Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL

Oleh Kelompok 7 :

1. Gatria Imanda Diandara Kinanti (201910170311237)


2. Antya Frihanira (201910170311260)
3. Natasya Ismay Putri (201910170311269)
4. Ghella Angella Rediastary (201910170311277)
5. Radha Frames Wara (201910170311279)

ETIKA BISNIS & PROFESI B

Dosen Pengampu : Dra. Sri Wibawani Wahyuning Astuti, M.Si., Ak., CA.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A.1. Latar Belakang


Di dalam melakukan bisnis, kita wajib untuk memperhatikan etika agar
dipandang sebagai bisnis yang baik. Bisnis beretika adalah bisnis yang
mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani,
empati, dan norma. Bisnis bisa disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya
pengusaha selalu menggunakan nuraninya. Bisnis merupakan bagian dari kegiatan
ekonomi yang memegang peranan penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan
umat manusia. Bisnis dapat menjadi motor penggerak yang mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat. Bisnis merupakan pertukaran barang atau jasa yang
dapat saling menguntungkan dan saling memberikan keuntungan. Bisnis
dilakukan akibat adanya ketergantungan antar individu. Perdagangan juga dapat
dipahami sebagai kegiatan bisnis yang terpisah, yang memperoleh, menciptakan
dan menghasilkan nilai dengan mengatur produksi suatu barang dan jasa, sehingga
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan dapat memperoleh sebuah keuntungan
melalui kegiatan jual beli.
Bisnis internasional terjadi salah satunya karena ketidaksanggupan suatu
negara dalam memenuhi semua kebutuhan di negaranya, maka dari itu muncullah
gagasan untuk menjalin kerjasama antar suatu negara dengan negara lainnya guna
untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa yang tidak dapat dihasilkan dan
diperoleh di dalam suatu negara karena faktor tertentu. Dalam ekonomi pasar
global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing. Untuk bersaing harus ada
daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi. Untuk itu pula,
diperlukan etika dalam berusaha, karena praktik berusaha yang tidak etis, dapat
mengakibatkan rente ekonomi,mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh
pada masalah etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna
mengendalikan kemajuan dan penerapan teknologi bagi kemanusiaan. Kemajuan
teknologi informasi misalnya, akan memudahkan seseorang mengakses privacy
orang lain.

2
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang
berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu maupun perusahaan di
masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan
hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu
yang tidak diatur oleh ketentuan hukum
Kegiatan bisnis yang meningkat di dunia modern ini, telah menimbulkan
tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan menjadi
dasar kehidupan bisnis yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia. Dalam
kegiatan bisnis internasional, perusahaan akan mampu bertahan apabila mampu
bersaing. Untuk dapat bersaing tentunya harus memiliki daya saing, yang di
antaranya dihasilkan dari produktivitas dan efisiensi. Untuk itu diperlukan etika
dalam berusaha atau berbisnis, karena praktik usaha yang tidak etis dapat
menimbulkan kegagalan pasar, mengurangi produktivitas dan meningkatkan
ketidakefisienan. Pada dasarnya peran etika bisnis dalam aktivitas ekonomi tidak
hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar namun, juga dapat
memberikan hidup yang lebih baik di lingkungan bisnis tersebut. Kita juga
mengetahui bagaimana perusahaan internasional harus bekerja keras untuk
mengatasi berbagai macam rintangan dan hambatan dalam menghadapi sistem
politik yang tidak lazim dan tidak dikenal dengan baik oleh mereka di negara
lain. Begitu juga perusahaan harus beradaptasi dengan sistem hukum yang
berbeda di dalam pasar internasional. Meskipun sistem hukum di setiap negara
memiliki batasan batasannya sendiri baik untuk individu maupun aktivitas
perusahaan, tetapi tidak ada sistem hukum yang dapat menjamin suatu individu
atau perusahaan tidak melakukan perilaku yang menyimpang.
Etika bisnis merupakan perilaku pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.
Pada umumnya etika bisnis ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik
sehingga tidak menimbulkan konflik kepada pengusaha,dan bisnis yang
dijalankan. Dalam suatu perusahaan tentunya memiliki banyak karyawan yang
berbeda budaya dan kebiasaan. Nah, biasanya hal ini cenderung menimbulkan

3
konflik dalam suatu tim, jika perusahaan tersebut tidak menerapkan etika bisnis
tentunya hal ini akan menjadi permasalahan dalam bisnis tersebut. Kegiatan
bisnis yang meningkat di dunia dewasa ini, telah menimbulkan tantangan baru,
yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan menjadi dasar kehidupan
bisnis yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia. Dalam kegiatan bisnis
internasional, perusahaan akan mampu bertahan apabila mampu bersaing. Untuk
dapat bersaing tentunya harus memiliki daya saing, yang di antaranya dihasilkan
dari produktivitas dan efisiensi. Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha atau
berbisnis, karena praktik usaha yang tidak etis dapat menimbulkan kegagalan
pasar, mengurangi produktivitas dan meningkatkan ketidakefisienan. Latar
Belakang Terjadinya Bisnis Internasional yaitu karena adanya keterbatasan
komoditas suatu negara mengakibatkan terjadinya kegiatan bisnis antar negara.
Era globalisasi serta kemajuan teknologi berkontribusi terhadap peningkatan
kegiatan bisnis internasional.

A.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Apa yang dimaksud dengan etika dalam bisnis internasional?
3. Apa saja peran etika dalam bisnis internasional?
4. Apa saja norma-norma moral yang umum pada taraf internasional?
5. Apa saja masalah yang timbul dalam etika bisnis internasional?
BAB II

PEMBAHASAN

B.1. Landasan teori dan pengertian etika bisnis


Secara etimologis, kata “etika” berasal dari kata Yunani “ethos” (jamak : ta
etha), yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dari pengertian ini, etika
berkaitan dengan kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut suatu
masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebagai
suatu ilmu, ilmu etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari standar moral dari
seseorang atau suatu masyarakat (Velasquez, 2006). Oleh karena itu, dalam dunia
bisnis harus memiliki etika yang baik.

4
Cukup banyak definisi mengenai etika bisnis. Secara umum etika bisnis
dapat didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang diterapkan di
dalam lembaga atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar)
atau tidak dapat diterima (salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis.
Sedangkan, etika bisnis internasional terkait dengan standar moral yang
diterapkan di dalam kegiatan bisnis internasional. Sebagai suatu ilmu, etika bisnis
merupakan ilmu yang mempelajari secara khusus standar moral tersebut dan
melakukan analisis dan evaluasi dari keputusan-keputusan bisnis didasarkan pada
konsep dan penilaian moral.
Adapun tujuan dari etika bisnis, berikut ini tujuan etika dalam berbisnis
dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti:

1. Meningkatkan kesadaran moral, sehingga pebisnis bukan saja memikirkan


keuntungan dan kegiatan operasional, tapi juga nilai dan sikap yang harus
dimiliki. Dengan adanya cara ini maka perselisihan dapat dihindarkan.
2. Membuat batasan-batasan bagi para pelaku bisnis, merupakan etika yang harus
dimiliki. Pembatasan inilah yang membuat bisnis dapat berjalan sesuai standar
dan menghindari kecurangan.
3. Meningkatkan relasi yang baik dengan para stakeholder. Dengan cara
sederhana ini maka secara tidak langsung hubungan yang terjalin akan awet ,
dan terjaga.

4. Memberikan motivasi kepada pelaku bisnis untuk dapat meningkatkan


kemampuan. Karena adanya standar yang sudah berlaku, dan harus dipatuhi
oleh seluruh pebisnis.

B.2. Etika Dalam Bisnis Internasional


Bisnis Internasional adalah bisnis yang kegiatannya melewati batas-batas
negara. Definisi ini termasuk perdagangan internasional, pemanufakturan di luar
negeri, serta industri jasa-jasa seperti transportasi, perbankan, pariwisata,
konstruksi, dan hiburan. Etika dalam bisnis Internasional merupakan suatu
prinsipprinsip dalam dunia internasional yang mengatur tata cara, tindakan seluruh
anggota organisasi bisnis antar negara. Dilihat dari perspektif sejarah,
perdagangan merupakan faktor penting dalam pergaulan antar bangsa-bangsa.

5
Sejarawan besar dari Skotlandia, William Roberson (1721-1793) menegaskan
bahwa perdagangan memperlunak dan memperhalus cara pergaulan
manusia. Begitupun menurut filsuf dan ahli ilmu politik Perancis, Montesquieu
(1689-1755) yaitu hampir menjadi gejala umum bahwa di mana adat istiadat
bersifat halus, di situ ada perdagangan, dan dimana ada perdagangan di situ adat
istiadat bersifat halus. Yang pasti perdagangan sanggup menjembatani jarak jauh
dan menjalin komunikasi serta hubungan baik antara manusia. Hubungan yang
sudah memiliki tradisi lama itu kini tampak dengan cara baru. Dengan sarana
transportasi dan komunikasi yang dimiliki sekarang bisnis menjadi lebih penting
lagi. Namun gejala globalisasi ekonomi jika dipandang dari sudut moral memiliki
sisi negatif dan positif. Di satu pihak meningkatkan rasa persaudaraan dan
kesetiakawanan antara bangsa-bangsadan demikian melanjutkan tradisi
perdagangan internasional sejak dulu. Di lain pihak bisa berakhir dalam
suasana konfrontasi dan permusuhan karena mengakibatkan pertentangan
ekonomi dan perang dagang melihat kepentingan-kepentingan raksasa yang
dipertaruhkan disitu.

B.3. Peranan Etika Dalam Bisnis Internasional


Jika perusahaan ingin mencatat sukses dalam bisnis, menurut Richard De
George yaitu membutuhkan 3 hal pokok yaitu produk yang baik, manajemen yang
mulus, dan etika. Guna memperoleh produk yang baik, seorang pebisnis bisa
memanfaatkan seluruh perangkat ilmu dan teknologi modern. Guna mencapai
manajemen yang mulus, seorang pebisnis bisa menggunakan sepenuhnya ilmu
ekonomi dan teori manajemen. Namun, dibanding dengan segala usaha dan
program yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan bisnis,
etika dalam bisnis masih sangat terbatas. Tetapi yang penting sekarang adalah
peranan etika mulai diakui dan diperhatikan. Berikut adalah kesimpulan umum
tentang berbagai aspek dari peranan etika dalam bisnis internasional.

1. Bisnis Berlangsung dalam Konteks Moral

Ternyata semakin maju suatu masyarakat, semakin besar pula


ketergantungan satu sama lain dibidang ekonomi. Bisnis merupakan suatu
unsur mutlak dalam masyarakat modern. Tetapi jika merupakan suatu

6
fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari
aturanaturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial,
termasuk juga aturan-aturan moral. Berikut adalah beberapa pendapat
yang masih menyangkal perkaitan etika dengan bisnis:

Richard De George menyebut pandangan itu the myth of amoral


business, mitos yang mengatakan bahwa bisnis itu amoral saja. Dalam bisnis
orang menyibukan diri dengan jual beli, membuat produk / menawarkan jasa
dengan merebut pasaran dan mencari untung tetapi orang tidak berurusan
dengan etika / moralitas. Bahwa bisnis itu sendiri netral terhadap moralitas
jadi amoral merupakan suatu mitos / cerita dongeng saja, berarti tidak benar.
George mengatakan bahwa mitos itu telah ditinggalkan karena nilai-nilai
moral tidaklah kalah penting. De George menemukan 3 gejala dalam
masyarakat yang menunjukan sinarnya mitos tersebut. Kini telah terbentuk
keyakinan cukup mantap bahwa bisnis tidak terlepas dari segi moral. Bisnis
tidak saja berurusan dengan angka penjualan (sales figures) / adanya profit
pada akhir tahun anggaran. Good business memiliki juga suatu makna moral.

2. Kode Etik Perusahaan

a. Manfaat dan kesulitan aneka macam kode etik perusahaan


Suatu fenomena yang masih agak baru adalah kode etik tertulis
untuk sebuah perusahaan. Fenomena itu mulai mencuat dalam dasawarsa
1970-an karena terjadinya skandal korupsi dalam kalangan bisnis. Baru
setelah itu timbul keinsafan untuk mencegah terjadinya hal negatif
itu.Perkembangan itu mulai tampak di Amerika Serikat kemudian diikuti
Inggris dan negara-negara Eropa Barat lainnya.
Pada kenyataannya kode etik perusahaan sangat beraneka
ragam. Patrick Murphy menggunakan istilah umum ethics statements
dan membedakan 3 macam. Pertama, terdapat value statements atau
pernyataan nilai. Dokumen seperti itu singkat saja dan melukiskan apa
yang dilihat oleh perusahaan sebagai misinya. Jadi nilai-nilai yang
dikemukakan sering kali lebih luas daripada nilai-nilai etis saja.
Kedua, ada corporate credo atau credo perusahaan. Yang biasanya
merumuskan tanggung jawab perusahaan terhadap para

7
stakeholder khususnya konsumen, karyawan, pemilik saham,
masyarakat umum, dan lingkungan hidup.
Pernyataannya sering kali lebih panjang dan meliputi
beberapa alinea tetapi masih tergolong singkat. Ketiga, terdapat kode
etik (dalam arti sempit) disebut juga code of conduct and code of
ethical conduct. Menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (dan mungkin di
masa lampau pernah timbul).
b. Ethical Auditing
Suatu inisiatif yang menarik adalah pemeriksaan atas kinerja etis
dan sosial perusahaan oleh sebuah institut independen. Di Amerika
Serikat inisiatif itu baru dilaporkan dalam dasawarsa 1980-an,
sedangkan di Eropa baru tampak akhir-akhir ini. Selain ethical
auditing dipakai juga nama ethical accounting, social auditing,
stakeholder auditing, social performance report dll. Tentang isinya
bervariasi kadangkadang aspek etis diperiksa dalam kerangka sosial yang
lebih luas. Tapi bisa juga dari segi etika disoroti dengan eksplisit
terutama jika kode etik perusahaan menjadi objek langsung dari
pemeriksaan.
Untuk menilai kinerja finansial sebuah perusahaan sudah
lama ada standar-standar accounting yang diterima secara nasional
dalam suatu negara dan malah secara internasional.Untuk menilai
kualitas manajemen sudah terbentuk standar juga seperti ISO 9000. Kode
etik tidak lagi sebatas perhiasan saja. Pemeriksaan atas kinerja etis dan
sosial itu tidak saja dilakukan terhadap perusahaan tapi juga terhadap
organisasi nirlaba. Organisasi-organisasi seperti itu pun harus berpegang
pada standar-standar etis, entah mereka memiliki kode etik tertulis atau
tidak.
3. Good Ethics, Good Business
Rupanya dalam dunia bisnis kini telah terbentuk sikap lebih
positif. Sudah tertanam keinsafan bahwa bisnis harus berlaku etis
demi kepentingan bisnis itu sendiri. Terdengar Semboyan baru seperti
Ethics pay (etika membawa untung), Good business is ethical

8
business,Corporate ethics: a prime business assets. Dalam buku populer
yang ditulis oleh Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale tentang
etika bisnis tertulis dengan huruf besar: Integrity Pays! You don't have to
cheat to win (Integritas moral membawa untung! Tidak perlu Anda
Menipu untuk menang).Sukses perusahaan menjadi penyebab dan bukan
akibat dari perhatiannya untuk etika.Kendati tidak ada jaminan mutlak, pada
umumnya perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses
juga.

B.4. Norma-norma moral yang umum pada taraf internasional


1. Menyesuaikan Diri

“Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung”, peribahasa tersebut


mengandung arti bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti dan
menghormati adat yang berlaku di tempat ia berada. Dalam lingkungan bisnis
internasional, seseorang atau sebuah perusahaan harus pandai menyesuaikan
diri dengan norma-norma yang berlaku pada wilayahnya menjalankan sebuah
bisnis. Dalam bidang moral diterapkan bahwa pandangan ini mengandung
relativisme ekstrem. Misalnya, norma kesopanan dan norma hukum yang
berlaku di sebuah wilayah tidak mungkin sama. Bisa saja di suatu wilayah
perilaku tersebut dianggap memenuhi norma kesopanan, namun di wilayah
lainnya perilaku tersebut dianggap tidak memenuhi norma kesopanan.

2. Rigorisme Moral

Pandangan ini disebabkan karena ingin mempertahankan pandangan atau


kemurnian etika yang sama dengan wilayah negaranya sendiri. Disebutkan
bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh menerapkan etika dan norma
yang dapat dilakukan di negaranya sendiri, justru tidak boleh menyesuaikan
dengan etika dan norma di wilayah lain. Mereka berpendapat bahwa sesuatu
yang baik di wilayahnya, tidak mungkin menjadi kurang baik di wilayah lain.

Dari pandangan ini dapat ditemukan bahwa seseorang atau sebuah


perusahaan harus konsisten dalam perilakunya. Norma-norma etis memang
bersifat umum, yang buruk di suatu wilayah tidak mungkin menjadi baik di

9
wilayah lain. Namun, penganut pandangan ini kurang memperhatikan bahwa
situasi turut mempengaruhi keputusan etis.

3. Imoralisme Naif

Dalam bisnis internasional, pandangan ini berpendapat bahwa seseorang


atau sebuah perusahaan tidak perlu berpegang pada norma-norma etika yang
berlaku. Justru pandangan ini berpendapat bahwa seseorang atau sebuah
perusahaan harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum dan hanya sejauh
ketentuan tersebut ditegakkan pada negara yang bersangkutan. Menurut
penganut pandangan ini jika seseorang atau sebuah perusahaan terlalu
memperhatikan etika, ia akan berada dalam posisi yang merugikan karena
daya saingnya akan terganggu.

B.5. Masalah yang timbul dalam etika bisnis Internasional

Kasus ini sebagai contoh usaha memperdamaikan pandangan menyesuaikan


diri dengan pandangan rigorisme moral. Karena sampai pemilu multiras
yang pertama berlangsung tahun 1994, Afrika Selatan mempunyai sistem politik
yang didasarkan atas diskriminasi ras (apartheid). Kebijakan itu
menimbulkan kesulitan moral yang besar untuk perusahaan-perusahaan asing
yang mengadakan bisnis di Afrika Selatan. Mereka diwajibkan untuk mengikuti
sistem apartheid juga dalam pabrik-pabrik dan kantor-kantor. Mengelola
perusahaan atas dasar diskriminasi merupakan hal yang tidak etis. Maka jalan
keluarnya banyak perusahaan Barat memegang pada The Sullivan Principles yang
untuk pertama kalinya dirumuskan dan dipraktekan oleh perusahaan mobil
Amerika, General Motors. Leon Sullivan adalah pendeta Baptis (kulit hitam) dan
anggota dewan direksi General Motors di Amerika Serikat mengusulkan untuk
meneruskan
perusahaannya di Afrika Selatan dengan ditambah 2 syarat yang
bertujuan untuk memperbaiki nasib golongan kulit hitam disana.
Pertama, General Motors dan pabriknya tidak akan menerapkan UU
apartheid karena tidak adil. Kedua, General Motors akan berusaha terus pada

10
kesempatan apa saja di Afrika Selatan sendiri maupun dalam forum internasional,
agar UU apartheid itu dihapus.

− Masalah Dumping dalam Bisnis Internasional.


Dumping adalah menjual sebuah produk dalam kuantitas besar di suatu
negara lain dengan harga di bawah harga pasar dan kadang-kadang malah di
bawah biaya produksi. Para konsumen justru merasa beruntung
sekurangkurangnya dalam jangka pendek karena dapat membeli produk
dengan harga murah, sedangkan para produsen menderita kerugian karena
tidak sanggup menawarkan produk dengan harga semurah itu.
Dumping produk bisa terjadi karena si penjual mempunyai persediaan
terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di
bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli
dengan membanting harga. Sebenarnya praktek dumping produk itu tidak etis
karena melanggar etika pasar bebas. Kelompok bisnis yang ingin terjun ke
dalam bisnis internasional dengan sendirinya melibatkan diri untuk
menghormati keutuhan sistem pasar bebas. Kriteria yang dipakai untuk
menentukan ada tidaknya dumping, Kwik Kian Gie menegaskan
bahwa menekan harga ekspor dengan memberikan upah yang tidak adil
menurutnya tergolong dumping juga. Jika faktor penyusutan aktiva
sepenuhnya dibebankan kepada harga produk yang dijual di dalam
negeri sedangkan faktor itu tidak dikalkulasikan dalam harga ekspor,
keadaan itu harus dinilai sebagai dumping. Dalam hal dumping satu faktor
biaya tertentu yaitu penyusutan aktiva tetap harus sama standarnya.
Untuk standar upah buruh harus ada batasan minimalnya. Sulit memang
menentukan adanya dumping. Bertumpu pada kesadaran tidaklah cukup,
dibutuhkan suatu pengertian jelas yang diterima secara internasional dan
suatu prosedur objektif yang menerapkannya. Meskipun dalam organisasi
perdagangan dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping,
tetapi hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-
negara anggotanya.

11
BAB III

SIMPULAN

Etika dalam bisnis Internasional merupakan suatu prinsip-prinsip dalam dunia


internasional yang mengatur tata cara, tindakan seluruh anggota organisasi bisnis antar
negara. Dilihat dari perspektif sejarah, perdagangan merupakan faktor penting dalam
pergaulan antar bangsa-bangsa. Sejarawan besar dari Skotlandia, William Roberson
(1721-1793) menegaskan bahwa perdagangan memperlunak dan memperhalus
cara pergaulan manusia. Begitupun menurut filsuf dan ahli ilmu politik Perancis,
Montesquieu (1689-1755) yaitu hampir menjadi gejala umum bahwa di mana adat
istiadat bersifat halus, di situ ada perdagangan, dan dimana ada perdagangan di situ adat
istiadat bersifat halus.

Adapun kesimpulan umum tentang aspek dari peranan etika dalam bisnis
internasional, antara lain:

1. Bisnis Berlangsung dalam Konteks Moral,


2. Kode Etik Perusahaan yang di dalamnya termasuk Manfaat dan kesulitan aneka
macam kode etik perusahaan dan Ethical Auditing,
3. Good Ethics, Good Business.

KASUS

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi buka suara mengapa Presiden


Joko Widodo membenci produk asing. Menurutnya, hal ini terjadi karena ada
ecommerce asing yang menjual produk impor secara tidak sehat dan membunuh
UMKM lokal. E-commerce asing ini, menurut Lutfi, menjual barang-barang
hasil meniru produksi UMKM dalam negeri. Mereka juga mempelajari apa yang
disukai oleh masyarakat Indonesia. Misalnya pada kasus salah satu e-commerce
di Indonesia yaitu Shopee yang dimana produk luar negeri dijual lebih murah
daripada produk dalam negeri. Begitupun ongkos kirim yang dipungut oleh
pihak penjual jauh lebih murah dibanding dengan ongkos kirim dalam negeri.
Hal tersebut menyebabkan para pengguna Shopee lebih tertarik membeli produk

12
luar negeri karena dinilai harga produk lebih terjangkau daripada produk
domestik.

Kemajuan industri dalam negeri tidak lepas dari pantauan industri asing.
E-commerce seperti Shopee yang seharusnya menjadi penengah, justru dapat
membocorkan rahasia industri dalam negeri ke negara lain. Sehingga barang
murah, jauh dari standar platform e-commerce berkeliaran di Indonesia yang
bisa saja berasal dari hasil kejadian-kejadian curang.
Dari uraian kasus diatas, perlindungan hukum harus ditegakkan untuk
menghindari praktik dumping. Pemerintah melalui Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, serta Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) telah
melakukan beberapa upaya penegakan hukum baik secara preventif maupun
represif. Upaya preventif merupakan upaya pencegahan terhadap pelanggaran
penjual barang atau produk impor di dalam negeri sehingga merugikan industri
lain yang memproduksi produk sejenis. Beberapa cara yang digunakan untuk
pencegahan tersebut antara lain:
1. Melakukan sosialisasi dan training kepada pelaku yaitu eksportir dan
importir tentang kebijakan ekspor-impor. Misalnya dengan upaya
peningkatan kualitas produk dalam negeri, hal ini dilakukan agar produk
domestik mampu bersaing dengan produk impor yang dapat merugikan
negara.
2. Melakukan pengkajian terhadap mekanisme perizinan impor barang yang
memiliki indikasi menimbulkan kerugian terhadap industri dalam negeri.

Adapun upaya represif yaitu sanksi yang dikenakan berupa pengenaan bea
masuk tambahan yang disebut dengan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Dalam pasal IV ayar (2) General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
menyatakan bahwa negara dapat menjatuhkan sanksi balasan apabila negara
pengekspor terbukti melakukan praktik dumping sehingga merugikan negara
pengimpor.

13

Anda mungkin juga menyukai