Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN

“ ETIKA BISNIS DAN FAKTOR X DALAM KEWIRAUSAHAAN “

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Devi Utari
Lurike Apriyani
Maya
Melanda Puspita Aidi
Rahmi Sundari

Dosen Pengampuh :
Hj. PS Kurniawati, S.Sos, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIV
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era menuju G20 dan salah satu cara untuk menghadapi MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) adalah dengan melakukan bisnis. Maka sekarang ini bisnis sangat
berkembang pesat di era ini, banyak orang melakukan bisnis didalam berbagai bidang.
Bisnis tidak hanya digeluti oleh para professional saat ini banyak pebisnis muda yang
ikut bersaing didalam dunia bisnis.

Dengan adanya para pebisnis baru di era ini, maka suatu hal penting bagi para
pebisnis untuk mengetahui tentang Etika Bisnis. Tidak hanya mengetahui dan
memahami tapi juga diperlukan adanya suatu Penerapan pada bisnisnya. Dengan
begitu, para pebisnis tidak hanya berpacu pada profit oriented tapi juga
memeperhatikan Etika dalam berbisnis, sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan
dengan baik.

Akan tetapi, tidak semudah itu didalam Penerapan Etika Bisnis di Indonesia
karena ada sebuah paradigma klasik yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi adalah
bebas nilai (value free) yang maksudnya Etika bisnis hanyalah mempersempit ruang
gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka adalah
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom kritis Inggris menerbitkan
bukunya yang amat menghebohkan “The Death of Economics", Ilmu Ekonomi sudah
menemui ajalnya. (Ormerof,1994). Tidak sedikit pula pakar ekonomi telah menyadari
makin tipisnya kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan bisnis modern.

Amitas Etzioni menghasilkan karya; The Moral dimension: Toward a New


Economics(1988). Berbagai buku etika bisnis dan dimensi moral dalam ilmu ekonomi
semakin banyak bermunculnan.

Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat
yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan
mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi.

Setiap orang di dunia ini pasti memiliki perbedaan.Masing-masing memiliki potensi


dan bakat yang berlainan dan mungkin bersifat unik.Terdapat beberapa orang yang
dengan baik mampu mengenali dan mengembangkan potensi atau bakat yang
dimilikinya. Namun tidak sedikit juga orang yang bahkan belum menyadari akan potensi
dan bakat yang dimilikinya.

Sama hal nya dengan bakat dan potensi, faktor “X” melekat pada diri
manusia.Masing-masing manusia memiliki faktor “X” yang berbeda dalam faktor
ukuran.Terkadang ada manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang kecil,
terkadang ada pula manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang cukup
besar.Besar kecilnya ukuran faktor “X” ini ditentukan oleh seberapa jauh seseorang
menggali dan mengembangkan faktor “X” tersebut.

Dalam wirausaha, faktor “X” yang melekat pada diri manusia ini memiliki pengaruh
terhadap suatu usaha. Namun, tanpa penggalian dan pencarian akan faktor “X” itu
sendiri, semua sia-sia. Faktor “X” dapat dikatakan berpengaruh pada usaha apabila
seseorang yang memilikinya telah menemukan kunci atau pintunya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah sebagai
berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis ?


2. Bagaimana sasaran dan ruang lingkup etika bisnis ?
3. Apa saja indikator etika bisnis ?
4. Apa saja prinsip dalam etika bisnis ?
5. Apa saja hal-hal yang harus diketahui dalam menciptakan etika bisnis ?
6. Bagaimana penerapan etika bisnis ?
7. Apa yang dimaksud faktor X?
8. Potensi menemukan pintunya
9. Memancing keberuntungan
10. Bakat menemukan pintunya
11. “x” kecik dan “X” besar
12. Identifikasi Faktor “X”
13. Tidak dapat dirampas

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Kewirausahaan
dalam membuat makalah tentang Etika Bisnis dan Faktor X dalam
Kewirausahaan. Maksud dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui etika dalam berbisnis dan dapat menerapkan didalam dunia bisnis
yang sesungguhnya;
2. Dapat mengetahui bagaimana etika bisnis yang baik agar mampu menghadapi
pesaing dan permintaan konsumen;

3. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai materi kewirausahaan


tentang Faktor X

4. Dapat memberikan informasi bagi penulis sendiri dan pembaca atas hasil penulisan
ini.
D. Manfaat

Adapun manfaat penulisan makalah ini yang kami harapkan :


1. Memahami etika dalam berbisnis dan dapat menerapkan didalam dunia bisnis
yang sesungguhnya;
2. Memahami bagaimana etika bisnis yang baik agar mampu menghadapi pesaing
dan permintaan konsumen;
3. Mampu memahami tentang faktor X dalam kewirausahaan
4. Mampu mengimplementasikan informasi yang disampaikan dalam makalah ini
dengan baik dan benar;
5. Mampu memberikan wawasan dan pandangan keilmuan mengenai etika bisnis dan
faktor X dalam kewirausahaan bagi para pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ETIKA BISNIS

1. Definisi Etika Bisnis

Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan
di masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum,
karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan
serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang saham, masyarakat.

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis
dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Etika Bisnis
dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang professional.

2. Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis


Setelah melihat penting dan relevansinya etika bisnis ada baiknya kita tinjau
lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan lingkup
pokok etika bisnis yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis
yang pertama bertujuan untuk mengimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnisnya secara baik dan etis. Karena lingkup bisnis yang pertama ini lebih sering
ditujunjukkan kepada para manajer dan pelaku bisnis dan lebih sering berbicara
mengenai bagaimana perilaku bisnis yang baik dan etis itu.

2. Etika bisnis bisa menjadi sangat subversife. Subversife karean ia mengunggah,


mendorong dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh –
bodohi, dirugikan dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktrek
bisnis pihak mana pun. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen,
buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang
tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga.

3. Etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, yang
karena itu barangkali lebih tepat disebut sebagai etika ekonomi.

Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang
lainnya dan bersama – sama menentukan baik tidaknya, etis tidaknya praktek bisnis
tersebut.

3. Indikator Etika Bisnis

Kehidupan bisnis modern menurut banyak pengamat cenderung mementingkan


keberhasilan material. Menempatkan material pada urutan prioritas utama, dapat
mendorong para pelaku bisnis dan masyarakat umum melirik dan menggunakan
paradigma dangkal tentang makna dunia bisnis itu sendiri. Sesungguhnya dunia binis
tidak sesadis yang dibayangkan orang dan material bukanlah harga mati yang harus
diupayakan dengan cara apa yang dan bagaimanapun. Dengan paradigma sempit dapat
berkonotasi bahwa bisnis hanya dipandang sebagai sarana meraih pendapatan dan
keuntungan uang semata, dengan mengabaikan kepentingan lainnya. Organisasi bisnis
dan perusahaan dipandang hanya sekedar mesin dan sarana untuk memaksimalkan
keuntungannya dan dengan demikian bisnis semata-mata berperan sebagai jalan untuk
menumpuk kekayaan dan bisnis telah menjadi jati diri lebih dari mesin pengganda modal
atau kapitalis.

Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang baru, bahkan secara moral
keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Alasannya adalah sebagai berikut:

1. Secara moral keuntungan memungkinkan organisasi/perusahaan untuk


bertahan dalam kegiatan bisnisnya.

2. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia


menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas yang
produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

3. Keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan bertahan melainkan dapat


menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat
dipergunakan sebagai pengembangan perusahaan sehingga hal ini akan membuka
lapangan kerja baru.

Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut


bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja
dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen
dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah
dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah
melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa
indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah
mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:

1. Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau


pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara
efisien tanpa merugikan masyarakat lain.

2. Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan


indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-
masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.

3. Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum


seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila
seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang
berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

4. Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap


beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai
ajaran agama yang dianutnya.

5. Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik
secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan
mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu
perusahaan, daerah dan suatu bangsa.

Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-


masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.

4. Prinsip Etika Bisnis

Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses


bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam
lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang dapat
dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.

Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya
baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil
kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-
syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip Keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta
dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal
dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan
tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.

Selain itu juga ada beberapa nilai – nilai etika bisnis yang dinilai oleh Adiwarman
Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting, seharusnya jangan dilanggar,
yaitu :
1. Kejujuran: Banyak orang beranggapan bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu
demi mendapat keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran merupakan
salah satu kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk unsur penting untuk
bertahan di tengah persaingan bisnis.
2. Keadilan: Perlakukan setiap orang sesuai haknya. Misalnya, berikan upah kepada
karyawan sesuai standar serta jangan pelit memberi bonus saat perusahaan
mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga,
misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
3. Rendah Hati: Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya, dalam
mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan
produk bersaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen
memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah
poduk/jasa. Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang
terlihat atau terdengar terlalu sempurna, pada kenyataannya justru sering kali
terbukti buruk.
4. Simpatik: Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di
depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang yang
mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain.
5. Kecerdasan: Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi
bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan
keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu
mewaspadai dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang
mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.
5. Hal ̶ Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Menciptakaan Etika Bisnis

1. Menuangkan ke dalam Hukum Positif


Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum
dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
2. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
3. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi.
4. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa
Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan
etika bisnis.
5. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

6. Penerapan Etika Bisnis

Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan
bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility),
biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi
penderitaan. "Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai
teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai
teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John
Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa
yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang
jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena
itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih


intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru
sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Karena
memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis


secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa
ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang
menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara
tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab
utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis
secara benar, konsisten dan konsekuen.

Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta
(1990) adalah serupa praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai
pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik
dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika
bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis
bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk
pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh
manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang
berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di
masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum,
karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum. Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di
Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard
Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai
berikut :

1. Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an


occupation, trade and profession
2. Morality is the precepts of personal behavior based on religious or
philosophical grounds
3. Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may
or may not enforce ethics or morality.

Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam


merumuskan tingkah laku etika kita :
1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya.
Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama,
dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.

Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab


permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :
• Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
• Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
• Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?

Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi
serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi,
diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis ,
organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen.

Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula


menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi
internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab
utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan
tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman
berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya
dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat
belum tentu emas.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu
menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang
karena :
a. Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi
baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
b. Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
c. Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
d. Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari
konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui
gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi
atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka
nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen
korporasi yakni dengan cara :
1. Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
2. Memperkuat sistem pengawasan
3. Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

B. FAKTOR X DALAM KEWIRAUSAHAAN

1. Definisi Faktor X dalam Kewirausahaan


Faktor X merupakan faktor yang melekat pada diri semua orang, tak berwujud benda
namun dapat dirasakan. Pada diri seorang entrepreneur faktor X sangat mempengaruhi
geraknya dalam menjalankan usaha.

Awalnya faktor X tidak ada atau sangat kecil sekali, namun apabila kita tekun maka
faktor tersebut akan muncul dan tumbuh karena ia hidup. Karena ia hidup, ia pun dapat
mati. Setiap orang di dunia ini pasti memiliki perbedaan.Masing-masing memiliki
potensi dan bakat yang berlainan dan mungkin bersifat unik.Terdapat beberapa orang
yang dengan baik mampu mengenali dan mengembangkan potensi atau bakat yang
dimilikinya.

Namun tidak sedikit juga orang yang bahkan belum menyadari akan potensi dan bakat
yang dimiliki. Sama hal nya dengan bakat dan potensi, faktor “X” melekat pada diri
manusia.Masing-masing manusia memiliki faktor “X” yang berbeda dalam faktor
ukuran.Terkadang ada manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang kecil,
terkadang ada pula manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang cukup besar.

Besar kecilnya ukuran faktor “X” ini ditentukan oleh seberapa jauh seseorang
menggali dan mengembangkan faktor “X” tersebut. Dalam wirausaha, faktor “X” yang
melekat pada diri manusia ini memiliki pengaruh terhadap suatu usaha. Namun, tanpa
penggalian dan pencarian akan faktor “X” itu sendiri, semua sia-sia.

Faktor “X” dapat dikatakan berpengaruh pada usaha apabila seseorang yang
memilikinya telah menemukan kunci atau pintunya.
Berikut merupakan karakteristik faktor X...:
- Merupakan penentu keberhasilan.
- Merekat pada diri manusia.
- Tidak dapat diperoleh dalam waktu sekejap.
- Dapat tumbuh dan berkembang menjadi “X” besar (hidup), namun dapat juga mati
apabila kita tidak memeliharanya, misalnya membiarkan terjadi penuaan, menentang
pembaharuan.
- Berasal dari diri sendiri, namun juga dapat berasal dari luar diri.
- Sekali tumbuh, dapat dipakai untuk membuat usaha lainnya.

Oleh karena itu seorang entrepreneur (baik pemula) harus dapat menumbuhkan dan
mengembangkan faktor X yang ada pada dirinya, tidak boleh tertutup tehadap
pembaharuan atau perubahan supaya faktor X tersebut tidak mati.

2. Potensi untuk menemukan “pintu”-nya atau faktor (X)


Setiap orang di dunia ini pasti memiliki perbedaan.Masing-masing memiliki potensi
dan bakat yang berlainan dan mungkin bersifat unik.Terdapat beberapa orang yang
dengan baik mampu mengenali dan mengembangkan potensi atau bakat yang
dimilikinya. Namun tidak sedikit juga orang yang bahkan belum menyadari akan potensi
dan bakat yang dimilikinya.

Sama hal nya dengan bakat dan potensi, faktor “X” melekat pada diri
manusia.Masing-masing manusia memiliki faktor “X” yang berbeda dalam faktor
ukuran.Terkadang ada manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang kecil,
terkadang ada pula manusia atau orang yang memiliki faktor “X” yang cukup
besar.Besar kecilnya ukuran faktor “X” ini ditentukan oleh seberapa jauh seseorang
menggali dan mengembangkan faktor “X” tersebut.

Dalam wirausaha, faktor “X” yang melekat pada diri manusia ini memiliki pengaruh
terhadap suatu usaha. Namun, tanpa penggalian dan pencarian akan faktor “X” itu
sendiri, semua sia-sia. Faktor “X” dapat dikatakan berpengaruh pada usaha apabila
seseorang yang memilikinya telah menemukan kunci atau pintunya.

3. Memancing Keberuntungan

Hoki atau keberuntungan tak akan datang tiba-tiba. Seperti yang banyak dipelajari
dari praktek-praktek penerapan ilmu keberuntungan China (fengshui), keberuntungan
harus dipancing agar ia mau datang. Misalnya kasus Dewi Fransesca.
Demikianlah dalam kehidupan spiritual kita, Allah yang maha pengasih pun
mendengarkan doa manusia yang tulus, yang terus mengetuk-ngetuk pintunya dan
menunjukkan keseriusan dalam berusaha.
Dan keberuntungan hanya datang pada orang-orang yang siap, yang sejak awal cocok
menerimanya. Itulah yang disebut ”pintu” oleh Maxwell atau kecerdasan praktis oleh
Gladwell, atau dedikasi suci.

4. Bakat ”menemukan” pintunya

Setiap orang pasti memiliki bakat, diantaranya ada bakat memimpin orang, membuat
lagu indah, menulis puisi, memijat, meyembuhkan orang, berpidato, memasak, melucu,
menyanyi, memberi semangat, berolahraga, dan sebagainya.

Semua orang belum tentu mengenali bakatnya masing – masing, walaupun tampak
banyak orang yang tidak menyadari atau mengakui bakatnya. Bakat – bakat itu ada yang
tersempul keluar seperti buah yang menggantung dipohon. Namun, sebagian bakat
tersimpan jauh dilubuk hati sepeti bongkahan emas yang terkubur diperut bumi, kecuali
manusia menggalinya, maka ia akan ditemukan.

Demikian pulalah dengan faktor (X) itu.Ia melekat pada diri anda masing – masing
dan baru menjadi faktor “X” kalau ia berhasil menemukan pintunya. Celakanya, didunia
ini ada ribuan atau bahkan jutaan pintu yang pasangannya berbeda. Maka, temukan dan
ketuklah pintu – pintu itu.

Sikap anda terhadap “pintu” itu akan tercermin pada apa yang anda dapatkan. Sikap itu
adalah sebuah pilihan, pilihannya bermacam – macam yaitu :

a. Ada yang mendiamkan saja

Dia adalah orang yang percaya diri dengan “bakat” –nya dan membiarkan “pintu”
menemukan dirinya. Kalau dia beruntung, bisa saja dia berhasil. Namun, faktanya,
sedikit sekali orang yang berhasil menggunakan cara ini.

b. Mengirim sinyal positif

Orang kedua ini sepertinya diam dan menunggu pintu mendatanginya, tetapi
sesungguhnya ia tidak diam. Dia mengirimkan signal agar “pintu” itu bergerak dan
menghampirinya. Dengan kata lain, di mengetuk “pitu” itu dengan bahasa tubuhnya.
Apakah itu penampilannya yang menarik, suaranya yang khas, dan sebagainya.

c. Mencari pintu, mengetuk pintu

Orang ketiga ini adalah orang yang kurang beruntung. Mereka sadar bahwa “pintu”
itu tidak akan terbuka, kecuali mereka mendatangi dan mengetuknya, maka mereka
mendatangi sebuah pintu. Pintu itu mungkin Cuma dibuka separuh oleh pemilik atau
penghuninya. Ia tidak welcome.Anda harus pergi mencari pintu lainnya, terus mencari
dan mengetuk.Namun, begitu berada didlam pintu itu, lagi – lagi sikap mereka berbeda –
beda :
· Ada yang sudah merasa nyaman dengan berada diruag tunggu yang membukakan
pintu itu. Dia tidak mengerti bahwa dia hanya welcome diruang itu saja.Ruang itu terlalu
kecil, tatapi ia sudah merasa betah.

· Ada yang segera menyadari bahwa ruang itu sekedar ruang tunggu saja.Kalau pintu
utama tidak dibukakan, dia segera keluar mencari pintu lainnya yang lebih welcome dan
didalamnya tersimpan pintu – pintu lain yang boleh dia ketuk dan masuk kedalamnya.

Demikianlah, hidup adalah sebuah pilihan.Ada demikian banyak pilihan yang


tersedia.Masalahnya, apakah kita mau mendatangi pilihan – pilihan itu, mengetuknya,
dan mengambil pilihan yang terbaik.

Dalam berwirausaha, seorang pemuda dapat diibatkan sebagai seorang yang sedang
mencari pintu.Sukses yag dicapainya adalah sebuah keberhasilan menemukan pintu yang
sesuai dengan minat dan masa depannya.Dia melawan rasa nyaman sampai benar – benar
mendapatkan jawaban yang setimpal.

5. “X” kecil dan “X” besar

Dengan demikian faktor (X) tidak lain adalah sesuatu yang harus kita cari dan
miliki.Ia akan menemani siapa saja yang ingin berubah, menjadi lebih baik.Orang yang
tidak ingin berubah juga memiliki faktor “X” tetapi itu hanyalah “X” kecil yang berarti
sebuah kenyamanan.Dia sudah nyaman dengan kondisi sekarang dan tentu saja hidupnya
tidak akan mengalami kemajuan.

Untuk mengalami kemajuan, seseorang harus berani berselancar pada gelombang


ketidaknyamanan.Entrepreneur adalah orang yang merasa hidupnya kurang nyaman,
terancam, miskin kurang bermakna.Maka dari itu, dia berjuang mengejar kenyamanan
baru.Dia bergerak, berjalan, berpikir, mengetuk pintu, mengambil resiko, mencari produk,
membuat, membangun usaha, mendatangi pelanggan, dan seterusnya.Kalau dia diam atau
menikmati warisan orang tua, ia sudah bisa hidup nyaman.Namun, ia ingin masa
depannya lebih baik.Daripada hidup susah nanti, lebih baik sulit sekarang.Dia tidak
memilih hidup nyaman dengan “X” kecil warisan, melainkan membentuk “X” besar.

6. Identifikasikan Faktor “X”


“X” besar ada ditangan orang dewasa, yaitu orang – orang yang sudah memiliki
kepercayaan pasar.Sedangkan “X” kecil ada pada diri kita masing – masing.Bentuk “X”
pun macam – macam.Ia didapat berasal dari diri anda sendiri, orang lain, lembaga lain,
dan sebagainya.
“X” yang berasal dari diri anda sendiri itu adalah bakat (talenta), kerja keras,
kejujuran, kecerdasan, keterampilan, penampilan fisik anda, kualitas suara, dan
pendidikan.Orang – orang yamg memiliki potensi dari dalam dirinya tidak boleh
mengeluh karena semua potensi itu adalah modal yang jauh lebih bernilai dari sekadar
modal uang, dengan ketekunan, “X” kecil itu dapat ditumbuhkan menjadi “X” besar.

Namun, “X” kecil itu bisa saja tak menjadi besar kalau ia tidak menemukan
pintunya.Sebaliknya, orang – orang yang tak memiliki potensi berasal dirinya dapat
menunggang “kuda” yang berasal dari orang lain atau lembaga lain.

Syarat untuk menjadi kuda adalah “kepercayaan” dan “penerimaan” pasar.mereka


adalah orang – orang terpecaya yang sudah memiliki “X” dari pengalaman, keahlian, dan
kepercayaan yang mereka bangun

7. Tidak dapat dirampas

Karena melekat pada diri anda sendiri, maka ia harus dipelihara.Banyak orang
berusaha merampas “X” itu dengan merampas “kuda – kuda tunggangan”yang dimiliki
seseorang.Padahal “X” itu merupakan kombinasi dari berbagai hal yang melekat pada
seseorang.

Pada dasarnya, sebuah usaha bukanlah semata – mata bisa membuat atau
menghasilkan sesuatu lebih baik.Sebuah usaha baru berhasil bila anda berhasil
mendatangkan pelanggan.Jadi, faktor “X” itu bukan berada ditangan orang lain,
melainkan pada usaha anda sendiri.
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan
serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik
adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau
buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik
buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Dan pada intinya etika bisnis adalah suatu hal yang penting dan harus dapat
diterapkan didalam menjalankan suatu usaha/bisnis untuk mengetahui baik dan buruk
keputusan yang diambil dan selalu mempertimbangkan apa yang akan siterapkan
dengan tidak memetingkan profit oriented tetapi juga kebermanfaatan bersama.

Faktor x diartikan sebagai faktor penunjang kesuksesan,tapi secara harafiah faktor x


itu jarang dimiliki setiap orang (atau seseorang belum menemukan faktor x dalam
dirinya). Setiap orang pasti memiliki faktor x dalam dirinya,namun seseorang hanya
belum menemukan faktor x itu,sehingga belum menyadari kalau dirinya memiliki talenta
hebat yang siap ditampilkan di dunia wirausaha. Dalam Faktor X ada juga istilah Potensi
untuk menemukan “pintu”-nya atau faktor (X), Bakat ”menemukan” pintunya, “X” kecil
dan “X” besar, Identifikasikan Faktor “X”, Tidak dapat dirampas dan memancing
keberuntungan.

B. SARAN
Sebagai mahasiswa yang sudah mengetahui dan memahami keilmuan tentang etika
bisnis hendaknya kelak dikemudian hari ketika merintis dan menjalankan suatu bisnis
dapat menerapkan konsep etika bisnis yang sesungguhnya untuk menunjang nilai lebih
dari keilmuan yang diperoleh dan dapat mengamalkan secara langsung keilmuan yang
dimiliki.

Untuk para pelaku bisnis seharusnya dapat lebih bijak dalam menjalankan
bisnisnya dengan menerapkan etika bisnis yang baik dan benar agar tidak merugikan
pihak lain hanya dikarenakan ketamakan diri yang mengejar keuntungan tanpa
memperhatikan baik buruknya keputusan yang di ambil dalam menyikapi suatu
permasalahan yang ada dalam bisnisnya.

Sebagai pemerintah Indonesia juga hendaknya mampu mengontrol setiap pelaku


bisnis agar mampu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usaha agar angka
ketidaketisan pelaku bisnis dapat menurun sehingga tidak ada lagi ketidaketisan bisnis.
DAFTAR PUSTAKA

Dimas. Pengertian Etika Bisnis dan Penerapannya dalam Perusahaan. Diambil dari Dimasaja:
https://dimasaja68.wordpress.com/2015/10/09/pengertian-etika-bisnis-dan-
penerapannya-dalam-perusahaan/

Permatasari, I. Penerapan Etika Bisnis dalam Perusahaan. Diambil dari Intapermatasarii:


http://intanermatasarii.blogspot.co.id/2013/1/penerapan-etika-bisnis-dalam-
perusahaan.html

Pradadista, F. Pengertian Etika Etika Bisnis dan Penerapan Etika dalam Kehidupan
Sehari-hari. Diambil dari Fajripradadista:
http://fajripradadista.wordpress.com/2012/10/09/pengertian-etika-etika-bisnis-
dan penerapan-etika-dalam-kehidupan-sehari-hari/
Rahmah, L. Z. Etika dalam Bisnis. Diambil dari Laila soft skill:
http://lailasoftskill.blogspot.co.id/2013/10/2-etika-dalam-bisnis.html
Salim, M Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam. Diambil dari Serba Makalah:
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/05/etika-bisnis-dalam-ekonomi
islam_2527.html

Anda mungkin juga menyukai