Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATA KULIAH ETIKA BISNIS

Relevansi Etika Bisnis serta sasaran dan ruang lingkup Etika Bisnis

Dosen Pengampu : Ni Putu Nita Anggraini, SE., MM

Oleh Kelompok 3 :

1. Kadek Reynatha Mega Prisilia (2002612010904)


2. Ni Putu Cynthia Dewi (2002612010905)
3. Ni Luh Putu Febri Arista Dewi (2002612010906)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2022
A. RELEVANSI ETIKA DAN BISNIS
Dari sekian banyak Perkembangan pemikiran etika dan bisnis itu sendiri, tidaklah
sederhana dan mudah bagi kita untuk secara bulat menyimpulkan bahwa etika itu
dengan sendirinya relevan atau tidak bagi dunia bisnis karena dalam realitasnya tetap
ada pro dan kontra persepsi eksistensi etisi dalam penerapan bisnis. Keberadaan
pandangan baik yang menganggap etika itu relevan bagi dunia bisnis, maupun yang
berpandangan bahwa etika tidak relevan dalam dunia bisnis justru bisa saling
melengkapi satu sama lain. Bagaimanapun juga harus diakui bahwa bisnis tetap
bergerak dalam pergulatan relevan dan tidak relavannya etika dalam bisnis itu sendiri.
Ada empat pandangan pokok yang menyatakan bahwa etika tidak relevan, yakni
legalisme, mitos bisnis amoral, mitos bisnis immoral, dan “good ethics good business”.
 Legalisme menyatakan bahwa para pelaku bisnis hanya cukup memahami
hukum-hukum bisnis yang ada, tanpa perlu memberi pertimbangan pada etika.
 Mitos bisnis Amoral yang diprakarsai oleh Richard T. De George di kalangan
bisnis Amerika Serikat, menyatakan bahwa bisnis terutama berurusan dengan
upaya mencari untung, karenanya bisnis tidak perlu peduli terhadap etika.
Tekanan amoral di sini berarti bahwa para pelaku bisnis itu bebas dari
kewajiban mempertimbangkan aspek moral eksplisit dari perilaku mereka
dalam organisasi bisnis yang dijalankannya (De George, 1993).
 Mitos bisnis immoral menyatakan bahwa kalaupun perilaku bisnis dapat dinilai
secara moral, maka hasilnya dan bahkan secara apriori dapat diputuskan akan
selalu negatif.
 “Good ethics good business” menyatakan bahwa para pelaku bisnis haruslah
terutama memikirkan keuntungan bersih maksimal masing-masing, agar dengan
begitu maka semua pihak akan sejahtera.

Ada juga dua pandangan yang menyatakan bahwa justru etika itu relevan bagi dunia
bisnis, yakni “Good ethics, good business,” dan “Balance scorecard”.
• Posisi “Good ethics, good business” membuat etika menjadi “explisit
knowledge” dalam organisasi bisnis. Ia menyatakan bahwa etika harus
dirumuskan dan dibuat efektif dalam bentuk kode etik, diintegrasikan ke dalam
budaya perusahaan, disosialisasikan kepada segenap karyawan, utamanya oleh
pimpinan puncak dan para manajernya, serta diperkenalkan dan ditampilkan
kepada para pelanggan dan publik lebih luas antara lain melalui pada
“frontliners”. Secara strategis, etika harus dirumuskan ke dalam visi dan misi
perusahaan, meresapi rencana-rencana serta pengambilan keputusan,
menggerakkan dan memotivasi serta memberi perspektif pada para karyawan,
meyakinkan serta menjawab ekspektasi pelanggan (yang juga memuat
ekspektasi berdimensi etis). Demikianlah, bagi posisi “Good ethics, good
business,” etika merupakan unsur strategis bagi kesuksesan bisnis, khususnya
kesuksesan bisnis yang berkelanjutan. Memang kinerja etis bukan satu-satunya
faktor penentu bagi sukses bisnis, tetapi kinerja etis merupakan salah satu faktor
dominan.
• “Balance scorecard” menyatakan bahwa kesuksesan sebuah organisasi bisnis
tidaklah dapat diukur dan juga diprediksi dari besaran-besaran sosial, seperti
kepuasan dan loyalitas karyawan, kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta citra
sosial. Bisnis yang punya peluang sukses ialah bisnis yang melakukan
pengukuran pada “sisi keras” (hard measurement) dengan menggunakan
besaran-besaran finansial, maupun “sisi lunak” (soft measurement) dengan
menggunakan besaran-besaran sosial, yakni kualitas interaksi sosial antara
organisasi bisnis itu dengan para pelanggan internal, eksternal, maupun publik
yang lebih luas (Nugroho, 2001).

B. PENGERTIAN ETIKA BISNIS


Secara etimologi etika berasal dari kata “ethicus” (Bahasa Latin) dan “eticos”
(Bahasa Yunani) yang memiliki makna “kebiasaan”. Etika adalah hal yang penuh
dengan pandangan atau nilai yang dianut oleh masyarakat, di mana dasar nilai itu
dibangun dari kebiasaan yang mereka lakukan. Membahas mengenai etika, maka kita
akan masuk pada ranah kebiasaan yang terjadi pada suatu masyarakat, etika akan
berbicara mengenai benar atau salah. Kebiasaan yang berlaku disuatu tempat biasanya
mengacu pada adat istiadat, norma, peraturan, budaya dan lainnya. Semakin seseorang
sesuai dengan kebiasaan setempat, maka dapat dikatakan ia semakin beretika di tempat
yang bersangkutan.

Bisnis adalah kegiatan-kegiatan teratur melayani dalam suatu kebutuhan yang


bersifat umum (artinya: non personal) sambil memperoleh pendapatan
(income)(Pandji:113). Hal ini dipertegas Skinner dalam Pandji (2007:6) “bisnis adalah
pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan
manfaat. Sedangkan menurut arti dasarnya, bisnis memiliki makna sebagai the buying
and selling of goods and services.

Etika adalah ilmu atau pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang tidak
baik untuk dijunjung tinggi atau untuk diperbuat ( Ethics is the science of good and
bad). Jadi dapat kita tarik benang mewah bahwa etika bisnis adalah ilmu yang
menyangkut tata pergaulan di dalam kegiatan-kegiatan bisnis dimana etika bisnis
adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika
bisnis ini menyangkut moral, kontak sosial, hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan
aturan-aturan.

C. SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS


Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis yaitu: Etika bisnis sebagai etika
profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek
bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis yang pertama bertujuan untuk
mengimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya secara baik dan etis.
Karena lingkup bisnis yang pertama ini lebih sering ditujunjukkan kepada para manajer
dan pelaku bisnis dan lebih sering berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis yang
baik dan etis itu. Kedua Etika bisnis bisa menjadi sangat subversife. Subversife karena
ia mengunggah, mendorong dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak
dibodoh – bodohi, dirugikan dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh
praktrek bisnis pihak mana pun. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen,
buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak
boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Ketiga Etika bisnis juga berbicara
mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.
Dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat
disebut sebagai etika ekonomi. Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan
erat satu dengan yang lainnya dan bersama – sama menentukan baik tidaknya, etis
tidaknya praktek bisnis tersebut.
D. TINGKATAN ETIKA BISNIS

Weiss (1995:9) mengutip pendapat Carroll (1989) membahas lima tingkatan etika
bisnis, yaitu individual, organisasional, asosiasi, masyarakat, dan internasional.

1. Tingkat individual

Menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran,


mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima
suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan. Jika
masalah etis hanya terbatas pada tanggung jawab individual, maka seseorang harus
memeriksa motif dan standar etikanya sebelum mengambil keputusan.

2. Tingkat organisasional

Masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk
mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi
kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh
melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.

3. Tingkat asosiasi

Seorang akuntan, penasihat, dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran
dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman sebelum ia
memberikan saran pada kliennya.

4. Tingkat masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi

Menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti
berlaku sama di semua negara. Oleh karena itu, kita perlu berkonsultasi dengan
orang atau badan yang dapat dipercaya sebelum melakukan kegiatan bisnis di
negara lain.

5. Tingkat internasional

Masalah-masalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-
nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena itu, konstitusi,
hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum seesorang mengambil
keputusan.
KESIMPULAN
Jadi etika bisnis merupakan suatu pedoman yang sangat penting dalam kegiatan bisnis, pelaku
bisnis harus mampu memahami dan mengintrepretasikan apa yang dimaksud dengan etika
bisnis. Etika bisnis menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan,
maksudnya adalah keberlangsungan hidup suatu perusahaan bergantung pada bagaimana cara
penerapan etika bisnis oleh pelaku bisnis. Dengan terapkannya etika dalam bisnis, maka secara
tidak langsung dapat menumbuhkan kepercayaan dari rekan kerja, masyarakat, dan pelanggan,
di mana kepercayaan merupakan sebuah modal yang sangat penting agar kelangsungan hidup
perusahaan tetap terjamin. Maka dari itu, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan standar etika. Dengan terciptanya kesadaran akan
pentingnya etika bisnis, maka akan ada banyak pihak yang mendapat keuntungan, diantaranya
adalah pelaku bisnis itusendiri, pelanggan, serta masyarakat serta pemerintah. Dengan
menerapkan etika bisnis, dapat membantu tatanan ekonomi menjadi lebih baik dan dapat
mengingkatkan tanggung jawab sosial perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-
literate/article/view/1874
https://www.academia.edu/10025610/JURNAL_ETIKA_BISNIS
https://id.scribd.com/document/390005205/Tingkatan-Dan-Prinsip-
Etika-Bisnis
https://www.dinastirev.org/JIMT/article/download/71/58

Anda mungkin juga menyukai