Anda di halaman 1dari 19

MODUL PERKULIAHAN

Teori Etika
dan Pengambilan
Keputusan Etis
1. Pendahuluan
2. Teori-Teori Etika,
3. Prinsip-prinsip Etika dalam Bisnis
4. Prinsip Pengambilan keputusan Etis dalam dunia Bisnis dan
Profesi.

Tatap
Fakultas Program Studi Kode MK Disusun Oleh
Muka

02
Fakultas Ekonomi dan S1 Akuntansi MK19.01.1.1.0.05 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA
Bisnis

Abstract Kompetensi
Modul ini membahas mengenai Mahasiswa memiliki kemampuan
teori-teori etika dipandang dari teori untuk menjelaskan teori dan prinsip
etika modern dan teori etika religius etika dalam bisnis serta mampu
serta menjelaskan prinsip-prinsip mengambil sebuah keputusan etis
etika dalam sebuah bisnis dan baik di dunia bisnis maupun profesi.
prinsip pengambilan keputusan yang
etis dalam dunia Bisnis dan Profesi.
Pendahuluan
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang diartikan sebagai kebiasaan
atau tingkah laku. Sedangkan menurut istilah etika merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk
dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika merupakan aturan atau pola tingkah laku
yang dihasilkan oleh akal manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat
akan terlihat baik dan buruknya. Etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntutan zaman.
Menurut Brooks Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif
tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan
etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia
nyata. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang
dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang
berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan
termasuk manajemen dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna dasar dari
kata etika, yaitu:
1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral serta
kewajiban.
2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai,
3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral,
4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.
Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa etika memiliki
peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut
pandang moralitas yang telpakati oleh masyarakat.
Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas
persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma moral

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


2 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan
seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa
dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Untuk itu,
pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita perlu
berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang telah disepakati, melahirkan
suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya
keputusan moral kita.

Teori-Teori Etika

Menurut Duska (2003), teori etika dikembangkan dalam tiga bagian yaitu :
1. Utlitarian Theory
Teori ini membahs mengenai optimalisasi pengambilan keputusan individu untuk
memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif. Terdapat dua jenis
utilitarisme, yaitu :
a. act utilitarisme yaitu perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang
b. rule utilitarisme yaitu aturan moral yang diterima oleh masyarakat luas
2. Deonotologi Theory
Teori etika ini membehas mengenai kewajiban individu untuk memberikan hak kepada
orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk suatu hal harus didasarkan
pada kewajiban bukan konsekuensi perbuatan
3. Virtue Theory
Teori ini menjelaskan disposisi watak seseorang yang memungkinkan untuk bertingkah
laku baik secara moral. Ada dua jenis virtue theory, yaitu :
a. Pelaku bisnis individual, seperti : kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan
b. Taraf perusahaan, seperti : kemarahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang
dimiliki oleh manajer dan karyawan

Teori Etika Modern (Kognitivisme)


1. Egoisme
Terdapat dua jenis konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu :
a. Egoisme Psikologis, adalah teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia
dilandasi oleh kepentingan berkutat diri dan mereka yakin tindakan dan keputusan
mereka adalah luhur, namun pada kenyataannya mereka hanya memikirkan diri
sendiri. Jadi menurut teori ini, tidak ada tindakan sesungguhnya yang bersifat
altruisme (tindakan yang peduli pada orang lain).

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
b. Egosime Etis
Tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri , apa yang dilakukan untuk
mewujudkan dirinya sendiri, dan yang dilakukannya tidak merugikan orang lain,
sebab yang dilakukan sesuai dengan moral hukum dan etika. Tindakan berkutat diri
ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikn kepentingan orang lain.

2. Utilitarisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris Utility
yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu tindakan dapat dikatakan baik jika
membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Perbedaan antara
paham utilitarianisme dengan egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang individu sedangkan utilitarianisme
melihat dari sudut kepentingan orang banyak. Paham utilitarianisme dapat diringkas
sebagai berikut :
a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan
atau hasilnya)
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Dalam kerangka etika utilitarianisme kita dapat merumuskan tiga kriteria objektif yang
dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijakan atau
tindakan. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar,
yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar dibandingkan
dengan kebijakan atau tindakan alternatif lainnya. Kriteria ketiga menyangkut pertanyaan
mengenai manfaat terbesar untuk siapa (dalam hal ini manfaat terbesar bagi sebanyak
mungkin orang).
Nilai positif utilitarianisme:
a. Utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional mengapa suatu
tindakan dianggap baik.
b. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
c. Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan
bagi banyak orang.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Selain memiliki nilai positif, utilitarianisme juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. Manfaat merupakan konsep yang sangat luas sehingga dalam kenyataan praktis
menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit, dikarenakan persepsi dari manfaat itu
sendiri berbeda-beda bagi setiap orang.
b. Tidak mempertimbangkan nilai dari suatu tindakan dan hanya meperhatikan akibat
dari tindakan itu sendiri, dengan kata lain tidak mempertimbangkan motivasi
seseorang melakukan suatu tindakan.
c. Kesulitan untuk menetukan prioritas dari kriteria etika itu sendiri, apakah lebih
mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi sejumlah orang atau jumlah
terbanyak dari orang-orang yang memperoleh manfaat itu meskipun manfaatnya
lebih kecil.
d. Utilitarianisme hanya menguntungkan pihak mayoritas, membenarkan hak kelompok
minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

3. Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham ini
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan
tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak
boleh dijadikan pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan, karena
suatu tindakan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik.
Untuk pemahaman lebih lanjut, Immanuel Kant mengemukakan dua konsep penting,
yaitu :
a. Imperactive hypothesis, merupakan perintah yang bersifat khusu yang harus diikuti
jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan, seperti jika ingin menjadi sarjana
akuntansi maka harus memasuki fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Dari contoh
tersebut terlihat kekuatan mengikat kata harus tergantung pada keinginan atau
tujuan yang relevan, jika tidak menginginka maka tidak wajib melakukannya.
Sehingga tindakan ini tidak serta-merta dapat diartikan sebagai kewajiban moral.
b. Imperactive categories, adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja
tanpa syarat apa pun, mutlak tanpa ada pengecualian apa pun dan tanpa dikaitkan
dengan keinginan atau tujuan yang relevan.

4. Teori Hak
Menurut teori ini suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik apabila perbuatan atau
tindakan tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun teori ini merupakan
suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
dari kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang maka sebenarnya
tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orng lain.

5. Teori Keutamaan
Menurut teori ini suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik apabila perbuatan
atau tindakan tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun teori ini
merupakan suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat
dipisahkan dari kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang maka
sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orng lain.

6. Teori Etika Teonom


Krakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya
dengan kehendak allah. Perilaku manusia dianggap secara moral baik jika sepadan
dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak
mengikuti aturan – aturan / perintah Tuhan sebagimana yang telah dituangkan dalam
kitab suci.

Teori Etika Religius (Non Kognitivisme)


Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap tuhan dan
semesta moral. Bagi etika keagamaan tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan atau
tebatasi oleh kebajikan , dan merupakan sumber dan pendukung semua nilai.Etika relijius
tradisional pada dasarnya bersifat deontologis, yakni mendasarkan penekanan pada
masalah tugas, kewajiban, atau memahami kebenaran dalam bertindak. Etika bersifat
agapistik,yakni berdasar pada cinta Tuhan dan sesama manusia, meskipun
unsur deontologis dapat ditemukan didalamnya, termasuk unsur otoritarianisme dan
supernaturalisme.
Dalam perspektif religius pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan dialektika
atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas islam
denga cara lebih langsung berakar pada AL-Qur’an dan Sunnah. Dalam topik ini
pengetahuan dan perbuatan menjadi unsur pencapain kebahagiaan. Sumber utama
pengetahuan adalah Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada manusia melalui
berbagai cara.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


6 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Prinsip-Prinsip Etika Dalam Bisnis

Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk
saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing pihak
tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa pada
umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah untuk mencari keuntungan sebesar-
besarnya. Untuk memaksimumkan keuntungan tersebut, maka tidak dapat dihindari sikap
dan perilaku yang menghalalkan segala cara yang sering tidak dibenarkan oleh norma
moral.
Jika memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan
sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Karena jika keuntungan menjadi satu-
satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu,
termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat
karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia.
Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar kita selalu harus menghormati
martabat manusia
Sejarah mencatat Revolusi Industri yang terjadi dari 1760 sampai 1830 dengan
tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan, menyebabkan tenaga buruh diperalat. Upah
yang diberikan sangat rendah, hari kerja panjang sekali, tidak ada jaminan kesehatan. Jika
buruh jatuh sakit ia sering diberhentikan dan dalam keadaan lain pun buruh bisa
diberhentikan dengan semena-mena. Lebih parahnya, banyak dipakai tenaga wanita dan
anak dibawah umur, karena kepada mereka bisa diberikan upah lebih rendah lagi dan
mereka tidak mudah memberontak. Hal ini menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan
sebagai tujuan usaha ekonomis bisa membawa akibat kurang etis.
Di satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Di lain pihak
keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Keuntungan dalam bisnis merupakan suatu pengertian
yang relatif. Ronald Duska, mencoba untuk merumuskan relativitas tersebut dengan
menegaskan bahwa kita harus membedakan antara purpose (maksud) dan motive. Purpose
bersifat obyektif, sedangkan motivasi bersifat subyektif. Keuntungan tidak merupakan
maksud bisnis. Maksud bisnis adalah menyediakan produk atau jasa yang bermanfaat untuk
masyarakat. Keuntungan hanya sekadar motivasi untuk mengadakan bisnis. Oleh karena
itu, bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakkan dan segi moral
dikesampingkan.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Beberapa cara untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis, adalah
sebagai berikut:
1. keuntungan merupakan tolak ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi
manajemen dalam perusahaan;
2. keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan bahwa produk atau jasanya dihargai
oleh masyarakat;
3. keuntungan adalah cambuk untuk meningkatkan usaha;
4. keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan;
5. keuntungan mengimbangi resiko dalam usaha.
Konsep relativitas keuntungan diatas, mengisyaratkan bahwa keuntungan bukan
yang utama dalam bisnis. Persepsi manfaat dari pencapaian keuntungan harus dirubah,
karena bisnis bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan materiil. Untuk itu prinsip-
prinsip etika yang diterapkan dalam kegiatan bisnis pada perusahaan-perusahaan bisnis,
haruslah mengacu pada stakeholders benefit. Stakeholders adalah semua pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan suatu perusahaan. Pihak berkepentingan internal adalah
“orang dalam” dari suatu perusahaan: orang atau instansi yang secara langsung terlibat
dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak
berkepentingan eksternal adalah “orang luar” dari suatu perusahaan: orang atau instansi
yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para konsumen,
masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup. Bukan saja kepentingan para pemegang saham
harus dipertimbangkan tapi juga kepentingan semua pihak lain, khususnya para karyawan
dan masyarakat di sekitar pabrik.
Dalam dunia bisnis juga terdapat etika yang harus diikuti, perusahaan jangan hanya
memaksimumkan keuntungan dengan menghalalkan segala cara yang sering tidak
dibenarkan oleh norma moral. Ada aturan-aturan yang harus diikuti untuk mewujudkan hal
tersebut dan tentu saja prinsip-prinsip dan etika tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem
nilai masyarakat. Berikut akan kita bahas etika-etika yang terdapat di dalam dunia bisnis :

1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan. Orang yang otonom bukanlah orang yang sekedar mengikuti begitu saja
norma dan nilai moral yang ada, melainkan adalah orang yang melakukan sesuatu
karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, serta juga bisa mempertanggungjawabkan
keputusan dan tindakannya serta mampu bertanggungjawab atas dampak dari
keputusan dan tindakan tersebut. Jadi orang yang otonom adalah orang yang orang

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
yang tahu akan tindakannya, bebas dalam melakukan tindakannya, tetapi juga
sekaligus bertanggungjawab atas tindakannya.

2. Prinsip Kejujuran
Sekilas terdengar aneh kejujuran menjadi prinsip dalam dunia bisnis karena mitos keliru
tentang dunia bisnis yang dekat dengan kegiatn tipu-menipu demi keuntungan. Akan
tetapi tanpa kejujuran bisnis tidak bisa bertahan lama, dikarenakan :
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarta-syarat perjanjian dan kontrak, semua
pihak saling percaya satu sama lain bahwa masing-masing pihak tulus dan jujur
dalam membuat perjanjian serta tulus dan jujur dalam membuat janjinya. Hal ini
menjadi penentu kelangsungan bisnis, karena apabila salah satu pihak berlaku
curang maka pihak yang dicurangi tidak akan mau lagi menjalin relasi bisnis pihak
yang curang tersebut.
b. Kejujuran juga relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga
yang sebanding, karena kepercayaan konsumen merupakan hal paling pokok,
apabila sekali konsumen merasa tertipu maka dia akan pindah ke produk lain.
c. Kejujuran juga relevan dalam hubungn kerja intern dalam suatu perusahaan, karena
kejujuran merupakan inti dan kekuatan perusahaan. Karyawan tidak akan bertahan
lama dengan atasan yang tidak jujur.

3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Prinsip ini menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis
entah dalam realisasi eksternal perusahaan maupun realisasi internal perusahaan perlu
diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing.

4. Prinsip Saling Menguntungkan


Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan
semua pihak. Prinsip ini menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya, prinsip saling menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama,
yaitu agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain,
sehingga melahirkan suatu win-win situation.

5. Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan
agar dia perlu menajalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
baik perusahaannya. Prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri
pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon (1993)
dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis individual dan
keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan keutamaan pelaku bisnis
individual, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang
harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu
hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis
untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat
aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat
bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.
2. Fairness
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang
dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang
terlibat dalam suatu transaksi. Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional
objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
3. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan
harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini
boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pebisnis yang
memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa
diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat
diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis.
Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan
hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi
bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.
4. Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus bertahan dalam
banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang seru
tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani mengambil risiko
kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak diramalkan sebelumnya.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya. Keuletan dalam
bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:
1. Keramahan
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan, tapi
menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk
setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi
melayani sesama manusia.
2. Loyalitas
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji,
tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian
dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja.
3. Kehormatan
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap
suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan
dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila
kinerjanya bagus.
4. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun ia
sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah.

Prinsip Pengambilan Keputusan Etis dalam Dunia Bisnis dan Profesi

Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan
moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang
lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral
dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada
kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Para indivindu dalam organisasi membuat keputusan (decision) artinya mereka
membuat pilihan - pilihan dari dua alternatif atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak
bertugas menentukan tujuan - tujuan organisasi, produk, atau jasa yang ditawarkan cara
terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik
manufaktur yang baru. Manajer tingkat menegah dan bawah menetukan jadwal produksi,
menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran karyawan
baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkatkan bayaran karyawan. Karyawan non

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
manajerial juga membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan organisasi tempat
mereka bekerja. Sedangkan pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif
terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut
paut dengan masalah bagaimana pilihan - pilihan semacam itu dibuat.
Menurut Claude S. George, Jr (2005) proses pengambilan keputusan itu dikerjakan
oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif.
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan
moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang
lain.. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral
dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada
kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Maka ada baiknya sebelum kita mengambil keputusan kita harus mengacu pada prinsip -
prinsip berikut ini:
1. Autonom, Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan anda menimbulkan kerugian
terhadap orang lain? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan mempengaruhi
banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap
proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja
dengan biaya murah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya
semurah mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup.
2. Non-malfeasance, Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di
pemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak
sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis
pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak
bagi pihak lain.
3. Beneficence, Merupakan keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan
merupakan solusi terbaik yang bisa diambil.
4. Justice, Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan
termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang
sempurna namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal
dimana memperlakukan tiap orang dengan sejajar.

Langkah-langkah analisis pengambilan keputusan menurut American Accounting


Association:
a. Menentukan fakta (what, who, where, when, and how)
b. Menetapkan masalah etika
c. Mengidentifikasi prinsip dasar, peraturan dan nilai

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


12 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
d. Menetapkan alternatif pilihan
e. Membandingkan nilai dengan alternatif
f. Menetapkan konsekuensinya
g. Membuat keputusan

Pendekatan Pengambilan Keputusan Etis


Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, kerangka
ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas. Serta persyaratan
yang dapat ditampilkan filosofis secara penting dan baru-baru ini dituntut oleh pemangku
kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
a. Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap
b. Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan keputusan faktor yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis atau Ethical Decision Making (EDM)
menilai etis atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan dengan menguji:
a. Konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya,
b. Hak dan kewajiban yang terkena dampak,
c. Keadilan yang terlibat,
d. Motivasi atau kebajikan yang diharapkan.

Pertimbangan Pembuatan Keputusan Etis (EDM); Landasan Filosofis


Pertimbangan EDM Teori Filosofi
Kekayaan atau kesejahteraan Konsekuensialisme, utilitarianisme,
Menghormati hak para pemangku teologi
kepentingan Deontologi (hak dan kewajiban)
Kesetaraan diantara para pemangku Imperatif kategoris kant, keadilan
kepentingan yang tidak memihak

Harapan untuk sifat karakter, kebajikan Kebajikan

Isu Tertentu Terkait dengan EDM Relativisme, subjektivisme


Perilaku yang berbeda dalam budaya yang
berbeda (suap) Deontologi, subjektivisme, egoisme
Konflik kepentingan, dan batas-batas untuk
perilaku mementingkan diri sendiri

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


13 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Pendekatan filosofi
1. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang menguntungkan
lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik berkaitan
dengan utilitas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, oleh karena itu hanya dari
manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan
organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari
tindakan, maka disebut juga teleological.
Pendekatan konsekuensialisme mengharuskan untuk menganalisis keputusan dalam hal
kerugian dan manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah
keputusan yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar. Konsekuensialisme
berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan hanya jika tindakan
tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lain, tindakan dan
sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar daripada
konsekunsi negatifnya.

2. Deontologi
Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung
jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari
tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan
sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi
kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus
termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan
apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk
membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.

3. Virtue Ethics (Etika Kebajikan)


Kalau kedua pendekatan tadi menekankan pada konsekuensi dari tindakan atau
tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk membenarkan kebiasaan
moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan
oleh pengambil keputusan. Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis
dan membuat orang tersebut menjadi manusia yang bermoral. etika kebajikan berfokus
pada karakter atau integrasi moral para pelaku dan melihat pada moral masyarakat, seperti
masyarakat profesional, untuk membantu mengidentifikas isu-isu etis dan panduan tindakan
etis.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


14 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Analisis Etika Untuk Pemecahan Masalah
Saat ini tidak ada perusahaan yang dapat mengklaim dirinya “etis”, kecuali menunjukkan
kepedulian terhadap lingkungan hidup. Focus dari konferensi ini adalah pada alat analisis
etika dan pemecahan masalahyang dapat memberikan kerangka kerja praktis bagi tindakan.
Sebelum menyelesaikan keputusan bisnis, eksekutif harus mengajukan serangkaian
pertanyaan untuk memastikan pilihan terbaik yang akan dipilih untuk para pemegang
saham, serta pemangku kepeentingan lainnya.
Pertanyaan ini harus diajukan dalam urutan sebagai berikut untuk meneliti nilai-nilai yang
ditampilkan:
1 Apakah menguntungkan? (nilai pasar)
2 Apaah legal (atau sah)? (nilai hukum)
3 Apakah adil? (nilai social)
4 Apakah benar (nilai pribadi)
5 Apakah pengembangan tersebut akan berkelanjutan? (nilai lingkungan)
Fokus pada nilai-nilai sangat penting untuk analisis yang tepat dari keputusan bisnis karena
moralitas, yang menjadi makin penting untuk kesehatan perusahaan dan masyarakat tidak
dapat diundangkan. Fokus ini bergantung pada system nilai pemimpin perusahaan dan
karyawan.
Saat ini tidak aman untuk menilai tindakan yang akan datang hanya pada kontribusinya
terhadap laba, karena tindakan tersebut mungkin tidak sah di mata hukum, bahkan jika hal
tersebut sah dan menguntungkan di mata hukum, masyarakat akan menghukum
perusahaan jika tindakan tersebut dianggap tidak adil dan benar.

a. Beberapa perbedaan penting


Sangat penting bahwa kita membuat perbedaan penting
(a) antara manajemen dan kepemimpinan dan
(b) antara menjadi sah menurut hukum dan bersikap etis.
Adanya perbedaan yang jelas di area ini banyak menimbulkan pikiran yang
membingungkan dalam etika bisnis. Ketika para manajer sukses, biasanya itu karena
mereka adalah individu dengan energy yang sangat tinggi, dan berkemauan yang keras
yang tahu cara bermain dengan aturan permainan. Mereka secara efesien dan berfikir
sendirian berupaya untuk mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi mereka bisa jadi
pemimpin dan bisa juga tidak.
Manajer sering merasa tidak berdaya untuk bertindak diluar peran yang ditentukan untuk
mereka. Mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki wewenang memengaruhi system.
Otoritas perusahaan dapat memberi sanksi atas perilaku tidak etis. Dibutuhkan otoritas

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


15 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
moral dari seorang pemimpin untuk mengubah system, dan hal ini sering dilihat sangat
kurang dalam politik dan bisnis.

b. Penilaian Keputusan
Penilaian menunjukkan karakteristik berikut dihasilkan dari orang-orang yang memiliki
nilai-nilai jelas atau tidak jelas.
NILAI YANG TIDAK JELAS NILAI YANG JELAS
Apatis Mengetahui siapa mereka
Tidak bertanggung jawab Mengetahui apa yang merake mau
Tidak konsisten Positif
Penggebala (tidak tetap) Penuh tujuan
Tokoh pemeran Antusias
Tidak dapat mengambil keputusan Dapat mengambil keputusan

Baik secara individu maupun korporat adalah menguntungkan bagi kita untuk
mengembangkan seperangkat niali yang jelas, karena nilai-nilai yang membingungkan
akan menghasilkan keputusan etis yang membingungkan.
c. Aturan-aturan Etika
Analisis etika membawa kita pada dua konsep etika dasar, yang akan berlaku dalam
studi kasus saat ini. Pertama adalah aturan etika, Tingkat aturan etika berikutnya terdiri
atas aturan atau prinsip-prinsip yang keluar dari tradisi moral kita.
d. Utilitarianisme atau etika Titik Akhir
John Stuar Mill mengatakan bahwa, “untuk menentukan apakah suatu tindakan benar
atau salah, seorang harus berkonsentrasi pada kosekwensi yang mungkin terjadi-titik
akhir atau hasil akhir. Apa manfaat terbesar bagi jumlah terbesar?”
Hal ini mengarahkan pada analisis biaya-manfaat. Apakah manfaat membenarkan
biaya?. Dan untuk analisis resiko manfaat: apakah manfaat tidak membenarkan resiko
bisnis?
Dimulai dengan aturan-aturan etika dimana para pemangku kepentingan menguji
keputusan dengan mengajukan pertanyaan:
1 Apakah menguntungkan? (nilai pasar)
2 Apaah legal (atau sah)? (nilai hukum)
3 Apakah adil? (nilai social)
4 Apakah benar (nilai pribadi)
5 Apakah pengembangan tersebut akan berkelanjutan? (nilai lingkungan)

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


16 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Kemudian pindah ke etika etik akhir yang berusaha memberikan manfaat terbesar bagi
jumlah orang terbesar dan memaksa kita membuat perdagangan untuk mencapai
kebaikan.

Kepentingan Yang Fundamental Dari Stakeholder


Para decision maker menggabungkan kepentingan kelompok stakeholder dan
menciptakaan tiga kepentingan yang mendasar, yaitu: Dapat menghasilkan keputusan yang
dapat mengakomodir kepentingan mereka Suatu keputusan sebaiknya mempertimbangkan
pendistribusian yang adil antara keuntungan dan beban.
Suatu keputusan hendaknya tidak bertentangan dengan hak-hak Stakeholder, termasuk hak
dalam membuat keputusan:
a. Well-offnes adalah Keputusan sebaiknya menghasilkan lebih banyak keuntungan
daripada Biaya
b. Fairness adalah Pendistribusian hendaknya mempertimbangkan keseimbangan
antara keuntungan dan biaya.
c. Right adalah Hasil keputusan hendaknya tidak bertentangan dengan hak
Stakeholder.

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


17 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
Daftar Pustaka

 Leonard J. Brooks (2004). Business & Professional Ethics for Accountants. South-
Western College Publishing
 Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing.
Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
 Sukrisno Agus (2009). Etika Bisnis dan Profesi. Salemba Empat. Jakarta.
 https://www.academia.edu/8343367/Resume_teori_etika_dan_prinsif_etis_dalam_bis
nis, di akses tanggal 15 September 2019.
 Claude S. George, Jr (2005)

‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran


18 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id
‘20 Etika Profesi Biro Akademik dan Pembelajaran
19 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai