Anda di halaman 1dari 23

BAB I

INTRODUCTION

Seiring dengan berkembangnya perekonomian yang saat ini mengarah pada era globalisasi, maka

kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat.

Pengaruh globalisasi juga menuntut para pelaku profesi akuntansi untuk lebih meningkatkan

profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus dapat memberikan jasa kualitas terbaik dengan

bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan masyarakat.

Dalam menghadapi tantangan di masa mendatang, para professional diharuskan memiliki

kemampuan dan keahlian khusus dalam suatu profesi, selain itu untuk menjalankan suatu profesi

sangatlah penting adanya etika profesi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika, yang

dalam bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu ethos yang berarti kebiasaan atau adat, dan

ethikos yang berarti perasaan batin atau kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam

bertingkah laku. Etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang

dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap

akuntan harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam

menyelesaikan laporan keuangan kliennya.Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan

berperilaku secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan.

Salah satu riset dari Agung Wibowo, 2016 yang berjudul Pengaruh Kode Etik Akuntan,

Personal Ethical Philosophy, Corporate Ethical Value Terhadap Persepsi Etis dan Pertimbangan

Etis Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta)memfokuskan pada

komponen pertama dan kedua dari empat proses psikologi dasar, yaitu sensitivitas etis dan

pertimbangan etis. Tujuan penelitian iniadalah menguji secara empiris pengaruh dari kode etik

Teori Etika Akuntansi 1|Page


akuntan, personal ethical philosophy, corporate ethical value terhadap persepsi etis dan

pertimbangan etis auditor. Populasi penelitian ini adalah para auditor yang bekerja pada kantor

akuntan publik (KAP) di Jakarta. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Sebuah sampel yang terdiri atas 52 auditor telah digunakan untuk

menginvestigasi efek dari kode etik akuntan, serta personal ethical philosophy dan corporate

ethical value mereka terhadap persepsi etis dan pertimbangan etis.

Selain itu, Hossein Yarahmadi, 2015 seorang praktisi akuntan di bidang perpajakandalam

risetnya yang berjudul Ethics in Accounting juga melakukan penelitian terkait dengan etika

akuntansi dan profesi di dalam penelitiannya seorang akuntan harus menyajikan laporan

keuangan yang real, reliable, jujur dan tidak bias. Penelitian ini menggunakan studi literature

untuk membandingkan dan mendapatkan berbagai informasi terkait professional ethos dan etika

seorang akuntan.

Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan berperilaku secara benar dan tidak

melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Meski begitu terkadang pelanggaran tetap saja

terjadi. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan dalam menerapkan etika

secara memadai. Oleh karena itu pada era saat ini mulai banyak berkembang penelitian terkait

dengan etika dan profesi akuntansi seperti pada contoh riset diatas.

Teori Etika Akuntansi 2|Page


BAB II

REVIEW OF LITERATURE

Etika Perilaku-Konstribusi Para Filsuf

Tujuan

Para silfuf telah didedikasikan untuk penelitian etika perilaku selama berabad-abad. Ide-ide,
konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sudah lama dikenali sebagai ujian untuk
penilaian aktivitas korporat dan personal. Saat ini, dapat dipahami bahwa etikalitas (ethicality)
strategi-strategi dan tindakan-tindakan korporasi dan individual tidak diberikan kesempatan.
Konsekuensinya, para direktur, eksekutif, dan akuntan profesional memerlukan kewaspadaan
terhadap parameter etika yang diharapkan, dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi
mereka.

Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku
ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk
menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip
yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai
yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita lakukan dan tindakan apa
tindakan yang dihindari.

Keputusan berasal dari kepercayaan terhadap apa yang diharapkan oleh norma-norma, nilai-
nilai, dan pencapaian, serta bahwa penghargaan dan sanksi diberikan untuk tindakan tertentu. Dilema
etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik, dan terdapat beberapa tindakan
alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini berarti pengambil keputusan harus membuat sebuah pilihan.
Tidak seperti keputusan yang jelas, dilema etika tidak memiliki standar objektif. Oleh karena itu, kita
harus menggunakan kode etik yang bersifat subjektif.

Etika dan Kode Etik

Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara:

(1) Pola umum atau cara hidup,

Teori Etika Akuntansi 3|Page


(2) Seperangkat aturan perilaku atau kode etik, dan

(3) Penyidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku.

Pada pengertian pertama, kita berbicara tentang etika Budha atau Kristen, pada pengertian
kedua, kita berbicara tentang etika profesional dan perilaku yang tidak beretika. Pada pengertian
ketiga, etika adalah cabang filsafat yang sering diberi nama khusus metaethics.

Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy sebagai istilah yang
mengandung empat karakteristik:

(1) Keyakinan tentang sifat manusia;

(2) Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan, atau kelayakan untuk
mengejar kepentingan diri sendiri;

(3) Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya

(4) Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah.

Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas dengan menggunakan empat teori
etika utama yang diterapkan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis dalam lingkungan
bisnis yaitu utilitarianisme, deontologi, kesetaran dan keadilan kewajaran, serta etika kebajikan.

Setiap teori memberikan penekanan yang berbeda pada keempat karakteristik tersebut. Sebagai
contoh, utilitarianisme menakankan pentingnya aturan dalam mengejar apa yang baik atau
diinginkan, sedangkan deontology memeriksa motif dari pengambilan keputusan etis. Etika kebajikan
cenderung untuk mempelajari manusia dengan cara yang lebih holistik, yang mengacu pada sifat
kemanusiaan. Meskipun setiap teori menekankan aspek kode etik yang berbeda, semua teori tersebut
memiliki banyak fitur-fitur umum, terutama kepedulian terhadap apa yang seharusnya dan yang tidak
seharusnya dilakukan.

Sebagian besar orang, sepanjang waktu, mengetahui perbedaan yang benar dan salah. Dilema
etika jarang sekali melibatkan pemilihan diantara kedua alternatif yang sebenarnya. Sebaliknya,
dilema etika biasanya muncul karena tidak adanya pilihan yang seluruhnya benar. Sebaliknya, ada
alasan-alasan kuat untuk setiap alternatif, jadi terserah kepada individu untuk memutuskan alternatif
mana yang akan dipilih.

Teori Etika Akuntansi 4|Page


Figur 3.1 menampilkan panduan dalam membuat keputusan etis. Meskipun ada banyak teori
etika lainnya, teori-teori ini termasuk salah satu yang sangat bermanfaat dalam pengambilan
keputusan etis dalam konteks bisnis. Namun demikian, kadang-kadang kita tidak melakukan apa yang
kita putuskan harus dilakukan. Dalam bisnis, ada banyak kendala yang mempengaruhi apakah seorang
pembuat keputusan benar-benar melakukan hal yang benar. Faktor-faktor yang meringankan ini dapat
dikelompokkan menjadi kendala organisasi dan karakteristik pribadi. Kendala organisasi termasuk
sistem imbalan, budaya organisasi, dan sifat kepemimpinan perusahaan.

Figur 3.1 Proses Penalaran Etika Karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu untuk
benar-benar melakukan apa yang diketahuinya sebenarnya meliputi kesalahan pemahaman tentang
bisnis, komitmen berlebihan untuk perusahaan, dan ketidakdewasaan etika. Ada berbagai tindakan-
tindakan loyalitas lain yang sesat bagi perusahaan. Walaupun demikian, kendala pribadi yang paling
penting adalah ketidakdewasaan etika. Seperti kematangan fisik, kedewasaan etika datang seiring
dengan usia dan pengalaman.

Etika dan Bisnis Pemahaman selama ini tentang bisnis yang haruslah menguntungkan
mengakibatkan perusahaan selalu mengutamakan keuntungan. Akibatnya, tujuan utama dari
perusahaan yang mencari keuntungan adalah untuk tetap bertahan dalam bisnis. Hal itu dilakukan
dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien. Hal
tersebut merupakan tujuan mendasar dari bisnis, tetapi bukan satu-satunya tujuan, dan tidak boleh
dikejar dengan biaya sebesar apapun. Laba adalah konsekuensi dari melakukan bisnis dengan baik.
Akan tetapi, bisnis juga harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku sebagai batas minimal.
Tanggung jawab bisnis yang ketiga dan keempat adalah harus bertanggung jawab secara etika dan
sosial.

Tiga penjelasan paling umum mengapa individu harus beretika didasarkan pada pandangan
tentang agama, hubungan kita dengan orang lain, dan persepsi kita tentang diri kita sendiri. Seperti
yang telah disebutkan, salah satu definisi dari etika adalah hal itu ada kaitannya dengan pola
bagaimana kita harus menjalani hidup kita berdasarkan prinsip-prinsip agama.

Lainnya percaya bahwa etika tidak ada hubungannya dengan agama. Sebaliknya etika
berhubungan dengan bagaimana kita menghargai orang lain, ditunjukkan melalui kasih, simpati,
kebaikan, dan sejenisnya. Kita adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dengan orang lain.

Teori Etika Akuntansi 5|Page


Kita secara alami mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan orang lain, yang sering kita
tunjukkan melalui tindakan kasih sayang dan pengorbanan diri.

Sementara itu, yang lain percaya bahwa kita berperilaku etis karena kepentingan pribadi.
Pandangan terakhir ini menarik bagi banyak pengusaha. Karakteristik pertama dari moralitas,
sebagaimana didefiniskan sebelumnya, berkaitan dengan keyakinan tentang sifat orang. Walapun kita
hidup dengan orang lain dalam masyarakat, masing-masing diri kita menjalani hidup pribadi yang
unik. Namun, ada perbedaan antara kepentingan pribadi dan keegoisan. Keegoisan hanya menyangkut
individu, dan menempatkan kebutuhan dan kepentingan individu diatas kebutuhan dan kepentingan
orang lain. Sebaliknya, kepentingan pribadi adalah suatu ketertarikan terhadap kepentingan diri,
bukan untuk diri sendiri. Kepentingan sendiri lebih mengacu kepada ketertarikan kepada seluruh
kepentingan yang berkaitan dengan individu, misalnya keluarga, teman-teman, dan lainnya.

Kepentingan pribadi memiliki hubungan erat dengan perilaku ekonomi. Kepentingan Pribadi
dan Ekonomi Konsep kepentingan pribadi memiliki tradisi panjang dalam filosofi empiris Inggris
untuk menjelaskan keharmonisan sosial dan kerja sama ekonomi. Thomas Hobbes (1588-1679)
berpendapat bahwa kepentingan pribadi memotivasi orang untuk membentuk masyarakat sipil yang
damai. Ia mulai dengan pengamatan bahwa orang-orang memiliki beberapa keinginan alami,
perlindungan diri. Orang juga didorong oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek mereka
Beberapa orang mungkin menginginkan hal yang baik sekarang dan bersedia untuk mendapatkannya
dengan cara apapun. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan perang dan konflik karena orang
bersaing untuk hal yang sama. Ketika orang-orang didorong oleh keinginan pribadi mereka, hal anarki
mungkin saja terjadi. Jika tindakan anarki terjadi, maka tidak ada kesejahteraan ekonomi dan tatanan
sosial yang beradab. Perdamaian, sebaliknya merupakan ketertarikan jangka panjang terpenting bagi
setiap orang. Perdamaian berarti menerima aturan yang membatasi kebebasan individu. Orang tidak
akan dapat lagi mengejar tujuan pribadi mereka ketika tujuan tersebut akan memberi pengaruh negatif
terhadap orang lain.

Adam Smith (1723-1790 berpendapat bahwa kepentingan pribadi mengarah pada kerja sama
ekonomi. Ia mengamati bahwa pembeli dan penjual tertarik untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan masing-masing. Dalam pasar yang sempurna, pembeli dan penjual bernegosiasi menuju
keseimbangan Pareto optimal, apa yang disebut Smith sebagai harga alami. Ketika keseimbangan
pasar bebas terjadi, baik penjual maupun pembeli dapat dengan bebas dan tanpa paksaan masuk dan

Teori Etika Akuntansi 6|Page


keluar dari pasar. Akibatnya, kompetisi di antara vendor dan konsumen mendorong harga ke titik
dimana pasar menjadi jelas, yaitu semua barang tersedia siap untuk dijual dengan harga yang bisa
dibayar oleh konsumen dan vendor bersedia untuk menerima pembayaran atas produk mereka.

Seseorang yang memiliki keinginan pribadi maka akan berusaha untuk mengenali emosi orang
lain dan berusaha untuk membangun hubungan baik dengan orang lain. Kita menginginkan
penerimaan mereka dan tidak menginginkan celaan mereka. Hal ini menjadi dasar untuk bertindak
penuh kebajikan dan keadilan sosial. Bagi Smith, individu tidak bertindak keluar dari batas keegoisan,
tetapi sedikit keluar dari simpati untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, etika perilaku
didasarkan pada sentiment terhadap simpati, yang selanjutnya membatasi kepentingan pribadi yang
tak terkendali. Bagaimana hal ini berhubungan dengan teori ekonominya? 1). Ekonomi merupakan
kegiatan kerja sama sosial Penjual dan pembeli bekerja demi tujuan umum, memuaskan kebutuhan
mereka pada harga yang disepakati bersama. Bisnis merupakan aktivitas sosial, dan masyarakat
beroperasi dengan prinsip-prinsip etika. 2). Pasar bersifat kompetitif, bukan permusuhan Perdagangan
bergantung pada permainan yang adil, menghormati kontrak, dan kerja sama yang saling
menguntungkan. Akhirnya, etika membatasi oportunisme ekonomi. Etika menjaga batas keegoisan
dan keserakahan tak terkendali tetap berada dalam jalurnya. Menurut Smith, individu mengikuti
pedoman etika demi kebaikan masyarakat. Secara analogi, mereka juga harus mengikuti pedoman
etika demi kebaikan perekonomian.

Etika, Bisnis, dan Hukum

Bisnis, etika, dan hukum dapat dilihat sebagai tiga lingkaran yang saling memotong dalam
diagram Venn seperti yang ditunjukkan pada figure 3.2. Area 1 merupakan aspek kegiatan usaha yang
tidak tercakup oleh hukum atau etika. Contoh: di Amerika Utara, asset disajikan pada sisi kiri neraca,
sedangkan kewajiban dan ekuitas pemilik berada di sebelah kanan. Konvensi ini tidak memiliki
hubungan dengan etika dan hukum, dan penyajian asset, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada neraca
Inggris berbeda. Area 2 mencakup hukum yang tidak berhubungan dengan etika atau bisnis. Contoh,
mengemudi di sisi kanan jalan adalah hukum yang tidak berhubungan dengan etika atau bisnis.
Mengemudi di sisi kanan jalan adalah hukum kenyamanan, sehingga orang tidak bersinggung satu
sama lain. Area 3 merupakan etika larangan yang tidak berhubungan dengan bisnis dan tidak legal.
Berbohong atau menipu pasangan akan menjadi contoh. Area 4 meakili berbagai hukum, dan
peraturan yang harus diikuti perusahaan, undang-undang yang disahkan oleh pemerintah, lembaga-

Teori Etika Akuntansi 7|Page


lembaga regulator, asosiasi professional, dan sejenisnya. Area 5 tumpang tindih antara hukum dan
etika. Contoh, larangan terhadap pembunuhan. Area 6 tumpang tindih antara aktivitas bisnis dan
norma-norma etika contoh, etika perilaku yang baik menentukan keberhasilan suatu bisnis. Area 7
Area perpotongan hukum, etika, dan bisnis, biasanya hanya menjadi masalah jika hukum mengatakan
satu hal sementara etika mengatakan sebaliknya. Contoh, pada masa Nazi Jerman, terdapat hukum
yang mendorong eksploitasi kaum Yahudi, yaitu karyawan Yahudi tidak perlu dibayar. Disatu sisi
aturan untuk mengeksploitasi Yahudi memang diijinkan dan menguntungkan para pelaku bisnis. Tapi
di sisi lain, pelaku bisnis juga mengalami dilemma etika karena mengetahui bahwa eksploitasi
terhadap suatu kaum adalah suatu tindakan yang tidak beretika.

Teori-Teori Etika Utama yang Berguna dalam Menyelesaikan Dilema Etika

Teleologi: Utilitarianisme dan Konsekuensialisme-Analisis Dampak John Locke (1632-1704),


Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836), dan John Stuart Mill (1806-1873) melihat
etika dari perspektif teleologi. Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir,
konsekuensi, hasil. Sehingga teori teleologi adalah teori yang mempelajari etika perilaku dalam hal
akibat atau konsekuensi dari keputusan etis. Teleologi cocok untuk banyak pelaku bisnis yang
berorientasi hasil karena berfokus pada dampak dari pengambilan keputusan. Teleologi mengevaluasi
keputusan sebagai baik atau buruk, diterima atau tidak diterima, dalam hal konsekuensi dari
keputusan tersebut.

Keputusan etis berkaitan dengan benar atau salah ketika keputusan tersebut mengakibatkan
keputusan yang positif atau negative. Keputusan yang baik, secara etika memberikan hasil yang
positif, sedangkan keputusan yang buruk secara etika menghasilkan sesuatu yang kurang positif atau
konsekuensi negatif. Dengan kata lain, penilaian benar dan salah, atau kebenaran etika hanya
didasarkan pada apakah hal baik atau buruk terjadi atau tidak. Teleologi memiliki artikulasi yang jelas
dalam utilitarianisme. Dalam Utilitarianism, Mill menulis kredo yang diterima seperti landasan
moral, utilitas, atau prinsip kebahagiaan terbesar (Greatest Happines Principle), menyatakan bahwa
tindakan merupakan hal yang benar sesuai porsinya jika cenderung untuk meningkatkan kebahagiaan,
salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan.

Utilitarianisme mendefinisikan bahwa tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang
menghasilkan sejumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit. Berbeda dengan Utilitarianisme

Teori Etika Akuntansi 8|Page


yang mengukur kesenangan dan rasa sakit pada tingkat masyarakat, hedonism berfokus pada individu
dan mencari jumlah terbesar kesenangan pribadi atau kebahagiaan pribadi.

Epicurus (341-270 SM) menyatakan bahwa tujuan hidup adalah keamanan dan kesenangan
abadi, sebuah kehidupan dimana rasa sakit diterima jika rasa sakit itu menyebabkan kesenangan yang
lebih besar, dan kesenangan akan ditolak jika menyebabkan rasa sakit yang lebh besar. Jika
menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perspektif yang luas tentang
siapapun, dalam masyarakat, tidak hanya memihak salah satu pihak. Akhirnya, para pengambil
keputusan harus tidak memihak dan tidak memberi beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika
menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi dari sebuah keputusan.

Undang-Undang dan Peraturan Utilitarianisme Seiring waktu, utilitarianisme telah berkembang


di sepanjang dua jalur utama, yaitu: Undang-undang utilitarianisme dan peraturan utilitarianisme Jalur
Undang-undang Utilitarianisme, kadang-kadang disebut sebagai konsekuensialisme. Jalur ini
menganggap bahwa sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan tersebut mungkin
menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan. Peraturan utilitarianisme, di
sisi lain, mengatakan bahwa kita harus mengikuti aturan yang mungkin akan menghasilkan
keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan dan menghindari aturan yang mungkin akan
menghasilkan sebaliknya.

Peraturan utilitarianisme bagaimanapun lebih sederhana. Peraturan tersebut mengakui bahwa


pengabilan keputusan oleh manusia sering dipandu oleh aturan-aturan. Jadi, prinsip penuntun untuk
aturan utilitarian adalah mengikuti aturan yang cenderung menghasilkan sejumlah besar kesenangan
terhadap rasa sakit untuk sejumlah besar orang yang mungkin akan terpengaruh oleh tindakan.

Sarana dan Tujuan Akhir Prinsip utilitarianisme mempromosikan jumlah terbesar


kebahagiaan untuk sejumlah besar orang, tidak berarti bahwa akhirnya membenarkan sarana. Namun,
hal yang bergaris bawah adalam teori politik, bukan prinsip etika. Salah satu pendukung utama prinsip
ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), yang menulis Prince untuk Lorenzo Medici sebagai
pedoman untuk mempertahankan kekuasaan politik dengan menghalalkan segala cara.

Dalam dunia bisnis, menghalalkan segala cara kerap dilakukan, contohnya dengan keputusan
CEO yang memiliki dampak mendalam bagi kehidupan orang lain, seperti limbah beracun, produk

Teori Etika Akuntansi 9|Page


berbahaya dan kondisi kerja, polusi serta masalah lingkungan lainnya sering dipertahankan atas dasar
menghalalkan segala cara.

Prinsip politik-tujuan akhir menghalalkan cara-bukan teori etika. Pertama, prinsip tersebut salah
mengasumsikan bahwa cara dan tujuan setara secara etika, dan kedua, prinsip tersebut salah
mengasumsikan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir. Hal yang lebih penting,
tujuan menghalalkan cara sering menyiratkan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir
atau bahwa jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua sarana yang ada setara secara
etika.

Beberapa orang menyalahgunakan utilitarianisme dengan mengatakan tujuan menghalalkan


segala cara. Namun, ini adalah sebuah aplikasi yang tidak tepat dari teori etika. Daya tarik
keseluruhan utilitarinisme adalah bahwa hal ini tampak cukup sederhana sedangkan perimbangan
penuh dari semua konsekuensi merupakan hal yang menantang jika menginginkan hasil yang
komprehensif. Alternatif etika yang terbaik adalah yang memberikan kesenangan terbesar bagi semua
pihak. Manajer dibiasakan untuk membuat keputusan dalam kondisi yang tidak pasti, menilai
kemungkinan konsekuensi untuk pemangku kepentingan yang diidentifikasi dan kemudian memilih
alternatif yang mungkin akan memiliki hasil bersih terbaik bagi semua pihak.

Kelemahan dalam Utilitarianisme

Utilitarinisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan, sakit dan
penderitaan bisa diukur dengan uang. Akuntan sangat pandai mengukur transaksi ekonomi, karena
mereka mempunyai uang sebagai standar pengukuran yang seragam. Namun, tidak ada pengukuran
umum untuk kebahagiaan.

Masalah distribusi dan integritas terhadap kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk
menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan itu kepada sebanyak mungkin orang. Haruskah CEO
menaikkan sedikit upah tapi merata kepada semua karyawan, yang akan membuat mereka sedikit
lebih bahagia atau dengan menggandakan gaji dari tim manajemen puncak ? 3. Masalah ruang
lingkup. Seberapa banyak orang yang harus disertakan? Contohnya pemanasan global dan polusi.
Kebahagiaan jangka pendek generasi sekarang bisa berimbas pada penderitaan generasi mendatang.

Hal ini telah digambarkan Al Gore dalam buku dan videonya Inconvenient Truth, dimana ia
menunjukkan bagaimana polusi menyebabkan pemanasan global dan bahwa kita mencapai titik

Teori Etika Akuntansi 10 | P a g e


dimana peremajaan lingkungan kita mungkin tidak dapat dilakukan. Utilirianisme dengan sendirinya
tidak cukup untuk menghasilkan keputusan etis yang komprehensif. Untuk mengatasi masalah ini,
sebuah teori etika alternatif, deontology, menilai etikalitas pada motivasi pembuat keputusan bukan
pada konsekuensi dari keputusan tersebut.

Etika Deontologi-Motivasi untuk Perilaku

Deontologi mengevaluasi perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan, dan menurut


prinsip deontologi tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan
bersih atas kebaikan terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara
keseluruhan. Hal ini membuatnya menjadi pelengkap untuk utilitarianisme karena tindakannyang
memenuhi kedua teori dapat dikatakan memiliki sebuah kesempatan untuk menjadi beretika.

Immanuel Kant (1724-1804) memberikan artikulasi yang jelas dari teori ini dalam risalahnya
Groundwork of the Metaphysicsof Moral. Bagi Kant, satu-satunya baik yang tanpa pengecualian
hanyalah iktikad baik, iktikad ini mengikuti alasan apa yang menentukan tanpa memedulikan
konsekuensinya pada diri sendiri.

Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas. 1) Imperatif Kategoris (Categorical
Imperative) . Saya aeharusnya tidak pernah bertindak kecuala saya juga bisa membuat maksim saya
menjadi hukum universal. Hal tersebut merupakan prinsip tertinggi moralitas.

Ada dua aspek dari Imperatif Kategoris. pertama, Kant menganggap bahwa hukum
memerlukan suatu kewajiban. Jadi setiap tindakan etika yang wajib dilakukan oleh seseorang harus
sesuai dengan hukum atau maksim etika . yang kedua, adalah tindakan benar secara etika jika pepatah
tersebut dapat diuniversalkan secara konsisten.

Aturan kedua Kant adalah Imperatif Praktis ( Practical Imperative) untuk berhubungan dengan
orang lain. Berlakulah dengan cara yang sama dengan Anda memperlakukan kemanusiaan, baik
dalam diri anda sendiri atau pada pribadi lainnya, tidak sesederhana cara, tetapi selalu pada saat yang
sama dengan tujuan akhir.

Kelemahan Deontologi Masalah mendasar adalah bahwa imperative kategoris tidak


memberikan panduan yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan yang salah jika dua atau
lebih hukum moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat diikuti. Satu-satunya hal yang

Teori Etika Akuntansi 11 | P a g e


penting adalah niat dari pembuat keputusan dan kepatuhan para pengambil keputusan untuk mematuhi
imperative kategoris seraya memperlakukan seseorang sebagai tujuan bukan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan.

Keadilan dan Kewajaran-Memeriksa Saldo Filsuf Inggris, David Hume (1771-1776)


berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan terjadi karena dua alasan: orang tidak selalu bermanfaat
dan terdapat sumber daya yang langka. Kemudian ini adalah makna keadilan untuk memberikan atau
mengalokasikan manfaat dan beban berdasarkan alasan rasional. Ada juga dua aspek keadilan, yaitu
keadilan procedural (proses untuk menentukan alokasi) dan keadilan distributive (alokasi yang
sebenarnya).

Keadilan Prosedural Keadilan Prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek
utama dari sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Blind justice
(keadilan tidak pandang bulu) dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan hukum. Kedua
belah pihak mengajukan klaim dan alasan mereka, dan hakim memutuskan.

Keadilan Distributif

Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa suatu hal yang setara harus diperlakukan sama,
dan suatu hal yang tidak setara harus diperlakukan berbeda sesuai dengan proporsi perbedaan relevan
di antara mereka. Dalam keadilan distribusi, terdapat 3 kriteria utama untuk menentukkan distribusi
yang adil, yaitu a. Keadilan distribusi berdasarkan pada kebutuhan. b. Keadilan distribusi berdasarkan
pada kesetaraan aritmatika. c. Keadilan distribusi berdasarkan prestasi.

Keadilan sebagai Kewajaran

Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang
melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam
memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan
menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawls
menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya
jika: 1) Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini
mirip dengan kebebasan untuk semua orang. 2) Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian
sehingga keduanya mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang
beruntung. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip

Teori Etika Akuntansi 12 | P a g e


persamaan hak dalam memperoleh kesempatan. Prinsip 1) disebut prinsip kebebasan sederajat yang
pada intinya prinsip ini mengatakan bahwa kebebasan setiap warga negara harus lah dilindungi dari
gangguan orang alian dan harus lah sederajat anatara orang yang satu dengan orang yang lain. Bagian
a) prinsip kedua disebut prinsip perbedaan yang mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang
produktif memang harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan. Namun selanjutnya perlu mangambil
langkah-langkah untuk memperbaiki posisi kelompok paling bawah seperti orang yang sakit atau
cacat. Bagian b) prinsip 2) disebut prinsip kesamaan hak dalam memperoleh kesempatan yang
mengatakan bahwa setiap orang harus lah memilki hak yang sama dalam memperoleh jabatan penting
dalam berbagai lembaga masyarakat. Ini bukan hanya berarti kualifikasi kerja harus lah sesuai
persyaratan kerja, namun juga setiap orang berhak memeperoleh akses pelatihan dan pendidikan yang
diperlukan untuk memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.

Etika Kebajikan-Meneliti Kebajikan yang Diharapkan

Aristoteles (384-322 SM) berpikir bahwa kita dapat memahami dan mengidentifikasi kebajikan
dengan mengatur karakteristik manusia pada tiga hal, dengan dua hal yang ekstrem adalah menjadi
jahat dan yang tengah menjadi baik. Bagi Aristoteles, keberanian adalah sarana antara pengecut dan
tindakan gegabah; kesederhanaan adalah antara kepuasan diri dan ketidaksensitifan. Kebajikan adalah
golden mean, yang berarti jalan di antara posisi ekstream yang akan bervariasi tergantung pada
keadaan. Etika kebajikan menyangkal dikotomi palsu seperti, pilih antara bisnis atau etika; Anda
ingin berbuat baik atau mendapat keuntungan; Anda tinggalkan nilai-nilai pribadi di pintu saat anda
pergi kerja. Keuntungan dari etika kebajikan adalah bahwa hal itu memerlukan pandangan yang lebih
luas untuk mengakui bahwa pengambilan keputusan memiliki berbagai karakter.

Kelemahan Etika Kebajikan

Ada dua masalah yang berkaitan dengan etika kebajikan. Apa saja yang harus dimiliki oleh
pelaku bisnis dan bagaimana kebajikan ditunjukkan dalam tempat kerja? Bertrand Russell berpikir
bahwa daftar Aristoteles berlaku untuk masyarakat paruh baya yang terhormat karena tidak memiliki
semangat dan antusiasme dan tampaknya berdasarkan diri pada prinsip kehati-hatian dan tidak
berlebihan. Daftar ini juga dapat mewakili nilai nilai akuntan kelas menengah. Namun, masalah
dengan etika kebajikan adalah bahwa kita tidak dapat menyusun daftar panjang dari kebajikan dan
kebajikan mungkin hanya berlaku pada situasi tertentu. Imajinasi Moral Manajer bisnis diharapkan
dapat membuat keputusan yang sulit. Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka

Teori Etika Akuntansi 13 | P a g e


sehingga bisa membantu memecahkan masalah bisnis praktik. Mereka harus benar-benar kreatif
ketika menyangkut masalah etika. Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk
menentukan alternatif etika yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). Artinya, keputusan
haruslah berdampak baik untuk individu, baik bagi perusahaan dan baik untuk masyarakat.

Pengambilan Keputusan Etis Praktis

Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis

Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, kerangka ini
menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas. Serta persyaratan yang dapat
ditampilkan filosofis secara penting dan baru-baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini
dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:

1. Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus dipertimbangkan
dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.

2. Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan keputusan-faktor yang relevan ke dalam


tindakan praktis.

Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas keputusan atau tindakan
yang dibuat dengan melihat:

a. konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya.

b. hak dan kewajiban yang terkena dampak.

c. keadilan yang terlibat.

d. motivasi atau kebajikan yang diharapkan.

Pendekatan Filosofis-Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme), Deontologi, dan


Etika Kebajikan.

Para filsuf telah lama berfokus pada pengambilan keputusan terbaik dari perspektif masyarakat
seperti halnya perspektif individu, tetapi arti penting dari filosofi belum dihargai dan dipahami dalam
bisnis dan profesi.

Teori Etika Akuntansi 14 | P a g e


Pertanyaan dasar yang menarik minat para filsuf adalah: Apa yang membuat keputusan atau
tindakan atau orang menjadi lebih maupun kurang baik atau etis? Masing-masing dari pendekatan
filosofis untuk pengambilan keputusan etis-konsekuenalisme, deontology, dan etika kebajikan hyang
berfokus pada konsep yang berbeda dari sebuah tindakan yang benar.

Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi

Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.


Pendekatan ini sangat penting untuk keputusan etis yang baik dan pemahaman itu akan menjadi
bagian dari pendidikan sekolah bisnis terakditasi AACSB di masa depan. Konsekuenalisme
berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut mampu
memaksimalkan kebaikan bersih. Para ahli juga membahas:

1. Konsekuensi mana yang harus dihitung

2. Bagaimana cara menghitungnya

3. Siapa saja yang pantas untuk disertakan dalam satuan pemangku kepentingan yang harus
dipertimbangkan.

Utilitarianisme klasik terkait dengan utilitas secara keseluruhan yang mencangkup keseluruhan
varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks
sebuah bisnis, professional, atau organisasi. Konsekuenalisme, bagaimanapun juga, mengacu pada
subbagian dari varian yang didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang salah atau
permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses meenjadi lebih relevan dengan tindakan,
keputusan, atau konteks yang terlibat.

Deontologi

Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologist berfokus pada
kewajiban atau tugas motivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari tindakan.

Penalaran deontologist sebagian besar didasarkan pada pemikiran Immanuel Kant (1964). Ia
beragumen bahwa seseorang yang rasional membuat keputusan mengenai apa yang baik untuk
dilakukan, akan mempertimbangkan tindakan apa yang akan baik untuk dilakukan oleh semua
anggota masyarakat.

Teori Etika Akuntansi 15 | P a g e


Konsep dari perlakuan yang setara dan tidak memihak merupakan dasar bagi pengembangan
konsep keadilan distributive, retributive, atau kompensasi. John Rawls mengembangkan seperangkat
prinsip-prinsip keadilan yang melibatkan harapan untuk kebebasan pribadi yang sama,
memaksimalkan manfaat hingga keuntungan yang terkecil, dan pemberian kesempatan yang adil
(Rawls, 1971).

Para akuntan professional, misalnya memiliki tugas untuk bertindak dengan nilai-nilai terbaik
yang dipertimbangkan bagi kepentingan klien selama tindakan tersebut tidak bertentangan dengan
hukum dank kode-kode dan pedoman dari asosiasi profesi dan peraturan terkait, seperti GAAP,
GAAS, SEC, dan peraturan komisi sekuritas.

Sayangnya, utilitarianisme dan konsekuensialisme berfokus pada utilitas dan bisa


mengakibatkan pada keputusan atau tindakan yang mengabaikan, meremehkan, atau membatasi
keadilan atau kejujuran suatu keputusan, dan rasa hormat terhadap tugas yang diberikan dan hak-hak
yang diharapkan oleh mereka yang terlibat.

Etika Kebijakan

Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan deontology


menggunkan tugas, hak, dan prinsip-prisip sebagai panduan untuk memperbaiki perilaku moral,
sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang ditunjukkan
oleh para pengambil keputusan. Konsekuensialisme, yang dipelajari sebelumnya, diakatakan sebagai
berpusat pada tindakan dari pada berpusat pada agen, sebagaimana deontology dan etika
kebajikan.

Menurut AACSB,

Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral pada pelaku dan melihat pada
moral masyarakat, seperti masyarakat professional, utuk membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan
panduan tindakan etis.

Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang tersebut
menjadi manusia yang bermoral. Tiga kebajikan penting atau kebajikan cardinal lainnya adalah
keberanian, kesederhanaan, dan keadilan.

Teori Etika Akuntansi 16 | P a g e


Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktun sehingga mereka menjadi
tertanam/melekat dan bisa menjadi refrensi yang konsisten.

Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk EDM.
Sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang
manggabungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan beberapa mengklaim bahwa hal
ini tidak mengarah ke prinsip-prinsip EDM yang mudah digunakan. Kritik lainnya yang relevan,
termasuk bahwa:

1) interpretasi kebajikan adalah hal yang sensitive terhadap budaya

2) seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar

3) persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego atau
kepentingan pribadi.

Teori Etika Akuntansi 17 | P a g e


BAB III

PEMBAHASAN

Pengaruh Kode Etik Akuntan, Personal Ethical Philosophy, Corporate Ethical Value

Terhadap Persepsi Etis dan Pertimbangan Etis Auditor

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta)

Personal Ethical Philosophyadalah konsep diri dari sistem nilai yang ada pada individu

yang tidak lepas dari sistem nilai di luar dirinya. Tiap-tiap pribadi memiliki konsep diri sendiri

tentang sistem nilai yang turut menentukan persepsi etisnya yang pada akan berpengaruh pada

pertimbangan etisnya, sesuai dengan peran yang disandangnya.

Corporate Ethical Valuemerupakan suatu gabungan dari nilai-nilai etis individu para

manajer dengan kebijakan informal dan formal atas etika organisasi

Berdasarkan hasil pengujiananalisis regresi secara parsial, variable kode etik akuntan

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar persepsi terhadap pentingnya nilai-nilai yang terdapat dalam

kode etik akuntan, maka semakin tinggi persepsi etis dan pertimbangan etis auditor.

Variabel personal ethical philosophy memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi personal ethical

philosophy masing-maisng individu,maka semakin tinggi persepsi etis dan pertimbangan etis.

Artinya bahwa auditor dengan personal ethical philosophy yang tinggi akan lebih mampu

mengenali masalah-masalah yang mengandung muatan etika dan lebih mampu membuat

pertimbanganpertimbangan yang dapat dibenarkan secara etika.

Teori Etika Akuntansi 18 | P a g e


Variabel corporate ethical value memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

persepsi etis dan pertimbangan etis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai-nilai etis

lingkungan tempat auditor ditugaskan, maka semakin tinggi kemampuan para auditor untuk

mengenali masalah-masalah yang mengandung nilai-nilai etika dan lebih mampu membuat

pertimbangan-pertimbangan yang dapat dibenarkan secara etika.

Ethics In Accounting

Berdasarkan konsep Al Quran, manusia adalah khalifah di bumi yang memegang

kepercayaan Tuhan. Tuhan menawarkan kepercayaan ini kepada langit, tanah dan gunung; Tapi,

mereka takut dan menolaknya. Tanggung jawabnya begitu berat sehingga mereka menolak.

Sekarang, manusia harus tahu bahwa mereka memiliki tanggung jawab penting tidak hanya

untuk masalah spiritual tapi juga masalah sosial, bisnis, dan profesinya. Dengan etika profesi

dapat dilaksanakan dengan amanah.Pertama setiap akuntan harus mengetahui etika akuntansi

terlebih dahulu dan kemudian melatih mereka secara profesional. Cara membentuk sikap

professional harus ditanamkan sejak dini guru harus menyebutkan bahwa karakter nyata setiap

orang terletak pada etika dan akuntan tertinggi adalah orang yang memilikietika profesional.

Banyak ilmuwan percaya bahwa pertumbuhan masyarakat manusia tidak hanya

bergantung pada kemajuan material atau ilmiah namun sangat bergantung pada perbaikan etis.

Contoh nyata dari perilaku tidak etis seorang akuntan ada pada apa yang terjadi terhadap Enron.

Martin Looter, seorang ilmuwan Jerman menanggapi kasus tersebut dan menyatakan,

"Kebahagiaan negara-negara tidak bergantung pada pendapatan atau daya tahan istana mereka;

dan bukan pada kemuliaan bangunan mereka, namun bersandar pada jumlah terdidik, berbudi

luhur , dan sarjana yang mereka latih. "

Teori Etika Akuntansi 19 | P a g e


Hasil riset jika dikaitkan dengan profile pembentukan karakter unggul bela Negara

Riset yang dibahas sebelumnya merupakan riset tentang kode etik dan professionalisme

dari seorang akuntan, hasil dari kedua riset diatas menunjukkan bahwa setiap akuntan yang

memiliki etika akan profesi yang tinggi akan mampu mempertanggungjawabkan perilaku etisnya

sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan perilaku yang dapat dilakukan oleh profesi

akuntan.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik

Akuntan Indonesia ini dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang

berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,

maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya

(Nanang, 1999).

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar

profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada

kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi (Nanang, 1999), yaitu:

1. Kredibilitas. Masyarakatmembutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

2. Profesionalisme. Diperlukanindividu yang dengan jelas dapatdiidentifikasikan oleh

pemakai jasaakuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.

3. Kualitas Jasa. Terdapatnyakeyakinan bahwa semua jasa yangdiperoleh dari akuntan

diberikandengan standar kinerja yang tinggi.

4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntanharus dapat merasa yakin bahwaterdapat kerangka

etika professional yang melandasi pemberian jasa olehakuntan.

Teori Etika Akuntansi 20 | P a g e


Di Indonesia sendiri, penyimpangan praktik akuntansi masih sering terjadi dalam hal

pelanggaran etika profesi akuntan, fraud, transaksi bisnis yang tidak standar, dan penyimpan

lainnya. Contohnya saja di dunia audit, kualitas hasil audit di Indonesia tidak dapat dijamin

bagus, terutama di sisi regulator, pelaku di industri dan juga profesi. Regulasi yang baru juga

tidak membuat hasil audit menjadi lebih baik.

Pengawasan yang tidak maksimal dari pemerintah atau organisasi disalah gunakan oleh

oknum tak bertanggungjawab untuk melakukan praktik kecurangan dengan memperjual belikan

laporan hasil audit. Laporan audit yang seharusnya menjadi bukti kebenaran menjadi tidak

berguna karena kecurangan yang dilakukan akuntan publik dan orang-orang yang

berkepentingan.

Hal ini menjadi ancaman bahaya bagi bangsa karena perekonomian negara ini dapat

terancam oleh praktik kecurangan ini. Regulator harusnya melakukan pengawasan yang lebih

ketat dan efektif. Semua organisasi akuntan seharusnya juga melakukan pembenahan agar para

akuntan tidak lagi melakukan praktik kecurangan tersebut dengan menerapkan etika akuntansi

dan profesi etika profesi yang berlaku di Indonesia,

Seorang akuntan yang baik dan profesional merupakan seseorang yang jujur,

mengedepankan integritas sesuai dengan kode etik yang berlaku. Sebaliknya, oknum akuntan

yang tidak memiliki integritas dan tidak beretika akan menjadi sesuatu yang dapat membebebani

dan bahkan membahayakan perekonomian di negara ini. Semua orang membutuhkan informasi

yang valid dari seorang akuntan, terutama dalam hal audit. Ketika hasil audit tidak benar dan

dilencengkan untuk membela oknum yang bersalah, maka perbuatan akuntan tak bertanggung

jawab semacam ini akan menjadi faktor kehancuran ekonomi negara dalam skala besar.

Teori Etika Akuntansi 21 | P a g e


Seorang akuntan yang berkarakter unggul dalam bela Negara sangat diperlukan dalam

menghadapi masalah semacam ini. Dengan profesi ini, transparansi dan integritas seorang

akuntan dapat berdiri dengan benar-benar menjaga kode etik sebagai seorang akuntan. Dengan

profesi ini pula, semua akuntan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan berkesinambungan

sehingga proses yang seharusnya berjalan dalam sistem perekonomian dapat berjalan dengan

baik sebagaimana yang diperlukan. Jika semua akuntan dapat bekerja dengan baik mengamalkan

ilmunya demi nusa bangsa dan agama dengan praktik-praktik yang jujur dan berkualitas, maka

krisis ekonomi yang sering terjadi belakangan ini dapat ditangani dengan baik dalam jangka

panjang.

Oleh karena itu, sangat penting bagi para akuntan untuk bekerja dengan baik, tidak hanya

menguasai semua ilmu akuntansi secara keseluruhan dan penerapannya di dunia kerja, tapi juga

tanggung jawab serta budi pekerti berbangsa dan bernegara yang mengedepankan kejujuran

dalam bekerja. Dengan begitu, hasil kerja mereka dapat mengungkapkan kebenaran terutama

dalam hal auditing yang berhubungan erat dengan perekonomian negara. Hasil audit yang benar

akan mengungkapkan segala bentuk kebenaran, termasuk mereka yang melakukan

penyelewengan sehingga kesehatan ekonomi dapat terjaga. Jadi, setiap akuntan harus memiliki

kemampuan yang mumpuni, keteguhan hati untuk menjalankan profesi dengan baik, serta

mampu menjaga kode etik agar krisis ekonomi tidak lagi mengancam negara ini.

Teori Etika Akuntansi 22 | P a g e


BAB IV

KESIMPULAN

Akuntan yang memiliki etika akan profesi yang tinggi akan mampu

mempertanggungjawabkan perilaku etisnya sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan

perilaku yang dapat dilakukan oleh profesi akuntan. Selain itu, untuk bekerja dengan baik,

akuntan tidak hanya dituntut untuk menguasai semua ilmu akuntansi secara keseluruhan dan

penerapannya di dunia kerja, tapi juga harus memiliki rasa tanggung jawab serta budi pekerti

berbangsa dan bernegara yang mengedepankan kejujuran dalam bekerja. Dengan karakter unggul

bela negara dan profesionalitas bekerja sesuai dengan kode etik yang ada maka dapat

membangun perekonomian bangsa sehingga dapat meminimalisir kemiskinan dalam jangka

panjang.

Teori Etika Akuntansi 23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai