Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengetian Etika
Kata etika memiliki beberapa makna. Webster’s Collegiate Dictionary yang dikutip
oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna dasar dari kata
etika, yaitu: 1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral serta
kewajiban. 2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai, Sebuah teori atau sistem atas
nilai-nilai moral, Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok. Sedangkan
menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa etika memiliki peranan penting dalam
mengestimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang
telah disepakati oleh masyarakat. Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya
dilakukan sebatas persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar.
Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku
dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa
dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Untuk itu,
pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita perlu
berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang telah disepakati, melahirkan
suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya
keputusan moral kita.
Relativitas Moral Dalam Bisnis
Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan pertama
adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya perusahaan harus
mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat perusahaan tersebut
beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa tidak ada nilai dan norma moral
yang bersifat universal yang berlaku di semua negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma
moral yang berlaku di suatu negara berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena
itu, menurut pandangan ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena
bagaimanapun mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap
tidak etis. Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar dalam
arti tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya norma dan nilai
moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di negara sendiri harus

1
diberlakukan juga di negara lain (karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti
berlaku dengan sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas
menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh
manusia adalah manusia, dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap
berlaku. Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak
ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

B. Teori Etika Modern (Kognitivisme)

Ada beberapa teori etika modern , yaitu :

1. Utilitarisme.
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat´. Menurut teori ini,
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu harus menyangkut
bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Menurut suatu
perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest
number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
Terlepas dari daya tariknya, teori utilitarianisme juga mempunyai kelemahan, antara lain: a)
Manfaat merupakan konsep yang kompleks sehingga penggunaannya sering menimbulkan
kesulitan. Masalah konsep manfaat ini dapat mencakup persepsi dari manfaat itu sendiri yang
berbeda-beda bagi tiap orang dan tidak semua manfaat yang dinilai dapat dikuantifikasi yang
berujung pada persoalan pengukuran manfaat itu sendiri. b) Utilitarianisme tidak
mempertimbangkan nilai suatu tindakan itu sendiri, dan hanya memperhatikan akibat dari
tindakan itu. Dalam hal ini utilitarianisme dianggap tidak memfokuskan pemberian nilai
moral dari suatu tindakan, melainkan hanya terfokus aspek nilai konsekuensi yang
ditimbulkan dari tindakan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa utilitarianisme tidak
mempertimbangkan motivasi seseorang melakukan suatu tindakan. c) Kesulitan untuk
menentukan prioritas dari kriteria etika utilitarianisme itu sendiri, apakah lebih
mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi sejumlah orang atau jumlah terbanyak dari
orang-orang yang memperoleh manfaat itu walaupun manfaatnya lebih kecil. d)
Utilitarianisme hanya menguntungkan mayoritas. Dalam hal ini suatu tindakan dapat
dibenarkan secara moral sejauh tindakan tersebut menguntungkan sebagian besar orang,
walaupun mungkin merugikan sekelompok minoritas. Dengan demikian, utilitarianisme dapat
dikatakan membenarkan ketidakadilan, yaitu bagi kelompok yang tidak memperoleh manfaat.

2
2. Deontologi.

Deontologi sendiri lebih melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi


perbuatan. Aliran besar pemikiran etika kedua adalah deontologi. Tokoh besar aliran ini
adalah Immanuel Kant (1724-1804) (Ludigdo, 2007), sehingga disebut juga sebagai
Kantianisme. ´Deontologi´ ( Deontology) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon
yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal
ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan
dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi
menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi
perbuatan itu juga baik.

3. Teori Hak

Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan
dengan kewajiban. Maka, teori hak pun cocok diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam
arti, semua manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama.
Seperti yang diungkapkan Immanuel Kant, bahwa manusia meruapakan suatu tujuan pada
dirirnya (an end in itself). Karena itu manusia harus selalu dihormati sebagai suatu tujuan
sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sarana demi tercapainya
suatu tujuan lain (Bertens, 2000).

4. Teori Keutamaan

Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau
akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori keutamaan
sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur
perbuatan dengan prinsip atau norma.

Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : diposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral, misalnya :
Kebijaksanaan, Keadilan, Kerendahan hati, Suka bekerja keras. D. Teori Etika Religius
(Nonkognitivisme) Pemikir besar Eropa dari kalangan kristen adalah Thomas Aquinas (1225-
1274). Menurut Aquinas, Tuhan adalah tujuan akhir manusia, karena Ia adalah nilai tertinggi

3
dan universal, dan karenanya kebahagiaan manusia tercapai apabila ia memandang Tuhan.
Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap tuhan dan semesta moral.
Sejumlah aliran eksistensialisme religius kontemporer menolak teisme tradisional. Umumnya
menolak bentuk supernaturalisme dan otoritarianisme. Sebagai gantinya landasan non teistik
disampaikan dalam etika tillich; atau teologi radikal yang melihat agama secara sekuler
karena "Tuhan telah mati" membuat etika lebih bersifat humanistik dan universal, serta
eksesistensial. Bagi etika keagamaan tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan
(St.Agustine), atau tebatasi oleh kebajikan (Plato), dan merupakan sumber dan pendukung
semua nilai. Etika relijius tradisional pada dasarnya bersifat deontologis, yakni mendasarkan
penekanan pada masalah tugas, kewajiban, atau memahami kebenaran dalam bertindak. Etika
bersifat agamistik, yakni berdasar pada cinta Tuhan dan sesama manusia, meskipun unsur
deontologis dan areteiki dapat ditemukan didalamnya, termasuk unsur otoritarianisme dan
supernaturalisme. Dalam perspektif religius pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan
dialektika atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas
islam denga cara lebih langsung berakar pada AL-Qur’an dan Sunnah. Dalam topik ini
pengetahuan dan perbuatan menjadi unsur pencapain kebahagiaan. Sumber utama
pengetahuan adalah Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada manusia melalui
berbagai cara (Ludigdo, 2007).

C. Prinsip-prinsip Etika Dalam Bisnis

Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk
saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing pihak
tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut.
Ada lima prinsip etika bisnis menurut Keraf (1994:71-75) diantaranya adalah :
1. Prinsip Otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil
keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya
tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat. Contoh
ketika setiap karyawan yang melakukan suatu kesalahan, mayoritas perusahaan akan
menyalahkan karyawan tersebut tanpa mempertimbangkan peran manajer diatasnya.
2. Prinsip Kejujuran.

4
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu
barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling
problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan. Contoh di E-
Commercee saat ini banyak sekali oknum pedagang yang memajang foto produk yang bagus
padahal saat produk dikirim ke konsumen berbeda dengan foto di E-Commercee
3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik.
Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau
menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis. Contoh saat pelayanan di
Bank, Teller wajib berbuat sebaik mungkin agar nasabah betah dan tetap bertransaksi di Bank
mereka tanpa peduli penampilan dan jumlah transaksi nasabah.
4. Prinsip Keadilan.
Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana
prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya. Contoh disaat para Driver Ojek
telah kita pesan sesuai aplikasi, maka Driver tersebut akan mengantar kita sesuai pesanan
yang kita buat dalam aplikasi.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri.
Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin
diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin
diperlakukan. Contoh saat kita di Pasar Tradisional seringkali kita jumpai pedagang yang
terkesan memaksa kita untuk membeli produk mereka dan hal ini seringkali menjadi
gangguan terhadap beberapa individu.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon (1993)
dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis individual dan
keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan keutamaan pelaku bisnis
individual, yaitu:
a. Kejujuran.
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang
harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu hendaklah
pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis untuk
menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang menuntut adanya
keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat aspek-aspek tertentu yang

5
tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa setiap informasi yang tidak
benar belum tentu menyesatkan juga.
b. Fairness.
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan
dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat
dalam suatu transaksi.
c. Kepercayaan.
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan
harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pembisnis yang memiliki keutamaan ini boleh
mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pembisnis yang memiliki
kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa diandalkan. Catatan
penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat diberi kepercayaan dan dalam
memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis. Kadang kala juga kita harus selektif
memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan hendaknya terdapat sistem pengawasan yang
efektif bagi semua karyawan, tetapi bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada
kepercayaan.
d. Keuletan.
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pembisnis harus bertahan dalam
banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang seru
tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani mengambil risiko kecil
ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak diramalkan sebelumnya. Ada
kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya. Keuletan dalam bisnis itu
cukup dekat dengan keutamaan keberanian moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:
a. Keramahan.
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan, tapi
menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk setiap
hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi melayani sesama
manusia. Contohnya dalam pelayanan di Bank Konvensional yang selalu mengutamakan
keramahan disetiap tindakan mereka.
b. Loyalitas.
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji,
tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian dari

6
perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja. Contohnya dalam
bidang sosial dimana bidang ini memiliki peran penting pada masyarakat tetapi jarang
mendpat imbalan yang sesuai.
c. Kehormatan.
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka
dan duka serta sukses dalam kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan dirasakan sebagai
sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya bagus. Contohnya dalam
beberapa perusahaan seringkali karyawan merasa terbebani apabila penjualan mereka
menurun sehingga mereka terpacu untuk lebih semangat sehingga mendapat hak mereka
secara penuh.
d. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun ia
sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah. Contohnya saja
seperti salah dalam penempatan harga di Minimarket bisa berdampak buruk pada karyawan
bahkan pemilik Minimarket tersebut.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika ( sebagai praktisi ) adalah moral /moralitas yang mengandung adat istiadat,
kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
Prinsip / nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang
berbeda-beda dan untuk situasi yang berbeda pula.
Teori etika berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat istiadat kebiasaan,
nilai-nilai dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.

8
Daftar Pustaka
Bartens, K.,2000.,Pengantar Etika Bisnis.,edisi ke-12.,Yogyakarta:Kanisius,

http://.dokumen.tips/dokuments/teori-etika-dan-prinsip-etis-dalam-bisnis-
5659cf9615db.html.,diakses tanggal 29 September 2016.,20.03 Wib.

Anda mungkin juga menyukai