Anda di halaman 1dari 20

I.

Pendahuluan

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos, ethos
yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos berarti susila, keadaban,
atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”.
Kata etik berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata
cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat berada dalam memelihara
hubungan baik sesama manusia. Menurut Hill dan Jones etika bisnis merupakan suatu ajaran
untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan pada setiap
pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis terkait
dengan masalah moral yang kompleks. Teori etika digunakan sebagai dasar dalam menilai
apakah tindakan seseorang secara moral dinyatakan benar atau salah. Seiring berkembangnya
teori etika, terdapat dua pendekatan dasar moral reasoning, yaitu teori deontologi dan teori
teleologi. Didalam berbisnis tidak hanya mengutamakan keuntungan saja namun harus
memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang ikut berperan dalam kegiatan bisnis tersebut
atau terkena dampak dari kegiatan bisnis, dalam menjalankan kegiatan bisnis shareholders
harus memperhatikan nilai moral dan sosial pada setiap kegiatan bisnis yang dilakukan, serta
bisa mempertanggung jawabkannya, agar bisnis bisa berjalan sesuai dengan fungsi dan
tujuannya.

Oeh karena itu maka akan dibahas :

1. Etika Normatif : Teori Deontologi, Teori Teleologi

2. Hakikat Bisnis

3. Karakteristik bisnis

4. Pergeseran paradigma dari pendekatan stockholders ke pendekatan stakeholders

5. Tanggung jawab moral dan sosial bisnis


II. Pembahasan

1.Etika Normatif

Etika Normatif adalah etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma
yang da-pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang
buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

1.1 Teori Deontologi (Etika Kewajiban)

Deontologi benar-benar melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi


perbuatan.”Deontologi” ( Deontology ) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani
yaitu: deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada
konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena
perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak
dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik.
Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatuyang dihasilkan
itu baik, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini
merupakan suatu keharusan. Menurut Etika Deontologi, sutau tindakan itu
dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari
tujuan atau akibat dari tindakan itu. aContohnya suatu jasa harus sebanding kualitasnya
dengan harga yang ditawarkan.

Atas dasar itu maka etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan
baik, dan watak yang kuat dari pelaku.Seperti yang dikatan Immanuel Kant (1734-
1804), kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun
juga.Maka, dalam menilai seluruh tindakan, kemauan baik harus selalu dinilai paling
pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.

Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

1.Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban.
2.Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah
dinilai baik.

3.Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal.

Selain memusatkan perhatian pada kewajiban, deotologi juga sekaligus memperhatikan


hak (moral rights) dengan alasan suatu tindakan perlu dilakukan sebab hak manusia.Teori hak
merupakan aspek pendekatan teori ini, sebab hak selalu berkaitan dengan kewajiban. Apa yang
menjadi kewajiban seseoang juga merupakan hak bagi orang lain. Seperti, hak untuk hidup,
hak kebebasan beragama, hak atas pendidikan hak atas pekerjaan, hak legal yang bersumber
dari norma hukum, hak-hak yang dinikmati sebagai warga negara.

Hak-hak yang dimiliki oleh setiap individu tidak mudah dilangggar dengan alasan
apapun. Memberikan kepada seseorang apa yang menjadi Haknya akan menyangkut aspek
keadilan (moral justice), sehingga juga menjadi perhatian dalam pendekatan deontologi.
Keadilan harus diberikan kepada semua orang tanpa memperhatikan siapa orangnya. Terdapat
3 (tiga) unsur hakiki dalam pengertian keadilan,yaitu (1) keadilan tertuju pada orang lain; (2)
keadilan merupakan kewajiban dan harus dilaksanakan, karena berkaitan dengan hak orang
lain; dan (3) keadilan menuntut peramaan (equality). Menurut De George ada berbagai jenis
keadilan (Satyanugraha, 2003:82), yaitu :

- Compensatory Justice : memberikan kompensasi atas kerugian atau ketidakadilan


yang menimpa seseorang.
- Retributive Justice : keadilan memberikan hukuman kepada seseorang yang telah
melanggar hukum.
- Procedural justice : prosedur,perjanjian, dan keputusan yang adil.
- Commutative justice : keadilan dalam bertransaksi.
- Distributive justice : keadilan dalam mendistribusikan manfaat dan beban
(dikenalkan oleh John Rawls).
Pendekatan lain yang ada dalam teori deontologi adalah Ethics of care (teori
memberi perhatian). Menuruut teori ini, memberi perhatian kepada orang atau pihak
yang mempunyai hubungan khusus (terutama hubungan ketergantungan) merupakan
kewajiban.Harus juga disadari tidak semua hubungan memiliki kedekatan dan benilai,
sehingga tidak semua hubungan memiliki kedekatan dan benilai, sehingga tidak semua
hubungan menimbulkan kewajiban moral untuk diberi kewajiban. Menurut Velasques
(Satyanugraha, 2003:86) etika perhatian memberikan penekanan pada dua tuntutan
moral, yaitu :
1. Setiap orang berada dalam suatu jaringan hubungan dan seharusnya
menjaga dan memelihara yang konkret dan bernilai dengan orang-orang
yang ada dalam jaringan itu.
2. Setiap orang seharusnya memberikan perhatian khusus kepada orang yang
memiliki hubungan khusus dengannya, seperti memperhatikan
kebutuhannya, nilainya, keinginan, dan kesejahteraan konkret.

1.2 Teori Teleologi (Etika Tujuan atau Manfaat)

Teleologi berasal dari bahas kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan,
maksud, dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala
sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Etika teleologi mengukur baik
dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan
itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa
diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang
dilakukan. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu
bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Walaupun
sebuah tindakan dinilai salah menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat
baik, maka tindakan itu dinilai baik. Namun dengan demikian, tujuan yang baik tetap
harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Menurut Kant, setiap norma
dan dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi. Jadi,
sejalan dengan pendapat Kant, etika teleologi lebih bersifat situasional karena tujuan
dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu.

Tujuan, hasil, sasaran, atau akibat bisa dilihat dari dua segi, yaitu apa dan untuk
apa tujuan, hasil, sasaran, atau akibat tersebut. Dari sudut pandang apa terdapat dua
versi teleogi, yaitu hedonisme (hedone, dalam bahasa Yunani berarti kenikmatan) dan
eudainonisme (daimon, berarti kebahagiaan) (Magnis, 1975:80;Bertens, 1997:235-
242).Dalam pembahasan tentang eudainonisme, Aristoles menyatakan bahwa setiap
tindakan manusia mempunyai tujuan, yaitu tujuan yang dicari demi tujuan selanjutnya
(tujuan antara) dan tujuan demi tujuan itu sendiri, misalkan orang belajar mengemudi
agar dapat mengendarai kendaraan ittu sendiri.

Jika dilihat dari sudut pandang sudut pandang untuk apa hasil dan akibat itu,
makan hedonisme dan eudaimonisme tergolong egois, sehingga disebut juga egoisme
etis. Dalam hubungan ini egosime ada dua yakni, egoisme hedonistik yang berlaku
kaidah “bertindaklah sedemikian rupa sehingga mencapai kenikmatan yang paling
besar bagimu atau menghindari emua ketidaknikmatan” dan egoisme eudaimonistik
ang berlaku kaidah “bertindaklah sedemikian rupa sehingga mencapai kebahagiaan
terbesar bagimu”. Selain itu egoisme juga dapat dibedakan menjadi egoisme yang
mencolok atau egoisme psikologis yang hanya melihat kepentingan/kenikmatan diri
sendiri; egoisme kelompok yang hanya melihat kepentingan/kenikmatan kelompok;
dan egoisme yang dicerahi (enlightened egoism) yang mengikuti standar moral yang
didasarkan pada pengejaran kepentingan diri sendiri dan kepentingan pihak lain melalui
negoisasi untuk kepentigan bersama (Pratley, 1997:180-202).

Pandangn egoisme yang dicerahi dianggap lebih tepat sebagai moral bisnis
karena menghargai hak-hak pihak luar yang berkepentingan. Secara spesifik, egosime
ini menuntut pelaku bisnis mengikuti standar moral yang didasarkan ata pengejaran
kepentingan diri sendiri dan pihak lain melalui negosiasi. Jadi transaksi yang dapat
diterima secara moral tidak hanya mengoptimalkan hasil untuk para pihak yang
bernegosiasi secara langsung, tetapi juga memperhitungkan kepentingan pihak lain,
sperti pemegang saham dan pekerja.

2. Hakikat Bisnis

Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja di tengah-tengah masyarakat


atau merupakan sebuah komunitas yang berada di tengah-tengah komunitas lainnya. Bisnis
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, mulai dari jaman prasejarah, abad
pertengahan, era merkantilisme, fisiokrat, klasik, sampai jaman modern sekarang ini (Rindjin,
2004:59). Bisnis merupakan realitas yang sangat kompleks. Kompleksitas bisnis berkaitan
langsung dengan kompleksitas masyarakat. Menurut Bertens (2000:13) bisnis sebagai
kegiatan sosial pada hakikatnya dapat dipandang dari 3 (tiga) sudut yang berbeda, yaitu sudut
pandang ekonomi, moral, dan hukum.

2.1 Sudut Pandang Ekonomis


Bisnis adalah salah satu kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini
adalah tukar-menukar, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan, dan
interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung. Bisnis berlangsung
sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan para pihak yang terlibat. Bisnis selalu
bertujuan memperoleh keuntungan dan perusahaan dapat disebut sebagai organisasi
yang didirikan untuk memperoleh keuntungan. Dengan cara cukup jelas, bisnis sering
dilukiskan sebagai “to provide products or services for a profit”.

Keuntungan atau profit hanya muncul dalam kegiatan ekonomi yang memakai
sistem keuangan. Dalam bisnis modern untung diekspresikan dengan uang. Pada
pertukaran barang dengan barang (barter) tidak diperoleh profit, walaupun para pihak
memperoleh manfaat. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus
memperoleh keuntungan finansial. Profit yang dihasilkan dalam kegiatan bisnis bukan
diperoleh secara kebetulan, tetapi melalui upaya-upaya khusus.

Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekonomi pasar bebas para
pengusaha memanfaatkan sumber daya yang langka untuk menghasilkan barang dan
jasa yang berguna bagi masyarakat. Produsen akan berusaha meningkatkan penjualan
sedemikian rupa sehingga hasil bersih yang diperoleh akan mengimbangi bahkan
melebihi biaya produksi. Para pemilik perusahaan mengharapkan laba yang bisa
dipakai untuk ekspansi atau tujuan lainnya. Hasil maksimal akan dicapai dengan
pengeluaran minimal. Atau dengan kata lain efisiensi merupakan kata kunci dalam
bisnis. Maksimisasi keuntungan sangat ditekankan dalam bisnis.

Dipandang dari sudut ekonomis, good business atau bisnis yang baik adalah
bisnis yang membawa banyak untung. Oleh karena itu dapatlah dimengerti apabila
pertimbangan ekonomis menjadi satu-satunya alasan dalam berbagai pengambilan
keputusan bisnis.

2.2 Sudut Pandang Moral

Dengan tetap mengakui peran sentral dari sudut pandang ekonomis dalam
bisnis, perlu ditambahkan sudut pandang lain dalam bisnis, yaitu moral. Mengejar
keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan tidak mengorbankan/merugikan pihak lain.
Kepentingan dan hak orang lain harus diperhatikan demi kepentingan bisnis itu sendiri.
Perilaku etis penting dalam bisnis untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
posisi finansial bisnis itu sendiri. Dari sudut pandang moral, bisnis yang baik bukan
saja bisnis yang menguntungkan, melainkan juga bisnis yang baik secara moral.
Perilaku yang baik dalam bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma
moral.

2.3 Sudut Pandang Hukum

Seperti halnya moral, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena


menetapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Peraturan hukum merupakan
kristalisasi atau pengendapan dari keyakinan moral. Dalam praktek hukum, banyak
masalah timbul dari kegiatan bisnis. Jika perilaku bisnis itu legal, maka dari sudut moral
juga dipandang baik. Bisnis harus menaati peraturan yang berlaku. Bisnis yang baik
berarti bisnis yang patuh pada hukum. Dari sudut pandang ekonomis, bisnis yang baik
adalah bisnis yang mendatangkan banyak untung. Indikator keuntungan sangat jelas,
yaitu bisa diketahui dari perhitungan laba (rugi). Dari sudut pandang hukum,
indikatornya juga cukup jelas, yaitu bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang tidak
melanggar hukum. Lalu apa yang bisa dijadikan indikator untuk menentukan baik
buruknya bisnis dari sudut pandang moral? Menurut Bertens (2000:28) terdapat tiga
tolok ukur yang dapat digunakan, yaitu:

1. Hati nurani.
Suatu perbuatan dikatakan baik jika dilakukan sesuai dengan hati nurani. Tindakan
yang bertentangan dengan hati nurani dapat menghancurkan integritas pribadi. Hati
nurani merupakan norma moral yang penting tetapi sifatnya sangat subjektif,
sehingga tidak terbuka bagi orang lain. Hati nurani hanya bisa dijadikan pegangan
kalau terbentuk dengan baik. Tidak semua yang dikatakan hati nurani bisa
diandalkan dari segi moral. Oleh karena itu, penilaian tidak dapat hanya dilakukan
dari sudut hati nurani saja, melainkan harus dilakukan bersamaan dengan norma-
norma lain.
2. Kaidah emas.
Cara yang lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah Kaidah
Emas yang secara positif berbunyi: “Hendaklah memperlakukan orang lain
sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan.” Atau bila dirumuskan secara
negatif akan menjadi: “Janganlah lakukan terhadap orang lain apa yang Anda
sendiri tidak ingin dilakukan orang lain terhadap Anda.” Misalnya, kalau tidak
ingin ditipu, janganlah menipu orang lain.
3. Penilaian masyarakat.
Cara lain yang paling ampuh digunakan untuk menilai perilaku moral adalah
dengan menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini disebut
juga audit sosial. Audit sosial menuntut adanya keterbukaan atau transparansi.
Perilaku yang kurang etis biasanya sengaja disembunyikan. Tingkah laku yang baik
secara moral, tidak akan takut dengan transparansi.Namun, sikap bisnis belum
terjamin etis, bila hanya dibatasi pada hukum saja.

3.Karakteristik Profesi Bisnis

Baru belakangan ini bisnis dianggap sebagai sebuah profesi. Profesi dirumuskan
sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup dengan menggunakan keahlian dan
keterampilan dengan melibatkan komitmen pribadi dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Bisnis modern mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang
profesional. Orang yang profesional umumnya adalah orang yang dapat dipercaya oleh
masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang menjadi profesinya. Semakin tajam persaingan,
semakin dituntut sikap profesional untuk membangun citra bisnis yang baik melalui pelayanan
kepada masyarakat. Bisnis merupakan kegiatan menjual citra kepada masyarakat dengan cara
memenuhi kebutuhan mereka secara prima, baik, dan jujur melalui penawaran barang dan jasa
yang bermutu dan harga yang wajar. Oleh karena itu, perlu dibangun citra bisnis sebagai suatu
profesi yang diperlukan dan dihargai.

Profesionalisme akhirnya menjadi keharusan dalam bisnis. Hanya saja sikap


profesionalisme dalam bisnis terbatas pada kemampuan teknis menyangkut keahlian dan
keterampilan yang terkait dengan bisnis: manajemen, produksi, pemasaran, keuangan,
personalia, dan seterusnya. Orang-orang yang profesional selalu berarti orang-orang yang
mempunyai komitmen pribadi yang tinggi, yang serius dalam pekerjaannya, yang
bertanggungjawab atas pekerjaannya agar tidak sampai merugikan orang lain.

Menurut Keraf (dalam Rindjin, 2004:63) suatu profesi yang diperlukan dan dihargai
mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Seseorang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus yang ia


peroleh
melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang membentuk profesinya, yang
membedakannya dengan orang lainnya. Barang atau jasa yang bermutu dan dengan
harga yang kompetitif hanya dapat dihasilkan oleh profesionalisme.
2. Terdapat kaidah dan standar moral. Pada setiap profesi selalu ada peraturan yang
menentukan bagaimana profesi itu dijalankan. Peraturan yang biasa disebut kode
etik ini sekaligus menunjukkan tanggungjawab profesional dalam melakukan
pekerjaan, seperti kode etik dokter, wartawan, pengacara, akuntan, dan sebagainya.
Untuk menjaga kemurnian dan ketepatan pelaksanaan kode etik ini, dibentuklah
organisasi profesi. Organisasi profesi ini berkewajiban menjaga nama baik
organisasi, melakukan seleksi anggota baru dan bila perlu memberikan sanksi
kepada anggota yang melanggar kode etik profesi.
3. Seseorang perlu memiliki izin khusus atau lisensi untuk bisa menjalankan suatu
profesi. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari orang-orang
yang tidak profesional. Tergantung dari jenis profesi, setelah seseorang memenuhi
persyaratan yang ditentukan dan telah melalui pengujian dan pemeriksaan yang
seksama sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ia akan diberi lisensi oleh
pemerintah atau organisai profesi.
4. Memberikan pelayanan pada masyarakat. Keuntungan harus dibayar sebagai
akibat logis dari pelayanan kepada masyarakat, bahkan ke ikutsertaan dalam
mensejahterakan masyarakat, adalah citra perusahaan yang baik.

4. Pergeseran Paradigma dari Pendekatan Stockholders ke Pendekatan Stakeholder

Shareholders atau stockholders paradigma merupakan sebuah paradigma dimana Chief


Executive Officer (CEO) berorientasi pada kepentingan pemegang saham. Pihak manajemen
sebagai pemegang mandat (agency) berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya untuk
menyenangkan dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham (principal). Seakan-akan
pemegang saham merupakan pihak yang paling berpengaruh bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Orientasi seperti ini mengakibatkan evalusi yang dilakukan atas pengelolaan bisnis
hanya dilihat dari aspek finansial. Prestasi manajemen hanya dilihat dari kemampuannya
menghasilkan laba. Hal ini mendorong manajemen menghalalkan berbagai cara demi mengejar
keuntungan. Tindakan demikian mengakibatkan adanya pihak - pihak lain yang dirugikan.

Paradigma stockholders kemudian mengalami pergeseran, karena pada kenyataannya


manajemen dihadapkan pada banyak kepentingan yang pengaruhnya perlu diperhitungkan
secara seksama. Bagaimanapun juga dalam kegiatan bisnis akhirnya muncul kesadaran bahwa
dalam usaha memperoleh laba, selain stockholders, wajib juga diperhatikan kepentingan pihak
– pihak lain yang terkena dampak kegiatan bisnis. Pihak berkepentingan (stakeholders) adalah
individu atau kelompok yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi tindakan, keputusan,
kebijakan, praktek, dan tujuan organisasi bisnis. Perusahaan berdiri ditengah – tengah
lingkungan. Lingkungan merupakan satu – satunya alasan mengapa bisnis itu ada.

Pendekatan stakeholders terutama memetakan hubungan – hubungan yang terjalin


kedalam kegiatan bisnis pada umumnya. Pendekatan ini berusaha memberikan kesadaran
bahwa bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak yang
terkaityang berkepentingan dengan suatu kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan dan dihargai.
Pendekatan ini bermuara pada prinsip tidak merugikan hak dan kepentingan manapun dalam
kegiatan bisnis. Hal ini menuntut agar bisnis dijalankan secara baik dan etis demi hak dan
kepentingan semua pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan bisnis. Adapun lingkungan yang
berada di sekitar perusahaan adalah pemegang saham, kelompok pendukung,media massa,
kelompok sosial, pemerintah asing, pemerintah setempat, pesaing, konsumen, pemasok,
pekerja, dan kreditur. Pada umumnya stakeholders dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:

4.1. Kelompok primer

Keompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham (stockholders), kreditur,
pegawai, pemasok, konsumen, penyalur, pesaing atau rekanan. Yang paling penting
diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis tentu saja adalah kelompok primer karena
hidup matinya atau berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
relasi yang saling menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer tersebut. Demi
keberhasilan dan kelangsungan bisnis, perusahaan tidak boleh merugikan satupun
kelompok stakeholders primer diatas. Dengn kata lain, perusahaan harus menjalin relasi
bisnis yang baik dan etis dengan kelompok tersebut, seperti jujur dan bertanggung
jawab dalam penawaran barang dan jasa, bersikap adil terhadap mereka, dan saling
memahami satu sama lain. Disinilah kita menemukan bahwa prinsip etika menemukan
tempat penerapannya yang paling konkret dan sangat sejalan dengan kepentingan bisnis
untuk mencari keuntungan.

4.2. Kelompok sekunder


Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya dan
masyarakat setempat.

Dalam situasi tertentu kelompok sekunder bisa sangat penting bahkan bisa jauh lebih
penting dari kelompok primer, karena itu sangat perlu diperhatikan dan dijaga kepentingan
mereka. Misalnya, kelompok sosial semacam LSM, baik dibidang lingkungan hidup,
kehutanan maupun hak masyarakt lokal. Demikian pula pemerintah nasional mupun asing.
Juga, media massa dan masyarakat setempat.

Dalam kondisi sosial, ekonomi, politik semmacam Indonesia, masyarakat setempat


bisasangat mempengaruhi hidup matinya perusahaan. Ketika suatu perusahaan beroperasi
tanpa memberikan kesejahteraan, nilai budaya, saran dan prasarna lokal, lapangan kerja
setempat dan lainnya, akan menimbulkan suasana sosial yang tidak kondusif dan tidak stabil
bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.

Jika ingin berhasil dan bertahan dalam bisnisnya, mka perusahaan harus pandai
menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok stakeholders tersebut secara
berimbang. Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memperhatikan kinerja dari aspek keuangan
semata, melainkan juga dari aspek – aspek lin secara berimbang. Balanced Scorecard yang
dkemukakan oleh Kaplan & Kaplan pada tahun 1970-an merupakan salah satu pendekatan
yang kini banyak digunakan dalam melakukan perencanaan strategi bisnis dan evaluasi kinerja
perusahaan. Balanced Scorecard menekankan perhatian secara berimbang antara kinerja dari
aspek internal dan eksternal, serta aspek finansial dan nonfinansial. Implementasi pendekatan
ini menunjukkan wujud nyata kesadaran bisnis akan pentingnya perhatian terhadap
stakeholders.
5. Tanggung Jawab Moral dan Sosial Bisnis

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility


adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan
adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadapkonsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada


argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya
keuntungan atau devidenmelainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan
lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Pengertian tanggung jawab social perusahaan atau CSR sangat beragam.


Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan
keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi
kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang
memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate
giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community
development.

Tanggung jawab perusahaan ( CSR ) yang baik CSR yang baik (good CSR)
memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency,
accountability, dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara
keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat
shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham
perusahaan.

Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang
saham minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat
dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan
kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.

5.1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

1. Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional

2. Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya


3. Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan
itu

Dalam membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika bisnis,


kita telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip etika yang penting.
Persoalan yang pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakah kondisi
bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang
memungkinkan kita menuntut agar seseorang bertanggung jawab atas tindakannya.

5.2. Status Perusahaan

Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:

1. Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya


berdasarkan hukum
2. Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh
mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton
Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York
Times Magazine,13-09-1970)

Perusahaan adalah sebuah badan hukum. Artinya perusahaan dibentuk


berdasarkan peraturan hukum tertentu dan disahkan dengan hukum atau legal tertentu.
Karena itu, keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum tertentu. Itu berarti
perusahaan adalah bentukan manusia, yang eksistensinya diikat berdasarkan aturan
hukum yang sah.

Sebagai badan hukum perusahaan mempunyai hak hak legal tertentu


sebagaimana yang dimiliki oleh manusia. Misalnya hak milik pribadi, hak paten, hak
atas milik tertentu, dan sebagainya. Sejalan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban
legal untuk menghormati hak legal perusahaan lain atau tidak boleh merampas hak
perusahaan lain. Ini hanyalah bentuk tanggung jawab legal.Anggapan bahwa
perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa
kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia
Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral
Sesungguhnya, pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul
tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan

5.3. Lingkup Tanggung jawab Sosial

1. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi


kepentingan masyarakat luas

2. Keuntungan ekonomis

Tanggung jawab social menunjukkan tanggung jawab perusahaan terhadap


kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepentingan
perusahaan belaka. Dengan konsep tanggung jawab social perusahaan mau dikatakan
bahwa kendati secara moral adalah baik bahwa perusahaan mengejar keuntungan, tidak
dengan sendirinya perusahaan dibenarkan untuk mencapai keuntungan itu dengan
mengorbankan kepentingan pihak-pihak lain. Artinya keuntungan dalam bisnis tidak
mesti dicapai dengan mengorbankan kepentingan pihak lain, atau kepentingan
masyarakat luas.

Dengan demikian dengan konsep tanggung jawab social dan moral perusahaan
mau dikatakan bahwa suatu perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dan
kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat,
serta lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi.

5.4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

1. Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya

Argument keras yang menentang keterlibatan perusahaan dalam


berbagai kegiatan social sebagai wujud tanggung jawab social perusahaan
adalah paham dasar bahwa tujuan utama, bahkan satu satunya, dari kegiatan
bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar besarnya. Selain itu, fungsi bisnis
ini adalah fungsi ekonomis, buka fungsi social. Artinya bisnis adalah kegiatan
ekonomi bukan kegiatan social

2. Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan


Yang mau dikatakan disini adalah bahwa keterlibatan social sebagai
wujud tanggung jawab social perusahaan akan menimbulkan minat dan
perhatian yang bermacam ragam, yang pada akhirnya akan mengalihkan,
bahkan mengacaukan para perhatian pimpinan perusahaan. Asumsinya
keberhasilan perusahaan dalam bisnis modern penuh persaingan yang ketat
sangat ditentukan oleh konsentrasi seluruh perusahaan, yang ditentukan oleh
konsentrasi pimpinan perusahaan, pada core businessnya.

3. Biaya Keterlibatan Sosial

Keterlibatan social sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan


malah dianggap memberatkan masyarakat. Alasannya, biaya yang dgunakan
untuk keterlibatan perusahaan itu bukan biaya yang disediakan oleh perusahaan
itu, melainkan biaya yang telah diperhitungkan sebagai salah satu komponen
dalam harga barang dan jasa yang ditawarkan dalam pasar.

4. Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial

Argument ini kembali menegaskan mitos bisnis amoral yang telah kita
lihat. Dengan argument ini mau dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan
tidak professional dalam membuat pilihan dan keputusan moral. Mereka hanya
professional dalam bidang bisnis dan ekonomi. Karena itu, perusahaan tidak
punya tenaga terampil yang siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan social
tertentu.

5.5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

1. Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah Setiap kegiatan


bisnis dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan. Ini tidak bisa disangkal.
Namun dalam masyarakat yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan
masyarrakat terhadap bisnis pun ikut berubah. Karena itu, untuk dapat bertahan
dan berhasil dalam persaingan bisnis modern yang ketat sekarang ini, para
pelaku bisnis semakin menyadari bahwa mereka tidak bisa begitu saja hanya
memusatkan perhatian pada upaya mendatangkan keuntungan yang sebesar
besarnya.

2. Terbatasnya Sumber Daya Alam Argument ini didasarkan pada kenyataan


bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Bisnis justru
berlangsung dalam kenyataan ini, dengan berupaya memanfaatkan secara
bertanggungjawab dan bijaksana sumber daya alam yang terbatas itu demi
memenuhi kebutuhan manusia. Maka bisnis diharapkan melakukan kegiatan
social tertentu yang terutama bertujuan untuk memelihara sumber daya alam.

3. Lingkungan Sosial yang Lebih Baik Bisnis berlangsung dalam suatu


lingkungan social yang mendukung kelangsungan dan keberhasilan bisnis itu
dimasa depan. Ini punya implikasi etis bahwa bisnis mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab moral dan social untuk memperbaiki lingkungan sosialnya kea
rah yang lebih baik. Semakin baiknya lingkungan sosialnya dengan sendirinya
akan memperbaiki iklim bisnis yang ada.

4. Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan Keterlibatan social


khususnya, maupun tanggung jawab social perusahaan secara keseluruhan, juga
dilihat sebagai suatu pengimbang bagi kekuasaan bisnis modern yang semakin
raksasa dewasa ini

5. Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna

6. Keuntungan Jangka Panjang

6.6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan,


adalah bahwa struktur mengikuti strategi

2.Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari


organisasi atau perusahaan itu

3.Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan


dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi
yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit
Sosial

Saat ini sudah banyak perusahaan yang menerapkan program program tanggung
jawab sosial. Mulai dari perusahaan yang terpaksa menjalankan program tanggung
jawab sosial-nya karena peraturan yang ada, sampai perusahaan yang benar-benar
serius dalam menjalankan program tanggung jawab sosial dengan mendirikan yayasan
khusus untuk program program tanggung jawab sosial mereka. Berdasarkan konsep
Triple Bottom Line (John Elkington, 1997) atau tiga faktor utama operasi dalam
kaitannya dengan lingkungan dan manusia (People, Profit, and Planet), program
tanggung jawab sosial penting untuk diterapkan oleh perusahaan karena keuntungan
perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan.
III.Simpulan

Etika Normatif merupakan norma-norma yang da-pat menuntun agar


manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan
kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Teori Deontologi
kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan, sedangkan
Teori teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang
ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu. Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja di tengah-tengah
masyarakat atau merupakan sebuah komunitas yang berada di tengah-tengah komunitas
lainnya. Menurut Bertens (2000:13) bisnis sebagai kegiatan sosial pada hakikatnya
dapat dipandang dari 3 (tiga) sudut yang berbeda, yaitu sudut pandang ekonomi, moral,
dan hukum. Profesi dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah hidup
dengan menggunakan keahlian dan keterampilan dengan melibatkan komitmen pribadi
dalam melakukan pekerjaan tersebut. Bisnis modern mensyaratkan dan menuntut para
pelaku bisnis untuk menjadi orang yang profesional. Orang yang profesional umumnya
adalah orang yang dapat dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang
menjadi profesinya. Shareholders atau stockholders paradigma merupakan sebuah
paradigma dimana Chief Executive Officer (CEO) berorientasi pada kepentingan
pemegang saham. Pihak manajemen sebagai pemegang mandat (agency) berusaha
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya untuk menyenangkan dan meningkatkan
kemakmuran pemegang saham (principal). Seakan-akan pemegang saham merupakan
pihak yang paling berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Tanggung jawab
Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa
organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu
tanggung jawab terhadapkonsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
REFRENSI

http://julia.staff.ipb.ac.id/2013/01/11/kode-etik-bidang-information-teknologi-etika-
profesi/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/kode-etik-berbagai-macam-profesi/

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta : Salemba Empat.

Dewi, Sutrisna. 2011. Etika Bisnis : Konsep Dasar Implementasi & Kasus. Denpasar :
Udayana University Press.
TEORI ETIKA DAN PROFESI BISNIS

NAMA: NIM:
1. MADE DITA DESI ARISTA 1607532007
2. KADEK SASWATA ABHIMANA NEGARA 1607532008

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR, BALI
2017

Anda mungkin juga menyukai