Anda di halaman 1dari 7

RMK TEORI ETIKA

ETIKA BISNIS DAN PROFESI


FAJAR SUJATMIKO
W100220022

A. Pengertian Etika

Kata etika memiliki beberapa makna, Webster’s Collegiate Dictionary yang


dikutip oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna
dasar dari kata etika, yaitu:

1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral
serta kewajiban.

2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai,

3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral,

4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.

Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai


dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa
etika memiliki peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan
yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang telah disepakati oleh masyarakat.

Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas


persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma
moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku
dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui
bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita
patuhi. Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-
alasan mengapa kita perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral
yang telah disepakati, melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan
kerangka untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.

B. Relativitas Moral Dalam Bisnis

Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan


pertama adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya
perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat
perusahaan tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa
tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku di semua
negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma moral yang berlaku di suatu negara
berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena bagaimanapun
mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap tidak
etis.

Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar
dalam arti tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya
norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di
negara sendiri harus diberlakukan juga di negara lain (karena anggapan bahwa di
negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan sendirinya). Pandangan ini
didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku
manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah manusia,
dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.

Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa


tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

C. Teori Etika Modern (Kognitivisme)

Ada beberapa teori etika modern , yaitu :

1. Utilitarisme

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat´. Menurut teori
ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme
(utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah
the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah
orang terbesar.

Terlepas dari daya tariknya, teori utilitarianisme juga mempunyai kelemahan, antara
lain:

a) Manfaat merupakan konsep yang kompleks sehingga penggunaannya sering


menimbulkan kesulitan. Masalah konsep manfaat ini dapat mencakup
persepsi dari manfaat itu sendiri yang berbeda-beda bagi tiap orang dan tidak
semua manfaat yang dinilai dapat dikuantifikasi yang berujung pada
persoalan pengukuran manfaat itu sendiri.

b) Utilitarianisme tidak mempertimbangkan nilai suatu tindakan itu sendiri, dan


hanya memperhatikan akibat dari tindakan itu. Dalam hal ini utilitarianisme
dianggap tidak memfokuskan pemberian nilai moral dari suatu tindakan,
melainkan hanya terfokus aspek nilai konsekuensi yang ditimbulkan dari
tindakan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa utilitarianisme tidak
mempertimbangkan motivasi seseorang melakukan suatu tindakan.

c) Kesulitan untuk menentukan prioritas dari kriteria etika utilitarianisme itu


sendiri, apakah lebih mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi
sejumlah orang atau jumlah terbanyak dari orang-orang yang memperoleh
manfaat itu walaupun manfaatnya lebih kecil.
d) Utilitarianisme hanya menguntungkan mayoritas. Dalam hal ini suatu
tindakan dapat dibenarkan secara moral sejauh tindakan tersebut
menguntungkan sebagian besar orang, walaupun mungkin merugikan
sekelompok minoritas. Dengan demikian, utilitarianisme dapat dikatakan
membenarkan ketidakadilan, yaitu bagi kelompok yang tidak memperoleh
manfaat.
2. Deontologi

Deontologi sendiri lebih melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi


perbuatan. Aliran besar pemikiran etika kedua adalah deontologi. Tokoh besar
aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804) (Ludigdo, 2007), sehingga disebut
juga sebagai Kantianisme. ´Deontologi´ ( Deontology) berasal dari kata dalam
Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan
pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan
tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu
juga baik.

3. Teori Hak

Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena hak berkaitan dengan kewajiban. Maka, teori hak pun cocok diterapkan
dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai lapisan
kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan
Immanuel Kant, bahwa manusia meruapakan suatu tujuan pada dirirnya (an end in
itself). Karena itu manusia harus selalu dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan
tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sarana demi tercapainya
suatu tujuan lain (Bertens, 2000).

4. Teori Keutamaan

Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap
atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori
keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat
sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral, misalnya :
Kebijaksanaan, Keadilan, Kerendahan hati, Suka bekerja keras.

D. Teori Etika Religius (Nonkognitivisme)

Pemikir besar Eropa dari kalangan kristen adalah Thomas Aquinas (1225-
1274). Menurut Aquinas, Tuhan adalah tujuan akhir manusia, karena Ia adalah nilai
tertinggi dan universal, dan karenanya kebahagiaan manusia tercapai apabila ia
memandang Tuhan.
Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap tuhan dan
semesta moral. Sejumlah aliran eksistensialisme religius kontemporer menolak
teisme tradisional. Umumnya menolak bentuk supernaturalisme dan
otoritarianisme. Sebagai gantinya landasan non teistik disampaikan dalam etika
tillich; atau teologi radikal yang melihat agama secara sekuler karena "Tuhan telah
mati" membuat etika lebih bersifat humanistik dan universal, serta eksesistensial.

Bagi etika keagamaan tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan


(St.Agustine), atau tebatasi oleh kebajikan (Plato), dan merupakan sumber dan
pendukung semuanilai.Etika relijius tradisional pada dasarnya bersifat deontologis,
yakni mendasarkan penekanan pada masalah tugas, kewajiban, atau memahami
kebenaran dalam bertindak. Etika bersifat agapistik, yakni berdasar pada cinta
Tuhan dan sesama manusia, meskipun unsur deontologis dan areteiki dapat
ditemukan didalamnya, termasuk unsur otoritarianisme dan supernaturalisme.

Dalam perspektif religius pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan


dialektika atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit
moralitas islam denga cara lebih langsung berakar pada AL-Qur’an dan Sunnah.
Dalam topik ini pengetahuan dan perbuatan menjadi unsur pencapain kebahagiaan.
Sumber utama pengetahuan adalah Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada
manusia melalui berbagai cara (Ludigdo, 2007).

E. Prinsip-prinsip Etika Dalam Bisnis

Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena
keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan
masing-masing pihak tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut.

Ada lima prinsip etika bisnis menurut Keraf (1994:71-75) diantaranya adalah :

1. Prinsip Otonomi.

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan


kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan
mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga
mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab
seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan,
konsumen, pemerintah, dan masyarakat.

2. Prinsip Kejujuran.

Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak,


mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan.
Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan
penipuan.

3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik.

Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau
menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal
tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.

4. Prinsip Keadilan.

Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang
di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri.

Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana


kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita
tidak ingin diperlakukan.

Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan
keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:

a. Kejujuran

Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting
yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak
akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor
yaitu hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap
kritis untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran
memang menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis
terdapat aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu
dicatat bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.

b. Fairness

Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua
orang dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.

c. Kepercayaan

Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis.


Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang memiliki
keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang
sama. Pebisnis yang memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya
sebagai orang yang bisa diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah
tidak semua orang dapat diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan
kita harus bersikap kritis. Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis.
Dalam setiap perusahaan hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi
semua karyawan, tetapi bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada
kepercayaan.

d. Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus bertahan
dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang
terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus
berani mengambil risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor
tidak diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar
dalam usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan
keberanian moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:

a. Keramahan

Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para


pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu
hakiki untuk setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis
mempunyai segi melayani sesama manusia.

b. Loyalitas

Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat


gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah
bagian dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia
bekerja.

c. Kehormatan

Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka


terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan
dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya
bagus.

d. Rasa Malu

Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.


Walaupun ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya
sal

Anda mungkin juga menyukai