Anda di halaman 1dari 7

ETIKA BISNIS

I. APA ITU ETIKA BISNIS?


Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu pula
“etika bisnis” bisa berbeda artinya. Suatu uraian sistematis tentang etika bisnis sebaiknya dimulai
dengan menyelidiki dan menjernihkan cara kata seperti “etika” dan “etis” dipakai. Perlu diakui,
ada beberapa kemungkinan yang tidak seratur persen sama (walupun perbedaannya tidak
seberapa) untuk menjalankan penyelidikan ini. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti-arti
“etika” adalah membedakan antara “etika sebagai praktis” dan “etika sebagai refleksi”.
Etika sebagai praktis berarti: nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau
justru tidak dipraktekkan, walupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika sebagai
praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
Kita sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “Dalam dunia modern, etika
bisnis mulai menipis”, “Ada unsur tidak etis dalam akuisisi internal”, “Semakin terasa urgensi
membangun etika bisnis”, Tegakkan etika bisnis dengan Undang-Undang Anti Korupsi”, dan
sebagainya. Semua kalimat ini diambil dari surat kabar dan hampir setiap hari kita biasa
membaca kalimat-kalimat sejenis. Perlu kita perhatikan maksud kata “etika” dan “etis” dalam
contoh ini. Etika sebagai praksis sama arti dengan moral atau moralitas: apa yang harus
dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir
tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil; praksis
etis sebagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku
orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf popular maupun ilmiah. Dalam surat kabar
atau majalah berita hampir setiap hari dapat kita baca komentar tentang peristiwa-peristiwa yang
berkonotasi etis: perampokan, pembunuhan, kasus korupsi, dan banyak lain lagi. Dan setiap hari
ada banyak sekali orang yang membicarakan peristiwa-peristiwa itu. Mereka semua melibatkan
diri dalam etika sebagai refleksi pada taraf popular. Tetapi etika sebagai refleksi biasa mencapai
taraf ilmiah juga. Hal itu terjadi, bila refleksi dijalankan dengan kritis, metodis, dan sistematis,
karena tiga ciri inilah membuat pemikiran mencapai taraf ilmiah. Pemikiran ilmiah selalu
bersifat kritis, artinya tahu membedakan antara yang tahan uji, antara yang mempunyai dasar
kukuh dan yang mempunyai dasar lemah. Pemikiran ilmiah bersifat metodis pula, artinya tidak
semeraut tetapi berjalan secara teratur dengan mengikuti satu demi satu segala tahap yang telah
direncanakan sebelumnya. Sebetulnya distingsi antara praksis dan refleksi ini tidak menandai
paham “etika” saja. Dibidang lain pun terkadang bisa kita bicara tentang praksis disamping
refleksi (ilmu). Contoh jelas adalah ekonomi. Dengan “ekonomi” kita maksudkan kegiatan jual-
beli; membelanjakan dan menerima uang ; untuk produksi, distribusi, membeli barang. Arti itu
kita maksudkan , bila kita katakan umpamanya bahwa ekonomi di suatu daerah sedang lesu atau
bahwa suatu Negara dilanda resesi ekonomi. Mata pelajaran ekonomi merupakan refleksi ilmiah
atas kegiatan ekonomi dalam arti praktis.
Ahli ekonomi adalah ilmuan yang belum tentu secara langsung melibatkan diri dalam
ekonomi sebagai praksis. Ekonomi sebagai praksis dan ekonomi sebagai ilmu jelas harus
dibedakan, biarpun tentu ada hubungan erat. Hal itu tentu tidak berarti bahwa etika filosofi ingin
memiliki monopoli dalam membahas topik-topik moral. Banyak masalah etis dibicarakan para
pakar popular dan hal itu selalu akan terjadi. Ilmu lain juga biasa menyinggung masalah-masalah
etis, walaupun hanya sepintas lalu, misalnya ilmu-ilmu sosial. Tetapi hanya etika filosofi, topik-
topik moral dibahas secara tuntas dengan metode dan sistematika khusus yang sesuai dengan
bidang moral. Masalah-masalah keadilan banyak sekali dibicarakan dalam masyarakat dan bukan
saja dibicarakan, tetapi sering menjadi juga objek perjuangan dan aksi sosial.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena
etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”. Cabang-cabang filsafat lain
membicarakan masalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan konkret. Namun demikian,
pada kenyataan etika filosofis pun tidak jarang dijalankan pada taraf sangat abstrak, tanpa
hubungan langsung dengan realitas sehari-hari. Sampai-sampai filsuf Austria-Inggris, Ludwig
Wittgenstein, pernah mengungkapkan keheranannya, karena ada buku etika yang tidak menyebut
satu pun problem moral yang sesungguhnya. Perkembangan baru ini sering disebut “etika
terapan”. Mula-mula topik konkret itu menyangkut ilmu-ilmu biomedis, karena di situ kemajuan
ilmiah menimbulkan banyak masalah etis yang baru. Tidak lama kemudian etika terapan
memperluas perhatiannya ke topik-topik actual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan
nuklir, pengunaan tenaga nuklir dalam pembangkit listrik tenaga nuklir, dan lain-lain.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf:
taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda
untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari
aspek-aspek moral dari system ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, di sini masalah-masalah etika
disoroti pada skala. Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-
masalah etis dibidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahan, tapi bisa juga
serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang
difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari
tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen,
pemasok dan investor.
Georges Enderle memperlihatkan bahwa etika bisnis di semua Negara tidak memberi
perhatian yang sama kepada taraf-taraf tadi. Etika bisnis di daratan eropa (Inggris dan Irlandia
tidak termasuk) terutama menaruh perhatian untuk masalah taraf mikro. Di jepang perhatian
etika bisnis terutama terfokuskan pada masalah taraf meso. Sedangkan di Amerika Utara
(Ameriaka Serikat dan Kanada) etika bisnis terutama menyibukkan diri dengan masalah etis pada
taraf mikro dan baru kemudian dengan masalah taraf meso.
Akhirnya boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis”. Di Indonesia studi
tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah biasa ditunjukkan dengan nama itu,
sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan berbahasa inggris. Tetapi dalam bahasa lain
terdapat banyak variasi. Dalam bahasa Belanda pada umumnya dipakai nama bedriifsethiek
(etika perusahaan) dan bahasa Jerman unternehmensethik (etika usaha). Dalam bahasa Inggris
dipakai corporate ethics (etika korporasi). Namun demikian, pada dasarnya semua nama ini
menunjuk kepada studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis
sebagaimana diupayakan dalam buku ini.

II. TIGA ASPEK POKOK DARI BISNIS


Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor turut
mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris-manajerial,
ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultural.Kompleksitas bisnis itu berkaitan langsung dengan
kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara
terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern itu. Guna menjelaskan menjelaskan kekhususan
efek etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkannya dulu dengan aspek-aspek
lain, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social bisa disoroti
sekurang kurangnya dari tiga sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika.

a. Sudut pandang ekonomis


Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar-menukar,
jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya,
dengan maksud memperoleh keuntungan. mungkin bisnis dapat dilukiskan sebagai kegiatan
ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan untung. Yang
penting ialah kegiatan antar-manusia ini bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi
kegiatan ekonomi. Tetapi perlu segera ditambahkan, pencarian keuntungan dalam bisnis tidak
bersifat sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Bisnis
berlangsung sebagai komunikasi social yang menguntungkan untuk
kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya amal.
Karena itu biasa timbul salah paham, jika kita mengatakan, bisnis
merupakan suatu aktivitas social. Kata “social” di sini tidak dimaksudkan
dalam arti “suka membantu orang lain”, sebagaimana sering dimengerti
dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam konteks popular. Bisnis justru
tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa
mengharapkan sesuatu kembali. Bisnis selalu bertujuan mendapatkan
keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan
dengan tujuan meraih keuntungan.
Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam system ekonomi pasar
bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya yang langka menghasilkan barang dan
jasa yang berguna untuk masyarakat. Para
pemiliki perusahaan mengharapkan laba yang bias dipakai untuk
ekspansi perusahaan atau tujuan lain. Jika kompetisi pada pasar bebas
berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya
hasil masksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Hal itu akan
tampak dalam harga produk atau jasa yang paling menarik untuk public.
Dipandang dari sudut ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang
membawa banyak untung. Orang bisnis akan selalu berusaha membuat
bisis yang baik. Perusahaan harus bersaing dengan perusahaan lainnya.
Jika produktivitas menurun, biaya produksi akan bertambah, sehingga
harga produknya perlu di naikkan. Tetapi dengan demikian harga
produknya bisa menjadi terlalu tinggi, dibandingkan dengan harga yang
ditetapkan oleh pesaing. Akibat tingkat produksi cenderung menurun,
perusahaan bias memasuki daerah “angka merah”, fenomena yang sangat
ditakuti setiap manajer.
b. Sudut pandang moral
Dengan tetap mengakui peran sentral dari sudut pandang ekonomis
bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain bagi yang
tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral. Dalam sejarah industri
modern sudah terlalu banyak terjadi kecelakaan yang sebenarnya bisa
dihindarkan. Para manajer pabrik memikul tanggung jawab besar, bila
terjadi kecelakaan yang menewaskan para pekerja, merugikan kesehatan
pekerja dan masyarakat di sekitar pabrik atau merusak lingkungan.
Mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai
dengan merugikan pihak lain. Jadi, ada batasannya juga dalam
mewujudkan tujuan perusahaan.
Bisnis yang baik ( good business ) bukan saja bisnis yang
menguntungkan , bisnis yang baik adalah bisnis yang baik secara
moralc. Sudut pandang hukum
Bisnis juga terkait dengan hukum, dan hal ini disadari dengan baik oleh
perusahaan , terutama Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, dimana dalam
praktek hukum banyak masalah dalam hubungan dengan bisnis, dan pada
taraf nasional maupun internasional./ hukum mempunyai sudut pandang
normatif seperti menetapkan apa yang bisa dilakukan dan apa yang
tidak bisa dilakukan . Dari segi norma , hukum bahkan lebih jelas dan
pasti dari pada etika , karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih
dan ada sanksi tertentu , bila terjadi pelanggaran.
Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika , dalam kekaisaran Romawi
sudah dikenal pepatah “ Quid leges sine moribus “ , Apa artinya undang
– undang kalau tidak disertai moralitas. Etika harus menjiwai hukum ,
baik dalam proses terbentuknya undang – undang maupun dalam
pelaksanaan perturan hukum, etika atau moralitas memegang peranan
penting. Walaupun terdapat hubungan yang erat antara norma hukum dan
norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama.
III. DASAR – DASAR ETIKA BISNIS
Belajar dari beberapa kasus penyelewengan yang telah banyak menimpa
perusahan multinasional ( MNC ) di AS dan krisis ekonomi yang menimpa
Indonesia menjelang abad ke – 20 serta kerusakan lingkungan dan
pemanasan global yang sebahagian besar di akibatkan perktik – praktik
bisnis amoral yang dijalankan oleh para eksekutif perusahaan, maka para
eksekutif puncak bisnis miltinasional mangkin menyadari perlunya
dikembangkan prinsip – prinsip etika bisnis universal yang berlaku secara
global.Prinsip – prinsip Etika Bisnis
1. Prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table ( dalam Alois A.
Nugroho,2001 ).
Prediksi John Naisbitt akan adanya standar perilaku etis dunia yang
universal mangki mendekati kebenaran dengan munculnya dengan
munculnya prinsip etika internasional pertama dalam bidang bisnis
yang dihasilkan dalam pertemuan para eksekutif puncak bisnis dari
amerika , eropa, dan jepang pada bulan juli 1994 . Pertemuan itu
dikenal dengan Caux Raund Table ini merupakan suatu kombinasi
yang dilandasi secara bersama oleh konsep etika Jepang Kyosei yang
sifatnya lebih menekankan pada penghormatan terhadap
martabat/nilai – nilai individu ( Human Dignity )
Prinsip perinsip etika bisnis menurut Caux Round Table adalah :
a. Tanggung jawab Bisnis : dari Shareholders ke Shareholders
b. Dampak ekonomis dan sosial dari bisnis : Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia.
c. Perilaku Bisnis : dari hukum yang tersurat ke Semangat Saling Percaya.
d.
Sikap menghormati aturan.
e.
Dukungan bagi perdagangan multilateral.
f.
Sikap hormat bagi lingkungan alam.
g. Menghindari operasi – operasi yang tidak etis.
Prinsip pertama menyeiratkan bahwa perlu ada perubahan paradigma
tentang tujuan perusahaan dan fungsi eksekutif perusahaan dilihat dari
teori keagenan ( agency theory ). Tujuan perusahaan menurut prinsip
ini adalh menghasilkan barang dan jasa untuk menciptakan
kemakmuran bagi masyarakat secara luas ( stakeholders ), bukan hanya terbatas untuk
kepentingan stakeholders, para pemegang
saham. Dengan demikian, para eksekutif puncak perusahaan menurut
paradigma baru adalah mewakili dan memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan ( stakeholders ). Menurut teori
keagenan ( pardigma lama ), para eksekutifpuncak perusahan
diangkat oleh para pemegang saham sehingga para ekseutif hanya
bekerja untuk kepentingan para pemegang saham saja. Jadi
orientasinya adalah menciptakan keuntungan dan kekayaan bagi para
pemegang saham.
Prinsip kedua menyiratkan bahwa kegiatan bisnis tidak semata
mencari keuntungan ekonomis, tetapi Juga mempunyai dimensi sosial
dan perlunya memnegakan keadilan dalam setiap partik bisnis
mereka. Di samping itu, prisip ini menyiratkan bahwa kegiatan bisnis
ke depan harus selalu didasrkan atas inivasi dan keadilan. Semua
pihak harus menciptakan suatu iklim dan kesadaran agar aktivitas
bisnis dapat bebas bergerak secara global melampaui batas – batas
suatu negara menuju satu kesatan masyarakat ekonomi dunia.
Prinsip ketiga menekankan pentingnya membangun sikap
kebersamaan dan saling percaya. Sikap ini hanya dapat dikembangkan
bila para pelaku bisnis mempunyai integritas dan kepedulian sosial.
Prinsip keempat menyiratkan perlunya dikembangkan perangkat
hukum dan aturan yang berlaku secara multilateral dan diharapkan
semua pihak dapat tunduk dan menghormati hukum / aturan
multilateral tersebut.Prinsip kelima merupakan prinsip yang memperkuat prisip kedua
agar semua pihak mendukung perdagangan global dalam mewujudkan
satu kesatuan ekonomi dunia.
Prinsip keenam meminta kesadaran semua pelau bisnis akan
pentingnya bersama – sama menjaga lingkungan bumi dan alam dari
berbagai tindakan yang dapat memboroskan sumber daya alam atau
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup.
Prinsip ketujuh mewajibkan semua pelaku bisnis untuk mencegah
tindakan – tindakan tidak etis, seperti penyuapan, pencucian uang ,
korupsi , dan praktik – praktik tidak etis lainya.
2. Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf ( 1998 ).
a. Prinsip otonomi
b. Prinsip Kejujuran
c. Prinsip Keadilan
d. Prinsip Saling Menguntungkan
e. Prinsip Integritas Moral
Prinsip otonomi menunjukan sikap kemandirian, kebebasan, dan
tanggung jawab. Orang yang mandir berarti orang yang dapat
mengambil keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan
kemampuan sendiri sesuia dengan apa yang diyakini, bebas dari
tekanan, hasutan, atau ketrgantungan kepada pihak lain.
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan
adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikataka adalah yang
dikerjakan.Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlkukan semua
pihak secara adil , yaitu sikap yang tidak membeda – bedakan dari
berbagai aspek ekonomi, hukum, aspek lainnya ( agama , ras, jenis
kelamain )
Prinsip saling menguntungkan menanamkan win – win solution,
keputusan dan tindakan yang diambil harus diusahakan agar semua
pihak merasa diuntungkan.
Prinsip intergritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang
dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini
dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat
dan martabatnya.
III. TEORI ETIKA BISNIS
1. Egoisme
a. Egoisme Psikologis
Bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan
berkutat sendiri dan mereka yakin tindakan dan keputusan mereka
adalah luhur.
b. Egoisme Etis
Tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri , apa yang
dilakukan untuk mewujudkan dirinya sendiri, dan yang
dilakukannya tidak merugikan orang lain , sebab yang dilakkan
sesuia dengan moral hukum dan etika
2. Utilitarianisme
Suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa mamfaat bagi
sebanyak mungkin anggota masyarakat.
3. Deontologi
Bahwa etis tindaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, kosekwensi ( akibat dari tindakan tersebut ).4. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau
tindakan tersebut sesuai dengan hak sasi manusia ( HAM ), seperti
hak hukum, hak moral atau kemanusiaan , hak kontraktual.
5. Teori keutamaan
Tidak menanyakan mananyakan mana tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak
etis, yang menjadi dasar pemikirannya adalan tindakan yang diambil adalah
kebijaksanaan,keadilan, dan kerendahan hati

6. Teori etika Teonom


Krakter moral manusia ditentukan secra hakiki oleh kesesuaian
hubungannya dengan kehendak allah. Perilaku manusia dianggap
secara moral baik jika sepadan dengan kehendak ALLAH , dan
perilaku manausi diaggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan –
aturan / perintah ALLAH sebagimana yang telah dituangkan dalam
kitab suci.

Anda mungkin juga menyukai