Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Suatu uraian sistematis tentang etika bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan menjernihkan cara kata seperti “etika” dan “etis” dipakai. Perlu diakui, ada beberapa kemungkinan yang tidak seratur persen sama (walupun perbedaannya tidak seberapa) untuk menjalankan penyelidikan ini. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti-arti “etika” adalah membedakan antara “etika sebagai praktis” dan “etika sebagai refleksi”. Etika sebagai praktis berarti: nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Kita sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “Dalam dunia modern, etika bisnis mulai menipis”, “Ada unsur tidak etis dalam akuisisi internal”, “Semakin terasa urgensi membangun etika bisnis”, Tegakkan etika bisnis dengan Undang-Undang Anti Korupsi”, dan sebagainya. Semua kalimat ini diambil dari surat kabar dan hampir setiap hari kita biasa membaca kalimat-kalimat sejenis. Perlu kita perhatikan maksud kata “etika” dan “etis” dalam contoh ini. Etika sebagai praksis sama arti dengan moral atau moralitas: apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil; praksis etis sebagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf popular maupun ilmiah. Dalam surat kabar atau majalah berita hampir setiap hari dapat kita baca komentar tentang peristiwa-peristiwa yang berkonotasi etis: perampokan, pembunuhan, kasus korupsi, dan banyak lain lagi. Dan setiap hari ada banyak sekali orang yang membicarakan peristiwa-peristiwa itu. Mereka semua melibatkan diri dalam etika sebagai refleksi pada taraf popular. Tetapi etika sebagai refleksi biasa mencapai taraf ilmiah juga. Hal itu terjadi, bila refleksi dijalankan dengan kritis, metodis, dan sistematis, karena tiga ciri inilah membuat pemikiran mencapai taraf ilmiah. Pemikiran ilmiah selalu bersifat kritis, artinya tahu membedakan antara yang tahan uji, antara yang mempunyai dasar kukuh dan yang mempunyai dasar lemah. Pemikiran ilmiah bersifat metodis pula, artinya tidak semeraut tetapi berjalan secara teratur dengan mengikuti satu demi satu segala tahap yang telah direncanakan sebelumnya. Sebetulnya distingsi antara praksis dan refleksi ini tidak menandai paham “etika” saja. Dibidang lain pun terkadang bisa kita bicara tentang praksis disamping refleksi (ilmu). Contoh jelas adalah ekonomi. Dengan “ekonomi” kita maksudkan kegiatan jual- beli; membelanjakan dan menerima uang ; untuk produksi, distribusi, membeli barang. Arti itu kita maksudkan , bila kita katakan umpamanya bahwa ekonomi di suatu daerah sedang lesu atau bahwa suatu Negara dilanda resesi ekonomi. Mata pelajaran ekonomi merupakan refleksi ilmiah atas kegiatan ekonomi dalam arti praktis. Ahli ekonomi adalah ilmuan yang belum tentu secara langsung melibatkan diri dalam ekonomi sebagai praksis. Ekonomi sebagai praksis dan ekonomi sebagai ilmu jelas harus dibedakan, biarpun tentu ada hubungan erat. Hal itu tentu tidak berarti bahwa etika filosofi ingin memiliki monopoli dalam membahas topik-topik moral. Banyak masalah etis dibicarakan para pakar popular dan hal itu selalu akan terjadi. Ilmu lain juga biasa menyinggung masalah-masalah etis, walaupun hanya sepintas lalu, misalnya ilmu-ilmu sosial. Tetapi hanya etika filosofi, topik- topik moral dibahas secara tuntas dengan metode dan sistematika khusus yang sesuai dengan bidang moral. Masalah-masalah keadilan banyak sekali dibicarakan dalam masyarakat dan bukan saja dibicarakan, tetapi sering menjadi juga objek perjuangan dan aksi sosial. Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”. Cabang-cabang filsafat lain membicarakan masalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan konkret. Namun demikian, pada kenyataan etika filosofis pun tidak jarang dijalankan pada taraf sangat abstrak, tanpa hubungan langsung dengan realitas sehari-hari. Sampai-sampai filsuf Austria-Inggris, Ludwig Wittgenstein, pernah mengungkapkan keheranannya, karena ada buku etika yang tidak menyebut satu pun problem moral yang sesungguhnya. Perkembangan baru ini sering disebut “etika terapan”. Mula-mula topik konkret itu menyangkut ilmu-ilmu biomedis, karena di situ kemajuan ilmiah menimbulkan banyak masalah etis yang baru. Tidak lama kemudian etika terapan memperluas perhatiannya ke topik-topik actual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan nuklir, pengunaan tenaga nuklir dalam pembangkit listrik tenaga nuklir, dan lain-lain. Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf: taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari system ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, di sini masalah-masalah etika disoroti pada skala. Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah- masalah etis dibidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor. Georges Enderle memperlihatkan bahwa etika bisnis di semua Negara tidak memberi perhatian yang sama kepada taraf-taraf tadi. Etika bisnis di daratan eropa (Inggris dan Irlandia tidak termasuk) terutama menaruh perhatian untuk masalah taraf mikro. Di jepang perhatian etika bisnis terutama terfokuskan pada masalah taraf meso. Sedangkan di Amerika Utara (Ameriaka Serikat dan Kanada) etika bisnis terutama menyibukkan diri dengan masalah etis pada taraf mikro dan baru kemudian dengan masalah taraf meso. Akhirnya boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis”. Di Indonesia studi tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah biasa ditunjukkan dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan berbahasa inggris. Tetapi dalam bahasa lain terdapat banyak variasi. Dalam bahasa Belanda pada umumnya dipakai nama bedriifsethiek (etika perusahaan) dan bahasa Jerman unternehmensethik (etika usaha). Dalam bahasa Inggris dipakai corporate ethics (etika korporasi). Namun demikian, pada dasarnya semua nama ini menunjuk kepada studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis sebagaimana diupayakan dalam buku ini.
II. TIGA ASPEK POKOK DARI BISNIS
Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris-manajerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultural.Kompleksitas bisnis itu berkaitan langsung dengan kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern itu. Guna menjelaskan menjelaskan kekhususan efek etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkannya dulu dengan aspek-aspek lain, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social bisa disoroti sekurang kurangnya dari tiga sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika.
a. Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud memperoleh keuntungan. mungkin bisnis dapat dilukiskan sebagai kegiatan ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan untung. Yang penting ialah kegiatan antar-manusia ini bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan ekonomi. Tetapi perlu segera ditambahkan, pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Bisnis berlangsung sebagai komunikasi social yang menguntungkan untuk kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya amal. Karena itu biasa timbul salah paham, jika kita mengatakan, bisnis merupakan suatu aktivitas social. Kata “social” di sini tidak dimaksudkan dalam arti “suka membantu orang lain”, sebagaimana sering dimengerti dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam konteks popular. Bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa mengharapkan sesuatu kembali. Bisnis selalu bertujuan mendapatkan keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan meraih keuntungan. Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam system ekonomi pasar bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya yang langka menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat. Para pemiliki perusahaan mengharapkan laba yang bias dipakai untuk ekspansi perusahaan atau tujuan lain. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil masksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Hal itu akan tampak dalam harga produk atau jasa yang paling menarik untuk public. Dipandang dari sudut ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang membawa banyak untung. Orang bisnis akan selalu berusaha membuat bisis yang baik. Perusahaan harus bersaing dengan perusahaan lainnya. Jika produktivitas menurun, biaya produksi akan bertambah, sehingga harga produknya perlu di naikkan. Tetapi dengan demikian harga produknya bisa menjadi terlalu tinggi, dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing. Akibat tingkat produksi cenderung menurun, perusahaan bias memasuki daerah “angka merah”, fenomena yang sangat ditakuti setiap manajer. b. Sudut pandang moral Dengan tetap mengakui peran sentral dari sudut pandang ekonomis bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain bagi yang tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral. Dalam sejarah industri modern sudah terlalu banyak terjadi kecelakaan yang sebenarnya bisa dihindarkan. Para manajer pabrik memikul tanggung jawab besar, bila terjadi kecelakaan yang menewaskan para pekerja, merugikan kesehatan pekerja dan masyarakat di sekitar pabrik atau merusak lingkungan. Mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai dengan merugikan pihak lain. Jadi, ada batasannya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Bisnis yang baik ( good business ) bukan saja bisnis yang menguntungkan , bisnis yang baik adalah bisnis yang baik secara moralc. Sudut pandang hukum Bisnis juga terkait dengan hukum, dan hal ini disadari dengan baik oleh perusahaan , terutama Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, dimana dalam praktek hukum banyak masalah dalam hubungan dengan bisnis, dan pada taraf nasional maupun internasional./ hukum mempunyai sudut pandang normatif seperti menetapkan apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa dilakukan . Dari segi norma , hukum bahkan lebih jelas dan pasti dari pada etika , karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu , bila terjadi pelanggaran. Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika , dalam kekaisaran Romawi sudah dikenal pepatah “ Quid leges sine moribus “ , Apa artinya undang – undang kalau tidak disertai moralitas. Etika harus menjiwai hukum , baik dalam proses terbentuknya undang – undang maupun dalam pelaksanaan perturan hukum, etika atau moralitas memegang peranan penting. Walaupun terdapat hubungan yang erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama. III. DASAR – DASAR ETIKA BISNIS Belajar dari beberapa kasus penyelewengan yang telah banyak menimpa perusahan multinasional ( MNC ) di AS dan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia menjelang abad ke – 20 serta kerusakan lingkungan dan pemanasan global yang sebahagian besar di akibatkan perktik – praktik bisnis amoral yang dijalankan oleh para eksekutif perusahaan, maka para eksekutif puncak bisnis miltinasional mangkin menyadari perlunya dikembangkan prinsip – prinsip etika bisnis universal yang berlaku secara global.Prinsip – prinsip Etika Bisnis 1. Prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table ( dalam Alois A. Nugroho,2001 ). Prediksi John Naisbitt akan adanya standar perilaku etis dunia yang universal mangki mendekati kebenaran dengan munculnya dengan munculnya prinsip etika internasional pertama dalam bidang bisnis yang dihasilkan dalam pertemuan para eksekutif puncak bisnis dari amerika , eropa, dan jepang pada bulan juli 1994 . Pertemuan itu dikenal dengan Caux Raund Table ini merupakan suatu kombinasi yang dilandasi secara bersama oleh konsep etika Jepang Kyosei yang sifatnya lebih menekankan pada penghormatan terhadap martabat/nilai – nilai individu ( Human Dignity ) Prinsip perinsip etika bisnis menurut Caux Round Table adalah : a. Tanggung jawab Bisnis : dari Shareholders ke Shareholders b. Dampak ekonomis dan sosial dari bisnis : Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia. c. Perilaku Bisnis : dari hukum yang tersurat ke Semangat Saling Percaya. d. Sikap menghormati aturan. e. Dukungan bagi perdagangan multilateral. f. Sikap hormat bagi lingkungan alam. g. Menghindari operasi – operasi yang tidak etis. Prinsip pertama menyeiratkan bahwa perlu ada perubahan paradigma tentang tujuan perusahaan dan fungsi eksekutif perusahaan dilihat dari teori keagenan ( agency theory ). Tujuan perusahaan menurut prinsip ini adalh menghasilkan barang dan jasa untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara luas ( stakeholders ), bukan hanya terbatas untuk kepentingan stakeholders, para pemegang saham. Dengan demikian, para eksekutif puncak perusahaan menurut paradigma baru adalah mewakili dan memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan ( stakeholders ). Menurut teori keagenan ( pardigma lama ), para eksekutifpuncak perusahan diangkat oleh para pemegang saham sehingga para ekseutif hanya bekerja untuk kepentingan para pemegang saham saja. Jadi orientasinya adalah menciptakan keuntungan dan kekayaan bagi para pemegang saham. Prinsip kedua menyiratkan bahwa kegiatan bisnis tidak semata mencari keuntungan ekonomis, tetapi Juga mempunyai dimensi sosial dan perlunya memnegakan keadilan dalam setiap partik bisnis mereka. Di samping itu, prisip ini menyiratkan bahwa kegiatan bisnis ke depan harus selalu didasrkan atas inivasi dan keadilan. Semua pihak harus menciptakan suatu iklim dan kesadaran agar aktivitas bisnis dapat bebas bergerak secara global melampaui batas – batas suatu negara menuju satu kesatan masyarakat ekonomi dunia. Prinsip ketiga menekankan pentingnya membangun sikap kebersamaan dan saling percaya. Sikap ini hanya dapat dikembangkan bila para pelaku bisnis mempunyai integritas dan kepedulian sosial. Prinsip keempat menyiratkan perlunya dikembangkan perangkat hukum dan aturan yang berlaku secara multilateral dan diharapkan semua pihak dapat tunduk dan menghormati hukum / aturan multilateral tersebut.Prinsip kelima merupakan prinsip yang memperkuat prisip kedua agar semua pihak mendukung perdagangan global dalam mewujudkan satu kesatuan ekonomi dunia. Prinsip keenam meminta kesadaran semua pelau bisnis akan pentingnya bersama – sama menjaga lingkungan bumi dan alam dari berbagai tindakan yang dapat memboroskan sumber daya alam atau mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Prinsip ketujuh mewajibkan semua pelaku bisnis untuk mencegah tindakan – tindakan tidak etis, seperti penyuapan, pencucian uang , korupsi , dan praktik – praktik tidak etis lainya. 2. Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf ( 1998 ). a. Prinsip otonomi b. Prinsip Kejujuran c. Prinsip Keadilan d. Prinsip Saling Menguntungkan e. Prinsip Integritas Moral Prinsip otonomi menunjukan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Orang yang mandir berarti orang yang dapat mengambil keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuia dengan apa yang diyakini, bebas dari tekanan, hasutan, atau ketrgantungan kepada pihak lain. Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikataka adalah yang dikerjakan.Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlkukan semua pihak secara adil , yaitu sikap yang tidak membeda – bedakan dari berbagai aspek ekonomi, hukum, aspek lainnya ( agama , ras, jenis kelamain ) Prinsip saling menguntungkan menanamkan win – win solution, keputusan dan tindakan yang diambil harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan. Prinsip intergritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya. III. TEORI ETIKA BISNIS 1. Egoisme a. Egoisme Psikologis Bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat sendiri dan mereka yakin tindakan dan keputusan mereka adalah luhur. b. Egoisme Etis Tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri , apa yang dilakukan untuk mewujudkan dirinya sendiri, dan yang dilakukannya tidak merugikan orang lain , sebab yang dilakkan sesuia dengan moral hukum dan etika 2. Utilitarianisme Suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa mamfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. 3. Deontologi Bahwa etis tindaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, kosekwensi ( akibat dari tindakan tersebut ).4. Teori Hak Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak sasi manusia ( HAM ), seperti hak hukum, hak moral atau kemanusiaan , hak kontraktual. 5. Teori keutamaan Tidak menanyakan mananyakan mana tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis, yang menjadi dasar pemikirannya adalan tindakan yang diambil adalah kebijaksanaan,keadilan, dan kerendahan hati
6. Teori etika Teonom
Krakter moral manusia ditentukan secra hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak allah. Perilaku manusia dianggap secara moral baik jika sepadan dengan kehendak ALLAH , dan perilaku manausi diaggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan – aturan / perintah ALLAH sebagimana yang telah dituangkan dalam kitab suci.
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik