INTRODUCTION
Seiring dengan berkembangnya perekonomian yang saat ini mengarah pada era globalisasi, maka
kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat.
Pengaruh globalisasi juga menuntut para pelaku profesi akuntansi untuk lebih meningkatkan
profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus dapat memberikan jasa kualitas terbaik dengan
kemampuan dan keahlian khusus dalam suatu profesi, selain itu untuk menjalankan suatu profesi
sangatlah penting adanya etika profesi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika, yang
dalam bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu ethos yang berarti kebiasaan atau adat, dan
ethikos yang berarti perasaan batin atau kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam
bertingkah laku. Etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang
dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap
akuntan harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam
menyelesaikan laporan keuangan kliennya.Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan
berperilaku secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan.
Salah satu riset dari Agung Wibowo, 2016 yang berjudul Pengaruh Kode Etik Akuntan,
Personal Ethical Philosophy, Corporate Ethical Value Terhadap Persepsi Etis dan Pertimbangan
Etis Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta)memfokuskan pada
komponen pertama dan kedua dari empat proses psikologi dasar, yaitu sensitivitas etis dan
pertimbangan etis. Tujuan penelitian iniadalah menguji secara empiris pengaruh dari kode etik
pertimbangan etis auditor. Populasi penelitian ini adalah para auditor yang bekerja pada kantor
akuntan publik (KAP) di Jakarta. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Sebuah sampel yang terdiri atas 52 auditor telah digunakan untuk
menginvestigasi efek dari kode etik akuntan, serta personal ethical philosophy dan corporate
Selain itu, Hossein Yarahmadi, 2015 seorang praktisi akuntan di bidang perpajakandalam
risetnya yang berjudul Ethics in Accounting juga melakukan penelitian terkait dengan etika
akuntansi dan profesi di dalam penelitiannya seorang akuntan harus menyajikan laporan
keuangan yang real, reliable, jujur dan tidak bias. Penelitian ini menggunakan studi literature
untuk membandingkan dan mendapatkan berbagai informasi terkait professional ethos dan etika
seorang akuntan.
Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan berperilaku secara benar dan tidak
melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Meski begitu terkadang pelanggaran tetap saja
terjadi. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan dalam menerapkan etika
secara memadai. Oleh karena itu pada era saat ini mulai banyak berkembang penelitian terkait
dengan etika dan profesi akuntansi seperti pada contoh riset diatas.
REVIEW OF LITERATURE
Tujuan
Para silfuf telah didedikasikan untuk penelitian etika perilaku selama berabad-abad. Ide-ide,
konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sudah lama dikenali sebagai ujian untuk
penilaian aktivitas korporat dan personal. Saat ini, dapat dipahami bahwa etikalitas (ethicality)
strategi-strategi dan tindakan-tindakan korporasi dan individual tidak diberikan kesempatan.
Konsekuensinya, para direktur, eksekutif, dan akuntan profesional memerlukan kewaspadaan
terhadap parameter etika yang diharapkan, dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi
mereka.
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku
ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk
menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip
yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai
yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita lakukan dan tindakan apa
tindakan yang dihindari.
Keputusan berasal dari kepercayaan terhadap apa yang diharapkan oleh norma-norma, nilai-
nilai, dan pencapaian, serta bahwa penghargaan dan sanksi diberikan untuk tindakan tertentu. Dilema
etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik, dan terdapat beberapa tindakan
alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini berarti pengambil keputusan harus membuat sebuah pilihan.
Tidak seperti keputusan yang jelas, dilema etika tidak memiliki standar objektif. Oleh karena itu, kita
harus menggunakan kode etik yang bersifat subjektif.
Pada pengertian pertama, kita berbicara tentang etika Budha atau Kristen, pada pengertian
kedua, kita berbicara tentang etika profesional dan perilaku yang tidak beretika. Pada pengertian
ketiga, etika adalah cabang filsafat yang sering diberi nama khusus metaethics.
Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy sebagai istilah yang
mengandung empat karakteristik:
(2) Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan, atau kelayakan untuk
mengejar kepentingan diri sendiri;
(3) Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya
(4) Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah.
Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas dengan menggunakan empat teori
etika utama yang diterapkan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis dalam lingkungan
bisnis yaitu utilitarianisme, deontologi, kesetaran dan keadilan kewajaran, serta etika kebajikan.
Setiap teori memberikan penekanan yang berbeda pada keempat karakteristik tersebut. Sebagai
contoh, utilitarianisme menakankan pentingnya aturan dalam mengejar apa yang baik atau
diinginkan, sedangkan deontology memeriksa motif dari pengambilan keputusan etis. Etika kebajikan
cenderung untuk mempelajari manusia dengan cara yang lebih holistik, yang mengacu pada sifat
kemanusiaan. Meskipun setiap teori menekankan aspek kode etik yang berbeda, semua teori tersebut
memiliki banyak fitur-fitur umum, terutama kepedulian terhadap apa yang seharusnya dan yang tidak
seharusnya dilakukan.
Sebagian besar orang, sepanjang waktu, mengetahui perbedaan yang benar dan salah. Dilema
etika jarang sekali melibatkan pemilihan diantara kedua alternatif yang sebenarnya. Sebaliknya,
dilema etika biasanya muncul karena tidak adanya pilihan yang seluruhnya benar. Sebaliknya, ada
alasan-alasan kuat untuk setiap alternatif, jadi terserah kepada individu untuk memutuskan alternatif
mana yang akan dipilih.
Figur 3.1 Proses Penalaran Etika Karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu untuk
benar-benar melakukan apa yang diketahuinya sebenarnya meliputi kesalahan pemahaman tentang
bisnis, komitmen berlebihan untuk perusahaan, dan ketidakdewasaan etika. Ada berbagai tindakan-
tindakan loyalitas lain yang sesat bagi perusahaan. Walaupun demikian, kendala pribadi yang paling
penting adalah ketidakdewasaan etika. Seperti kematangan fisik, kedewasaan etika datang seiring
dengan usia dan pengalaman.
Etika dan Bisnis Pemahaman selama ini tentang bisnis yang haruslah menguntungkan
mengakibatkan perusahaan selalu mengutamakan keuntungan. Akibatnya, tujuan utama dari
perusahaan yang mencari keuntungan adalah untuk tetap bertahan dalam bisnis. Hal itu dilakukan
dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien. Hal
tersebut merupakan tujuan mendasar dari bisnis, tetapi bukan satu-satunya tujuan, dan tidak boleh
dikejar dengan biaya sebesar apapun. Laba adalah konsekuensi dari melakukan bisnis dengan baik.
Akan tetapi, bisnis juga harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku sebagai batas minimal.
Tanggung jawab bisnis yang ketiga dan keempat adalah harus bertanggung jawab secara etika dan
sosial.
Tiga penjelasan paling umum mengapa individu harus beretika didasarkan pada pandangan
tentang agama, hubungan kita dengan orang lain, dan persepsi kita tentang diri kita sendiri. Seperti
yang telah disebutkan, salah satu definisi dari etika adalah hal itu ada kaitannya dengan pola
bagaimana kita harus menjalani hidup kita berdasarkan prinsip-prinsip agama.
Lainnya percaya bahwa etika tidak ada hubungannya dengan agama. Sebaliknya etika
berhubungan dengan bagaimana kita menghargai orang lain, ditunjukkan melalui kasih, simpati,
kebaikan, dan sejenisnya. Kita adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dengan orang lain.
Sementara itu, yang lain percaya bahwa kita berperilaku etis karena kepentingan pribadi.
Pandangan terakhir ini menarik bagi banyak pengusaha. Karakteristik pertama dari moralitas,
sebagaimana didefiniskan sebelumnya, berkaitan dengan keyakinan tentang sifat orang. Walapun kita
hidup dengan orang lain dalam masyarakat, masing-masing diri kita menjalani hidup pribadi yang
unik. Namun, ada perbedaan antara kepentingan pribadi dan keegoisan. Keegoisan hanya menyangkut
individu, dan menempatkan kebutuhan dan kepentingan individu diatas kebutuhan dan kepentingan
orang lain. Sebaliknya, kepentingan pribadi adalah suatu ketertarikan terhadap kepentingan diri,
bukan untuk diri sendiri. Kepentingan sendiri lebih mengacu kepada ketertarikan kepada seluruh
kepentingan yang berkaitan dengan individu, misalnya keluarga, teman-teman, dan lainnya.
Kepentingan pribadi memiliki hubungan erat dengan perilaku ekonomi. Kepentingan Pribadi
dan Ekonomi Konsep kepentingan pribadi memiliki tradisi panjang dalam filosofi empiris Inggris
untuk menjelaskan keharmonisan sosial dan kerja sama ekonomi. Thomas Hobbes (1588-1679)
berpendapat bahwa kepentingan pribadi memotivasi orang untuk membentuk masyarakat sipil yang
damai. Ia mulai dengan pengamatan bahwa orang-orang memiliki beberapa keinginan alami,
perlindungan diri. Orang juga didorong oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek mereka
Beberapa orang mungkin menginginkan hal yang baik sekarang dan bersedia untuk mendapatkannya
dengan cara apapun. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan perang dan konflik karena orang
bersaing untuk hal yang sama. Ketika orang-orang didorong oleh keinginan pribadi mereka, hal anarki
mungkin saja terjadi. Jika tindakan anarki terjadi, maka tidak ada kesejahteraan ekonomi dan tatanan
sosial yang beradab. Perdamaian, sebaliknya merupakan ketertarikan jangka panjang terpenting bagi
setiap orang. Perdamaian berarti menerima aturan yang membatasi kebebasan individu. Orang tidak
akan dapat lagi mengejar tujuan pribadi mereka ketika tujuan tersebut akan memberi pengaruh negatif
terhadap orang lain.
Adam Smith (1723-1790 berpendapat bahwa kepentingan pribadi mengarah pada kerja sama
ekonomi. Ia mengamati bahwa pembeli dan penjual tertarik untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan masing-masing. Dalam pasar yang sempurna, pembeli dan penjual bernegosiasi menuju
keseimbangan Pareto optimal, apa yang disebut Smith sebagai harga alami. Ketika keseimbangan
pasar bebas terjadi, baik penjual maupun pembeli dapat dengan bebas dan tanpa paksaan masuk dan
Seseorang yang memiliki keinginan pribadi maka akan berusaha untuk mengenali emosi orang
lain dan berusaha untuk membangun hubungan baik dengan orang lain. Kita menginginkan
penerimaan mereka dan tidak menginginkan celaan mereka. Hal ini menjadi dasar untuk bertindak
penuh kebajikan dan keadilan sosial. Bagi Smith, individu tidak bertindak keluar dari batas keegoisan,
tetapi sedikit keluar dari simpati untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, etika perilaku
didasarkan pada sentiment terhadap simpati, yang selanjutnya membatasi kepentingan pribadi yang
tak terkendali. Bagaimana hal ini berhubungan dengan teori ekonominya? 1). Ekonomi merupakan
kegiatan kerja sama sosial Penjual dan pembeli bekerja demi tujuan umum, memuaskan kebutuhan
mereka pada harga yang disepakati bersama. Bisnis merupakan aktivitas sosial, dan masyarakat
beroperasi dengan prinsip-prinsip etika. 2). Pasar bersifat kompetitif, bukan permusuhan Perdagangan
bergantung pada permainan yang adil, menghormati kontrak, dan kerja sama yang saling
menguntungkan. Akhirnya, etika membatasi oportunisme ekonomi. Etika menjaga batas keegoisan
dan keserakahan tak terkendali tetap berada dalam jalurnya. Menurut Smith, individu mengikuti
pedoman etika demi kebaikan masyarakat. Secara analogi, mereka juga harus mengikuti pedoman
etika demi kebaikan perekonomian.
Bisnis, etika, dan hukum dapat dilihat sebagai tiga lingkaran yang saling memotong dalam
diagram Venn seperti yang ditunjukkan pada figure 3.2. Area 1 merupakan aspek kegiatan usaha yang
tidak tercakup oleh hukum atau etika. Contoh: di Amerika Utara, asset disajikan pada sisi kiri neraca,
sedangkan kewajiban dan ekuitas pemilik berada di sebelah kanan. Konvensi ini tidak memiliki
hubungan dengan etika dan hukum, dan penyajian asset, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada neraca
Inggris berbeda. Area 2 mencakup hukum yang tidak berhubungan dengan etika atau bisnis. Contoh,
mengemudi di sisi kanan jalan adalah hukum yang tidak berhubungan dengan etika atau bisnis.
Mengemudi di sisi kanan jalan adalah hukum kenyamanan, sehingga orang tidak bersinggung satu
sama lain. Area 3 merupakan etika larangan yang tidak berhubungan dengan bisnis dan tidak legal.
Berbohong atau menipu pasangan akan menjadi contoh. Area 4 meakili berbagai hukum, dan
peraturan yang harus diikuti perusahaan, undang-undang yang disahkan oleh pemerintah, lembaga-
Keputusan etis berkaitan dengan benar atau salah ketika keputusan tersebut mengakibatkan
keputusan yang positif atau negative. Keputusan yang baik, secara etika memberikan hasil yang
positif, sedangkan keputusan yang buruk secara etika menghasilkan sesuatu yang kurang positif atau
konsekuensi negatif. Dengan kata lain, penilaian benar dan salah, atau kebenaran etika hanya
didasarkan pada apakah hal baik atau buruk terjadi atau tidak. Teleologi memiliki artikulasi yang jelas
dalam utilitarianisme. Dalam Utilitarianism, Mill menulis kredo yang diterima seperti landasan
moral, utilitas, atau prinsip kebahagiaan terbesar (Greatest Happines Principle), menyatakan bahwa
tindakan merupakan hal yang benar sesuai porsinya jika cenderung untuk meningkatkan kebahagiaan,
salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan.
Utilitarianisme mendefinisikan bahwa tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang
menghasilkan sejumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit. Berbeda dengan Utilitarianisme
Epicurus (341-270 SM) menyatakan bahwa tujuan hidup adalah keamanan dan kesenangan
abadi, sebuah kehidupan dimana rasa sakit diterima jika rasa sakit itu menyebabkan kesenangan yang
lebih besar, dan kesenangan akan ditolak jika menyebabkan rasa sakit yang lebh besar. Jika
menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perspektif yang luas tentang
siapapun, dalam masyarakat, tidak hanya memihak salah satu pihak. Akhirnya, para pengambil
keputusan harus tidak memihak dan tidak memberi beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika
menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi dari sebuah keputusan.
Dalam dunia bisnis, menghalalkan segala cara kerap dilakukan, contohnya dengan keputusan
CEO yang memiliki dampak mendalam bagi kehidupan orang lain, seperti limbah beracun, produk
Prinsip politik-tujuan akhir menghalalkan cara-bukan teori etika. Pertama, prinsip tersebut salah
mengasumsikan bahwa cara dan tujuan setara secara etika, dan kedua, prinsip tersebut salah
mengasumsikan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir. Hal yang lebih penting,
tujuan menghalalkan cara sering menyiratkan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir
atau bahwa jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua sarana yang ada setara secara
etika.
Utilitarinisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan, sakit dan
penderitaan bisa diukur dengan uang. Akuntan sangat pandai mengukur transaksi ekonomi, karena
mereka mempunyai uang sebagai standar pengukuran yang seragam. Namun, tidak ada pengukuran
umum untuk kebahagiaan.
Masalah distribusi dan integritas terhadap kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk
menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan itu kepada sebanyak mungkin orang. Haruskah CEO
menaikkan sedikit upah tapi merata kepada semua karyawan, yang akan membuat mereka sedikit
lebih bahagia atau dengan menggandakan gaji dari tim manajemen puncak ? 3. Masalah ruang
lingkup. Seberapa banyak orang yang harus disertakan? Contohnya pemanasan global dan polusi.
Kebahagiaan jangka pendek generasi sekarang bisa berimbas pada penderitaan generasi mendatang.
Hal ini telah digambarkan Al Gore dalam buku dan videonya Inconvenient Truth, dimana ia
menunjukkan bagaimana polusi menyebabkan pemanasan global dan bahwa kita mencapai titik
Immanuel Kant (1724-1804) memberikan artikulasi yang jelas dari teori ini dalam risalahnya
Groundwork of the Metaphysicsof Moral. Bagi Kant, satu-satunya baik yang tanpa pengecualian
hanyalah iktikad baik, iktikad ini mengikuti alasan apa yang menentukan tanpa memedulikan
konsekuensinya pada diri sendiri.
Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas. 1) Imperatif Kategoris (Categorical
Imperative) . Saya aeharusnya tidak pernah bertindak kecuala saya juga bisa membuat maksim saya
menjadi hukum universal. Hal tersebut merupakan prinsip tertinggi moralitas.
Ada dua aspek dari Imperatif Kategoris. pertama, Kant menganggap bahwa hukum
memerlukan suatu kewajiban. Jadi setiap tindakan etika yang wajib dilakukan oleh seseorang harus
sesuai dengan hukum atau maksim etika . yang kedua, adalah tindakan benar secara etika jika pepatah
tersebut dapat diuniversalkan secara konsisten.
Aturan kedua Kant adalah Imperatif Praktis ( Practical Imperative) untuk berhubungan dengan
orang lain. Berlakulah dengan cara yang sama dengan Anda memperlakukan kemanusiaan, baik
dalam diri anda sendiri atau pada pribadi lainnya, tidak sesederhana cara, tetapi selalu pada saat yang
sama dengan tujuan akhir.
Keadilan Prosedural Keadilan Prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek
utama dari sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Blind justice
(keadilan tidak pandang bulu) dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan hukum. Kedua
belah pihak mengajukan klaim dan alasan mereka, dan hakim memutuskan.
Keadilan Distributif
Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa suatu hal yang setara harus diperlakukan sama,
dan suatu hal yang tidak setara harus diperlakukan berbeda sesuai dengan proporsi perbedaan relevan
di antara mereka. Dalam keadilan distribusi, terdapat 3 kriteria utama untuk menentukkan distribusi
yang adil, yaitu a. Keadilan distribusi berdasarkan pada kebutuhan. b. Keadilan distribusi berdasarkan
pada kesetaraan aritmatika. c. Keadilan distribusi berdasarkan prestasi.
Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang
melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam
memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan
menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawls
menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya
jika: 1) Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini
mirip dengan kebebasan untuk semua orang. 2) Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian
sehingga keduanya mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang
beruntung. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip
Aristoteles (384-322 SM) berpikir bahwa kita dapat memahami dan mengidentifikasi kebajikan
dengan mengatur karakteristik manusia pada tiga hal, dengan dua hal yang ekstrem adalah menjadi
jahat dan yang tengah menjadi baik. Bagi Aristoteles, keberanian adalah sarana antara pengecut dan
tindakan gegabah; kesederhanaan adalah antara kepuasan diri dan ketidaksensitifan. Kebajikan adalah
golden mean, yang berarti jalan di antara posisi ekstream yang akan bervariasi tergantung pada
keadaan. Etika kebajikan menyangkal dikotomi palsu seperti, pilih antara bisnis atau etika; Anda
ingin berbuat baik atau mendapat keuntungan; Anda tinggalkan nilai-nilai pribadi di pintu saat anda
pergi kerja. Keuntungan dari etika kebajikan adalah bahwa hal itu memerlukan pandangan yang lebih
luas untuk mengakui bahwa pengambilan keputusan memiliki berbagai karakter.
Ada dua masalah yang berkaitan dengan etika kebajikan. Apa saja yang harus dimiliki oleh
pelaku bisnis dan bagaimana kebajikan ditunjukkan dalam tempat kerja? Bertrand Russell berpikir
bahwa daftar Aristoteles berlaku untuk masyarakat paruh baya yang terhormat karena tidak memiliki
semangat dan antusiasme dan tampaknya berdasarkan diri pada prinsip kehati-hatian dan tidak
berlebihan. Daftar ini juga dapat mewakili nilai nilai akuntan kelas menengah. Namun, masalah
dengan etika kebajikan adalah bahwa kita tidak dapat menyusun daftar panjang dari kebajikan dan
kebajikan mungkin hanya berlaku pada situasi tertentu. Imajinasi Moral Manajer bisnis diharapkan
dapat membuat keputusan yang sulit. Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, kerangka ini
menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas. Serta persyaratan yang dapat
ditampilkan filosofis secara penting dan baru-baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini
dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
1. Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus dipertimbangkan
dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas keputusan atau tindakan
yang dibuat dengan melihat:
a. konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya.
Para filsuf telah lama berfokus pada pengambilan keputusan terbaik dari perspektif masyarakat
seperti halnya perspektif individu, tetapi arti penting dari filosofi belum dihargai dan dipahami dalam
bisnis dan profesi.
3. Siapa saja yang pantas untuk disertakan dalam satuan pemangku kepentingan yang harus
dipertimbangkan.
Utilitarianisme klasik terkait dengan utilitas secara keseluruhan yang mencangkup keseluruhan
varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks
sebuah bisnis, professional, atau organisasi. Konsekuenalisme, bagaimanapun juga, mengacu pada
subbagian dari varian yang didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang salah atau
permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses meenjadi lebih relevan dengan tindakan,
keputusan, atau konteks yang terlibat.
Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologist berfokus pada
kewajiban atau tugas motivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari tindakan.
Penalaran deontologist sebagian besar didasarkan pada pemikiran Immanuel Kant (1964). Ia
beragumen bahwa seseorang yang rasional membuat keputusan mengenai apa yang baik untuk
dilakukan, akan mempertimbangkan tindakan apa yang akan baik untuk dilakukan oleh semua
anggota masyarakat.
Para akuntan professional, misalnya memiliki tugas untuk bertindak dengan nilai-nilai terbaik
yang dipertimbangkan bagi kepentingan klien selama tindakan tersebut tidak bertentangan dengan
hukum dank kode-kode dan pedoman dari asosiasi profesi dan peraturan terkait, seperti GAAP,
GAAS, SEC, dan peraturan komisi sekuritas.
Etika Kebijakan
Menurut AACSB,
Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral pada pelaku dan melihat pada
moral masyarakat, seperti masyarakat professional, utuk membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan
panduan tindakan etis.
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang tersebut
menjadi manusia yang bermoral. Tiga kebajikan penting atau kebajikan cardinal lainnya adalah
keberanian, kesederhanaan, dan keadilan.
Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk EDM.
Sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang
manggabungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan beberapa mengklaim bahwa hal
ini tidak mengarah ke prinsip-prinsip EDM yang mudah digunakan. Kritik lainnya yang relevan,
termasuk bahwa:
2) seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar
3) persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego atau
kepentingan pribadi.
PEMBAHASAN
Pengaruh Kode Etik Akuntan, Personal Ethical Philosophy, Corporate Ethical Value
Personal Ethical Philosophyadalah konsep diri dari sistem nilai yang ada pada individu
yang tidak lepas dari sistem nilai di luar dirinya. Tiap-tiap pribadi memiliki konsep diri sendiri
tentang sistem nilai yang turut menentukan persepsi etisnya yang pada akan berpengaruh pada
Corporate Ethical Valuemerupakan suatu gabungan dari nilai-nilai etis individu para
Berdasarkan hasil pengujiananalisis regresi secara parsial, variable kode etik akuntan
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar persepsi terhadap pentingnya nilai-nilai yang terdapat dalam
kode etik akuntan, maka semakin tinggi persepsi etis dan pertimbangan etis auditor.
Variabel personal ethical philosophy memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi personal ethical
philosophy masing-maisng individu,maka semakin tinggi persepsi etis dan pertimbangan etis.
Artinya bahwa auditor dengan personal ethical philosophy yang tinggi akan lebih mampu
mengenali masalah-masalah yang mengandung muatan etika dan lebih mampu membuat
persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai-nilai etis
lingkungan tempat auditor ditugaskan, maka semakin tinggi kemampuan para auditor untuk
mengenali masalah-masalah yang mengandung nilai-nilai etika dan lebih mampu membuat
Ethics In Accounting
kepercayaan Tuhan. Tuhan menawarkan kepercayaan ini kepada langit, tanah dan gunung; Tapi,
mereka takut dan menolaknya. Tanggung jawabnya begitu berat sehingga mereka menolak.
Sekarang, manusia harus tahu bahwa mereka memiliki tanggung jawab penting tidak hanya
untuk masalah spiritual tapi juga masalah sosial, bisnis, dan profesinya. Dengan etika profesi
dapat dilaksanakan dengan amanah.Pertama setiap akuntan harus mengetahui etika akuntansi
terlebih dahulu dan kemudian melatih mereka secara profesional. Cara membentuk sikap
professional harus ditanamkan sejak dini guru harus menyebutkan bahwa karakter nyata setiap
orang terletak pada etika dan akuntan tertinggi adalah orang yang memilikietika profesional.
bergantung pada kemajuan material atau ilmiah namun sangat bergantung pada perbaikan etis.
Contoh nyata dari perilaku tidak etis seorang akuntan ada pada apa yang terjadi terhadap Enron.
Martin Looter, seorang ilmuwan Jerman menanggapi kasus tersebut dan menyatakan,
"Kebahagiaan negara-negara tidak bergantung pada pendapatan atau daya tahan istana mereka;
dan bukan pada kemuliaan bangunan mereka, namun bersandar pada jumlah terdidik, berbudi
Riset yang dibahas sebelumnya merupakan riset tentang kode etik dan professionalisme
dari seorang akuntan, hasil dari kedua riset diatas menunjukkan bahwa setiap akuntan yang
memiliki etika akan profesi yang tinggi akan mampu mempertanggungjawabkan perilaku etisnya
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan perilaku yang dapat dilakukan oleh profesi
akuntan.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik
Akuntan Indonesia ini dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
(Nanang, 1999).
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
pelanggaran etika profesi akuntan, fraud, transaksi bisnis yang tidak standar, dan penyimpan
lainnya. Contohnya saja di dunia audit, kualitas hasil audit di Indonesia tidak dapat dijamin
bagus, terutama di sisi regulator, pelaku di industri dan juga profesi. Regulasi yang baru juga
Pengawasan yang tidak maksimal dari pemerintah atau organisasi disalah gunakan oleh
oknum tak bertanggungjawab untuk melakukan praktik kecurangan dengan memperjual belikan
laporan hasil audit. Laporan audit yang seharusnya menjadi bukti kebenaran menjadi tidak
berguna karena kecurangan yang dilakukan akuntan publik dan orang-orang yang
berkepentingan.
Hal ini menjadi ancaman bahaya bagi bangsa karena perekonomian negara ini dapat
terancam oleh praktik kecurangan ini. Regulator harusnya melakukan pengawasan yang lebih
ketat dan efektif. Semua organisasi akuntan seharusnya juga melakukan pembenahan agar para
akuntan tidak lagi melakukan praktik kecurangan tersebut dengan menerapkan etika akuntansi
Seorang akuntan yang baik dan profesional merupakan seseorang yang jujur,
mengedepankan integritas sesuai dengan kode etik yang berlaku. Sebaliknya, oknum akuntan
yang tidak memiliki integritas dan tidak beretika akan menjadi sesuatu yang dapat membebebani
dan bahkan membahayakan perekonomian di negara ini. Semua orang membutuhkan informasi
yang valid dari seorang akuntan, terutama dalam hal audit. Ketika hasil audit tidak benar dan
dilencengkan untuk membela oknum yang bersalah, maka perbuatan akuntan tak bertanggung
jawab semacam ini akan menjadi faktor kehancuran ekonomi negara dalam skala besar.
menghadapi masalah semacam ini. Dengan profesi ini, transparansi dan integritas seorang
akuntan dapat berdiri dengan benar-benar menjaga kode etik sebagai seorang akuntan. Dengan
profesi ini pula, semua akuntan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan berkesinambungan
sehingga proses yang seharusnya berjalan dalam sistem perekonomian dapat berjalan dengan
baik sebagaimana yang diperlukan. Jika semua akuntan dapat bekerja dengan baik mengamalkan
ilmunya demi nusa bangsa dan agama dengan praktik-praktik yang jujur dan berkualitas, maka
krisis ekonomi yang sering terjadi belakangan ini dapat ditangani dengan baik dalam jangka
panjang.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para akuntan untuk bekerja dengan baik, tidak hanya
menguasai semua ilmu akuntansi secara keseluruhan dan penerapannya di dunia kerja, tapi juga
tanggung jawab serta budi pekerti berbangsa dan bernegara yang mengedepankan kejujuran
dalam bekerja. Dengan begitu, hasil kerja mereka dapat mengungkapkan kebenaran terutama
dalam hal auditing yang berhubungan erat dengan perekonomian negara. Hasil audit yang benar
penyelewengan sehingga kesehatan ekonomi dapat terjaga. Jadi, setiap akuntan harus memiliki
kemampuan yang mumpuni, keteguhan hati untuk menjalankan profesi dengan baik, serta
mampu menjaga kode etik agar krisis ekonomi tidak lagi mengancam negara ini.
KESIMPULAN
Akuntan yang memiliki etika akan profesi yang tinggi akan mampu
perilaku yang dapat dilakukan oleh profesi akuntan. Selain itu, untuk bekerja dengan baik,
akuntan tidak hanya dituntut untuk menguasai semua ilmu akuntansi secara keseluruhan dan
penerapannya di dunia kerja, tapi juga harus memiliki rasa tanggung jawab serta budi pekerti
berbangsa dan bernegara yang mengedepankan kejujuran dalam bekerja. Dengan karakter unggul
bela negara dan profesionalitas bekerja sesuai dengan kode etik yang ada maka dapat
panjang.