Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME BESERTA PEMBAHASAN KASUS

MATA KULIAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTANSI


BAB 6
“ ETIKA AKUNTAN PEMERINTAH ”

Disusun oleh Kelompok 4


Ketua Kelompok :
1. Atika Ayu Listyandari 2016310258

Anggota Kelompok :
2. Alvin Pradika 2016310257
3. Fiqih Bayhaqi 2016310249
4. Dita Ananda Putri 2016310235

Kelas : G
STIE PERBANAS SURABAYA
1. PENDAHULUAN
Dalam era pemerintahan yang demokratis, peran rakyat dan masyarakat sangat penting.
Pemerintah dapat dipercaya bila melakukan pekerjaan yang menguntungkan rakyat dan
masyarakat di ikutsertakan dalam memberikan informasi yang jelas, benar, dan dapat
dipercaya.
Untuk itu pemerintahan yang demokratis harus transparan, akuntabel, serta responsibel
dalam pengelolaan seluruh aktivitas terutama dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemerintahan yang demokratis harus melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good
government governance-GGG). GGG dapat berjalan bila dalam pemerintahan terdapat proses
pencatatan kegiatan, termasuk pencatatan dan penyajian laporan keuangan pemerintahan yang
benar, yang sesuai dengan standar. GGG juga dapat terlaksana bila terdapat pengawasan atas
kegiatan dan keuangan pemerintahan yang dilakukan oleh pihak yang independen, yang
secara organisatoris tidak berada di dalam kendali pemerintahan. Lembaga pemeriksa tersebut
dapat berbentuk lembaga yang setara dengan pemerintahan.

2. FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PEMERINTAH


Menurut International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), 2004
dalam petunjuk bagi lembaga audit pemerintah menyatakan bahwa tanggung jawab dari
pemerintah adalah menjamin dana – dana yang di percayakan kepadanya dikeluarkan dengan
sebaik baiknya serta dicatat dan ditanggung jawabkan dengan cara yang tepat.
US Government Accountibility Office (USGAO), 2010 menjelaskan bahwa fungsi dan
tanggung jawab akuntan pemerintah adalah bekerja sesuai dengan permintaan dan perintah
dari Konggres (Lembaga Legislatif) USA atau yang di atur oleh undang – undang.

Bentuk tugas dan tanggung jawab auditor pemerintah yaitu :

1. Memeriksa kegiatan pemerintah untuk menentukan bahwa dana pemerintah dikeluarkan


secara efisien dan efektif.
2. Melakukan investigasi terhadap tuduhan atas tindakan yang illegal dan tidak tepat.
3. Menyampaikan laporan bahwa program – program pemerintah telah dilaksanakan sebaik
– baiknya sesuai dengan tujuan.
4. Melakukan analisis kebijakan dan menguraikan pilihan – pilihan bagi pertimbangan
lembaga legislative.
5. Mengeluarkan keputusan dan pilihan hokum seperti adanya protes dalam tender.

Menurut UU no.15 tahun 2006 Badan Pengawas Keuangan Republik Indonesia (BPK-
RI) mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara
lainnya. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

Dengan demikian akuntan pemerintah adalah akuntan professional yang bekerja untuk
kepentingan langsung atau tidak langsung dari suatu instansi pemerintah yang tugas pokoknya
melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang di sajikan oleh unit –
unit organisasi dalam pemerintah.

3. CODE OF ETHIC OF INTERNATIONAL ORGANIZATION OF


SUPREME AUDIT INSTITUTIONS (CE – INTOSAI), 2004

3.1 Pendahuluan
International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) merupakan
organisasi profesi dari lembaga/badan pemeriksa keuangan di masing – masing negara yang
mempunyai kepentingan mendasar atas tata pengelolaan yang baik, akuntabilitas, serta
transparansi. Oleh karena itu, INTOSAI membuat kode etik yang di harapkan dapat digunakan
oleh masing – masing akuntan pemerintah di masing – masing negara.

Kode etik ini di setujui pada pertemuan Montevideo pada bulan November 1998. Kode
etik ini terus diperbaharui dan terakhir pada tahun 2004. Kode etik ini diharapkan menjadi
landasan bagi lembaga pemeriksa di berbagai negara.

Auditor pemerintah wajib membudayakan, mengadopsi serta menerapkan kewajiban dan


prinsip etika yaitu : integritas, independensi dan objektivitas, konfidensialitas, serta
kompetensi.
3.2 Kepercayaan, Keyakinan, dan Kredibilitas
Akuntan pemerintah harus melakukan kerjasama dan hubungan yang baik dengan para
akuntan lain. Dukungan profesi oleh para anggotanya dan sikap saling kerjasama antar
akuntan pemerintah merupakan unsur yang penting dari karakter professional. Kepercayaan
masyarakat dan rasa hormat yang dilakukan oleh akuntan pemerintah merupakan hasil dari
pencapaian kumulatif dari semua akuntan pemerintah di masa lalu dan sekarang. Oleh karena
itu demi kepentingan para akuntan pemerintah dan kepentingan masyarakat umum, maka
akuntan pemerintah harus sepakat dengan sesame akuntan pemerintah lain dengan cara yang
adil dan seimbang.

3.3 Prinsip Integritas ( Integrity Principle)


Integritas merupakan nilai inti dari kode etik ini. Para akuntan pemerintah wajib untuk
mematuhi standar perilaku dalam pekerjaan mereka serta dalam hubungan dengan staff dari
lembaga yang diperiksa.

Integritas dapat di ukur dengan apa yang benar dan adil. Integritas meminta para akuntan
pemerintah untuk mengawasi, baik bentuk serta spirit dari standar audit dan standar etika.

3.4 Prinsip Independensi, Objektivitas, dan Ketidakberpihakan


Sikap independen terhadap lembaga yang diperiksa serta terhadap kelompok luar yang
memiliki kepentingan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh para akuntan
pemerintah. Para akuntan pemerintah tidak hanya berusaha bersikap independen terhadap
lembaga yang diperiksa dan kelompok lain yang berkepentingan, tetapi juga harus bersikap
objektif dalam berurusan dengan permasalahan dan topic yang diperiksa.

Terdapat kebutuhan objektivitas dan ketidakberpihakan dalam semua pekerjaan yang


dilakukan oleh akuntan pemerintah, khususnya dalam pembuatan laporan yang harus akurat
dan objektif.

3.5 Sikap Netral Secara Politis

Para akuntan pemerintah dan lembaganya perlu mempertahankan sikap netral secara
politis yang sebenarnya sangat penting bagi para akuntan pemerintah untuk bersikap
independen dari pengaruh politik dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya. Hari ini relevan
bagi akuntan pemerintah karena mereka maupun lembaganya bekerjasama dengan lembaga
legislatif, eksekutif, atau badan-badan pemerintah lainnya yang diperkuat dengan undang-
undang dalam membuat laporan pemeriksaannya. Hal ini penting karena para akuntan
pemerintah yang melakukan, atau terlibat dalam kegiatan politik dianggap mungkin
mengabaikan atau dipandang mengabaikan tugas-tugas profesional mereka secara tidak
memihak.

3.6 Benturan Kepentingan ( Conflict Of interest )

Ketika para akuntan pemerintah diijinkan untuk memberikan saran, atau layanan atau jasa
yang lain, selain audit pada lembaga yang diperiksa maka benar-benar harus dipertimbangkan
bahwa saran atau layanan tersebut tidak menimbulkan benturan kepentingan. Dalam hal-hal
tertentu para akuntan pemerintah harus menjamin bahwa sarana atau layanan tersebut tidak
termasuk pertanggungjawaban atau kekuasaan pengelolaan yang harus tetap berada pada
manajemen dari lembaga yang diperiksa.

Para akuntan pemerintah harus melindungi independensinya serta menghindarkan


berbagai kemungkinan benturan kepentingan dengan menampik hadiah atau gratifikasi yang
dapat mempengaruhi atau diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan prinsip independensi
serta integritas. Para akuntan pemerintah harus menghindari semua hubungan dengan
pimpinan dan staf lembaga yang diperiksa serta pihak lain yang mungkin mempengaruhi,
mengkompromikan atau mengancam kemampuan para akuntan pemerintah untuk bertindak
secara independen. Para akuntan pemerintah harus tidak menggunakan jabatannya untuk
tujuan pribadi dan harus menghindari hubungan yang melibatkan resiko korupsi atau yang
mungkin meningkatkan keraguan terhadap objektivitas dan independensi.

3.7 Prinsip Kerahasiaan Profesional (Professional Secrecy Principle)


Para akuntan pemerintah harus tidak mengungkapkan informasi yang diperoleh selama
pemeriksaan kepada pihak ketiga baik secara lisan atau tertulis terkecuali untuk tujuan yang
sesuai dengan ketentuan undang-undang dari lembaga atau Badan Pemeriksa Keuangan atau
tanggung jawab lainnya sebagai prosedur dari lembaga atau Badan Pemeriksa Keuangan yang
sesuai dengan ketentuan hukum.
3.8 Prinsip Kompetensi ( Competence Principle )
Para akuntan pemerintah mempunyai tugas untuk bertindak secara profesional disetiap
waktu serta menerapkan standar profesional yang tinggi didalam melaksanakan pekerjaannya
agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas yang secara kompeten serta tidak memihak.
Para akuntan pemerintah harus tidak melaksanakan pekerjaan yang mereka tidak kompeten.
Para akuntan pemerintah harus tahu serta mengikuti penerapan standar, kebijakan, prosedur,
serta praktik auditing, serta manajemen keuangan. Demikian pula mereka harus memiliki
pemahaman tentang undang-undang dasar prinsip-prinsip hukum dan institusi serta standar-
standar yang mengatur kegiatan operasional dari lembaga yang diperiksa.

3.7 Pengembangan Profesional ( Professional Development )

Para akuntan pemerintah harus melatih sikap kecermatan dan kehati-hatian dalam
melaksanakan dan mengawasi pemeriksaan serta dalam mempersiapkan laporan. Para akuntan
pemerintah harus menggunakan metode serta praktik-praktik yang berkualitas tinggi pada saat
melakukan pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaan serta mengeluarkan laporan
akuntan pemerintah menyatukan untuk mematuhi postulat dan standar pemeriksaan yang
diterima umum. Para akuntan publik mempunyai kewajiban untuk memperbarui serta
meningkatkan secara terus-menerus keahliannya yang dipersyaratkan untuk melaksanakan
tanggung jawab profesionalnya.

4. ATURAN ETIKA IKATAN AKUNTANSI INDONESIA KOMPARTEMEN


AKUNTAN SEKTOR PUBLIK (IAI-KASP)

4.1 Pendahuluan
Akuntan pemerintah tidak sama dengan akuntansi sektor publik tetapi kontan pemerintah
menjadi bagian dari akuntansi sektor publik. Di Indonesia akuntansi sektor publik mencakup
beberapa bidang yaitu akuntansi pemerintah pusat, akuntansi pemerintah daerah, sumber daya
politik dan LSM, akuntansi yayasan, akuntansi pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian
maka akuntansi sektor publik adalah akuntansi yang ditekankan pada proses penyediaan serta
penyajian informasi akuntansi dari lembaga-lembaga yang berorientasi kemasyarakatan.
4.2 Kode Etika Akuntan Sektor Publik
Rahmadi dkk, 2010 menjelaskan bahwa ia telah menyusun aturan etika bagi profesi
akuntan sektor publik termasuk akuntan pemerintah yang diuraikan sebagai berikut :

Berdasarkan aturan etika ini seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup :

 Pandangan objektif
 Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.
 Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja maupun
untuk auditan.
 Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.

Penerapan aturan etika dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan profesi akuntan
yaitu: bekerja dengan standar profesi yang tinggi, mencapai tingkat kinerja yang diharapkan
dan mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat. oleh
karena itu menurut Aturan etika IAI- KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang harus
dipenuhi yaitu :

 Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi


 Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi
 Keyakinan penggunaan layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar
teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.
Aturan etika IAI- KASP memuat 6 prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan 4
panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut. 6 prinsip dasar tersebut
adalah integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, ketepatan
bertindak, dan standar teknis dan profesional. 4 panduan umum mengatur hal-hal yang terkait
dengan good governance, pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah contoh penerapan
aturan etika bagi anggota profesi yang bekerja di luar negeri.
Adapun 6 Aturan etika IAI- KASP adalah sebagai berikut :
1. Integritas

Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran. Integrator tidak hanya berupa kejujuran tapi juga sifat dapat
dipercaya bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh
editor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional
kepada instansi tempat bekerja dan kepada auditannya. Misalnya, auditor seringkali
menghadapi situasi dimana terdapat berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat
menciptakan gambaran keuangan atau kinerja yang berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan
yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu bertahan dan
berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji objektif mungkin.

2. Objektivitas
Auditor yang objektif adalah oditur yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan ia tidak boleh
bertindak atas dasar prasangka atau kias pertentangan kepentingan atau pengaruh dari pihak
lain. Objektivitas ini dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam
kegiatan audit nya. Tutorial adiktif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan
seluruh bukti yang tersedia dan bukan karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau
prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain. Objektivitas auditor dapat
terancam karena berbagai hal, situasi-situasi tertentu dapat menghadapkan auditor pada
tekanan yang mengancam objektivitasnya, seperti hubungan kekerabatan antara auditor
dengan pejabat yang diaudit. Objektivitas auditor juga dapat terancam karena tekanan-tekanan
pihak-pihak tertentu seperti ancaman secara fisik. Untuk itu auditor harus tetap menunjukkan
sikap rasional dalam mengidentifikasi situasi situasi atau tekanan-tekanan yang dapat
mengganggu objektivitasnya. Ketidakmampuan auditor dalam menegakkan satu atau lebih
prinsip-prinsip dasar dalam aturan etika karena keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak
tertentu menunjukkan indikasi adanya peperangan objektivitas. Hubungan finansial dan
nonfinansial dapat mengganggu kemampuan auditor dalam menjalankan prinsip objektivitas.
Misalnya auditor pemegang jabatan komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu
perusahaan sedikit banyak akan mempengaruhi objektivitas auditor tersebut ketika mengaudit
auditan.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan
mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Berdasarkan prinsip dasar, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan
bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
4. Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam
melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka
dan transparan. Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
 Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti audit dan instansi tempat
ia bekerja.
 Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, seperti
tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.
 Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan perundang-
undangan.

Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasi-situasi diatas,


ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

 Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapatkan dukungan bukti yang kuat atau adanya
pertimbangan professional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak
didukung dengan bukti yang kuat.
 Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki tanggung
jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.
 Perlunya nasihat hukum yang professional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat
sebelum melakukan pengungkapan informasi.
5. Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta
lembaga profesi akuntan sector public dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat
mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor professional.
6. Standar Teknis dan Profesional
Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi
standar teknis dan professional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Selain menjelaskan tentang enam aturan etika,
IAI-KASP juga menjabarkan empat paduan umum yang terkait dengan:
 Good Governance
 Pertentangan Kepentingan
 Fasilitas dan Hadiah
 Pemberlakuan Aturan Etika bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri

5. KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (BPK-


RI)
5.1 Pendahuluan

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) merupakan badan yang


dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 23 ayat 5) dari Negara Republik
Indonesia. Untuk melaksanakan tugasnya sebagai pemeriksa Keuangan di Republik Indonesia
BPK-RI telah mengeluarkan kode etiknya. Setelah beberapa kali perubahan, maka
dikeluarkan Peraturan BPK RI No.2 Tahun 2011 tentang Kode Etik BPK RI.

5.2 Kode Etik BPK-RI (Peraturan BPK RI no.2 tahun 2011)

BPK-RI pada tanggal 7 Oktober 2011 mengeluarkan Peraturan no.2 tahun 2011 tentang
Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (KE-BPKRI). KE-BPKRI no.2 tahun 2011 ini
merupakan pengganti dari Peraturan BPK no.2 tahun 2007 tentang Kode Etik BPKRI.

Beberapa pasal yang penting dalam Peraturan no.2 BPKRI tahun 2011 ini adalah:

Bab III: Kode Etik,


Pasal 4:
a. Nilai Dasar merupakan kristaliasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada
diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari
hati.
b. Nilai Dasar Kode Etik BPK ini terdiri dari Integritas, Independensi, dan
Profesional.
Bab IV: Implementasi Kode Etik
Bagian Kesatu: Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu
dan Anggota Masyarakat
Pasal 6:
1. Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. Mengakui persamaan derjat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. Menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. Bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
2. Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. Menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik
praktis;
b. Memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. Melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. Melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan
memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Bagian Kedua: Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga
Negara
Pasal 7
1 Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. Mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. Menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
2 Anggota BPK, Pemerika, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. Menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah
Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. Menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan
pemerintah.
Bagian Ketiga: Anggota BPK selaku Pejabat Negara
Pasal 8
1 Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:
a. Melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku
jabatannya;
b. Menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
d. Menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. Menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. Bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. Menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih.
2 Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:
a. Memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. Memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang dan/atau
golongan;
c. Memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang dan/atau
golongan;
d. Menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi,
integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. Mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian
kepada pihak lain di luar BPK;
f. Mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada Lembaga
perwakilan;
g. Memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi
obyek pemeriksaan; dan
h. Mempertahankan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan
pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak
sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan,
sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil
pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Bagian Keempat : Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
Pasal 9

1. Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:


a. Bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. Menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. Mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai
untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. Menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan,
menghindari terjadinya benturan kepentingan
1. Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
a. Meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. Menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena
kelalaiannya;
c. Menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
d. Memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya
untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. Memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
3. PEMBANDINGAN CODE OF ETHICS OF INTOSAI DENGAN ATURAN ETIKA
IAI - KASP DAN KODE ETIK BPKRI

1. Prinsip Dasar Etika


Terdapat perbedaan jumlah prinsip dasar etika antara Code of Ethics of INTOSAI, 2004,
Aturan Etika IAl-KASP dan Kode Etik BPK-RI 2011. Prinsip dasar Code of Ethics of
INTOSAI, 2004 sebanyak 4 (empat), sedangkan prinsip dasar di Aturan Etika IAI-KASP
sebanyak 6 (enam) prinsip dasar. Adapun Kode Etik BPKRI 2011 memiliki 3 (tiga) prinsip
dasar yaitu Integritas, Independensi, dan Profesional.
2. Netralitas secara Politis
Mengingat profesi akuntan pemerintah rentan terhadap campur tangan dari pihak lain
secara politis dalam melakukan tugas profesionalnya, maka Code of Ethics of INTOSAI, 2004
mengungkapkan pentingnya akuntan pemerintah mempunyai sikap netral secara politis
sebagai bagian dari prinsip etika Independensi, Objektivitas, dan Ketidakberpihakan.
3. Benturan Kepentingan

Profesi akuntan pemerintah sering menghadapi benturan kepentingan, khususnya benturan-


benturan yang berkaitan dengan hal-hal politis. Oleh karenanya ketiga kode/aturan etika yang
dibahas di atas sama-sama menjelaskan tentang perlunya pemahaman para akuntan
pemerintah untuk menghindari benturan kepentingan dalam menjalankan tugas profesinya.

4. Pengembangan secara Profesional

Sebagai bagian dari kompetensi yang perlu diperbaharui dan dikembangkan secara terus
menerus, maka Code of Ethics of INTOSAI, 2004 secara eksplisit mengungkapkan perlunya
akuntan pemerintah melakukan pengembangan diri secara profesional. Demikian pula Aturan
Etika IAI-KASP juga menganggap penting seorang akuntan pemerintah melaksanakan
pengembangan diri secara profesional yang berkelanjutan. Namun Kode Etik BPK-RI 2011
tidak menguraikan perlunya seorang auditor BPKRI berkewajiban secara etis untuk
melakukan pengembangan diri secara professional. Sebaiknya ketentuan pengembangan
secara professional ini dapat juga menjadi bagian sikap etis dari para auditor di BPK-RI.

6. PENERAPAN ETIKA AKUNTAN PEMERINTAH

Lyod and Crawford, 2009 menyatakan bahwa untuk melindungki kepentingan masyarakat
dalam lingkungan yang cepat, berubah dan kompleks, para akuntan (khsusnya akuntan
pemerintah) di USA sering menghadapi dilemma etika, membutuhkan petunjuk professional
serta penerapan dari nilai-nilai tersebut. Lebih lanjut Lyod and Crawford, 2009
merekomendasikan pendekatan untuk memecahkan dilemma etika dengan memberikan studi
kasus yang melibatkan akuntan pemerintah yang dihadapkan pada tekanan konflik antara
tanggung jawabnya dengan lembaga yang diperiksa dan dengan masyarakat. Kedua penulis
itu merekomendasikan langkah-langkah yang dapat dilakukan bila akuntan pemerintah
menghadapi dilemma etika sebagai berikut:

a. Dapatkan semua fakta yang relevan yang berkenaan dengan situasi atau lingkungan.

b. Pertimbangkan apa saja tindakan alternatif yang tersedia untuk dapat dilaksanakan.
c. Pertimbangkan hukum eksternal, peraturan, prinsip, aturan, serta kebijakan dan prosedur
internal yang tersedia (artinya pertimbangan “keadilan” yaitu apa apa yang benar untuk
dikerjakan dari perspektif hukum, prinsip, aturan atau kebijakan).

d. Pertimbangkan hasil dan konsekuensi dari tindakan-tindakan alternatif tersebut (artinya


pertimbangan “kepedulian yaitu apa apa yang benar untuk dikerjakan dalam membantu
orang lain atau menguntungkan banyak orang).

e. Pilih tindakan yang: (1) Menegakan nilai kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab,
keadilan, dan kepedulian; (2) Memperhitungkan pertimbangan keadilandan kepedulian.

Dye, 2007 menawarkan beberapa strategi dan ide untuk mendeteksi kecurangan dan
korupsi kepada Supreme Audit Institusion (Badan Pemeriksa Keuangan Negara) guna
memperbaiki kinerja mereka. Saran-saran perbaikan untuk proses pemeriksaan yang
dilakukan oleh Supreme Audit Institution (Badan Pemeriksa Keuangan Negara) sebagai
berikut:

1. Memeriksa dan memberikan pendapat tentang apakah lembaga yang diperiksa mempunyai
dan menerapkan pengendalian internal yang menjamin keakuratan dan kewajaran sistem
keuangan serta meminimalisir peluang kecurangan korupsi.

2. Supreme Audit Institutions (Badan Pemeriksa Keuangan Negara) harus mendorong


pengadopsian kebijakan anti korupsi oleh pemerintah serta membnatu mengembangkan
program-program anti korupsi dari pemerintah.

3. Dengan demikian Dye, 2007 menyarankan berbagai bentuk pemeriksaan yang harus
dilakukan oleh Supreme Audit Institutions (Badan Pemeriksa Keuangan Negara), yaitu:

 Pemeriksaan keuangan

 Pemeriksaan kepatuhan

 Pemeriksaan prioritas

 Pemeriksaan pengendalian

 Pemeriksaan kinerja
 Pemeriksaan forensik

 Pemeriksaan komputer

Disamping itu Dye, 2007 menejlaskan bahwa mekanisme Whistle-blower merupakan


sarana dan sumber yang efektif untuk menemukan kecurangan dan korupsi di pemerintahan.

Terakhir Dye, 2007 memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kinerja anti korupsi
dari Supreme Audit Institutions (Badan Pemeriksa Keuangan Negara) sebagai berikut:

 Melakukan berbagai pelatihan dan konperensi memerangi kecurangan dan korupsi.

 Memperkuat kewenangan untuk melakukan penyelidikan/investigasi.

 Membentuk unit audit forensik.

 Menyusun standar audit kecurangan.

 Mendorong perencanaan yang lebih professional.

 Mendukung transparency international.

 Mendukung dan bekerjasama dengan lembaga anti korupsi nasional.

 Mendorong program-program pelatihan penyadaran kecurangan dan anti korupsi.

 Mendorong kementrian, departemen serta lembaga pemrintah lainnya untuk menciptakan


perenanaan pengawasan kecurangan dan korupsi.

 Mendorong kementrian, departemen, sert lembaga-lembaga pemerintah lainnya untuk


melakukan kontrak pengawasan kecurangan dan korupsi bila di internalnya tidak terdapat
sumber daya untuk itu.

 Mendorong para pembuat hukum untuk membuat undang-undang whistleblower yang


melindungi orang yang memberikan informasi yang sah kepada penegak hukum tentang
adanya kecurangan dan korupsi.
KASUS :

Pengaruh Pengendalian Internal Birokasi Pemerintah dan Perilaku Tidak Etis


Birokrasi terhadap Kecurangan Akuntansi di Pemerintahan: Persepsi Auditor Badan
Pemeriksa Keuangan

1. LATAR BELAKANG

Perkembangan akuntansi pemerintahan terkait dengan bentuk konstitusional pemerintahan


yang memberikan pemisahan kekuasaan, serta chek and balances di antara lembaga legislatif,
eksekutif, serta yudikatif (Chan and Rubin, 1987). Pejabat pemerintahan seharusnya
transparan dalam menyampaikan informasi yang terkait dengan segala langkah dan
tindakannya. Namun demikian secara rasional mereka tidak akan secara sukarela
menyampaikan informasi secara berlebihan melebihi yang diminta atau bila tidak
berhubungan dengan kepentingan mereka (chan, 2003). Upaya untuk tidak memberikan
informasi secara transparan menimbulkan adanya dugaan penyembunyian informasi. Atau
bahkan menimbulkan dugaan adanya asimatri informasi, bahkan kecuranag akuntansi di
pemerintahan. Kecurangan akuntansi tidak hanya terjadi di sektor swasta. Kecurangan
akuntansi juga dapat terjadi di pemerintahan. Kecurangan akuntansi juga menjadi sumber atau
alat pejabat pemerintah melakukan koruspi.

2. KAJIAN TEORITIS

2.1 Kecurangan Akuntansi Pemerintahan

Akuntansi pemerintahan mempunyai tiga tujuan, yaitu (a) menjaga keuangan publik engan
mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi dan tindakan untuk mencari keuntungan secara
tidak beretika. (b) memfasilitasi pengelolaan keuangan pemerintahan secara sehat. (c)
membantu pemerintah dalam memberikan akuntabilitas kepada masyarakat (Chan, 2003).
Tujuan akuntansi pemerintahan ini dimaksudkan agar dihasilak suatu laporan keuangan
pemerintah yang transparan, sesui dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku serta bebas
dari tindakan kecurangan oleh para pelakunya.
Dari perspektif kriminal, kecurangan akuntansi merupakan kejahatan kerah putih. Geis
dan Meier (1997: 40) mengutip Sutherland (1940) menjelaskan bahwa kejahatan kerah putih
di dunia usaha adalah slah saji laporan keuangan, manipulasi di pasar modal, penyuapan
komersial, penyuapan dan penerimaan suap ole pejabat publik secara langsung atau tidak
langsung, kecurangan pajak, dan kebangkrutan.

2.2 Pengendalian Internal Birokasi Pemerintahan

Untuk mencegah kecurangan akuntansi terdapat tiga masalah pokok yang dihadapi
akuntan dan auditor pemerintah yaitu lingkungan pengawasan umum, resiko yang melekat
untuk brkorupsi dan sarana pengamanan (HOesada, J., 2007). Ketiga permasalahan ini
merupakan unsure dari pengendalian internal birokasi pemerintahan. Unsur pengendalian
internal birokasi pemerintahan terdiri atas lingkungan pengawsan umum, resiko yang melekat
untuk berkorupsi, serta sarana pengamanan.

Tingkat lingkungan pengawasan ini ditentukan oleh skap dan kadar pemahaman dan
kepentingan pemimpin negara akan perlunya sistem pengendlian birokrasi yang kuat, tingkat
hubungan pelaporan di antara unit organisasi birokrasi, tingkat kompetensi dan kejujuran dari
birokrat, deraja pendelegasian dan pembatasan wewenang dari birokrasi, tingkat pemahaman
birokrasi akan kebijakan dan prosedur, derajad rincian dan efektivitas dari prosedur anggaran
dan pelaporannya, serta tingkat pengendalian keuangan dan pengelolaan termasuk
penggunaan komputer telah dimantapkan dan diamankan dengan baik.

Risiko yang melekat untuk terjadinya korupsi ditentukan oleh tingkat kejelasan dari suatu
program, serta jumlah perijinannya. Di samping itu risiko tersebut ditentukan oleh seberapa
besar anggaran untuk melaksanakan kegiatan. Semakin besar anggarannya, semakin besar
kemungkinan terjadinya korupsi. Pendapatan diluar lembaga pemerintah juga mempengaruhi
resiko terjadinya korupsi. Semakin besar pengaruh pendapatan keuangan di luar lembaga
pemerintah, semakin besar kemungkinan terjadinya koruspi. Selain itu faktor tekanan jadwal
dan pencapaian, derajat sentralisasi dan desentralisasi, serta bukti atau fakta yang ada
sebelumnya tentang sehat tidaknya suatu kegiatan juga akan menentukan risiko yang melekat
untuk terjadinya korupsi.
Saranan pengamanan dan pengendalian juga menerapkan unsur dari pengendalian
internal birokasi pemerintahan. Sarana pengamanan dan pengendalian ini terdiri dari
tersedianya sumber informasi, ketersediaan narasumber yang kompeten untuk pengumpulan
informasi, tersedianya peta yang menggambarkan wilayah yang paling rawan korupsi, serta
agenda untuk menurunkan tingkat kerawanan tersebut. Di samping itu, sarana pengamanan
dan pengendalian ini terdiri dari ketersediaan langkah perbaikan yang nyata secara bertahab,
persisten, serta sistematis oleh pemerintah untuk menurunkan tingkat korupsi.

2.3 Perilaku Tidak Etis Birokrasi

Tingkat dan derajat kecurangan akuntansi di pemerintahan, tidak hanya ditentukan ole
tingkat dan derajad pengendalian internal birokasi pemerintahan. Diri pribadi birokrat juga
menentukan terjadinya kecurangan akuntansi pemerintahan. Perilaku tidak etis dari birokrasi
juga akan menentukan derajat dan tingkat kecurangan akuntansi pemerintahan.

Buckley et al., (1998) menjelaskan bahwa perilaku tidak etis merupakan sasuatu yang
sulit untuk dimengerti, yang jawabannya tergantung pada interaksi yang kompleks antara
situasi serta karakteristik pribadi perilakunya. Meski sulit dalam konteks akuntansi, namun
memodelkan perilaku perlu dipertimbangkan guna memperbaiki kulitas keputusan serta
mengurangi biaya yang berkaitan dengan informasi dan untuk memperbaiki tersedianya
informasi yang tersedia bagi pasar (Hendrikson, 1992:237). Perusahaan sebagai pribadi
artifisial memiliki tanggung jwab moral dan sosial, yang pada tingkat operasional diwakili
secara formal oleh manajemen (Keraf,1998: 113-136).

3. HIPOTESIS PENELITIAN

H1 : pengendalian internal birokrasi pemerintahan dan perilaku tidak etis birokrasi secara
bersama-sama memberikan pengaruh terhadap kecurangan akuntansi pemerintahan

H2 : pengendalian internal birokrasi pemerintahan dan perilaku tidak etis birokrasi secara
partial memberikan pengaruh terhadap kecurangan akuntansi pemerintahan

4. IMPLIKASI

Implikasi teoritis dari penelitian ini bahwa mengkaji kecurangan akuntansi tidak hanya
melalui pendekatan ilmu akuntansi, tetapi juga perlu mengikut sertakan pendekatan serta
teori-teori dari disiplin ilmu yang lain, termasuk ilmu psikologi seara bersama-sama. Dengan
adanya pedekatan lintas disiplin ilmu ini diharapkan secara menyeluruh akan diperoleh solusi
teoritik atas permsalahan kecurangan akuntansi perusahaan berikut faktor yang menjadi
penyebabnya. Temuan penelitian ini juga penting bagi pendidikan profesi akuntan.

5. KETERBATASAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya (1) responden penelitian adalah para
auditor BPK, serta tidak melibatkan auditor BPKP, sehingga mengurangi kemampuan
generalisasi, (2) pengukuran seluruh variabel dilakukan secara subjektif atau berdasarkan
persepsi respnden, yang akan menimbulkan masalah bila persepsi responden berbeda dengan
keadaan yang sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai