Barter atau pertukaran aset merupakan pemerolehan aset dengan penghargaan berupa aset
berwujud atau non moneter lainnya. Bila hali ini terjadi, pengukuran aset yang diperoleh
bergantung pada apakah aset yang dipertukarkan sejenis atau tidak sejenis. Aset sejenis artinya
aset yang fungsinya sama dan tidak harus aset yang identik. Bila satu kesatuan usaha
menukarkan aset sejenis, secara konseptual dianggap bahwa perusahaan tersebut melakukan
pemeliharaan atau pemertahanan kapital dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan
aset dan penyerahan aset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan.
Bila kesatuan usaha menukarkan aset tidak sejenis, secara konseptual dianggap transaksi tersebut
melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan
usaha menjual aset yang diserahkan secara tunai kemudian seketika itu pula menggunakan
seluruh kas yang diterima untuk membeli aset yang diterima.
Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tembok baik dari pihak kesatuan usaha atau
dari lawan barter. Bila dalam barter aset sejenis tembok diberikan oleh lawan barter, maka barter
tersebut tidak murni sejenis tetapi campuran. Adapun prinsip – prinsip penentuan kos aset yang
diterima dalam barter atau pertukaran :
Saham sebagai penghargaan merupakan salah atau bentuk pemerolehan aset dengan
barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai
penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh, nilai nominal ataupun nilai nyataan untuk
tiap saham tidak dapat mempresentasi kos yang sebenarnya pada saat transaksi. Dalam beberapa
hal, jumlah setara saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang
sama untuk memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira – kira bersamaan dengan
penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan. Pengahargaan yang didasarkan pada
nilai tunai saham tidak menemukan jumlah yang meyakinkan karena harga saham tidak dapat
ditentukan dengan memuaskan. Pendekatan praktis untuk memecahkan masalah ini adalah
penentuan kos yang didasarkan atas taksiran harga pasar asset yang diperoleh. Perbedaan antara
nilai nominal saham yang diserahkan dengan nilai setara tunai asset tersebut diperlakukan
sebagai premium (agio) atau diskon (disagio) saham.
Jika suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami
reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data kos yang memadai untuk
menentukan kos aset yang dikuasainya. Karena tujuan reorganisasi biasanya adalah menentukan
nilai perusahaan pada saat tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset perusahaan
dengan mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu.
Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas mempunyai manfaat
ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang tidak
sebanding dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan tanahnya yang diperoleh
perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh pemerolehan aset tanpa kos. Oleh
karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat kembalian
investasi.
Temuan
Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan
dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk
memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan pekerjaan
eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan dengan hasilnya). Demikian juga,
suatu peralatan atau teknik pemrosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin
dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan
nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang khusus seperti ini diperlukan suatu pengukur
baru kos atas dasar jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang
diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya
keduannya sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan atau
dikomersialkan.
Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam
mengukur kos yang sebenarnya (true cost). Kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit
bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi berapa
kos yang sebenarnya pada transaksi. Kekeliruan sering terjadi karena anggapan bahwa nilai
nominal atau nilai jatuh tempo utang menunjukkan kos barang atau jasa yang dibeli dan memang
dalam beberapa kasus hal ini cukup beralasan karena kepraktisan dan materialitas.
Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash discount) dan keringanan-
keringanan (allowances) lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis
pembukuan memang dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto kedalam akun
asset yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah
yang tercatat tersebut menjadi jumlah secara tunainya. Potongan yang dimanfaatkan oleh
pembeli sering dianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang mendasarinnya
yaitu bahwa laba tidak diperoleh melalui proses pembelian atau pemerolehan potensi jasa.
Pembelian semata-mata merupakan langkah pertama dalam upaya untuk menghasilkan
pendapatan. Potongan dan keringanan lainnya sudah menjadi kebiasaan yang umum dalam setiap
kegiatan usaha dan pada umumnya akan selalu dimanfaatkan oleh perusahaan yang dikelola
dengan baik.
Rugi dalam pemerolehan asset
Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi oleh biaya,
kos semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang
terhimpun tersebut tetap merepresentasi asset kalua asset tersebut belum dikeluarkan sebagai
biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuatu hal (atau keadaan yang tidak normal)
potensi jasa tertentu menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan
pendapatan pada waktu mendatang. Dalam keadaan semacam itu, dapat dikatakan bahwa
manfaat ekonomik telah hangus atau menguap dan merupakan rugi. Sebelum kos potensi jasa
dinyatakan hangus maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa kos tersebut statusnya adalah
menunngu perlakuan berikutnya (in suspense). Rugi dapat saja terjadi sebelum perusahaan mulai
berproduksi.
Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekedar
musibah belaka tidak jarang mengakibatkan hangusanya (dissipation) manfaat ekonomik dalam
perioda pendirian badan usaha atau pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan,
kebakaran besar, banjir bandang atau bencan lainnya adalah contoh keadaan khusus atau tidak
normal yang dapat mengakibatkan rugi besar. Kalau keadaan memang menunjukkan dengan
jelas bahwa rugi telah diderita, satu-satunya perlakuan yang tepat adalah pemisahan jumlah
rupiah rugi tersebut sebagai defisit atau dalam keadaan tertentu penghapusan jumlah rupiah rugi
tersebut dengan pengurangan modal. Jadi, rugi hendaknya tidak dikapitalisasi atau diasetkan
karena kriteria manfaat ekonomik masa datang tidak dipenuhi lagi. Jadi, dapat di simpulkan
bahwa, kecuali karena hal-hal yang tidak normal yang mengharuskan kos yang terjadi segera
diakui sebagai rugi yang dapat terjadi pada tahapan kegiatan usaha maupun, semua kos yang
terjadi merupakan asset atau merupakan bagian dari jumlah rupiah total asset perusahaan paling
tidak dalam beberapa saat.
Penilaian
Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilain sering tidak dibedakan karena
adanya asumsi bahwa akuntansi menggunkan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik
suatu objek, pos, ataun elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntanssi untuk
menunjukkan proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat
pemerolehan. Penilaian baiasannya digunkan untuk menunjukkan proses penentuan jumlah
rupiah yang harus didekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.
Dalam penilaian suatu pos untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan
berbagai dasar penilaian (base for valuation) bergantung pada makna yang ingin direpresentasi
melalui pos statemen keuangan. Penilaian pos aset di maksudkan untuk menentukan berapa
jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya. Ada berbagai
dasar penilaian yang dapat digunakan untuk tujuan pelaporan aset dalam rangka menyediakan
informasi yang dapat membantu para pemakai untuk mengevaluasi posisi keuangan dan untuk
memprediksi aliran kas di masa mendatang.
Konsep dasar kontinuitas usaha menempatkan aset sebagai sisa potensi jasa yang akan
menjadi upaya dalam menghasilkan pendapatan sehingga dasar penilaian yang paling
menggambarkan makna tersebut adalah kos historis. Akan tetapi, dalam praktiknya pos-pos aset
tidak hanya memiliki atribut sebagai sisa potensi jasa tetapi atribut yang lain. Investasi jangka
pendek, misalnya, mempunyai manfaat ekonomik karena daya tukar menjadi kas atau
keterpasaran (marketability). Demikian juga, aset moneter lainnya mempunyai tujuan pelaporan
dan atribut yang berbeda. Karena adanya berbagai atribut yang disandang oleh pos-pos aset,
berbagai dasar penilaian harus digunakan dalam penyajian agarinformasi semantik yang
dikandung dalam penyajian agar informasi semantik yang dikandung berpaut (relevan) bagi
pemakai statemen keuangan.
Karena aset merupakan elemen pembentuk posisi keuangan sebagai informasi semantik
bagi investor dan kreditor, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan
keuangan. Tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu
investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan
usaha. Oleh karena itu, dasar penilaian aset akan relevan kalau penilaian tersebut dikaitkan
dengan aliran kas ke badan usaha. Aliran kas bersih ke badan usaha dapat diprediksi melalui
informasi semantik berupa: posisi keuangan, profitabilitas, likuiditas, dan solvensi yang
penentuannya melibatkan penilaian aset. Jadi, tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut
pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis
penilaian yang sesuai.
Hendriksen dan Van Breda (1992) membahas konsep dan dasar penilaian asset untuk
tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi yaitu arah aliran asset dan waktu. Karena asset
merupakan komponen penentu posisi keuangan pada saat tertentu, basis pengukuran untuk
menilai asset pada saat tersebut yang paling valid adalah harga atau nilai pertukaran. Hal ini
sejalan dengan konsep dasar penghargaan sepakatan yang sebenarnya sama dengan harga/nilai
pertukaran. Nilai pertukaran dijadikan basis karena dianggap objektif sehingga memenuhi
kualitas keterandalan informasi. Nilai pertukaran itu sendiri dapat dipandang dua sisi yaitu
pertukaran dalam pemerolehan dan pertukaran dalam pemanfaatan asset (dikonsumsi atau
dijual). Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran pemerolehan disebut dengan nilai masukan,
sedangkan yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran.
Walaupun penyajian asset adalah untuk asset tertentu yang dalam dimensi waktu dapat
diletakkan sebagai titik sekarang, nilai pertukarannya yang dapat dijadikan basis penilaian dapat
nilai pertukaran masa lalu atau masa mendatang. Dimensi waktu dana rah pemerolehan
menghasilkan 6 basis pengukuran yaitu: kos historis, kos pengganti, kos harapan, harga jual
masa lalu, harga jual sekarang, dan nilai terealisasi harapan.
Nilai Masukan
Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan
untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha. Kalau tujuan
menyajikan makna aset ini adalah untuk menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit
usaha maka nilai masukan merupakan alternatif nilai keluaran untuk objek jasa bila memang
tidak ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat diukur dengan cukup pasti dan
andal. Sebagai alternatif nilai keluaran, nilai masukan menunjukkan secara konservatif nilai
maksimum objek jasa atau pos aset bersangkutan. Beberapa dasar penilaian yang masuk dalam
kategori nilai masukan dibahas berikut ini.
Kos Historis
Kos historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang paling objektif
untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos menunjukkan harga pertukaran pada saat terjadinya.
Salah satu keunggulan kos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat diujinya hasil
penilaian tersebut (veriable) karena kos historis terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang
independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, kos historis dapat diandalkan sebagai
informasi (reliable). Akan tetapi, ditinjau dari relevansi informasi, kos historis menjadi kurang
kebermanfaatannya karena nilai aset berubah dengan berjalannya waktu baik akibat perubahan
daya beli atauperubahan harga.
Kos historis merupakan nilai kesepakatan terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli
tidak dapat memperoleh barang/jasa yang sama di tempat lain dengan nilai lebih rendah. Lebih
dari itu, mekanisme pasar menjamin bahwa nilai kesepakatan terendah ini mempresentasi nilai
sebenarnya atau aktual objek pada saat transaksi itu. Beberapa konsep kos masukan historis
diajukan sebagai jawaban atas masalah ini yaitu kos bijaksana (prudent cost), kos standar
(standard cost), dan kos asal (original cost).
1. Kos bijaksana adalah kos selayaknya yang manajemen bijaksana, atau hati-hati bersedia
membayarnya untuk suatu objek. Kos ini tidak termasuk kos yang merepresentasi
ketidaknormalan atau ketidakbijaksanaan seperti, pemborosan, manipulasi, salah urus,
atau kurang kompetennya manajemen.
2. Kos standar adalah kos yang seharusnya terjadi dalam kondisi proses produksi tertentu
yang diasumsi. Seperti kos bijaksana, kos ketakefisienan dan kapasistas menganggur
dikeluarkan dari kos yang terjadi dalam proses produksi.
3. Kos asli merupakan kos suatu asset bagi perusahaan yang pertama kali menempatkannya
untuk digunakan dalam layanan publik. Kos asli dikenal dalam konteks layanan publik
khususnya bila perusahaan membeli asset bekas dari perusahaan layanan publik lain.
Kos Pengganti
Kos pengganti atau kos masukan sekarang menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran
atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh asset yang sama
jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara. Kos pengganti hampir sama konsepnya
dengan kos standar sekarang. Kos standar sekarang adalah beberapa kos yang seharusnya untuk
menghasilka suatu produk dengan kondisi harga, teknologi, dan efisiensi sekarang. Kos
pengganti berbeda dengan kos standar sekarang karena kos pengganti hanya didasarkan pada
harga sekarang tetapi masih tetap didasarkan pada teknologi dan efisiensi masa lalu. Beberapa
alternative lain yang masuk dalam kategori kos pengganti adalah nilai penaksiran, nilai wajar,
dan nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal.
1. Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekarang yang ditentukan
dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak independen yang kompeten. Nilai
penaksiran biasanya ditujukan untuk asset tetap perusahaan yang berjalan terus guna
menetapkan “nilai buku sekarang” yaitu kos pengganti.
2. Nilai wajar secara umum berarti jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek
dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau
keterpaksaan. Nilai wajar adalah nilai asset yang menghasilkan imbalan atau tingkat
kembalian yang wajar kalau laba yang wajar telah ditetapkan.
3. Nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang diharapkan
mempresentasi kos pengganti bila data untuk menetukan kos pengganti tidak tersedia.
Jadi, nilai terrealisasi bersih/neto dikurangi laba normal merupakan cara untuk menaksir
kos pengganti atau kos sekarang.
Kos Harapan
Secara semantik, kos harapan suatu asset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa
datang seandainya potensi jasa asset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian dan bukan
sekaligus. Untuk penilaian sekarang, kos harapan harus didiskun menjadi kos harapan sekarang
atau kos masukan masa datang diskunan. Untuk dapat menggunakan dasar penilaian ini tentu
saja harus ada alternatif pemerolehan aaset secara bagian demi bagian sebagai pembanding dan
diketahui dengan pasti kos masa datang tiap bagian tersebut. Bila tidak ada alternatif semacam
itu, penilaian semacam ini akan bersifat hipotesis belaka.
Nilai Keluaran
Berbagai penilaian atas dasar nilai masukan di atas harus dipahami/dipelajari dari
perspektif penilaian alternatif terhadap nilai keluarn untuk tujuan menyediakan informasi yang
dapat membantu pemakai dalam memprediksi aliran kas. Nilai keluaran didasarkan atas jumlah
rupiah kas atau penghargaan lainnya yang diterima suatu unit usaha apabila suatu asset atau
potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui pertukaran atau konversi. Ada berbagai
dasar penilaian yang dapat digunakan dan tiap pos asset dapat dinilai menurut dasar yang paling
sesuai dengan tujuan pelaporan tiap pos tersebut.
Harga jual masa lalu sebenarnya menunjukkan kas yang cukup pasti akan diterima dari
konversi suatu pos aset yang timbul karna transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai atribut
semacam ini adalah piutang usaha karena jumlah rupiah piutang usaha merupakan harga jual
masa lalu. Oleh karna itu, harga jual masa lalu merupakan salah satu bentuk khusus penilaian
yang disebut nilai terrealisasi neto. Nilai terrealisasi neto adalah seluruh kas yang akhirnya
berhasil diperoleh atas konversi piutang atau penjualan barang dagangan sampai tuntas
transaksinya. Dikatakan neto atau bersih karena rugi piutang tak tertagih atau kos kegiatan
penjualan tambahan untuk mendapatkan nilai sekarang pos-pos asset tersebut dikeluarkan dari
nilai keluaran.
Harga Jual Sekarang
Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan akan berlangsung terus
dan transaksi dilaksanakan dalam pasar yang normal. Bila tidak ada pasar reguker penilaian
ditentukan atas dasar nilai likuidasi. Dasar penilaian ini dapat digunakan apabila unit usaha
kemungkinan besar tidak akan dapat menjual produk atau asset dalam saluran penjualan yang
normal atau apabila unit usaha tidak dapat lagi memanfaatkan seluruh potensi jasa normal yang
diharapkan dari suatu asset. Nilai likuidasi dapat digunakan apabila kondisi pasar berbeda.
Nilai jual sekarang sebenarnya didasari oleh konsep setara tunai sekarang. Nilai ini
menunjukkan jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara menjual setiap
jenis asset di pasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi asetnya secara normal. Secara
teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau poperties yang relevan untuk semua asset.
Artinya, semua asset dapat menggunakan dasar penilaian ini pada titik waktu tertentu sehingga
agregasi jumlah rupiah asset menjadi bermakna tanpa menghadapi masalah agregasi jumlah
rupiah masa lalu, sekarang, dan masa datang yang skala daya belinya berbeda. Kelemahanny
adalah tidak semua asset mempunya pasar dan harga pasar kutipan sehingga hasil pengukuran
kurang terandalkan.