Teori Etika
dan Pengambilan
Keputusan Etis
1. Pendahuluan
2. Teori-Teori Etika,
3. Prinsip-prinsip Etika dalam Bisnis
4. Prinsip Pengambilan keputusan Etis dalam dunia Bisnis dan
Profesi.
Tatap
Fakultas Program Studi Kode MK Disusun Oleh
Muka
02
Fakultas Ekonomi dan S1 Akuntansi MK19.01.1.1.0.05 Rini Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA
Bisnis
Abstract Kompetensi
Modul ini membahas mengenai Mahasiswa memiliki kemampuan
teori-teori etika dipandang dari teori untuk menjelaskan teori dan prinsip
etika modern dan teori etika religius etika dalam bisnis serta mampu
serta menjelaskan prinsip-prinsip mengambil sebuah keputusan etis
etika dalam sebuah bisnis dan baik di dunia bisnis maupun profesi.
prinsip pengambilan keputusan yang
etis dalam dunia Bisnis dan Profesi.
Pendahuluan
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang diartikan sebagai kebiasaan
atau tingkah laku. Sedangkan menurut istilah etika merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk
dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika merupakan aturan atau pola tingkah laku
yang dihasilkan oleh akal manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat
akan terlihat baik dan buruknya. Etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntutan zaman.
Menurut Brooks Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif
tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan
etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia
nyata. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang
dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang
berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan
termasuk manajemen dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna dasar dari
kata etika, yaitu:
1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral serta
kewajiban.
2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai,
3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral,
4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.
Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa etika memiliki
peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut
pandang moralitas yang telpakati oleh masyarakat.
Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas
persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma moral
Teori-Teori Etika
Menurut Duska (2003), teori etika dikembangkan dalam tiga bagian yaitu :
1. Utlitarian Theory
Teori ini membahs mengenai optimalisasi pengambilan keputusan individu untuk
memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif. Terdapat dua jenis
utilitarisme, yaitu :
a. act utilitarisme yaitu perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang
b. rule utilitarisme yaitu aturan moral yang diterima oleh masyarakat luas
2. Deonotologi Theory
Teori etika ini membehas mengenai kewajiban individu untuk memberikan hak kepada
orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk suatu hal harus didasarkan
pada kewajiban bukan konsekuensi perbuatan
3. Virtue Theory
Teori ini menjelaskan disposisi watak seseorang yang memungkinkan untuk bertingkah
laku baik secara moral. Ada dua jenis virtue theory, yaitu :
a. Pelaku bisnis individual, seperti : kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan
b. Taraf perusahaan, seperti : kemarahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang
dimiliki oleh manajer dan karyawan
2. Utilitarisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris Utility
yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu tindakan dapat dikatakan baik jika
membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Perbedaan antara
paham utilitarianisme dengan egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang individu sedangkan utilitarianisme
melihat dari sudut kepentingan orang banyak. Paham utilitarianisme dapat diringkas
sebagai berikut :
a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan
atau hasilnya)
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Dalam kerangka etika utilitarianisme kita dapat merumuskan tiga kriteria objektif yang
dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijakan atau
tindakan. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar,
yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar dibandingkan
dengan kebijakan atau tindakan alternatif lainnya. Kriteria ketiga menyangkut pertanyaan
mengenai manfaat terbesar untuk siapa (dalam hal ini manfaat terbesar bagi sebanyak
mungkin orang).
Nilai positif utilitarianisme:
a. Utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional mengapa suatu
tindakan dianggap baik.
b. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
c. Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan
bagi banyak orang.
3. Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham ini
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan
tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak
boleh dijadikan pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan, karena
suatu tindakan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik.
Untuk pemahaman lebih lanjut, Immanuel Kant mengemukakan dua konsep penting,
yaitu :
a. Imperactive hypothesis, merupakan perintah yang bersifat khusu yang harus diikuti
jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan, seperti jika ingin menjadi sarjana
akuntansi maka harus memasuki fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Dari contoh
tersebut terlihat kekuatan mengikat kata harus tergantung pada keinginan atau
tujuan yang relevan, jika tidak menginginka maka tidak wajib melakukannya.
Sehingga tindakan ini tidak serta-merta dapat diartikan sebagai kewajiban moral.
b. Imperactive categories, adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja
tanpa syarat apa pun, mutlak tanpa ada pengecualian apa pun dan tanpa dikaitkan
dengan keinginan atau tujuan yang relevan.
4. Teori Hak
Menurut teori ini suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik apabila perbuatan atau
tindakan tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun teori ini merupakan
suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan
5. Teori Keutamaan
Menurut teori ini suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik apabila perbuatan
atau tindakan tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun teori ini
merupakan suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat
dipisahkan dari kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang maka
sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orng lain.
Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk
saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing pihak
tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa pada
umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah untuk mencari keuntungan sebesar-
besarnya. Untuk memaksimumkan keuntungan tersebut, maka tidak dapat dihindari sikap
dan perilaku yang menghalalkan segala cara yang sering tidak dibenarkan oleh norma
moral.
Jika memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan
sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Karena jika keuntungan menjadi satu-
satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu,
termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat
karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia.
Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar kita selalu harus menghormati
martabat manusia
Sejarah mencatat Revolusi Industri yang terjadi dari 1760 sampai 1830 dengan
tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan, menyebabkan tenaga buruh diperalat. Upah
yang diberikan sangat rendah, hari kerja panjang sekali, tidak ada jaminan kesehatan. Jika
buruh jatuh sakit ia sering diberhentikan dan dalam keadaan lain pun buruh bisa
diberhentikan dengan semena-mena. Lebih parahnya, banyak dipakai tenaga wanita dan
anak dibawah umur, karena kepada mereka bisa diberikan upah lebih rendah lagi dan
mereka tidak mudah memberontak. Hal ini menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan
sebagai tujuan usaha ekonomis bisa membawa akibat kurang etis.
Di satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Di lain pihak
keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Keuntungan dalam bisnis merupakan suatu pengertian
yang relatif. Ronald Duska, mencoba untuk merumuskan relativitas tersebut dengan
menegaskan bahwa kita harus membedakan antara purpose (maksud) dan motive. Purpose
bersifat obyektif, sedangkan motivasi bersifat subyektif. Keuntungan tidak merupakan
maksud bisnis. Maksud bisnis adalah menyediakan produk atau jasa yang bermanfaat untuk
masyarakat. Keuntungan hanya sekadar motivasi untuk mengadakan bisnis. Oleh karena
itu, bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakkan dan segi moral
dikesampingkan.
1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan. Orang yang otonom bukanlah orang yang sekedar mengikuti begitu saja
norma dan nilai moral yang ada, melainkan adalah orang yang melakukan sesuatu
karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, serta juga bisa mempertanggungjawabkan
keputusan dan tindakannya serta mampu bertanggungjawab atas dampak dari
keputusan dan tindakan tersebut. Jadi orang yang otonom adalah orang yang orang
2. Prinsip Kejujuran
Sekilas terdengar aneh kejujuran menjadi prinsip dalam dunia bisnis karena mitos keliru
tentang dunia bisnis yang dekat dengan kegiatn tipu-menipu demi keuntungan. Akan
tetapi tanpa kejujuran bisnis tidak bisa bertahan lama, dikarenakan :
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarta-syarat perjanjian dan kontrak, semua
pihak saling percaya satu sama lain bahwa masing-masing pihak tulus dan jujur
dalam membuat perjanjian serta tulus dan jujur dalam membuat janjinya. Hal ini
menjadi penentu kelangsungan bisnis, karena apabila salah satu pihak berlaku
curang maka pihak yang dicurangi tidak akan mau lagi menjalin relasi bisnis pihak
yang curang tersebut.
b. Kejujuran juga relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga
yang sebanding, karena kepercayaan konsumen merupakan hal paling pokok,
apabila sekali konsumen merasa tertipu maka dia akan pindah ke produk lain.
c. Kejujuran juga relevan dalam hubungn kerja intern dalam suatu perusahaan, karena
kejujuran merupakan inti dan kekuatan perusahaan. Karyawan tidak akan bertahan
lama dengan atasan yang tidak jujur.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Prinsip ini menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis
entah dalam realisasi eksternal perusahaan maupun realisasi internal perusahaan perlu
diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing.
5. Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan
agar dia perlu menajalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan
moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang
lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral
dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada
kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya.
Para indivindu dalam organisasi membuat keputusan (decision) artinya mereka
membuat pilihan - pilihan dari dua alternatif atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak
bertugas menentukan tujuan - tujuan organisasi, produk, atau jasa yang ditawarkan cara
terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik
manufaktur yang baru. Manajer tingkat menegah dan bawah menetukan jadwal produksi,
menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran karyawan
baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkatkan bayaran karyawan. Karyawan non
2. Deontologi
Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung
jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari
tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan
sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi
kewajibannya. Menambah konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus
termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan
apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk
membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.
b. Penilaian Keputusan
Penilaian menunjukkan karakteristik berikut dihasilkan dari orang-orang yang memiliki
nilai-nilai jelas atau tidak jelas.
NILAI YANG TIDAK JELAS NILAI YANG JELAS
Apatis Mengetahui siapa mereka
Tidak bertanggung jawab Mengetahui apa yang merake mau
Tidak konsisten Positif
Penggebala (tidak tetap) Penuh tujuan
Tokoh pemeran Antusias
Tidak dapat mengambil keputusan Dapat mengambil keputusan
Baik secara individu maupun korporat adalah menguntungkan bagi kita untuk
mengembangkan seperangkat niali yang jelas, karena nilai-nilai yang membingungkan
akan menghasilkan keputusan etis yang membingungkan.
c. Aturan-aturan Etika
Analisis etika membawa kita pada dua konsep etika dasar, yang akan berlaku dalam
studi kasus saat ini. Pertama adalah aturan etika, Tingkat aturan etika berikutnya terdiri
atas aturan atau prinsip-prinsip yang keluar dari tradisi moral kita.
d. Utilitarianisme atau etika Titik Akhir
John Stuar Mill mengatakan bahwa, “untuk menentukan apakah suatu tindakan benar
atau salah, seorang harus berkonsentrasi pada kosekwensi yang mungkin terjadi-titik
akhir atau hasil akhir. Apa manfaat terbesar bagi jumlah terbesar?”
Hal ini mengarahkan pada analisis biaya-manfaat. Apakah manfaat membenarkan
biaya?. Dan untuk analisis resiko manfaat: apakah manfaat tidak membenarkan resiko
bisnis?
Dimulai dengan aturan-aturan etika dimana para pemangku kepentingan menguji
keputusan dengan mengajukan pertanyaan:
1 Apakah menguntungkan? (nilai pasar)
2 Apaah legal (atau sah)? (nilai hukum)
3 Apakah adil? (nilai social)
4 Apakah benar (nilai pribadi)
5 Apakah pengembangan tersebut akan berkelanjutan? (nilai lingkungan)
Leonard J. Brooks (2004). Business & Professional Ethics for Accountants. South-
Western College Publishing
Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing.
Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sukrisno Agus (2009). Etika Bisnis dan Profesi. Salemba Empat. Jakarta.
https://www.academia.edu/8343367/Resume_teori_etika_dan_prinsif_etis_dalam_bis
nis, di akses tanggal 15 September 2019.
Claude S. George, Jr (2005)