Anda di halaman 1dari 11

“TEORI-TEORI DALAM ETIKA BISNIS”

Dianjurkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah

Etika Bisnis

Dosen Pengampu: Made Putri Ariasih, S.Si., M.M.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5;

KADEK ARIANA (2117041149)

PRODI S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa Karena Berkat Rahmat-nya-lah kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah
yang berjudul “Teori-teori dalam Etika Bisnis ” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Dosen pada mata kuliah Etika Bisnis. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis mengenai Teori-teori dalam
Etika Bisnis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Made Putri Ariasih, S.Si.,
M.M. Selaku Dosen mata kuliah Etika Bisnis yang sudah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Etika Bisnis.
Tidak lepas dari itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang sudah membagikan sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang akan kami nantikan untuk perbaikan makalah yang kami telah buat.

Singaraja, 11 Maret 2023


Mengetahui

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia akhir akhir ini telah banyak berkembang. Isu tidak sedap
mengenai pelanggaran pelanggaran dalam berperilaku yang banyak disoroti
dalam dunia bisnis. masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang
berbudaya dan memiliki etika luhur dalam kehidupan bersosial dan
bermasyarakat.
kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga
menimbulkan persaingan yang cukup tajam dalam dunia bisnis. Bahkan semua
usaha bisnis tersebut berupaya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan tersebut, segala upaya
dilakukan, walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan yang
mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dalam berbisnis itu sendiri.
Dalam melakukan hubungan sosial baik di dalam lingkungan bisnis
dan di masyarakat diperlukan etika sebagai pedoman hidup dan kebiasaan
yang baik untuk dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi dalam
berprilaku. Perilaku merupakan cermin diri seseorang, sehingga dari pelaku
dapat dilihat berapa tinggi moral dan etika seseorang. Oleh sebab itu,
pemahaman akan etika dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat dan
berbisnis sangat penting untuk dalam mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat. Menurut Bartens dalam Auliyah, R
(2012) perilaku tersebut berkaitan dengan perilaku baik (perilaku etis) dan
buruk (perilaku tidak etis). Perilaku pasti akan ada dalam setiap individu.
Perilaku berawal dari sebuah kebutuhan.
Dalam buku Etika Bisnis Perspektif Teori Dan Praktis (2020) Etika
adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di dalam
pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan aturan tentang
tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan
tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat.Secara
etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang
artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut
pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya.
Etika harus dipertimbangkan pada pengambilan keputusan dalam
berbisnis karena dengan pengambilan keputusan baik akan berdampak
finansial yang baik pula untuk kepentingan bisnis jangka panjang maupun
dampaknya terhadap masyarakat.
Teori Pendukung etika Bisnis Yaitu, pertama, teori Utilitarisme.
Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu ditinjau dari segi kegunaan yang
didatangkannya. Kedua, Teori Deontologi. Pemikiran etika deontologi ini
adalah bahwa penilaian baik atau buruknya suatu tindakan didasarkan pada
penilaian apakah tindakan itu sendiri sebagai baik atau buruk. Ketiga, Teori
Hak,
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat menentukan rumusan masalah dalam
makalah ini:
1. Apa itu teori Utilitarisme?
2. Bagaimana teori Deontologi?
3. Apa itu teori Hak?
4. Bagaimana teori Keutamaan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Dapat mengetahui tentang teori Utilitarisme
2. Dapat mengulas teori Deontologi
3. Dapat mencari jawaban mengenai teori Hak
4. Mengetahui tentang teori Keutamaan

1.4 Manfaat
Setelah mengulas Teori-Teori Dalam Etika Bisnis tersebut diharapkan dapat
mencapai manfaat sebagai berikut.
1. Pengetahuan dan pemahaman meningkat mengenai Teori-Teori Dalam
Etika Bisnis
2. Mampu memaknai dan mengkaji Teori-Teori Dalam Etika Bisnis tersebut
jika ditinjau dari berbagai dimensi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Utilitarisme
Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang berarti
kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu ditinjau dari segi
kegunaan yang didatangkannya. Tokoh teori ini adalah Jeremy Bentham
dan John Stuart Mill yang di kembangkan pada abad ke 19 sebagai kritik
atas dominasi hukum alam. Teori ini juga disebut sebagai teori
kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory) dan teori teleologis.
Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila kegiatan
yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
pada konsumen dan masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa
kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang
menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah
memberikan kerugian.
Terdapat dua prinsip utilitarisme
 Pertama, prinsip konsekuensionalis/teleologis. Suatu tindakan
dikatakan bermoral atau tidak bermoral berdasarkan konsekuensi atau
tujuan dari suatu tindakan. Moralitas suatu tindakan harus ditentukan
dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan.
 Kedua, prinsip utilitas/prinsip hedonis yaitu prinsip kesenangan,
karena manusia pada kodratnya selalu mengarah kepada kebahagiaan,
maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, jika perbuatan
tersebut dapat menambah atau mengurangi kebahagiaan banyak orang.
Ada dua pendapat penting yang patut diperhatikan. Pertama, John
Stuart Mill mengkritik pandangan Betham bahwa kesenangan dan
kebahagiaan harus diukur secara kuantitatif. John Stuart Mill berpendapat
bahwa kualitasnya perlu dipertimbangkan juga, karena ada kesenangan
yang lebih tinggi daripada hewan. Kualitas kebahagiaan dapat diukur
secara empiris, yaitu kita harus berpedoman pada orang yang bijaksana
dan berpengalaman. Kedua, kebahagian yang menjadi norma etis adalah
kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian, bukan
kebahagian satu orang saja yang barangkali mempunyai status khusus.
Jadi konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara
moral adalah benar, seperti Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang,
Mampu memberi manfaat bagi setiap orang, dan Mendapatkan manfaat
terbaik dari manfaat-manfaat dari kemungkinan yang dipertimbangkan.

2.2 Teori Deontologi


Menurut Bertens dalam Dwi Widyani, A,A (2020) Istilah
deontologi sendiri berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban.
Pemikiran etika deontologi ini adalah bahwa penilaian baik atau buruknya
suatu tindakan didasarkan pada penilaian apakah tindakan itu sendiri
sebagai baik atau buruk. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa pendekatan
deontologi ini berbeda dalam prinsipnya dengan utilitarianisme yang
berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan tergantung pada
konsekuensinya.
Tokoh teori deontologi adalah Immanuel Kant. Immanuel Kant
merupakan filsuf berkebangsaan Jerman. Teori ini menegaskan baik atau
buruknya suatu perilaku itu tidak dinilai berdasarkan dampak yang
ditimbulkannya, tetapi kewajiban. contohnya, kita harus berlaku jujur,
adil, ikhlas, amanah, dan tidak membohongi yang menyebabkan sakit
orang lain, karena itu adalah kewajiban. Begitu pula kenapa kita dilarang
mencuri, korupsi, iri hati, karena hal tersebut dilarang dalam semua ajaran
agama dan berbisnis. Maka dari itu, Prinsip deontologi menyatakan,
konsekwensi yang lahir setelah perbuatan itu dilakukan.
Menurut Immanuel Kant, perbuatan yang disebut baik dalam arti
yang sebenarnya hanyalah kehendak yang baik. Lalu apa yang membuat
kehendak menjadi baik? Menurut Immanuel Kant kehendak menjadi baik,
jika bertindak karena kewajiban. Kita melakukan kewajiban bukan hanya
karena kewajiban tersebut memiliki nilai dan menguntungkan bagi kita.
Sebagai contoh, ketika melihat seorang pengemis kemudian kita
memberikan uang, karena merasa iba ataupun kasihan melihat
keadaannya, maka sebetulnya perbuatan itu tidak patut disebut baik,
karena perbuatan baik didasarkan pada kewajiban.
2.3 Teori Hak
Hak memiliki banyak definisi dari berbagai sudut pandang. Hak adalah suatu
bentuk kepemilikan yang melekat pada diri seseorang. Bagaimana kita tahu
bahwa seseorang mempunyai hak? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mudah
kalau menyangkut hak hukum. Seseorang memiliki hak hukum karena orang
tersebut hidup dalam sistem hukum yang menjamin haknya secara hukum lalu
dilihat juga dari difinisi Hak mora,l Apa yang dimaksud dengan hak moral? Hak
moral (hak asasi) adalah hak yang dimiliki setiap orang secara setara atas dasar
perikemanusiaan. Dapat diartikan menyeluruh bahwa bahwa teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deontologi karena hak berkaitan dengan kewajiban. Hak
dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Kewajiban
seseorang biasanya merupakan hak bagi orang lain. Dalam teori etika dulu,
tekanan terbesar pada kewajiban, namun sckarang segi hak paling banyak
ditonjolkan. Meskipun teori hak ini sebenarya berakar dalam deontologiamun
saat ini ia mendapat suatu identitas tersendiri dan perlu pembahasan tersendiri
pula.
Dalam etika bisnis sekarang ini, teori hak diberi tempat yang sangat penting.
Yaitu dengan melanjutkan perjuangan dibidang sosio-ckonomi yang berlangsung
pada masa sebelumnya. Bagaimana perjuangan kaum buruh dalam zaman
industrialisasi moypakan karena dilatarbelakangi wawasan hak. Demikian juga
upaya kaum wanita untuk memperoleh status hak yang sama dengan pria.
Konsumen berhak atas produk yang ia beli adalah produk yang schat serta aman
dan sesuai dengan harapannya. Dengan demikian saat ini semakin banyak topik
etika bisnis melalui pendekatan dari segi hak.
2.4 Teori Keutamaan
Tidak kalah pentingnya pada teori ini membahas tentang suatu pendekatan
lain yang tidak menyoroti perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh
manusia sebagai pelaku moral. Tidak ditanyakan, "what should he/she
do?", melainkan, "what kind of person should he/she be?". Teori ini adalah
teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak sesorang.
Teori ini tidak lagi menanyakan, apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau
jujur, atau murah hati melainkan apakah orang itu bersikap adil, jujur,
murah hati, dan sebagainya. Namun demikian, dalam sejarah etika teori
keutamaan bukan merupakan sesuatu yang baru. Teori ini merupakan
suatu tradisi lama yang sudah ada sejak filsafat yunani kuno, dari seorang
tokoh yang bernama Aristoteles (384-322 SM). Sehingga teori keutamaan
yang ada sekarang ini, sebagian besar dianggap menghidupkan kembali
pemikiran Aristoteles. Kadang istilah virtue diterjemahkan sebagai
"kebajikan" atau "kesalehan", namun terjemah yang palaing tepat dalam
bahasa Indonesia adalah "keutamaan", karena kata keutamaan paling dekat
dengan kata arete yang dipakai Aristoteles dan tradisi filsafat Yunani.
Keutamaan didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memugkinkan dia bertingkah laku baik secara moral.
Contohnya adalah kebijaksanaan, yang merupakan suatu keutamaan yang
membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi.
Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu
memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Keutamaan tidak
boleh dibatasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus ditempatkan dalam
konteks komuniter. Sebagaimana dalam pemikiran moral Aristoteles,
bahwa hidup etis hanya mungkin dalam polis, dalam negara-kota Yunani
waktu itu. Oleh karena itu, menurut Aristoteles kepentingan pribadi tidak
boleh dipertentangkan dengan kebaikan bersama (the common good). Bagi
sebagian orang, teori keutamaan dari Aristoteles dianggap tidak relevan
lagi bagi orang orang modern, dan yang lain mengatakan bahwa
keutamaan modem belum tercakup dalam daftar Aristoteles.
Di antara keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa
disebut: kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keempat
keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada
tumpang tindih di antaranya. Keutamaan yang pertama yaitu Kejujuran,
secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang
harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang mempunyai keutamaan kejujuran
tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis, meskipun
penipuan sebenarnya mudah dilakukan. Namun keutamaan kejujuran
melarang seseorang atau pedagang untuk dengan sengaja mengecewakan
orang/pihak lain yaitu si pembeli.
Keutamaan kedua adalah fairness. Kata Inggris ini sering diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan "keadilan", meskipun fairness dekat
dengan makna "keadilan" tapi tidak bisa disebut sama. Terjemahan yang
lebih dekat adalah sikap wajar. Fairness adalah kesediaan untuk
memberikan apa yang wajar kepada semua orang dengan "wajar", yaitu
bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Sebagai
contoh adalah Insider trading, suatu praktik cara berbisnis yang tidak fair,
karena bisnis dengan Insider trading yaitu melakukan jaul/beli saham atas
dasar informasi "dari dalam" yang tidak tersedia bagi umum.
Keutamaan ketiga adalah kepercayaan (trust) yang juga suatu keutamaan
yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam
relasi timbal balik. Pebisnis yang memiliki kepercayaan, tentunya selalu
bersedia untuk menerima mitranya sebagai pihak yang bisa diandalkan.
Namun demikian tidak semua orang dapat untuk dipercaya, oleh karena itu
dalam memberikan kepercayaan harus selalu bersikap kritis. Misalnya
dengan cara yang lebih selektif dalam mimilih mitra bisnis, serta
mengoptimalkan peran sistem pengawasan yang efektif terhadap seluruh
karyawan.
Keutamaan keempat adalah keuletan (Solomon menggunakan kata
toughness). Pebisnis harus siap bertahan dalam banyak situasi yang sulit.
Dalam melakukan negosiasi tentang proyek atau transaksi yang bernilai
besar kadang membutuhkan ekstra energi dan kesabaran. la harus berani
mengambil terbagai macam risiko, karena perubahan banyak faktor yang
tidak bisa diramalkan sebelumnya. Berbagai macam gejolak dalam bisnis
harus dihadapinya, ia tidak akan patah semangat di tengah kekecewaan dan
kesulitan yang datang. Di saat kondisi ekonomi kurang kondusif, ia harus
berani untuk mengambil langkah-langkah strategis yang tepat, misal
dengan melangsingkan perusahaannya agar dapat bertahan hidup.
Teori keutamaan memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan teori yang
lain. Teori keutamaan memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis
yang lebih positif, sedangkan teori-teori yang didasarkan atas aturan,
memiliki kecenderungan menilai suatu perbuatan dari sisi negatif, terutama
dalam menyoroti hal-hal yang tidak etis. Menilai suatu perbuatan dari sisi
negatif adalah seperti sebagai penipuan, pencurian, ketidakjujuran, dan lain
sebagainya. Singkatnya yang ditonjolkan adalah sisi-sisi negatif dalam
tingkah laku manusia. Sedangkan teori keutamaan lebih menunjukkan
untuk menyoroti segala sesuatu dari sisi-sisi positif. Oleh karena itu masih
dalam rangka teori keutamaan, maka etika bisnis dapat mengikuti
kecenderungan positif sebagaimana dalam teori keutamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai