PENDAHULUAN
Dari definisi itu kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu
sebagian kita akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang
punya prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa aspek
khusus harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.
Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan. Jika
keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan
perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi
mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan. Kedua, sebuah bisnis harus dapat
menciptakan keseimbangan antara ambisi untuk mendapatkan laba dan kebutuhan
serta tuntutan masyarakat sekitarnya. Memelihara keseimbangan seperti ini sering
membutuhkan kompromi atau bahkan ‘barter’.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam
menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty
business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen
bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai
adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia
bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis
mempunyai implikasi etis dan oleh karenanya membawa serta tanggung jawab etis
bagi pelakunya.
Berbisnis dengan etika adalah menerapkan aturan umum mengenai etika pada
perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban,
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika
mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka
setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur,
pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan
tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat
menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika
bisnis ada untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak.
1
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk
meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran
moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga
masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur
di banyak perusahaan.
Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang
diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena
mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan
secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan
dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang
yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah
laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang
salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan
diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga
sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika
profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek
bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk
menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual
b. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan
mengabaikan adanya potensi kesadaran transendental (kesadaran spiritual,
kekuatan tak terbatas, Tuhan) yang dimiliki manusia
c. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.
3
Inti paham dari ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk
memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu. Sebaliknya
paham ekonomi komunis muncul sebagai alternatif. Menurut sistem ekonomi
komunis, setiap individu dilarang menguasai modal dan alat-alat produksi. Alat-alat
produksi dan modal harus dikuasai oleh masyarakat (melalui negara) sehingga tidak
ada eksploitasi oleh sekelompok kecil majikan terhadap masyarakat mayoritas (kaum
buruh).
Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis bertentangan, namun
sebenarnya ada persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya hanya ditujukan
untuk mengejar kemakmuran/kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan
kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia
(kebahagiaan di akhirat).
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis dapat dirasakan saat ini, antara lain :
4
a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan
para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya
kesenjangan kemakmuran yang makin tajam antara negara-negara kaya dengan
mayoritas negara-negara miskin.
c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan dan pengangguran makin
meluas.
d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar
kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas
bukan saja di negara-negara miskin, tetapi juga di negara-negara maju.
e. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta
kekayaan yang jauh melampaui ukuran kebutuhan yang normal, serta pamer
kemewahan dan kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol.
Sistem ekonomi pancasila memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua sistem
ekonomi ekstrem-komunis dan kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan pada sistem
ekonomi pancasila diambil dari sistem ekonomi komunis; ciri hak dan kebebasan
individu diambil dari sistem kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada
pada kedua sistem tersebut, yaitu kepercayaan kepada Tuhan YME dengan
memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-
masing. Secara teoritis, sistem ekonomi pancasila merupakan fondasi yang paling
baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia seutuhnya.
Sitem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya)
yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi (barang dan jasa) serta
pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila berpegang pada
pemahaman ini, maka pada tataran konsep, semua sistem ekonomi seharusnya
bersifat etis karena semua sistem ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produksi
dan pendapatan untuk memakmurkan masyarakat.
Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan
banyak persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih
disebabkan oleh tingkat kesadaran individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi
(oknum birokrasi, pejabat negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi
yang dipilih oelh suatu negara. Disini yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam
memaknai hakikat dirinya-hakikat sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.
5
barang yang tidak mampu dihasilkan oleh kelompoknya. Dengan demikian pengertian
aktivitas bisnis menjadi sangat luas. Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam
rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan
barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang memerlukan serta aktivitas lain yang
mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut. Saat ini siapa pun tidak
menyangkal bahwa kegiatan bisnis menjadi tulang punggung perekonomian suatu
negara. Kegiatan bisnis juga menjadi sumber penerimaan pokok dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui perpajakan.
Pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu :
a. Pandangan Praktis-realistis
Pandangan ini, melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit)
bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan
barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Para
penganut paham ini melihat bahwa dalam menghasilkan dan menjual barang dan
jasa, terjadi persaingan yang sangat ketat sehingga satu-satunya cara untuk bisa
bertahan dalam bisnis adalah dengan menjadi pemegang dalam kancah persaingan
yang sangat ketat tersebut.
b. Pandangan Idealis.
Adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan hanyalah
akibat dari kegiatan bisnis. Dalam pandangan ini, tidak ada pola pikir persaingan
dan tidak ada pola pikir untuk mengalahkan para pesaing agar bisa bertahan
hidup.
Dalam kaitannya dengan etika, dua sudut pandang yang berbeda tentang bisnis ini
mempunyai konsekuensi yang berbeda. Dua pandangan yang berbeda dan bahkan
berlawanan ini muncul dari para penggagas atau penganut paham bisnis yang
mempunyai tingkat kesadaran yang berbeda dalam memaknai hidup dan hakikat
dirinya sebagai manusia.
6
Faktor-faktor produksi dari sudut ekonomi adalah terdiri atas tanah, tenaga kerja,
modal, dan wirausahawan. Masing-masing pemilik faktor-faktor produksi ini
memperoleh pendapatan atas kepemilikannya pada faktor-faktor produksi
tersebut. Pemilik tanah memperoleh sewa tanah; tenaga kerja memperoleh upah
dan gaji; pemilik modal memperoleh pendapatan bungan dan wirausahawan
memperoleh keuntungan.
b. Dimensi Etis
Dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh
pro dan kontra. Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi
karena belum semua pihak mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian
etika dan ukuran yang tepat untuk menilai etis-tidaknya suatu tindakan bisnis.
Bisnis dari dimensi etis :
Pertama, kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif artinya kegiatan
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan
seluruh umat manusia. Manusia hidup di dunia ini memang harus
didukung oleh berbagai jenis barang dan jasa untuk bisa bertahan hidup.
Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan
suatu kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuangan) dan
tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul
untuk memberikan penilaian atas dampak negatif yang ditimbulkan bagi
masyarakat dan lingkungan alam.
c. Dimensi Hukum
Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena
keduanya mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa
negara melalui mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan
internasional dan mengikat seluruh warga suatu negara atau lebih dari satu negara
bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih dari satu negara.
De George (dalam Sonny Keraf, 1998) membedakan dua macam pandangan
tentang status perusahaan, yaitu legal creator dan legal recognition. Dari sudut
pandang legal creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh negara sehingga
perusahaan adalah sebuah badan hukum. Sebagai ciptaan hukum, perusahaan
mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya status hukum yang
dimiliki oleh manusia. Hukum diciptakan oleh negara, sementara negara dan
hukum ada karena ada masyarakat. Pada sudut pandang legal recognition
perusahaan bukan diciptakan atau didirikan oleh negara, melainkan oleh orang
atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh
keuntungan. Jadi, produk yang diciptakan oleh perusahaan tersebut merupakan
sarana untuk memperoleh keuntungan, bukan untuk melayani kebutuhan
masyarakat.
Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh keuntungan bagi pendiri/pemilik
perusahaan tersebut, sedangkan memberikan pelayanan kepada masyarakat
merupakan tujuan sampingan. Peranan negara dalam hal ini hanya mendaftarkan,
mengesahkan, dan memberi izin secara hukum atas keberadaan perusahaan
tersebut.
7
d. Dimensi Sosial
Sebagai sistem terbuka, artinya keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh
elemen-elemen yang ada di dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor
internal, seperti sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan
sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dsb), tetapi juga oleh
faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor eksternal, yang
juga terdiri atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non manusia. Faktor
manusia disini, antara lain: pemasok, pelanggan, penanam modal, pemerintah dan
masyarakat. Pemasok, pelanggan, penanam modal, dan pemerintah dapat saja
berbentuk institusi atau lembaga, tetapi yang menentukan dibalik institusi atau
lembaga tersebut adalah orang (oknum) kunci yang mempunyai wewenang dalam
mengambil keputusan di dalam lembaga atau institusi tersebut. Faktor non-
manusia adalah alam/bumi itu sendiri sebagai sumber bahan baku dan tempat
beroperasi perusahaan.
e. Dimensi Spiritual
Dalam agama islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu
merupakan bagian dari Ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur
berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawam
Rahardjo, 1990).
Pandangan ini menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan bisnis itu bukan saja
tidak bertentangan dengan ajaran agama, tetapi justru manusia diberi wewenang
untuk mengolah dunia asalkan dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Maksud
tanggung jawab di sini adalah bahwa dalam menguasai dan mengelola dunia harus
dilakukan dengan disertai kesadaran untuk memajukan, merawat, dan
melestarikan dunia beserta isinya; bukan sebaliknya justru berdampak merugikan
masyarakat dan merusak alam beserta seluruh isinya. Kegiatan bisnis yang baik
seperti ini dapat disebut kegiatan bisnis yang religius. Kegiatan bisnis yang
spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut :
Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa
kegiatan bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku
kepentingan atau masyarakat (prosperous society).
Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin
kelestarian alam (planet conservation).
8
lingkungan pasar (market environment) dan lingkungan non-pasar (non-market
environment).
Sementara itu, Sonny Keraf (1998) menggunakan istilah kelompok primer dan
kelompok sekunder. Kelompok primer adalah mereka yang mengadakan transaksi
atau berinteraksi langsung dengan perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah: pelanggan, pemasok, pemodal (pemegang saham), pemberi pinjaman (seperti:
bank, perusahaan leasing, dsb) serta karyawan perusahaan. Kelompok sekunder
adalah semua pemangku kepentingan yang tidak termasuk dalam kelompok primer
tersebut. Mereka ini tidak secara langsung berinteraksi atau bertransaksi dengan
perusahaan, tetapi kepentingan (interest) dan kekuatan (power). Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah: pemerintah, media massa, para aktivis lingkungan hidup,
masyarakat di sekitar perusahaan, akademisi, dan sebagainya.
Sasaran perusahaan
adalah memperoleh
kekayaan &
keuntungan optimal
bagi para
pemegang saham.
Kesadaran Teori Paradigma Ekuitas Sasaran
Manusiawi Utilitarianisme (Equity Paradigm) pengelolaan
perusahaan untuk
Teori Keadilan meningkatkan
(Fairness kekayaan &
Theory) keuntungan para
investor (pemegang
Teori saham dan
Kewajiban kreditur).
9
Teori Paradigma Perusahaan Sasaran
Keutamaan (Enterprise Paradigm) pengelolaan
perusahaan adalah
untuk kesejahteraan
seluruh masyarakat
(stakeholders).
Kesadaran Teori Teonom Paradigma Perusahaan Tujuan pengelolaan
Transendental perusahaan adalah
sebagai bagian dari
ibadah kepada
Tuhan melalui
pengabdian tulus
untuk kemakmuran
bersama dan
menjaga kelestarian
alam.
Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsur dari sistem yang
lebih besar (suprasystem). Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling
berinteraksi dengan semua pihak terkait (stakeholders) sehingga keberadaan
perusahaan bersifat saling memengaruhi dengan semua pemangku kepentingan
tersebut. Hal penting yang harus dipertimbangkan dalam proses pengambilan
keputusan berdasarkan pendekatan pemangku kepentingan, antara lain :
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata yang masih
bersifat potensial.
b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan
pemangku kepentingan.
c. Cari tahu apakah ada koalisasi kepentingan dan kekuasaan antar golongan
pemangku kepentingan tersebut.
a. Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari
keputusan itu; atau
b. Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa
sesedikit mungkin pemangku kepentingan; atau
c. Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok
pemangku kepentingan yang dominan.
10
Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan Kelompok Primer
11
Aktivis Lingkungan Kepedulian terhadap Mengampenyakan aksi
pengaruh positif dan boikot dengan
negatif dari tindakan memengaruhi pemerintah,
perusahaan terhadap media massa dan
lingkungan hidup, HAM, masyarakat;
dan sebagainya. Melobi pemerintah untuk
membatasi/melarang impor
produk perusahaan tersebut
bila merusak lingkungan
hidup atau melanggar
HAM.
Konsep CSR sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi tradisional perusahaan secara
seimbang, yaitu :
a. Fungsi ekonomis
Merupakan fungsi tradisional perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan
(profit) bagi perusahaan.
12
b. Fungsi sosial
Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan manusianya, yaitu para
pemangku kepentingan baik pemangku kepentingan primer maupun sekunder.
Selain itu, melalui fungsi ini perusahaan berperan menjaga keadilan dalam
membagi manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas
perusahaan.
c. Fungsi alamiah
Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam. Perusahaan hanya
merupakan salah satu elemen dalam sistem kehidupan di bumi ini. Bila bumi ini
dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di bumi ini (manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan) akan terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan bagaimana
mungkin akan ada perusahaan yang masih bertahan hidup.
13
Pro dan Kontra Terhadap CSR
Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginventarisasi alasan-alasan bagi yang
mendukung dan menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR. Alasan-
alasan yang menentang CSR ini antara lain :
a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan,
bukan merupakan lembaga sosial.
b. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka
bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan
pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan
masyarakat/konsumen itu sendiri.
d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan
kegiatan sosial.
a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak
negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat
sekitarnya.
b. Sumber daya alam yang makin terbatas.
c. Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan
dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan
masyarakat.
e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer
dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang
etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah
menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan
laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi
oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena
itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah
bisnis. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara.
Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.
Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan
berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis
tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin
meningkat.
Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup
makro maupun mikro. Perspektif makro adalah pertumbuhan suatu negara tergantung
pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system
dalam mengalokasikan barang dan jasa. Perspektif mikro adalah dalam Iingkup ini
perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam menciptakan etika bisnis,
Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengendalian Diri
15
DAFTAR PUSTAKA
16