatkan citra perusahaan di kalangan karyawan, terutama ketika
mereka menjadi terlibat melalui kegiatan penggalangan dana, relawan
komunitas, atau bentuk membantu Corporate Responsibility strategi
perusahaan itu sendiri. Menggunakan taktik untuk memperkuat goodwill
dan kepercayaan antara karyawan sekarang dan masa depan dapat
menerjemahkan ke dalam biaya berkurang dan produktivitas pekerja yang
lebih besar.
4. Lisensi untuk beroperasi
Corporation ingin menghindari gangguan dalam usahanya melalui
perpajakan atau peraturan. Dengan mengambil langkah-langkah sukarela
substantif, mereka mungkin dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat
luas bahwa mereka mengambil isu seperti kesehatan dan keselamatan,
keragaman, atau lingkungan yang serius dan dengan demikian menghindari
intervensi. Beban hari ini dapat menghasilkan penghematan biaya masa
depan atau pendapatan meningkat aliran dari baru, produk dan jasa
bertanggung jawab secara sosial. Perusahaan mengambil pandangan yang
lebih luas yang memungkinkan mereka untuk melihat bahwa hari ini biaya
dapat mengurangi kewajiban masa depan, dan pengurangan kewajiban
mereka di masa depan pada gilirannya berdampak positif terhadap biaya
modal mereka. Bertindak sebelum peraturan memaksa mereka untuk dapat
posisi perusahaan sebagai pemimpin dihormati dalam tanggung jawab dan
keberlanjutan.
5. Corporate Responsibility kritikus
Meskipun bukti yang mendukung manfaat Corporate Responsibility, tidak
ada tempat untuk tanggung jawab sosial dalam bisnis. Ini rel kritikus
terhadap Corporate Responsibility sebagai detracting dari tujuan komersial
suatu korporasi dan efektivitas, pasar bebas sehingga menghambat. Dalam
pandangan ini, tanggung jawab dan profitabilitas merupakan zero-sum
game, korporasi adalah untuk lembaga nirlaba yang tujuan utamanya
adalah keuntungan dan yang kehilangan daya saing melalui altruistik,
perilaku laba berkurang. Beberapa kritik mengklaim Corporate
Responsibility sedikit lebih dari sebuah strategi PR, di mana perusahaan
ceri-kegiatan baik mereka memilih untuk menampilkan dan mengabaikan
yang lain, menciptakan gambar yang tidak akurat dari sebuah perusahaan
yang bertanggung jawab sosial atau lingkungan. Lain kontes bahwa
Corporate Responsibility program sering dilakukan dalam upaya untuk
mengalihkan perhatian publik dari pertanyaan-pertanyaan etika yang
diajukan oleh operasi inti mereka. Terlepas dari penentang ini, konstituen
yang menyerukan Corporate Responsibility dengan suara semakin keras
dan tak kenal ampun, yang perusahaan memiliki sedikit pilihan tapi untuk
menjawab.
 Corporate Responsibility dan Reputasi Perusahaan
Penelitian menunjukkan efek berkembang, dengan lebih dari satu-setengah dari
eksekutif bisnis percaya bahwa komitmen terhadap tanggung jawab
perusahaan yang diakui memberikan kontribusi “banyak” untuk reputasi
perusahaan secara keseluruhan. Penelitian terbaru juga mengungkapkan bahwa
keputusan rata-rata orang tentang apa yang harus membeli dan siapa yang
harus melakukan bisnis dengan dipengaruhi oleh reputasi perusahaan untuk
tanggung jawab sosial? Pada gilirannya, Corporate Responsibility telah
menjadi sarana penting untuk membangun kepercayaan dengan konstituen
korporasi. Berpendidikan tinggi Amerika hari ini melihat tanggung jawab
sosial lebih penting daripada sebuah merek perusahaan secara keseluruhan atau
kinerja keuangan untuk membangun kepercayaan dalam perusahaan, kedua
setelah kualitas produk dan layanan mereka.
Meskipun pengakuan terhadap pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan
Corporate Responsibility reputasi dan konstituen, banyak perusahaan tidak
memanfaatkan tren ini. Sebuah kesenjangan yang signifikan antara eksekutif
mengakui pentingnya Corporate Responsibility dan perusahaan mengambil
tindakan untuk menerapkan strategi Corporate Responsibility bijaksana dan
efektif. Sementara hampir tiga-perempat dari CEO mengatakan bahwa
perusahaan harus mengintegrasikan lingkungan, sosial, dan isu-isu tata kelola
dalam strategi dan operasi, hanya setengah mengatakan masing-masing
perusahaan yang benar-benar melakukannya. Kesenjangan ini menyajikan
kesempatan – banyak perusahaan masih memiliki kesempatan untuk
mengambil tindakan yang bertanggung jawab dan, dalam melakukannya,
membedakan diri dari persaingan dan membangun goodwill berharga. Kita
sekarang akan memeriksa beberapa kunci perusahaan konstituen pelanggan,
investor, karyawan, LSM, dan lingkungan – untuk melihat lebih dekat pada
harapan setiap kelompok berkembang tanggung jawab perusahaan dan
perusahaan apa yang dapat dan harus melakukan sebagai tanggapan untuk
memperkuat reputasi mereka.
Selain akan bekerja ekstra untuk membayar lebih untuk produk sosial yang
bertanggung jawab, konsumen juga bersedia untuk menghukum perusahaan-
perusahaan untuk kurangnya tanggung jawab mereka.

 Tekanan Investor: Pertumbuhan investasi bertanggung jawab social


Investor saat ini menunjukkan peningkatan minat dalam tanggung jawab sosial
perusahaan, pemberian penghargaan dengan menggunakan Corporate
Responsibility lebih sering sebagai bagian dari kriteria mereka untuk
berinvestasi. Hampir dua pertiga orang Amerika mengutip merekam
perusahaan tanggung jawab sosial sebagai faktor yang berpengaruh ketika
membuat keputusan untuk membeli saham atau berinvestasi di suatu
perusahaan.
Strategi investasi tidak berarti altruistik, itu didasarkan pada keyakinan bahwa
keberlanjutan akan menjadi kontributor penting bagi kinerja bisnis jangka
panjang.

 Tanggung jawab di dalam dan keluar: keterlibatan karyawan pada Corporate


Responsibility
Para karyawan peran penting bermain sebagai duta merek korporasi. Hal yang
sama juga berlaku dalam pelaksanaan strategi Corporate Responsibility.
Generasi berikutnya pemimpin perusahaan secara aktif mencari praktik
bertanggung jawab dalam track record perusahaan saat mereka merekrut dan
memilih tempat untuk memulai karier mereka.
Membangun nilai – budaya berbasis. Elemen penting dari menghargai
karyawan adalah kodifikasi kepercayaan perusahaan – termasuk yang
berhubungan dengan karyawan dan konstituen lainnya – dalam satu set nilai-
nilai perusahaan untuk setiap karyawan untuk mewujudkan. Satu set yang jelas
dan menonjol dari nilai-nilai atau kode etik ditanamkan pada karyawan
idealnya berfungsi sebagai kompas navigasi untuk kegiatan kerja sehari-hari.
Suatu budaya yang kuat berbasis nilai dapat juga berkontribusi terhadap daya
saing organisasi, meningkatkan kebanggaan karyawan, kesetiaan, dan kemauan
untuk bekerja ekstra demi misi korporasi. Untuk berbasis nilai budaya
perusahaan untuk mengambil akar dan berkembang, nada harus ditetapkan dari
atas.
Berinvestasi dalam karyawan untuk memupuk rasa akuntabilitas bersama dan
mendorong penayangan bebas dari masalah tanpa takut teguran atau
pembalasan bisa pergi jauh ke arah penguatan budaya etis. Mengambil langkah
lain untuk menyediakan karyawan dengan sumber daya – seperti etika
pelatihan untuk mempersiapkan mereka untuk dilema atau hotline untuk
memanggil jika terjadi dapat penting untuk menjaga budaya perusahaan sejalan
dengan nilai-nilai yang kuat yang harus mendukung segala upaya
kewarganegaraan sukses perusahaan.

 Berkomunikasi tentang Tanggung Jawab Perusahaan


Strategi Corporate Responsibility yang kurang kuat jika mereka tidak termasuk
dalam komponen komunikasi yang jelas, Sementara Corporate Responsibility
mungkin ditempatkan dalam berbagai bidang organisasi dalam sumber daya
manusia, pengembangan bisnis, atau departemen komunikasi perusahaan dari
suatu organisasi, misalnya – komunikator perusahaan harus secara aktif terlibat
dalam pesan-pesan Corporate Responsibility untuk memastikan konsistensi
dan integrasi dengan strategi komunikasi secara keseluruhan dan reputasi
manajemen.
1. Dua arah komunikasi : menciptakan dialog-dialog
Pelacakan dan menanggapi ekspektasi konstituen adalah komponen kunci
dari keberhasilan strategi Corporate Responsibility, memungkinkan
perusahaan untuk tetap berada di depan etos berubah, dan, dalam proses,
memperkuat reputasinya. Cara utama untuk memantau harapan konstituen
adalah dengan mengembangkan suatu dialog yang berkelanjutan dan aktif
dengan konsumen, pemegang saham, dan masyarakat umum tentang
perusahaan peran sosial dan lingkungan harus bermain. Kurangnya dialog
dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran pendapat tentang isu-isu
eksternal Corporate Responsibility.
2. Bahaya membual kosong
Mengingat berbagai potensi manfaat Corporate Responsibility – termasuk
pekerja yang setia dan pelanggan – banyak perusahaan yang ingin
memposisikan diri sebagai yang bertanggung jawab. Sayangnya, semangat
ini telah menghasilkan tindakan gelombang perusahaan yang belum tentu
didukung secara substansi.
3. Imperatif transparansi
Dengan internet memberikan LSM dan konsumen rata-rata akses
perusahaan-perusahaan belum pernah terjadi sebelumnya, tekanan yang
meningkat bagi perusahaan untuk mengungkapkan secara proaktif baik
baik dan unsur buruk dari operasi mereka. Perusahaan telah mencapai
keberhasilan dalam mengubah mata kritis pada diri mereka sendiri dan
mengutip di mana mereka dapat melakukan lebih baik pada bagian depan
Corporate Responsibility. Transparansi kritik diri tersebut dapat membantu
membangun kepercayaan dengan konstituen. Positioning diri sebagai keliru
– dan bertekad untuk berbuat lebih baik – dapat pergi jauh dalam
memenangkan hati konsumen skeptis sekarang dipersenjatai dengan
wawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam praktik bisnis
perusahaan melalui internet dan suara-suara kritis LSM luas. Konsumen
saat ini cukup cerdas untuk mengakui bahwa identifikasi masalah adalah
langkah penting pertama menuju memecahkannya.
4. Mendapatkan itu diukur dan dilakukan: pelaporan Corporate Responsibility
Menyediakan metrik – bukti kuat dan cepat upaya Corporate Responsibility
dan hasil – akan menjadi semakin penting sebagai stakeholder lebih
memperhatikan dekat dengan klaim dan realitas perilaku perusahaan.
Terukurnya dan akuntabilitas merupakan aspek kunci dari filantropi
perusahaan, aplikasi berkembang strategi bisnis dan teknik dari
pembiayaan modal ventura untuk mencapai tujuan filantropi.

Organisasi sering juga mempertimbangkan CSR dalam upaya untuk meningkatkan reputasi
mereka. Dengan media selalu melaporkan urusan mereka, dan karena homogenitas produk
yang lebih besar dan persaingan di pasar banyak, banyak organisasi menyadari bahwa
melakukan bisnis secara bertanggung jawab dan adil menawarkan keunggulan strategis dan
reputasi. Seperti dengan manajemen stakeholder, inisiatif CSR mungkin di contoh pertama
akan dimulai untuk salah satu alasan reputasi moral atau instrumental. Namun, alasan
sebenarnya untuk CSR seringkali sulit untuk memisahkan diberi ‘kesulitan yang signifikan
dalam membedakan apakah perilaku usaha adalah benar-benar melakukan adopsi moral atau
instrumental penampilan perilaku moral sebagai strategi reputasi. Namun, terlepas dari motif
yang mendasari, inisiatif CSR sering muncul untuk menjadi nilai instrumental langsung ke
organisasi. Telah menemukan bahwa inisiatif tersebut terkait dengan pengembalian reputasi
dan kinerja keuangan yang lebih baik secara keseluruhan

Anda mungkin juga menyukai