Anda di halaman 1dari 40

BabIII Pengukuran

Kos

POKOKPIKIRAN
1. Dalam arti Ius, kos adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk barang dan jasa yang
diperoleh atau untuk surat-surat berharga yang diterbitkan dalam transaksi-transaksi
keuangan antara dua pihak yang bebas (independen).
2. Dalam transaksi tunai, kos ditentukan berdasarkan jumlah rupiah tunai pada saat
transaksi; dalarn transaksi kredit, kos ditentukan (diukur) berdasarkan jumlah rupiah
tunai yang disepakati seandainya transaksi kredit tersebut dilakukan secara tunai
(implied cash cost).
3. Bila penghargaan Uumlahrupiah yang disepakati) tidak berupa kas tetapi berupa barang
atau surat-surat berharga yang nilainya tidak dapat ditentukan secara pasti, dasar
pengukurannya adalahjumlah rupiah setera tunai (cash equivalent) barang atau suratberharga yang terlibat (yang diserahkan) dalam transaksi tersebut.
4. Klasifikasi elemen kos pada pencatatan pertama kali adalah langkah pertama dalam
proses pengolahan kos yang berakhir dengan pembebanan kos tersebut terhadap
pendapatan; faktor penentuan sebagai dasar klasifikasi elemen kos adalah perlakuan
akhir suatu objek kos dalam hubungannya dengan pendapatan.
5. Kos semua barang dan jasa yang diperlukan dalarn rangka pendirian perusahaan atau
dalam rangka operasi perusahaan pada dasarnya mempunyai makna (arti)ekonomik dan
kedudukan yang sarna (homogen) dalam menghasilkan pendapatan (revenue) dan oleh
karena karena itu pada saat terjadinya merupakan eemen-elemen sumber ekonoi atau
total aktiva.
6. Standar atau norma akuntansi tentang kos berlaku untuk pasiva maupun untuk aktiva;
jumlah rupiah sebagaidasar untuk mencatatpertarnakali utang atau modal adalahjumlah
rupiah tunai atau setara tunai (dalam hal transaksi nonkas) yang ditanamkan atau disetor
bukannyajumlah nominal utang pada saatjatuh tempo ataujumlah nilai nominal modal.
7. Jumlah-jumlah rupiah yang harns diperhitungkan sebagai elemen kos tidak termasuk
jumlah rupiah hipotesis yang diperhitungkan dalam bentuk bunga atas modal pemilik
atau pengganti jasa (tenaga) pemilik atau jumlah rupiah transaksi hipoteisis lainnya.
Yang diakui sebagai elemen kos hanyalah kos yang benar-benar terjadi (yang
sesungguhnya) akibat suatu transaksi real.
103

8.

Dari sudut pandang kesatuan usaha, bung a atas utang lebih merupakan elemen pengurang
laba daripada sebagai biaya operasi (dalam arti luas) yang dibebankan terhadap pendapatan.

Pokok pikira P&L di atas merupakan kesimpulan-kesimpulan pembahasan tentang


pengukuran kos suatu objek (barang ataujasa) yang diperoleh suatu unit usaha serta elemenelemen yang dapat dimasukkan dalam objek kos tersebut. Yang dapat merupakan objek kos
misalnya adalah separtai barang dagangan, satu unit mesin, sebidang tanah atau sebuah
gedung. Oibahas pula pengukuran kos untuk pos-pos aktiva (utang dan modal) pada saat
terjadinya. Akuntansi didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan beroperasi dengan tujuan
menghasilkan laba. Oleh karena itu pembahasan tentang pengakuan dan pengukuran kos,
biaya dan pendapatan merupakan langkah yang mendasar dalam rangka perumusan suatu
standar akuntansi.
Berikutini adalahgagasandan argumentasiP&Lmengenaiberbagaimasalahpengukuran
kos di atas.
ALiRAN KOS DAN PENDAPATAN
Oleh karena kegiatan-kegiatan operasi tertentu perusahaan (yang dinyatakan sebagai kos)
harus dilakukan terlebih dahulu untuk tujuan tertentu yang akhirnya dapat menimbulkan
pendapatan, maka dalam operasi perusahaan pada umumnya, kos akan terjadi lebih dahulu
sebelum pendapatan terjadi waktu kemudian. Namun demikian dalam menyajikan data
akuntansi pendapatan disajikan lebih dahulu dan barulah kemudian kos yang telah
diperhitungkan sebagai beban pendapatan (biaya) dikurangkan. Perlakuan semacam ini tidak
saja didasarkan atas alas an kepraktisan (conveniency) tetapijuga sejalan dengan pandangan
bahwa pendapatan adalah merupakan faktor yang utama (dominan) dan yang mengarahkan
jalannya operasi. Pendapatan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Memang sebenarnya aliran keduajumlah rupiah faktor tersebut (alira kos yang keluar
dan aliran pendapatan yang masuk unit) mempunyai arti penting yang sarna dan merupakan
dua aliran yang saling berkaitan. Oleh karena itu pengakuan dan pengukuran secara tepat
aliran yang satu akan membantu pengakuan dan pengukuran aliran yang lain. Jadi, dari sudut
pan dang kesatuan usaha, aliran kedua faktortersebut adalah berlawanan; yang satu merupakan
aliran jumlah rupiah keluar dalam penyerahan barang/jasa, yang lain merupakan aliran
jumlah rupiah masuk sebagai kompensasi barang/jasa yang diserahkan.
TAHAPAN PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP KOS
Telah dibahas dalam komentar di bab sebelumnya tentang tahapan perlakuan koso Tiga
tahapan perlakuan akuntansi terhadap kos tersebut adalah:
(1) pengukuran (measurement), pengakuan (pencatatan), dan pengklasifikasian pertama
kali pada saat terjadinya.
(2) pencatatan berikutanya dalam rangka mengikuti aliran proses pemecahan dan
penggabungan untuk kepentingan intern (penelusuran), dan

104

(3) pembebanan terhadap pendapatan untuk periode berjalan atau periode-periode yang
akan datang.
Pembahasan dalam bab ini ditujukan terutama pada tahapan yang pertama oleh karena
perlakuan berikutnya terhadap kos yang tercatat sangat dipengaruhi oleh perlakuan kos pada
waktu pertama kali dicatat atau diakui. Oengan demikian standar akuntansi untuk pengakuan
kos tidak hanya berpengaruh terhadap perlakuan dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadi
tetapi akan berpengaruh juga pada proses atau tahapan berikutnya.
Karena itu standar akuntansi yang sesuai untuk pengakuan, p~ngukuran dan
pengkalsifikasian kos adalah merupakan pedoman yang tak dapat dipisahkan dari proses
penyusunan data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Oengan pedoman semacam ini
maka data hasilpengkuruan akan dapat diartikan sarna oleh pemakai laporan keuangan dan
tidak menimbulkan berbagai penafsira yang sangat menyimpang. Adanya pedoman semacam
itu juga akan menjadikan hasil pengukuran lebih objektif.
KOS SEBAGAI JUMLAH RUPIAH KESEPAKA TAN
Kos, biaya dan aktiva adalah istilah yang sudah biasa dipakai dan mempunyai pengertian
tertentu tetapi hubungan yang mendasari ketiga istilah tersebut sering kurang dipahami. Oi
dalam laporan rugi-Iaba, pengurang pendapatan yang berkaitan dengan e1emen sediaan
(inventoriable elements) dan yang dipdang melekat erat pada produk sering disebut dengan
kos barang terjual, sedangkan pengurang pendapatan yang kurang lagnsung berkaitan
dengan proses produksi dan produk fisik sering disebut dengan biaya. Jumlah rupiah faktor
atau jasa yang diperoleh perusahaan untuk produksi yang belum sampai saatnya untuk
diperlakukan atau diperhitungkan sebagai kos barang terjual atau biaya disebut dengan akti va
dan disajikan sebagai aktiva dalam neraca. Pembedaan semacam itu semata-mata bertujuan
untuk penyajian tetapi tidak untuk membedakan kedudukan tiap jenis kos tertentu. Hubungan
antara ketiga bagian kos tersebut (kos, biaya, dan aktiva) telah dijelaskan di bab sebelumnya.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa aktiva sebenarnya adalah "pengurang pendapatan
yang belum dibebankan" yang menunggu sampai saat nanti ditandingkan dengan pendapatan
sebagai kos barang terjual atau biaya. Kecenderungan umum untuk membedakan antara kos
dan biaya (pada saat kos telah dinyatakan ke1uar dari kesatuan usaha) adalah bersifat teknis
semata-mata dan tidak hakiki oleh karena biaya dalam arti pentingnya sebagai pengurang
pendapatan sebenarnya juga kos (artinya berasal dari kos), demikian juga kos sebenarnya
juga biaya (artinya akhimya toh akan menjadi biaya). I)Kos sebagaijumlah rupiah perolehan
jasa adalah bahan oleh dasar akuntansi dan oleh karenanya istilah tersebut hendaknya
digunakan dalam arti luas (in a broad sense). Istilah kos pada dasamya setara dengan istilah

1)

Seperti telah disinggung di bab sebelumnya, biaya selalu dapat disebut dengan kos tetapi kos tidak selalu
dapat disebut sebagai biaya kalau belum dinyatakan menjadi beban pendapatan.

105

jumlah rupiah kesepakatan (price-anggregate) yaitu kuantitas dikalikan dengan harga satuan
yagn dicatat pertama kali dan kemudian menjadi bahan oleh akuntansi berikutnya. Oleh
karena itu, tepat dan dimungkinkan pula untuk menggunakan istilah kos untuk menunjuk
jumlah rupiah aktiva yang diperoleh, jasa yang diterima atau utang yang timbuJ.2) Dengan
penggunaan semacam itu maka aktiva atau kos yang terjadi akanjelas berarti sebagai suatu
jumlah rupiah yang menunggu timbulnya pendapatan di pendapatan periode berjalan. Kos
yang masih menunggu maupun yang sudah dibebankan masing-masing dirinci sesuai dengan
keadan dan sifatnya.

Kedudukan Aktiva Moneter


Memang dapat diterima bahwa semua aktiva merupakan kos ditinjau dari faktor teknis
produksi dalam rangka menghasilkan pendapatan. "Aktiva moneter seperti kas, surat
berharga dan piutang dalam beberapa hal berbeda dengan gabunganjumlah rupiahjasa faktor
produksi teknis ataufisikoAktiva monetertersebut merupakansumber dana likuid perusahaan
yang didalamnya termasuk elemen pendapatan yang telah diakui dan sedang dalam proses
permintaan pembayaran. Perlu ditegaskan bahwa penentuan sebenamya menunjukkan
jumlah rupiah kesepakatan yang terjadi dalam transaksi-transaksi sebelumnya dan oleh
karenanya mengandung kesamaan dengan kos aktiva yang merupakan faktor produksi teknis
atau fisik walaupun untuk menjadi kos produksi aktiva moneter tersebut tidak dapat langsung
dimasukkan ke dalam produksi atau tidak dapat menjadi bagian dari pengurang pendapatan
(biaya) tanpa melalui transformasi menjadi faktor produksi teknis terlebih dahulu. Jadi, pada
dasarnya aktiva moneter kedudukannya tidak berbeda dengan aktiva lainnya sebagai suatu
potensi jasa untuk menghasilkan.
Dasar Pengukuran Kos
Untuk dapat menjadi bahan olah yang dapat dipercaya jumlah rupiah yang terlibat dalam
transaksi yang merupakan data kuantitatif harns diukur secara objektif. Kondisi yang
menjadikanjumlah rupiah kos sah atau valid adalah adanya transaksi yang dilakukan secara
serentak oleh dua pihak yang bebas atas dasar motivasi dan inisiatif masing-masing pihak
sendiri tanpa ada paksaan yang satu terhadap yang lain. Jadi kos harns tejadi dari transaksi
arms-length bargaining. Jumlah rupiah yang tetjadi pada saat transaksi pertukaran selasai
adalah suatu "penilaian" atau "penghargaan" yang diterima bersama; dengan demikian
jumlah rupiah yang dicatat untuk "jasa yang diperoleh" salah satu pihak akan sesuai dengan
jumlah rupiah yang dicatat untuk "jasa yang diserahkan" oleh pihak lain.

2) Dimungkinkan pula menggunakan istilah kes dalam arti luas ini untuk menunjuk jumlah rupiah penjualan
atau pendapatan. Akan tetapi karena aliran jumlah rupiah ini berlainan (berlawanan) sebaiknya tetap
menggunakan istilah pendapatan semata-mata untuk membedakan arah aliran ini walaupun jumlah
rupiah ini setelah masuk ke kesatuan usaha akhirnya rnenjadi kes juga.

106

Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam rekening penghargaan
tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Persyaratan ini akan mudah ditentukan kalau
salah satu jumlah rupiah penghargaan tersebut berwujud uang tunai (kas). Tetapi untuk
transaksi yang penghargaannya tidak berupa kas maka jumlah rupiah yang harus dicatat oleh
masing-masing pihak harus ditentukan berdasarkan nilai setara tunai (money or cash
equivalent) yang disimpulkan dari keadaan dan persyaratan yang ada pada saat transaksi.
Dalam kondisi ideal, kos dapat diukur dengan jumlah rupiah uang tunai yang dikeluarkan
untuk memperoleh barang atau jasa tertentu yang terlibat uang tunai tidak segera dilakukan
tetapi ditunda sampai beberapa waktu sehingga dalam kasus ini kos yang sebenarnya adalah
diukur atas dasar jumlah rupiah uang tunai yang seharusnya dibayarkan pada saat transaksi.
Nilai setara tunai ini harus ditentukan atas dasar penganalisisan dan penginterpretasian yang
seksama terhadap persyaratan dan ketentuan transaksi.

TRANSAKSIKHUSUSATAU ISTIMEWA
Transaksi jual-beli pada umumnya dapat dijadikan pegangan untuk dasar penentuan kos
karena harga yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh mekanisme pasar yang bebas. Tetapi
tidak setiap transaksi terjadi melalui mekanisme pasar atau didasarkan atas mekanisme pasar.
Kalau hal ini terjadi maka pengukurang kos menjadi rumit dan penuh pertimbangan. P&L
membahas berbagai keadaan yang khusus ini dan memberikan gagasan tentang dasar
pengukuran kos dalam tiap keadaan tersebut.
Barang Atau Jasa Yang Bersifat Khusus (Nonstandar)
Harga yang disepakati dalam tawar-menawar yang bebas antara dua pihak yang berdiri
sendiri biasanya menunjukkan nilai tunai yang wajar yang berlaku pada saat transaksi. Hal
ini benar khususnya untuk barang ataujasa yang bersifat standar dan relatif mudah diperoleh.
Barang, alat atau objek yang bersifat sangat khUSUS
dengan pemasaran yang sangat terbatas
seperti misalnya tambang, hak patent, bangunan atau bahkan perusahaan yang sedang
berjalan mempunyai nilai tunai yang sering kali hanyalah merupakan hasil kebijaksanaan
(jugment) dan taksiran para pihak yang melakukan transaksi atas dasar analisis dan
pertimbangan yang seksama terhadap kondisi yang ada pada saat transaksi. Walaupun
demikian, dalam kasus seperti itu dapat dianggap bahwa harga yang akhimya dicapai, yang
dinyatakan dalam jumlah rupiah tunai, adalah merupakan bukti yang terbaik diperoleh
tentang harga atau nilai pasar yang wajar pada saat pertukaran tersebut. Harga atau nilai ini
dapat dipakai sebagai dasar penentuan koso
Transaksi Sepihak
Dalam transaksi yang bukan hasil suatu tawar-menawar dua pihak yang saling berdiri sendiri
dan bebas, "harga" yang terjadi dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos atau data
keungan yang objektif. Setelah suatu penggabungan perusahaan (merger), reorganisasi dan
semacamnya, kadang-kadang suatu transaksi terjadi antara perusahaan yang satu dengan
107

yang lain yang dikuasai. Tetapi kalau diteliti lebih lanjut maka transaksif tersersebut
sebenarnya merupakan transaksi sepihak dan oleh karena itu "harga" yang terjadi tidak
menunjukkan kos yang objektif. Contoh lain, gaji staf yang ditentukan oleh perusahaan yang
dikuasai dan dimiliki oleh staf itu sendiri mungkin tidak mencerminkan harga pasar yang
berlaku untuk jasa tenaga kerja yang dipero1ehperusahaan itu. Kos sebagai jumlah rupiah
yang timbul dalam suatu transaksi perlu diragukan objektivitasnya bilamana faktor pribadi
atau kepentingan nonusaha lain merupakan pengaruh yang menentukan.
Transaksi Nonkas
Kalau barang atau kekayaan nonkas adalah merupakan penghargaan yang digunakan dalam

transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan kos transaksi adalah jumlah rupiah uang
tunai yang akan diperoleh seandainya barang atau kekayaan itu dijual dulu secara tunai
kepada umum. Kos barang atau jasa yang diperoleh secara tunai adalahjelas merupakap
jumlah rupiah uang yang dibayarkan; sedangkan kos barang ataujasa yang diperoleh melalui
pertukaran dengan barang atau jasa lain adalah jumlah rupiah tunai yang secara implisit
melekat pada nilaijual barang ataujasa yang diserahkan dalam pertukaran tersebut. Keadaan
ini tetap berlaku tanpa memperhatikan jenis dan wujud barang yang digunakan untuk
"membayar" dalam pertukaran tersebut. Penghargaan (consideration) dapat berupa produk
(barang atau jasa, sebuah mesin bekas, ataupun kekayaan nonkas lainnya.
Saham Sebagai Penghargaan
Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sendiri sebagai
penghargaan untuk barang danjasa yang diperoleh perusahaan, nilai nominal ataupun nilai
yang ditentukan (stated value) untuk tiap lembar saham tidak dapat dianggap menunjukkan
kos yang sebenarnya. Pengukur yang tepat untuk menentukan kos dalam situasi semcam
itu adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diteirma oleh perusahaan seandainya
perusahaan menerbitkan saham-saham yang digunakan untk penghargaan di atas. Dalam
beberapa hal, nilai setara tunai saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai
jenis saham yang sarna untuk memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira
bersaman dengan saham untuk memperoleh barang atau jasa tersebut; kadangkala juga,
kurs saham yang tercatat di bursa pada tanggal transaksi merupakan petunjuk yang
bermanfaat untuk menentukan nilai tunai saham. Mungkin juga terjadi dalam banyak hal
bahwa penghargaan yagn didaarkan pada nilai tunai saham tidak menemukanjumlah yang
meyakinkan karena harga saham tidak dapat ditentukan dengan memuaskan. Pendekatan
praktis untuk memecahkan masalah ini adalah penentuan kos yang didasarkan atas taksiran
harga pasar barang atau jasa yang diperoleh. Perbedaan antara nilai nominal saham yang
diserahkan dengan nilai setara tunai barang atau jasa tersebut adalah merupakan premium
(agio) atau diskonto (disagio) saham.

108

Penentuan Kos Dalam Reorganisasi


Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami
reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data kos yang memadai untuk
menentukan kos kekayaan yang ada. Karena di dalam reorganisasi biasanya kepentingannya
adalah menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar
kekayaan seluruh (aktiva) waktu itu. Dalam keadaan semacam itu, pengukuran kos harus
didasarkan atas keadaan seakan-akan perusahaan "baru berdiri". Jadi dianggap bahwa
perusahaan merupakan suatu kekayaan yang baru saja dibeli.
Hadiah

atau Hibah

Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yangjelas-jelas mempunyai arti ekonomik
yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding
dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Kekayaan yang diperoleh perusahaan melalui
sumbangan atau hibah adalah contoh perolehan barang tanpa koso Walaupun demikian ada
alas an yang kuatuntuk tetap mencatat kekayaan tersebut atas dasar nilai tunai implisitnya.
Alasanya adalah bahwa setiap fasilitas atau faktor ekonomik yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tanpa memadnang asalnya, harus diperlakukan dengan seksama sebgai potensi
jasa. Karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat
kemampuan perusahan dalam menghasilkan laba (earning power) yang biasanyaditunjukkan
oleh tingkat kembalian investasi (rate of return on investment).

Temuan
Seringkalijuga terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan
dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk
memperolehnya. Dibidang eksploitasi sumber alam misalnya, tambang minyak yang sangat
berharga ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan biaya nominal (cukup rendah
dibandingkan dengan hasilnya). Demikianjuga, suatu peralatan atau teknis pemrosesan yang
mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak
patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam
kondisi yang khusus sepertiini, diprlukanlah suatu pengukur baru kas atas dasar tunai implisit
yang menyimpang dari pengukur yang biasanya yaitu bukan jumlah rupiah kesepkatan
(bargained-price) melainkan jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk
mempreoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya sumber tersebut
sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan atau dikomersialkan.
Tetapi perlu ditegaskan bahwa hal yang serupa tidak semestinya dilakukan begitu saja
semata-mata untuk menaikkan nilai aktiva atas dasar harapan dan peramalan atau untuk
memulai catatan dengan saldo yang baru. Jadi harus ada alasan yang kuat atau kondisi yang
khusus untuk dapat melakukan pengukuran seperti di atas. Usulan di atas semata-mata adalah
masalah penentuan titik awal yang dapat dipercaya untuk mencatat kos kekayaan atau sarana
yangjelas mempunyai nilai komersial tertentu tetapi diperoleh melalui kondisi atau transaksi
109

yang luar biasa. Hal yang perIu dikemukakan juga dalam hal ini adalah bahwa perolehan
kekayaan melalui sumbangan ataupun temua akan menimbulkan tambahan modal pemegang
saham.
KOS DALAM TRANSAKSI KREDIT
Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam mengukur
kos yang sebenarnya. Kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukanlap berapa nilai
kontrak yang harns dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi berapa kos yang sebenarnya
pada saat transaksi. Hal ini sering dilewatkan dalam prosedur akuntansi konvensional yang
mengakibatkan kos tidak dicatat dengan jumlah rupiah tunainya.

Potongan Tunai dan Keringan


Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash discount) dan keringanankeringanan (allowances) lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Sebagai
prosedur pencatatan, memang dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto
ke dalam rekening yang bersangkutan, tetapi nantinya harus diadakan penyesuain untuk
mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah rupiah tunainya. Potongan yang
dimanfaatkan oleh pembeli seringdianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep
yang mendasarinyayaitu bahwalaba tidakdiperoleh melaluiproses pembelian atauperolehan
jasa. Pembelian sematam-mata merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk
menghasilkan pendapatan (laba). Potongan dan keringanan lainnya sudah menjadi kebiasaan
yang umum dalam setiap kegiatan usaha dan pada umumnya merek selalu dimanfaatkan oleh
perusahaan yang dikelola dengan baik (well-managed). Karena itu, sebenarnya setiap
perusahaan sudah tahu pasti berapa harga yang sesungguhnya harns dibayar dalam suatu
transaksi. Dengan begitu, harga yang sesungguhnya mestinya adalah harga tunai neto atau
net cash price.
Pencatatan kos atau dasar harga tunai neto sering tidak dilakukan karena kebiasaan
mencatat transaksi dalam jumlah rupiah per faktur. Memang dapat dimaklumi bahwa
kebiasaanmencatatsebesarjumlah brutoberkembangakibatmemperjelaskos yangsebenarnya
sebaiknya harga tunai dimuat secara lebih mencolok dalam faktur kalau memang ada termin
pembayaran altenatif yang memberikan potongan.
Pembelian Kredit dengan Kontrak Utang
Sering kali dianggap bahwa nilai nominal atau nilai jatuh tempo utang menunjukkan kos
barang atau jasa yang dibeli dan memang dalam banyak kasus hal ini cukup beralasan.
Meskipun demikian kelebihan mencatat (overstatement) kos yang seharusnya sering terjadi
akibat kesalahan anggapan di atas. Kalau barang atau jasa dibeli secara kredit (dalam hal ini
bilamana pembayaran dilakukan dengan surat tanda utang atau surat kesanggupan membayar),
maka kos yang sebenarnya adalah harga tunai implisit. Harga tunai implisit tersebut
ditentukan denga cara menghitungjumlah rupiah uang yang diperlukan untuk melunasi utang

110

tersebut (sebagaimana harga neto setelah potongan yang dibahas di atas) atau menghitung
jumlah rupiah uang yang akan diperoleh bilamana surat tanda utang yang pakai untuk
pembelian tersebut ditunaikan. Dalam hal pembayaran dilakukan dengan surat wesel, surat
obligasi atau surat tanda utang lainnya makajumlah rupiah tunaidiukur denganjumlah rupiah
uang tunai yang akan diterima seandainya surat berharga tersebut diterbitkan atau dijual
secara umum pada saat mempreoleh aktiva.
Demikianjuga dalamkasus-kasusyangpenghargaannyamenggunakankontrakpembelian
dengan harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga
pembelian tunai. Misalnya saja harga kontrak pembelian sebuah mesin adalah Rp 1.600.000
dan dibayar dalam delapan kali angsuran tiap akhir trwiulan sebesr Rp 200.000 tanpa
menyebutkan aanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini sebenamya harga nominal
(kontrak) tersebut melebihi kos yang sebenamya yaitu jumlah rupiah uang yang diperlukan
seandainya pembelian dilakukan secara tunai. Kalau mesin tersebut dapat diperolehjuga dari
toko yang sarnadengan harga tunai Rp 1.465.000makajumlah rupiah tunai sedangkan selisih
antarajumlah ini dengan nilai kontrak yaitu sebesar Rp 135.000 adalah setara dengan bunga
dan harns dibebankan terhadap pendapatan selama jangka waktu kontrak.
Pada umumnya perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai efektif baik
dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskonto
nilai kontrak dengan tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya adalah
bahwa kos tercata terlalu tinggi. Walaupun demikian kalau jangka waktu kontrak adalah
pendek (short-terms) maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti
sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk
mencatat koso
ELEMEN KOS OBJEK JASA
Pembahasan P&L dalam bagian ini sebenamya bersangkutan dengan masalah penentuan
apakah berbagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh suatu objek jasa akan
membentuk kos objek jasa tersebut. Dengan kata lain, apakah e1emen kos tertentu dala rangka
perolehan suatu objek jasa (misalnya mesin) menjadi bagian dari kos objek tersebut
(asignable costs) ataukah diklasifikasi terpisah sehingga akan mendapat perlakuan yang
berbeda dengan elemen kos yang utama (unassignable costs), ataukah langsung dibebankan
ke pendapatan. Kemudian P&L membahas kedudukan kos potensijasa yang diperoleh suatu
unit usaha dalam hubungannya dengan pendapatan. Secara umum, pembahasan ini akan
menjwab pertanyaan-pertanyaan dasar sebagai berikut:
(a) Apakah setiap jenis jumlah rupiah yang terjadi dalam rangka memperolehjasa baik yang
berupa objek fisik ataupun nonfisik harns selalu diidentifikasikan (dihubungkan)
dengan objek yang diperoleh tersebut ataukah harus dicatat secara terpisah)?
(b) Bagaimanakah kedudukan tiap kosjasa sebelum dibebankan terhadap pendapatan?
(c) Apakah setiap kos akhimya merupakan biaya (expenses) atau mungkinkah terjadi rugi
sebelum suatu perusahaan mulai beroperasi dan mempero1eh laba?

111

Dalam subbahasan sebelumnya telah diuraikan tentang keadaan-keadaan khusus dan


kompleks yang menyulitkan penentuan kos secara objektif oleh karena jumlah rupiah
penghargaan yang sebenarnya atas dasar tunai tidak selalu jelas dapat dihitung pada waktu
terjdinya transaksi. Pada situasi semacam itu permasalahannya adalah berapajumlah rupiah
yang harus dicatat. Akan tetapi setelahjumlah tersebut ditentukan itmbul lagi masalah yang
sulit yaitu tentang sebagai apa atau bagaimana jumlah rupiah tersebut dicatat. Masalah ini
sebagian besar menyangkut persoalan klasifikasi elemen kos yang tepat.
Pengakuan dan pengukuran kos pertama kali adalah suatu proses yang pada dasarnya
berbeda dengan proses pembebanan kos terhadap pendapatan. Meskipun demikian, pada saat
permulaan akan mencatat kos tersebut pertanda tentang perlakuan akhir terhadap kos tersebut
nantinya sering sudah dapat dikenali dan dengan demikian mungkin akan mempengaruhi
tentang bagaimana kos tersebut diklasifikasi dan bagaimana perlakuan berikutnya. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengenali karakteristik atau arti penting kostertentu pada
saat terjadinya dan menaati klasifikasi kos yang tepat. Kalau tidak menaati klasifikasi yang
tepat, kesalahan-kesalahan yang cukup berarti akan berkembang dan terjadi dalam tahapan
penting perlakuan kos yaitu tahapan pembebanan kos (biaya) terhadap pendapatan.
Elemen Kos
Sebagai ketentuan umum, bilamana suatujasa fisik (aktiva fisik/berwujud) diperoleh maka
semuajumlah rupiah yang terjadi dan yang diperlukan dalam rangka memperoleh aktiva
tersebut dan menempatkannya dalam kondisi siap pakai dan berfungsi sebagaimana tujuan
pembeliannya harus dimasukkan ke dalam rekening yang sarna dengan rekening tempat
mencatat harga faktur neto. Begitu juga, jumlah rupiah pengeluaran untuk balik nama
pembelian sebiodang tanah dan jumlah rupiah pengeluaran untuk mempersiapf:an tanah
tersebut harus dimasukkan sebagai kos total tanah tersebut. Bila sebuah gedung dibangun
sendiri dengan menggunakan fasilitas yang dimiliki perusahaan sendiri maka hal yang
perlu diprehatikan adalah bahwa semua jumlah rupiah yang terjadi yang cukup beralasan
untuk dengan pembangunan gedung tersebut, seperti .misalnya jasa arsitek dan biaya tak
langsung (overhead) lainnya, harus dimasukkan sebagai kos bangunan tersebut. Dalam
beberapa hal, tambahan jumlah rupiah untuk pemeliharaan dan penyimpangan (carrying
cost) harus dimasukkan sebagai kos aktiva fisik yang bersangkutan. Misalnya saja, dalam
dimasukkan sebagai kos aktiva fisik yang bersangkutan. Misalnya saja, dalam kondisi
umum yang wajar jumlah rupiah pengeluaran untuk menyimpan dan mengasuransikan
barang dagangan selama dalam periode persiapan untuk dijual adalah akan lebih tepat
dianggap sebagai bagian dari kos barang dagangan adalah akan lebih tepat dianggap
sebagai bagian yang wajar yang berkaitan tersebut. Juga pajak dan beban tambahan lainnya
yang wajar yang berkaitan dengan pembangunan sebuah kawasan pemukiman selaam
periode pengorganisasian (pengembangan) dan pembangunan sampai siap dipakai atau
dijual tersebut. Akan tetapi gagasan di atas tidak berarti membenarkan penghimpunan
dalam satu rekeningjumlah-jumlah rupiah yang mestinya dibebankan terhadap pendapatan
tahun berjalan atau diperlakukan sebagai rugi.
112

Contoh lain yang bertalian dengan hal di atas adalah bilamana sebuah OJesinbekas dibeli
dalam keadaan tidak jalan (rusak). Mungkin sekali pembeli mempertimbangkan kondisi
mesin pada waktu negosiasi untuk menentukan harga yang harus dibayarkan kepada pemilik
sebelumnya dan pada waktu membeli mesin tersebut membeli merencanakan akan
Il1emperbaiki mesin tersebut. Oalam situasi seperti ini jelaslah bahwa jumlah rupiah
pengeluaran untuk memperbaiki dan membangun kembali mesin tersebut akan menjadi
bagian kos mesin bersangkutan.
Kedudukan Elemen Kos
Memang banyakjumlah rupiah pengeluaran yang terjadi yang mudah dikaitkan dengan suatu
aktiva atau objek tertentu. Akan tetapi kemungkinan untuk mengaitkan tersebut tidak
mengisyaratkan bahwa semua jumlah rupiah harus diakui sebagai kos aktiva karena dapat
juga jumlah rupiah tersebut seharusnya langsung diakui sebagai rugi. Konsep yang penting
adalah bahwa semua jumlah rupiah yang terjadi yang diperlukan dalam rangka pendirian
dan pengope,rasian perusahaan adalah mempunyai kedudukan atau arti penting yang
homogen bagi perusahaan dan berlaku bahwa semua jumlah rupiah jasa yang diperoleh
sebelum diserap menjadi beban pendapatan akan merupakan bagian dari jumlah rupiah
total aktiva perusahaan.
Jadi misalnya saja jumlah rupiah pengeluaran untuk menipiskan lapisan tanah atas suatu
kekayaan tambang, walaupun pengeluaran tersebut tidak menambah kekayaan secara fisik
namunjumlah rupiah pengeluaran tersebut dapat dimasukkan sebagai kos kekayaan tambang
tersebut. Jumlah rupiah biaya organisasi tidak merupakan suatu kekayaan yang berwujud
fisik tetapi merupakan jumlah rupiah pengeluaran yang pasti hrus tejadi (tak terhindarkan)
dalam mendirikan organisasi badan usaha dan oleh karenanya merupakan bagian darijumlah
rupiah aktiva perusahaan. Oemikian juga, bunga yang dibayar atau terhimpun (terhutang)
selama pembangunan suatu aktiva fisik dan jumlah rupiah pengeluaran tambahan lainnya
(carrying charges) yang berkaitandengan pembangunan aktiva fisik tersebut adalah merupakan
e1emen-elemen aktiva walaupun mungkin tidak dapat segera mudah diidentifikasi secara
langsung atau mudah dengan aktiva fisik yang bersangkutan. Komisi (fee) emisi obligasi
untuk pendanan pembangunan aktiva fisik (yaitu jumlah yang benar-benar dibayarkan
kepadaagen atau penjamin emisi dalam penerbitan obligasi tersebut) adalah sama kedudukan
dan maknanya denganjumlah rupiah tarip (fees) yang dibayarkan kepada konsultao (arsitek)
untuk perencanaan dan pengawasan konstruksi. Atau dengan kata lain, jumlah rupiah
pengeluaran untuk jasa yaf!g diperlukan dalam rangka usaha memperoleh dana untuk
membangunfasilitasfisik
adalah sama kedudukannya dan sama-sama harus diakui sebagai
kos seperti juga jumlah rupiah pengeluaran untuk jasa lain yang diperlukan dcilam rangka
membangun fasilitas fisik yang menggunakan dana tersebut.
Oalam arti luas, semua kos faktor atau potensi jasa yang diperoleh perusahaan dalam
rangka menjalankan opersinya merupakan bagian dari totalitas kesatuan usaha yang
membentuk struktur ekonomik perusahaan. Biasanya potensijasa diwujudkan dalam bentuk
struktur fisik perusahaan tersebut wlaupun mungkin tidak mudah untuk melekatkan tiap jenis
113

kos faktor jasa tersebut tidak berarti bahwa yang diakui sebagai aktiva hanyalah kos yang
berkaitan dengan unit fisik perusahaan dan faktorlainnya dianggap sebagai bahanpendapatan
langsung (biaya). P&L menegaskan bahwa akuntansi berkepentingan dengan simbol~simbol
dan pengukuran-pengukuran ekonomik bukannya dengan bentuk fisik semata-mata.
Memang merupakan praktik akuntansi yang baik untuk mencatat terlebih dahulujumlah
rupiah pengeluaran untuk pendirian badan usaha dan jumlah rupiah fee untuk memperoleh
dana (financing) dalam rekening yang terpisahkan dengan rekening konstruksi daripada
langsung menggabungkan (assigning) secara serampangan. Pemisahan semacam ini akan
menghindari pengaburan kelompok kos yang langsung berkaitan dengan suatu faktor jasa
fisik sehingga dapat diungkapkan dengan jelas berapakah kos utamanya (general cost).
Kemudian pada saat fasilitas fisik siap dipakai, barulah kos tambahan dimasukkan ke
rekening kos utama.
Tidak Semua Kos Akhirnya Menjadi Biaya
Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang dikorbankan, kos sematamata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Bila pendapatan tidak
timbul kos yang terhimpun tersebut tetap merupakan "investasi" (dalam arti sebagai
kekayaan atau potensi jasa yang dimiliki suatu unit usaha). Akan tetapi dapat terjadi bahwa
karena sesuatu hal (atau keadan yang tidak normal) faktor jasa tertentu menjadi tidak
mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada waktu
mendatang. Dalam keadaan semacam itu dapat dikatakan bahwa investasi telah hangus
atau menguap dan merupakan rugi. Sebelum kos faktor jasa dinyatakan hangus maka
sebenarnya dapat dikatakan bahwa kos tersebut statusnya adalah menunggu perlakuan
berikuthya (in suspense).
Sebelum periode perusahaan mulai beropesi (berproduksi) berbagai macam kos timbul
atau terjadi bahkan sering dalam jumlah yang cukup besar, misalnya pembangunan pabrik
dan gedung. Tetapi selama periode itu belum atau tidak ada persoalan mengenai penelusuran
aliran kos sejalan dengan aliran aktivitas produksi atau mengenai pembebanan kos yang
layak terhadap pendapatan. Masalah akuntansi yang timbul adalah masalah yang
penghimpunan dan pengklasifikasian. Hal ini tidak mengisyaratkan bahwa rugi tidak dapat
terjadi sebelum perusahaan mulai berproduksi atau sebelum pendapatan timbul. Kekayaan
suatu unit usaha tidak selamanya tetap utuh dan rugi dapat saja terjadi sebelum penjualan
dilakukan atau bahkan sebelum perusahaan mulai berproduksi.
Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekedar
musibah belaka tidak jarang mengakibatkan hangusnya (dissipation) faktor jasa dalam
periode pendirian badan usaha tau pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan,
kebakaran besar, banjir bandang atau bencana lainnya adalah contoh keadaan khusus atau
tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar. Kalau kedaan memang menunjukkan
denganjelas bahwa rugi telah diderita, satu-satunya perlakuan yang tepat adalahpemisahan
jumlah rupiah rugi tersebut sebagai defisit atau dalam keadaan tertentu penghapusan jumlah
rupiah rugi tersebut dengan pengurangan modal. Jadi, rugi hendaknya tidak dikapitalisasi.
114

Jadi dapat disimpulkan bahwa, kecuali karena hal-hal yang tidak normal yang
mengharuskan kos yang terjadi segara diakui sebagai rugi yang dapat terjadi pada tahapan
kegiatan usaha manapun, maka semua kos yang terjadi merupakan aktiva atau merupakan
bagian dari jumlah rupiah total aktiva perusahaan paling tidak dalam beberapa saat.
Berlakujuga pengertian bahwa sebagian besar sarana ekonomik (resources) total perusahaan
pada umumnya terdiri atas himpunan berbagai kos yang belum diserap atau dibebankan
terhadap pendapatan. Berbagai kos tersebut dapat mengambil bentukfisik maupun nonfisik.
Pada saat terjadinya, semua jenis kos adalah sama kedudukannya, tanpa memandang
mudah tidaknya jenis kos tersebut dikaitkan dengan aktiva fisik, walaupun tiap jenis kos
tersebut berbeda dalam hal kecepatannya untuk diserap habis sebagai pengurang (beban)
pendapatan.
PENGAKUAN KOS DAN PEMILIKAN
Kecuali yang berupa jasa dalam arti sempit, hampir semua kos diwujudkan dalam bentuk
elemen-elemen tertentu kekayaan fisik yang dimiliki secara langsung dengan pembelian.
Beralihnyahak milik biasanya menandai saat untuk pengakuan kosoNamun demikian hak rnilik
tidak selalu merupakan kriteria yang pokok. Kalau suatu aktiva tetap dibeli dengan cara
angsuran, rnisalnya saja dalam bentuk kontrak yang mensyaratkan bahwa hak rnilik tetap ada
ditangan penjual sampai pembayarannya lunas penuh, maka salah satu perlakuan akuntansi
adalah mengakui sebagai kos aktiva jurnlah rupiah yang telah terjadi (dibayarkan) sampai
tanggal tertentu yang menunjukkan bagian (proporsi) hak atas aktiva (equitable interest) yang
telah perpindahan ke perusahaan. Perlakuan yang lebih tepat adalah mencatat seluruh kos aktiva
(dinyatakan dalamjumlah rupiah setara tunai) dan mencatat utang sebesar jumlah rupiah kos
itu Guga dinyatakan dalam jumlah rupiah setara tunai) bukan sebesar harga kontrak.
Tanpa pemilikan (ownership), dapat saja perusahaan mengakui kos aktiva sebesar
jumlah rupiah setara tunai meskipun perusahaan sedikit banyak tidak pemah akan memperoleh
hak milik atas aktiva tersebut. Contohnya adalah kos bahwa hak milik ada di tangan sebuah
wali amanat (trustee) dan pihak pemakai aktiva fisik dapat mengakui sebagai aktivajumlah
rupiah telah tejadi (dibayarkan). Hal ini terjadi misalnya saja pada pembelian sebuah fasilitas
pabrik dengan menggunakan dana yang diperoleh melalui obligasi yang dijamin pihakketiga
(equipment trust obligation).
Dalam keadaan yang lain, penguasaan dan penggunaan penuh suatu aktiva diperoleh
suatu perusahan tanpa harus mencatatjumlah rupiahnya sebagai aktiva. Misalnya saja dalam
hal aktiva tetap berwujud yang diperoleh dan dioperasikan dengan cara belisewa operasi
(operating lease). Dalam belisewa ini satu-satunya kos yang terjadi adalah tarip penggunaan
periodik (yang merupakan biaya operasi). Dapat juga perusahaan mengakui adanya aktiva
tetapi hanya terbatas pada jumlah rupiah tarip penggunaan (tarif sewa) yang dibayar di muka.
KOS HIPOTESIS
Dalam pembahasan pengukuran, pengakuan dan klasifikasi kos di atas, perhatian telah
ditujukan hanya untuk kos yang nyata (actual) yaitu kos yangjelas-jelas terjadi atau dibayar

115

oleh perusahaan dalam proses memperoleh barang atau jasa. PadiI subbahasan ini perhatian

akan ditujukan kepada gagasan untuk mencatat (mengakui) sebagai kos jumlah rupiah
hipotesis yaitu jumlah rupiah yang timbul bukan karena transaki yang pasti dan jelas dan oleh
karenanya tidak mempunyai dasar penentuan kos yang objektif dan dapat diterima umum.3)

Bunga Hipotesis
Biaya hipotesis yang sering diusulkan untuk diperhitungkan adalah bunga atas modal yang
ditanamkan oleh pemilik atau pemegang saham. Biaya bunga hipotetis ini diusulkan untuk
dikurangkan terhadap pendapatan. Pendukung gagas~n ini mengajukan dua dasar pikiran
pokok (proposition) sebagai berikut:
(I) bunga adalahmerupakan biaya produksi dan oleh karenanya harus dikurangkan terhadap
pendapatan untuk menghitung laba bersih;
(2) pengakuan faktor bunga hipotetis tersebut sangat penting dalam pengambilan keputusan
dan perumusan kebijakan (policy) yang bersagnkutan dengao operasi perusahaan.
Dasar Pikiran Pertama
Pendukung mendasarkan gagasannya pada teori ekonomi tentang penentuan harga. Pendukung
berpandangan dari sudut ekonom. Oari sudut pandang ekonomi, biaya bunga mumi (pure
interest) adalah biaya bunga "modal sebagai modal" (yang dimaskud di sini adalah bahwa kos
modal atau bunga merupakan pendapatan yang dilewatkan atau "opportunity cost" karena
pemilihan bentuk penanaman modal tertentu). Biaya bunga semacam ini merupakan biaya
produksi normal yang mempengaruhi harga pada pasar faktor produksi tertentu.
P&L berpendapat bahwa fungsi akuntansi adalah bukan pelaporan semua data keuangan
(kos) yang mempengaruhi harga pasar tetapi pelaporan kos atau biaya yang benar-benar
terjadi dalam suatu perusahaan tertentu baik (kos) tersebut umum terjadi pada industri
bersangkutan ataupun tidak. Perusahaan tidak selalu berkepentingan engan faktor-faktor
atau kekuatan yang menentukan harga pasar faktor produksi tetapi lebih berkepentingan
dengan harga kesepakatan antara penjual dan pembeli umum dalam pasar faktor produksi
yang luas.
Memang sering terjadi salah arti tentang tujuan akuntansi yang mengeolah data kos dan
tujuan atau kebijakan dalam penentuan harga jual produk. Secara umum, harga jual tidak
dapat ditentukan begitu saja dengan menambahkan persentase tertentu yang wajar (untuk
mengganti atau menutup jasa modal yang telah ditanamkan atau mengkompensasi risiko

3)

116

Pengakuan kos hipotesis ini biasanya dilakukan justru pad a saat dilakukan penandingan antara kos yang
dinyatakan telah menjadi biaya dan pendapatan. Jumlah rupiah hipotesis ini biasanya langsung dianggap
biaya atau pengurang pendapatan pada saat atau tahap penandingan. Karena itu jumlah rupiah
semacam ini untuk selanjutnya akan disebut biaya hipotetis walaupun kadang-kadang jumlah rupiah
semacam ini dikapitalisasi sebagai kos aktiva.

yang ditanggung penanaman modal) terhadap kos per unit yang ditentukan atas daar kos
tenaga kerja, bahan baku, dan faktor produksi lainnya yang benar-benar telah terjadi atau
yang harus dibayar. Hargajual kebanyakan produk ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor: Kos dalam perusahaan tertentu jarang sekali menjadi faktor utamanya. Bahkan
sebenamya sering terjadi bahwa manajemen terpaksa menjual produknya pada saat-saat
tertentu dengan hargajual yang sebenamya adadibawahjumlah rupiah kos yang telah terjadi,
tanpa mempero1eh laba. Ini tidak berarti bahwa data tentang kos tidak diperlukan dalam
rangka penentuan harga jual. Data kos yang telah diklasifikasi adalah sangt penting dalam
proses penentuan harga jual secara analitis (ilmiah), walaupun mendasarkan harga jual
langsung atas data kos di atas adalah hal yang tidak begitu saja dapat dilakukan. Pentingnya
data kos dapat dipahami mengingat bahwa data kos dapat menunjukkan titik yang tidak
diharapkan oleh manajemen dengan semakin menurunnya hargajual. Dengan diketahuinya
bahwa titik ini telah terlampaui mungkin sangat bermanfaat bagi manajemen sebaai titik tolak
untuk segera mengaktifkan kegiatan lain untuk mengimbangi rugi akibat rendahnya harga
jual, walaupun tindakan tersebut mungkin tidak akan menolong dalam menaikkan hargajual.
Keberatan lain terhadap dasar pikiran pertama adalah bahwa pemasukan setiap elemen
kembalian atas modal (return on capital) ke dalam biaya akan cenderung mengaburkan
pengungkapan laba atau rugi yang sebenamya (actual) dan akan mengacaukan interpretasi
baik oleh manajemen maupun investor. Seandainya saja sekarang dianggap bahwa bunga
p~ggunaan modal (contractual interest) akan dipenuhi dan diambilkan dari laba, maka
bunga pengganti jasa modal tersebut barn dapat diperhitungkan dan diwujudkan secara
efektif setelah dikuatkan dengan bukti objektif yaitu terjadinya pendapatan yang melebihi
kos yang sesungguhnya terjadi. Karena itu, pencatatan bunga atas modal ini sebelum adanya
bukti objektif tersebut (berupa realisasi pendapatan) sarna saja dengan menunjukkan
kemampuan yang melekat pada perusahaan yang berpengaruh dalam proses ekonomik
seperti letak yang strategis, keunggulan komparatif, nama baik, pelayanan yang memuaskan
dan sebagainya. Faktor ini kadang-kadang sarna efektifnya dengan faktor produksi yang
berwujud dan sesungguhnya terjadi. Akan tetapi perlakuan mencatat bagian dari laba yang
diantisipasi sebagai kos yang seakan-akan terjadi bukanlah merupakan praktik akuntansi
yang tepat ditinjau dari tujuan akuntansi sebagai penyedia data dasar (basic data).
Dasar Pikiran Kedua
P&L mengakui bahwa manfaat memperhitungkan bunga hipotetis dalam keputusan investasi
atau kebijakan manajemen tidak dapat disangkal. Sepanjang bunga hanya digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam melakukan perbandingan antara metode, proses atau departemen,
tidak ada keberatan yang perlu diqiukan. Kalaupun toh dipandang perlu untuk mengadakan
perbandingan antara berbagaijenis investasi, tidak berarti bahwa kebutuhan tersebut dipenuhi
dengan cara pencatatan secara rutin taksiran bunga modal ke dalam rekening seolah-olah
bunga tersebut benar-benar terjadi dan ditanggung oleh perusahaan. Perbandingan semacam
ini hanya bermanfaat dalam keadaan yang sangat khusus dan analiis yang diperlukan pada
saat itu tidak akan menjadi dipermudah dengan dimasukkannya berbagai bunga modal
117

hipotetis ke dalam akuntansi untuk biaya overhead; hal ini merupakan pekerjaan yang penuh
dengan perhitungan yang rumit dan akan menambah biaya pencatatan. Untuk kepentingan
keputusan investasi, perbandingan dengan menggunakan tingkat kembalian (rate of return)
yang berbeda-beda yang berlaku untuk jenis investasi yang serupa mungkin lebih efektif
daripada memperhitungkan bunga itu sendiri.
Gaji Hipotetis
Gagasan tentang bunga hipotetis menimbulkan pula gagasanbahwajasa tenaga kerja pemilik
hams dimasukkansebagikosoJumlah rupiahgaji inihendaknyaditaksirkemudian dimasukkan
ke rekening gaji manajer pemilik (owner-manager).
P&L menyangkal gagasan ini. Gaji manajer pelaksana (professional atau executive
manager) diakui sebagai kos bukan karena gaji tersebut mencerminkanjasa yang dilakukan
manajer akan tetapi karena jasa tersebut karakteistiknya berbeda sekali dengan fungsi
pemilikan yang berupa pananaman dana, penanggungan risiko dan pemikulan tanggung
jawab akhir. Gaji manajer adalah kos yang nyata-nyata terjadi dan ditimbulkan oleh
perusahaan berdasarkan kontrak yang pasti antara pihak perorangan dengan perusahaan dan
merupakanjenis kos yang rekeningnya memangdisediakan untuk itu. Sebaliknya, fungsijasa
tenaga kerja pemilik (yang sekaligus menjadi manajer perusahaan) bercampur dengan, atau
bahkan dikalahkan oleh, fungsi pemilikan perusahaan. Oalam situasi semacam ini berarti
bahwa manajer kesatuan usaha mempertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri karena
pemilik sendiri yang bertindak sebagai manajer sekaligus sebagai pemilik. Kalau "kos"jasa
pemilik sebagai manajer harus diakui maka pengakuan tersebut sebenamya merupakan
pengakuan gaji hipotetis. Tentu saja untuk pengukuran prestasi suatu departemen atau divisi,
gaji hipotetis semacam itu dapat dijadikan data tambahan untuk mengukur kemampuan
departemen atau divisi dalam menghemat biaya seperti halnya penyesuaian-penyesuaian
yang hams dilakukan karena adanya harga transfer antar divisi.
Kesimpulan
Akuntansi membahas kos yang benar-benar terjadi dan ditimbulkan oleh perusahaan dalam
proses untukmemperolehbarang danjasa yang diperlukanuntukmencapaitujuanperusahaan.
Sebagai akibatnya, pengertian laba adalahjumlah rupiah selisih antara aliranjumlah rupiah
pendapatan perusahaan yang terrealisasi dan jumlah rupiah kos yang benar-benar terjadi
yang dibebankan kependapatan tersebut. Aliran pendapatan masuk sebenamya terdiri atas
dua unsur yaitu bagian aliran pendapatan yang merupakan kompensasi upaya (kos) untuk
menghasilkan pendapatan tersebut dan bagian yang merupakan kompensasi penggunaan
modal, penanggung risiko dan pemikulan tanggung jawab akhir investor (pemilik).
PENGUKURAAN KOS PAS/VA
Meskipun istilah kos biasanya selalu dihubungkan dengan aktiva baik pada saat kos tersebut
diukur dan dicatat maupun pada saat diolah dan kemudian dibebankan ke pendapatan, hal

118

yang tidak bo1ehdilupakan adalah bahwa pasiva atau hak atas aktiva juga harns dieatat. 4)
Ketentuanumum adalahbahwapengukuranpasiva harns sejalandengan perlakuanpeneatatan
faktor aktiva bersangkutan.
Seperti juga aktiva, utang menunjukkan harga kesepakatan dan hal yang sarna berlaku
juga untuk modal saham, paling tidak pada saat pengukuran dan peneatatan pertama kali.
Singkatnya, ketentuan atau standar pengukuran kos pada saat terjadinya berlaku baik untuk
aktiva maupun untuk pasiva.
Telah disinggung sebelumnya bahwa nilai nominal utang tidak selalu menunjukkan
seeara wajar jumlah rupiah setara tunai atau jumlah rupiah penghargaan tunai. Misalnya
saja, kalau suatu utang usahaJdagang dinyatakan sebesar Rp 1.000.000 padahal disepakati
seera tegas dan diketahui bersama bahwa utang tersebut dapat dilunasi setiap saat dalam
waktu kurang dari sepuluh hari dengan jumlah Rp 970.000, maka dengan dasar tunai
jumlah rupiah efektif utang tersebut sebenamya tidak melebihi Rp 970.000 (atau bahkan
seeara teoretis dapat sedikit lebih rendah darijumlah tersebut dieatat sebesar Rp 1.000.000
makajelas utangtersebut akan tersaji lebih (overstated). Sebagai kebijaksanaan akuntansi,
penerapan konsep konservatisme untuk melaporkan utang sebesarnilai likuidasi sepertinya
membenarkan pelaporan utang sebesar jumlah kotomya yaitu Rp 1.000.000. Jumlah rupiah
ini merupakan jumlah rupiah yang diperlukan untuk melunasi utang dalam keadaan yang
paling menguntungkan yaitu melewatkan kesempatan mendapatkan potongan. Sebaliknya,
kalau diterapkan anggapan bahwa pengelolaan perusahaan dianggap eukup baik dan
perusahaan dianggap berlangsung terus (going concern) maka jelas akan merupakan
praktik akuntansi yang lebih baik untuk melaporkan utang tersebut pada jumlah rupiah
tuaninya yaitu Rp 970.000. Utang tersebut akan tetap dicatat sebesar Rp 970.000 sampai
hak untuk memproleh potongan tersebut sudah habis dan tambahan utang sebesar
Rp 30.000 timbul. Ini disebabkan kos tunai utang pada saat terjadinya adalah Rp 97.000.
Pada saat penandatangan suatu kontrak pembelian, jumlah rupiah uang yang disepakati
untuk pembayaran kontrak tersebut tidak menunjukkan jumlah rupiah kos tunai kalau
pembayaran tersebut dilakukan dalam bentuk serangkaian pembayaran dalam periode
yang eukup lama atau dalam bentuk satu jumlah rupiah sekaligus pada akhir suatu periode
kontrak yang eukup lama. Jadi kalau diambilkan eontoh tentang pembelian sebuah mesin
pada pembahasan sebelumnya, Makajumlah rupiah utang yang harus dicatat pertama kali
dalam pembelian mesin tersebut dengan persyaratan yang ada adalah Rp 1.465.000
bukannyajumlah rupiah hasil penjumlahan pembayaran seluruh angsuran yaitu sebesar R
1.600.000. Selisihnya adalah bunga yang sesungguhnya (actual) dan jumlah ini harus
seeara sistematik diperhitungkan sebagai biaya bunga selama jangka waktu kontrak. Hal
yang sarna juga berlaku misalnya pemerintah menerbitkan obligasi negara yang dalam

4)

Perlu diingat kembali bahwa dengan konsep kesatuan usaha. modal dapat diinterpretasi sebagai "utang"
kepada pemilik walaupun karakteristiknya berbeda dengan utang.

119

persyaratannya menyebutkan obligasi ditawarkan dengan harga Rp 75.000 per lembar dan
akan dilunasi dalam waktu 10 tahun dengan nilai jatuh tempo Rp 100.000. Untuk utang
obligasi tersebut, jumlah rupiah utang yang dicatat pertama kali bukan jumlah rupiah pada
jatuh tempo sebesar Rp 100.000 tetapi sejumlah harga tunai yang disepakati yaitu
Rp 75.000. Bersamaan dengan berjalannya waktu, bunga sejumlah Rp 25.000 yang secara
jelas disebutkan dalam perjanjian obligasi tersebut akan terhimpun danpengaruhnya
terhadap jumlah utang adalah bahwa jumlah utang berangsur-angsur bertambah sampai
mencapai jumlah rupiah nilai pada jatuh tempo, dan pada saat itu adalah tidak dibuat-buat
tetapi merupakan perlakuan atau standar pengukuran yang mencerminkan secara jelas dn
masuk akal maksud sebenamya perjanjian obligasi tersebut.
Diskonto dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi pihak yang berurutan maupun yang
berpiutang. Dasar pengukuran demikian sebenamya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang
dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka
kontrak maupun untuk kontrak utang yang tidak memuat secara eksplisit adanya bunga
periodik, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang untuk dasar pencatatanpertama kali dan kos
aktiva yang bersangkutan adalahjumlah rupiah tunai yang disepakati oleh pihak yang terlibat
pada saat terjadinya kontakutang tersebut.Jumlah rupiah utangpada saat terjadikemungkinan
akan sarna besamya dengan jumlah rupiah nilai jatuh tempo tetapi kedua jumlah rupiah
tersebut tidak identik. Dalam hal obligasijangka panjang,jumlah rupiah utang yang diterima
oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan
bagian kecil darijumlah rupiah tota.lyang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah total
ini adalah seluruhjumlah rupiah pembayaran masa datang ini terdiri atas dua unsur yaitu (1)
nilai sekarang pembayaran bunga periodik dan nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang
terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.
Sebagai contoh, seorang investor membayar Rp 874.490.000 untuk obligasi yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan. Nominal obligasi Rp 1.000.000.000 dengan bunga
nominal 14% per tahun dibayar tiap 6 bulan sekali untuk jangka 20 tahun. Dalam
pembukuannya, investor akan mencatat kos investasi sebesarjumlah rupiah yang bem-bem
dikeluarkan pada saat transaksi. Sebaliknya, penerbit akan mencatat kos utang efektifnya
sebesar jumlah rupiah aktiva yang diterima. Pengukuran semacam itu jelas menunjukkan
kesepakatan yang benar-benar disetujui bersama oleh dua pihak yang terlibat. Dalam
transaksi tersebut tidak terkandung unsur laba atau rugi; artinya penghargaan yang di berikan
oleh satu pihak sarna dengan penghargaan yang diterima pihak yang lain.
Makna Harga Efektif Obligasi
Segera setelah transaksi terjadi maka "kesepakatan" dalam hubungannya dengan obligasi
tersebut mulai menunjukkan makan yang sebenamya. Dengan telah mulai berjalannya
120

kesepakatan dalam transaksi obligasi tersebut maka bunga Rp 20.000 tiap 6 bulan mulai
terhimpun dan dibayar secara periodik dan bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati
tanggal jatuh tempi maka jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan
berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah rupiah nilai jatuh tempo atau nominal. Dengan harga kesepakatan di atas dapat dihitung bahwa bunga efektif adalah 2,5% per
periode bunga (6 bulan). Kalau kos utang dan aktiva dicatat sebesar nominal pada saat
terjadinya jelas kos tersebut tersaji lebih (overstated). Selisih nominal dengan harga tunai
(harga efektif) obligasi merupakan diskonto atau premium obligasi. Bagi penerbit obligasi
perhitunga biaya utang obligasi periodik akan tidak lengkap (tepat) apabila tidak
memperhatikan kedua proses di atas (perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskonto).
Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat sebelum jatuh tempo akan tercantum terlalu besar
(overstated) apabila dinyatakan hanya dengan jumlah rupiah nominalnya.
Diskonto Obligasi
Diskonto obligasi yang belum diakumulasi bukan merupakan suatu rugi karena aktiva yang
diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap (dissipation); juga bukan
merupakan aktiva karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan bertambahnya aktiva
fisik sebesar jumlah rupiah diskonto tersebut. Kalau demikian kesimpulan yang psti adalah
bahwa diskontoutang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatujumlah rupiah debit yang
menunjukkan biaya bunga yang harns dibayar pada tanggal jatuh tempo, dan dengan
kedudukannya yang demikian diskonto tersebut harns dilaporkan dalam neraca sebagai
pengurang nilai nominala tau nilai jatuh tempo utang oblighasi tersebut bukannya sebagai
aktiva. Jadi, rekening diskonto obligasi merupakan rekening penilaian (valuation account)
terhadap rekening utang obligasi yang memuat nominal utang. Juga tidak tepat mengartikan
diskonto utang obligasi sebagai "bunga dibayar di muka" (prepaid interest). Di samping
memang tidak ada jumlah"belum dibayar, yaitu bagian total bunga efektif yang barn akan
dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo.
Dari segi yuridis, utang memang harns diukur sebesar nilai nominalnya karena kalau
tejadi likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada investor adalah sebesar nominal.
Untuk ini, telah ditegaskan sebelumnya bahwa pandangan akuntansi tidak harns sejalan
dengan pandangan yuridis karena tujuan pengukuran yang berbeda. Akuntansi mendasarkan
diri pada anggaran bahwa perusahaan akanberlangsung terus (konsep kontinuitas usaha)
karena itu pengukuran tidak didasarkan pada keadaan perusahaan dilikuidasi. Pandangan
yuridis yang tidak' memperhatikan diskonto dilandasi konsep pengukuran dengan asumsi
perusahaan dilikuidasi. Dalam keadaan tidak normal seperti likuidasi atau reorganisasi
memang dapat diterima pengukuran dengan menggunakan konsep yang berbeda dengan
akuntansi, tetapi secara umum akuntansi tidak harns mendasarkan diri pada konsep tersebut.
Premium Obligasi
Sejalan dengan pikiran tentang diskonto obligasi, yaitu dengan tetap berpijak pada konsep
kos sebagai bahan olah akuntansi dan sebagai pengukur jumlah rupiah utang yang harns
121

dicatat-pertamakali pada saat transaksi, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan
investor untuk obligasi atau wesel yang diterbitkan oleh perusahaan adalah merupakan unsur
dari jumlah rupiah utangperusahaan. Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekatijatuh
tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harns diamortisasi secara
sistematik, yaitu dengan cara memisahkan dari jumlah rupiah utang tersebut bagian yang
diperhitungkan sebagai pembayaran "bunga" periodik.5) Mengartikan premium obligasi
sebagai "pendapatan tangguhan" (deferred income) jelas tidak tepat. Atas dasar konsep
kontinuitas usaha, jumlah rupiah premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benarbenar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan penyesuai
(pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa
penyesuaian ini biaya bunga periodik akan menjadi tersaji lebih (overstated).
KOS MODAL PEMEGANG SAHAM (EKUITAS)
Pembahasan modal saham yang lebih rinei akan diberikan di Bab VI. Dalam pembahasan ini
akan dibahas modal saham dari aspek pengukurannya saja pada saat diterbitkan.

Saham Prioritas
Standarpengukuran kos dengan dasar harga kesepakatanberlakujuga untuk modal pemegagn
saham; nilai pari (nominal) atau nilai minimum yang ditetapkan dapat dijadikan dasar untuk
pengukuran kosoMisalnya saja, saham prioritas dengan nilai nominal Rp 100.000per lembar
diterbitkan dengan harga kurs Rp 95.000. Modal saham harns diukur berdasarkan nilai
tunainya Rp 95.000 tersebut yang merupakan penghargaan yang nyata-nyata disepakati. Kos
modal saham tidak diukur sebesar jumlah rupiah yang tercantum di dalamnya yaitu nilai
nominal. Kesimpulan ini tetap berlaku apabila kalau jumlah diskonto yang terjadi tidak hrus
dipandang sebagaijumlah rupiah yang kemungkinan dapat ditarik lagi dari pemegang saham
untukmenyerap rugi(assessment).Dalampenyajiannyadi neraca,tentu sajadapatditunjukkan
baik nilaipari maupundiskontopadakelompok modalpemegang saham,dengan menunjukkan
jumlah rupiah selisihnya sebagai pengukur hak neto atas aktiva. Sejauh dimungkinkan
hendaknyaditunjukkan secarajelas, dengan menggunakanjudul (nama)yangtepat, perbedaan
antara diskonto sebagai jumlah rupiah yang dapat ditarik dari pemegang saham dan yang
tidak dapat ditarik (asessable and nonassessable discount).
Baik harga penebusan/penarikan (call-price) saham prioritas maupunjumlah rupiah hak
prioritas atas aktiva dalam hal terjadi likuidasi tidak perlu dilaporkan dalam laporan dalam
kurung. Harga atau jumlah rupiah tersebut akan menjadi kenyataan (efektif) pada suatu saat
di masa mendatang tetapi tidak menunjukkan kos atau harga kesepakatan yang nyata-nyata
telah terjadi.

5) Bunga dalam tanda petik di sini bukan merupakan bunga dalam arti yang sesungguhnya tetapi bunga
negatif artinya potongan pembayaran bunga. Dengan kata lain perusahaan membayar bunga lebih
murah dari bunga nominal atau bunga kontrak.

122

Saham Biasa
Jumlah rupiah hak akhir pemegang saham atau modal pemegang saham (residual or
stockholders' equity) sebenamya terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah yang
ditimbulkan dari transaksi nyata antara perusahaan dengan investor yaitu yang disebut modal
setoran (paid-in capital). Bagianini dapat disebut dengan modal yang berasal dari transaksi
modal. Bagian yang lain adalah modal pemegang saham yang ditimbulkan dari seluruh
proses operasi perusahaan secara luas (disebut transaksi operasi dalam arti luas) yaitu disebut
laba ditahan atau defisit. Laba ditahan ini bukan merupakan hasil transaksi modal (financial
exchange) antara perseroan dengan investor.
Modal setoran harns dicatat dengan jumlah rupiah setoran (investasi) yang diukur
dengan jumlah rupiah tunai pada saat penyetoran. Dengan kata lain, transaksi modal
(investqsi) dan transaksi operasi bukanlah praktik yang tepat. Jadi, jumlah rupiah modal
pemegang saham yng berasal dari setoran yang benar-bem telah terjadi harus tetap
ditunjukkan dalamlaporan keuangan. Kalau saham biasa mempunyai nilai pari atau nilai
minimum, dapat saja nilai nominal tersebut dicantumkan tetapi harus tetap diperhatikan
bahwa nilai }ersebut harus ditambah denganjumlah rupiah setiap premium atau "surplus"
setoran (paid-in "surplus"), atau dikurangi dengan jumlah rupiah setiap diskonto sehingga
jumlah rupiah bersih yang diinvestasikan oleh pemegang saham tersaji dengan jelas. Yang
lebih penting algi, keutuhan modal setoran harus tetap dipertahankan selama bedirinya
perseroan tentu saja perubahan yang semestinya perIu dicatat apabila terjadi penambahan
karena penerbitan atau emisi saham baru atau pengurangan karena pengembalain modal
kepada investor). Hal ini berarti bahwa transfer dari modal setoran ke laba ditahan (modal
operasi) tidak seharusnya dilakukan semata-mata untuk menutup rugi, mengkompensasi
penurunan nilai, menutup defisit, atau memaksakan pembagian dividen. Demikian juga
sebaliknya, transfer dari laba ditahan ke modal setoran akan berakibat mengaburkan garis
pemisah antara kedua elemen utama modal pemegang sebagai pos yang terpisah dibawah
modal setoran. Kenyataan bahwa transfer dari dan ke dua elemen modal pemegang saham
dapat diterima dari segi yuridis dalam kondisi tertentu tidak berarti bahwatransfer tersebut
tidak dilaporkan secara jelas dan tegas.
Dasar Penilaian PasivalEkuitas
Seperti,aktiva, pasiva (khususnya ekuitas) juga dapat dinilai atas dasar sifat tertentu yang
bermakna. Secara umum terdapat dua dasar penilaian pasiva yaitu atas dasar sumber/asal
(by contributors) dan atas dasar jumlah rupiah yang harns dikembalikan (by beneficieries).
Penilaian pertama sering juga disebut penilaian atas dasar hak akuntansi dan penilaian
kedua disebut penilaian atas dasar hak yuridis. Penggunaan dua dasar ini mestinya harus
menuju ke satu hasil yang sarna kalau didasari oleh konsep kontinuitas usaha,jartinya kalau
dilihat dari perspektif jangka panjang. Sebaliknya, apabila asumsi kontinuitas tidak
berIaku lagi krena likuidasi atau karena kondisi bersyarat tertentu lainnya, penilaian atas
dasar hak akuntansi mungkin tidak lagi memberikan hasil yang sesuai dengan hak yuridis
yang berIaku dalam kondisi semacam itu. Sebagai contoh, kalau suatu obligtasi denga nilai
123

jatuh tempo Rp 1.000.000 diterbitkan dengan premium Rp 50.000 maka atas dasarhak
akuntansi jumlah rupiah yang masuk sebesar Rp 1.050.000 harns diperlakukan sebagai
utang terhadap pemegang obligasi yaitu pihak yang melakukan investasi. Dari sudut
yuridis, utang perusahaan adalah Rp 1.000.000. Dengan konsep kontinuitas usaha, pada
saatnya nanti (pada saat jatuh tempo) nilai dari kedua sudut pandang tersebut akan sarna.
Sebelum saat tersebut, nilai dari kedua sudut pandang tersebut dapat saja berbeda bahkan
memang selalu berbeda. Pada saat jatuh tempo, jatuh rupiah nominalnyalah yang harus
dibayarkan kepada pemegang obligasi dan jumlah ini akan sarna dengan jumlah rupiah
menurut hak akuntansi karena premium yang timbul dianggap telah diserap dalam
pembayaran "bunga". "Bunga" disini maksudnya bunga efektifbukan bunga nominal saja.
Jadijelaslah bahwa dari sudut pandang kondisi perusahaan dilikuidasi maka sisa premium
(premium yang belum diamortisasi) bukanlah merupakan bagian dari hak peJ;I1egang
obligasi. Dari sudut hak akfuntansi sisa premium tetap merupakan hak pemegang obligasi.
Kalau terdapat dua jenis modal s.aham atau lebih, klasifikasi "kos" modal saham
menimbulkan sedikit permasalahan. Sebagai contoh, bilamana saham prioritas bernilai pari
diterbitkan dengan premium, seringkali dianggap bahwa premium tersebut secara yuridis
merupakan suatu jenis surplus yang melekat pada hak pemegang saham biasa. Memang,
menyisihkan pre"miumsaham prioritas sebagaidividenuntuk saham biasa tidaklah melanggar
ketentuan yuridis. Akan tetapi perlakuan ini tidaklah selaras dengan konseppengukuran yang
layak; untuk tujuan akuntansi, seluruh jumlah rupiah yang disetor oleh pemegang saham
prioritas harns dilaporkan sebagai jumlah rupiah hak pemegang saham tersebut, demikian
jugakalau sahamprioritasditerbitkandengan diskonto.Pandangandari segiyuridis barangkali
tetap menekankan pada nilai pari resmi (terutama pula kalau nilai tersebut menunjukkan
jumlah rupiah tuntutan hendaki hanya jumlah rupiah yang telah disetor sajalah yang diakui
sebagai hak atas aktiva. Dengan standar pengukuran ini, tentu saja tidak menghilangkan
kemungkinan untuk mengungkapkan persyaratan yuridis tertentu dalam bentuk catatan
penjelasan daIam laporan keuangan.
Kalau duajenis saham atau lebihditerbitkan dalam bentuk paket (lump-sum) dengan satu
harga untuk tiap paket, maka perlu diadakan analisis yang mendalam tentang persyaratanpersyaratan penerbitan sehingga kos masing-masing jenis saham dapat ditentukan dengan
tepat. Perlakuan yang ideal adalah mengkredit tiap jenis modal Sahamyang terlibat dalam
transaksi dengan bagian dari jumlah rupiah harga paket yang semestinya melekat pada tiap
jenis saham tersebut. Petunjtik penting untukpemecahan jumlah rupiah total tersebut secara
layak biasanya dapat diperoleh dengail membandingkan transaksi-transaksi yang terjadi
pada saat yang bersamaan yang hanya melibatkan satu jenis saham saja.
Kesimpulan
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari pembahaan diatas adalah bahwa dana' yang
diinvestasikan dalam perseroan harus dikredit dalam rekening utang atau modal saham atas
dasar jumlah rupiah yang benar-benar disetorkan oleh tiapkelompok investor tersebut.
Jumlah-jumlah rupiah yang mungkin diperlukan untuk pengembalian investasi dalam hal
124

terjadi reorganisasi, likudiasi atau transaksi pengembalian investasi lainnya adalah bukan
merupakan angka atau kos yang efektif dipandang dari sudut konsep kontinuitas usaha.
Rekening rekening yang menunjukkan hak pemegang saham atas aktiva tentu saja dapat
berubah melalui proses transfer laba atau rugi, dan dalam hal terjadi rugi yang terus-menerus
maka hak pemegang saham prioritas harus tetap dipertahankan sampai akhirnya pemegang
saham biasa (residual equities) habis untuk menutup rugi tersebut. Apapun perubahan yang
terpaksa dilakukan karena kondisi tertentu dikemudian hari, jumlah rupiah yang mula-mula
ditanamkan harus tetap dipertahnkan keutuhannya karena merupakan titik awal yang jelas
dan pasti dari riwayat ekuitas tersebut. Jadi, jumlah rupiah kos modal pemegang saham
merupakan jumlah rupiah yang harus dipertahankan dan menjadi dasar pelaporan.
KEDUDUKAN BUNGA DALAM LAPORAN RUGI-LABA
Perbedaan antara jumlahrupiah kos sebagai dasar pencatatan pertama dan jumlah rupiah kos
sebagai unsur pengurang pendapatan dalam penentuan laba sebenarnya hanyalah merupakan
perbedaan dari sudut pandang kesatuan yang dianut. (Baca kembali Komentar terhadap Bab
II tentang beberapakonsep kesatuan dan implikasinya). Pertanyaan yang sering timbul dalam
kaitannya dengan bung a atas utang adalah apakah dalam proses penentuan laba bunga atas
utang merupakan suatu kos yang akhirnya dikurangkan terhadap pendapatan) atau merupakan
suatu pembagian laba bersih kepada pemberi dana (kreditor)?
Jawaban terhadap pertanyaan diatas tergantung pada konsep kesatuan yang dianut yaitu
apakah berdasarkan sudut pandang pemilik (propritary concept) ataukah berdasarkan sudut
pandang kesatuan usaha (entity concept).

Sudut Pandang Pemilik


Dari sudut pandang pemegang.saham biasa, bunga atas utang wesel, utang obligasi dan utang
lainnya akan dipandang sebagai pengurang pendapatan sebagaimana tenaga kerja, bahan
baku, atau biaya operasi lainnya. Lebih tegasnya, dari segi hak pemilikjumlah rupiah bunga
merupakan suatu pembayaran untuk jasa tertentu yang diperoleh perusahaaQ.yaitu jasa
penggunaan dana yang disediakan oleh pemegang obligasi atau investor lainnya yang
diprioritaskan atas dasar kontrak. Pandangan ini sesuai dengan apa yang dianut dalam
administrasipajak yang memperlakukanbungasebagaielemenpengurangyangdiperkenankan
dalam menghitung laba kena pajak. Pandangan ini juga mendukung kapitalisasi bunga
selama kontruksi sepanjang bunga itu benar-benar dibyaakran atau terhutang.
Konsep Kesatuan Usaha
Dari sudut pandang perusahaan sebagai kesatuan ekonomi dan sebagai wadah kegaitan
pengelo)aan menyamakan kedudukan jumlah rupiah bunga seperti tenaga kerja, bahan baku
dan sebagainya sebagai biaya operasi adalah tidak semestinya. Bagi manajemen biaya
operasi dalam menjalankan perusahaan tidak dipengaruhi oleh bentuk struktur modal atau
oleh jenis sumber dana yang digunakan dalam memperoleh dana. Bagi manajemen uang yang

125

ditanamkan oleh pemegang obligasi maupun oleh pemegang saham meleburjadi satu dalam
bentuk kekayaan perusahaan yang harns dikelola oleh manajemen tersebut, dan laba bersih
perusahaan terdiri atas semua jumlah rupiah yang tersedia untuk dibagikan kepada semua
golongan investor. Jadi dari sdutu pandang perusahaan sebagai kesatuan usaha, beban bunga
bukan merupakan biaya operasi tetap lebih merupakan suatu bentuk pembagian laba yang
agak mirip dengan dividen
Permasalahan di atas tidak merupakan hal-hal yang cukup berarti dalam perusahaan
yang mempunyai pinjaman dengan bunga yang relatifkecil sepertikebanyakan perusahaan
dagang dan pengolahan barang. Akan tetapi seandainya sebagian besar dana yang digunakan
dalam perusahaan berasal dari dana pinjaman, pemasukan beban bunga ke dalam biaya
operasi dalam proses penentuan laba akan dapat menyesatkan pembaca laporan. Sebagai
contoh, misalnya saja suatu perusahaanjasa umum memiliki kekayaan Rp 500 milyar yang
60% dibelanjai dari dana pinjaman dengan bunga 5% per tahun dan misalnya saja
perusahaan tersebut mempunyai kemampuan menghasilkan laba sebelum bunga (earning
power) sebesar Rp 15 milyar. Dengan kondisi semacam ini maka akan tidak logislah kalau
beban bunga dianggap sebagai biaya operasi sehinggaIaporan rugi laba tidak menunjukkan
adanya laba. Karena itu tidaklah mengherankan apabila dalam formulir laporan standar
untuk perusahaan angkutan kerea api negara dan perusahaan jasa 'umum negara lainnya
yang diatur (regulated company) bunga atas modal pinjaman diklasifikasi sebagai pengurang
laba bukannya sebagai pengurang pendapatan. Perlakuan semacam ini dalam hal tertentui
dapat diterima karena sifat khusus suatu unit usaha yang mengharuskan digunakannya
sudut pandang hak pemilik.
Dalam beberapa kasus yang melibatkan adanya dua jenis sahama perseroan yang
beredar, dividen untuk saham prioritas harns dipertimbangkan dalam menentukan jumlah
yang tersdia untuk penerima hak akhir, yaitu saham biasa. Maksudnya adalah bahwa dari
sudut pandng pemegang saham biasa laba yang menjadi hak saham prioritas (dividen
prioritas) sesuai dengan kontraknya adalah merupakan pengurang laba sebagaimana bunga.
Dan yangjelas adalah bahwa dividen aham prioritas ini tidak merupakan biaya operasi dalam
menentukan laba bersih.
Tidak semua dana yang diberikan oleh kreditor jangka pendek secara eksplisit
menyebutkan adanya bunga. Ini berarti bahwa, kalau perusahaan tidak dibebani bunga secara
tersendiri, maka di dalam kos barang dan jsa yang diperoleh perusahaan secara kredit
dianggap sudah termasuk bunga untuk dana yang sementara (dalam jangka pendek)
disediakan oleh kreditor. Namun demikian tidaklah praktis unruk menaksir jumlah rupiah
elemen bunga yang melekat pada kos barang atau jasa bersangkutan dan memindahkannya
ke rekning biaya bunga, walaupun analisis semacam itu mungkin akan sangat bermanfaat
untuk tujuan khusus tertentu.
Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa laporan rugi-Iaba suatu perseroan tidaklah
semata-mata merupakan kumpulan pendapatan dan biaya untuk menunjukkan selisih atau
perbedaan keduanya. Akan tetapi untuk perusahaan yang dananya dibelanjai dari dana
pinjaman dan saham prioritas, laporan rugi laba harns disusunldisajikan dengan urutan yang
126

tepat sehingga dapat memperlihatkan serangkaian saldo yang sengaja disajikan untuk
menunjukkanjumlah rupiah neto yang tersedia untuk kreditor, pemegang saham prioritas dan
akhirnyajumlah neto yang tersedia untukpemegang saham biasa (residual stockholders).
Memang benarbahwadalamketentuanyuridis tentangperseroanlababiasanyadipandang
sebagai jumlah rupiah neto yang tersedia untuk pemegang saham saja bukan untuk seluruh
investor. Tetapi hal ini sebenarnya hanyalah menunjukkan suatu contoh perbedaan antara
sudut pandang kesatuan yang dianut. Akuntansi memandang dari sudut kesatuan usaha.
(Baca pembahasan perlakuan bunga yang lebih rinei dalam komentr terhadap bab ini).
KOMENTAR
Dalam Bab III ini P&L membahas kos pada tahap terjadinya yaitu pada tahap pengukuran
sebelum diolah lebihg lanjut menjadi data dasar daam penyusun laporan keuangan. Kos
sebagai bahan olah tidak hanya digunakan untuk menunjukkan jumlah rupiah aktiva tetapi
juga untuk elemen laporan keuangan yang lain. Memang pada umumnya kos digunakan
untuk menyatakan jumlah rupiah objek atau potensi jas tentu seperti mesin, sediaan, tenaga
kerja, gedung dan sebagainya. Dasar pengukuran kos adalah harga kesepakatan dalam suatu
transaksi pertukaran pada saat tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa kos suatu objek
jasa atau potensi jasa atau unit fasilitas fisik tertentu adalah semua pengorbanan sumber
ekonomi perusahaan dalam rangka memperoleh objekjasa tersebut sampai pada kondisi siap
pakai ataudigunakandalamkegiatanmeneiptakanpendapatan.SecaraumumP&L menegaskan
bahwa dasar pengukuran kos elemen laporan keuangan adalah net cash price atau net cash
equivalent. P&L telah membahas secara mendalam berbagai aspek yang menyangkut
pengukuran elemen laporan keuangan khususnya elemen neraca. Komentar ini akan
menguraikan lebih mendalam beberapa topik yang berkaitan dengan pengukuran tersebut.
Pengukuran dan Penilaian
Pengukuran (measurement) adalahpenentuan angka satuanpengukuran terhadap suatu objek
untuk menunjukkan makna tertentu objek tersebut. Objek dapatberupa transaksi, barang,
jasa, binatang, tubuh manusia atau benda lainnya. Makna atau attribute dapat berupa nilai,
luas, berat, volu,e tinggi, umur, indeks prestasi dan sebagainya. Kalau satuan pengukur
merupakan unit moneter untuk menunjukkan makna ekonomik maka pengukuran disebut
dengan penilaian. Jadi penilaian adalah proses penentuan jumlah rupaih suatu objek untuk
menetukan makna ekonomik objek tersebut di masa lalu, sekarang atau mendatang.
Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena
adanyaasumsibahwaakuntansimenggunakanunit moneteruntuk mengukurmakanekonomik
suatu objek atau transaksi. Pengukuran biasanya dig~nakan dalam akuntansi untuk menunjuk
proses penentuanjumlah rupiah yang harns dicatat pada saat objek atau transaksi teIjadi atau
pada tahap pertama tingkatan perlakuan kosoPenilaian biasanya digunakan untuk menunjuk
proses penentuan jumlah rupiah yang harns diletakkan pada tiap elemen atau pos laporan
keuangan pada saat penyajian laporan keuangan. Dalam penilaian suatu elemen untuk tujuan
127

penyajian elemen atau pos laporan keuangan, akuntansi dapat menggunakan berbagai dasar
penilaian (termasuk atas dasar kos) tergantung pada makna yang ingin disampaikan melalui
elemen ataulaporan tersebut Elemen menunjuk objek seperti aktiva,utang, modal, pendaptan
dan biaya. Pos (items) menunjuk rincian tiap elemen tersebut.6)Namun demikian istilah
penilaian dapat digunakan secara umum yaitu penentuan jurnlah rupiah untuk menentukan
suatu makna ekonomi objekjasa karena semua langkah dalam proses pengolahan informasi
keuangan sebenarnya melibatkan penilaian. Tujuan penilaian dalam akuntansi adalah:
(I) menjadi salah satu langkah dalam proses pengukuran laba,
(2) menjadi salah satu langkah dalam proses penyajian posisi keuangan,
(3) memenuhi kebutuhan informasi yang ingin dicapai oleh pelaporan keuangan.
(4) memenuhi kebutuhan informsi khusus yang memerlukan penilaian untuk kepentingan
manaJemen.
Penilaian Aktiva
-,
P&L telah mengemukakan berbagai gagasan pengukuran elemen laporan keuangan yaitu
aktiva, utang dan modal. Karena kos dianggap sebagai bahan olah dasar, dasar penilaian
elemen-elemen tersebut untuk penyusunan laporankeuangan adalah kos yang telah diukur
sebelumnya (kos historis). Alasan utama penggunaan dasar ini adalah objektivitias.
P&L juga menggunakan dasar kos untlik penilaian pos aktiva oleh karena kedudukan
neraca sebagai penghubung antara dua laporanrugi-Iaba. Dengan kedudukan tersebut, tujuan
pelaporan elemen aktiva adalah untuk menunjukkan potensijasa (service potentials) aktiva
perusahaan. Untuk aktivanonmoneter, potensi jasa menunjukkan daya beli yang dapat
ditukar menjadi aktiva monetr, potensi jasa menunjukkan daya beli yang dapat ditukar
menjadi potens'i jsa nonmoneter atau potensi jasa lainnya dalam magka memperoleh
pendaptan. Penilaian pos aktiva biaanya dimaksukan untuk menentukan berapa jumlah
rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos aktiva dan apa dasar penilaiannya. Ada berbagai
dasar penilaianyang daptdigunakanuntuk tujuanpelaporanaktivadalamrangka menyediakan
informasi yang dapat membantu para pemakai untuk mengevaluasi posisi keuangan dan
untuk memprediksi aliran kas di masa mendatang.
Hendriksen mengemukakan konsep dan dasar penilaian untuktujuan pelaporan di atas.
Konsep penilaian bersangkutan dengan masalah penentuan makna (attribute) yang ingin
disampaikan kepada pemakai laporan dan masalah penentuan dasar penilaian yang tepat 7)
Konsep penilaian aktiva menurut Hendriksen ini diskemakan dalam gambar 3.1. di halaman
berikut.

6)

FAS8, "Elements of Final1cialStatellJents,"

Statement of Financial Accounting Concepts No.6, 1985, par.

5-6.
7) PeriksaEldonS.Hendriksen,AccountingTheory(Homewood,III.:RichardD.lrwinInc.,1982),hal.258.

128

Dasar Penilaian

1
Relevansi

1
Aliran dana (kas)
masa mendatang

Nilai Masukan
(Input Values)

Nilai Keluaran
(Output Values)

Gambar 3.1. Konsep Penilaian


Kalau aliran dana (kas) merupakan makna informasiyang ingin disampaikan maka dasar
penilaian aktiva harns relevan dengan tujuan tersebut. Kalau aliran dana memeng dapat
diu\curdengan cukup pasti ataujelas maka dasar penilaian dapat menggunakan nilai ke~uaran
(output values). Kalau aliran kas tidak dapat diukur secarajelas dan cukup pasti atau makna
aliran kas bukan merupakan tujuan pelaporan aktiva atau bukan hal yang diharapkan dari
suatu pos aktiva maka dasar penilaian dapat menggunakan nilai masukan (input values).
Konsep nilai masukan dan keluaran sebenarnyadihubungkan dengan konsep kesatuan
usaha yang dianggap menguasai sumber ekonomi (aktiva) dan harus mempertanggungjawabkan aktiva tersebut. Karena itu yang dimaksud memperoleh suatu aktiva
sedangkan keluaran adalah transaksi peI:tukarandalam rangka "menjual" ~yatuaktiva atau
objek jasa tertentu. Dasar penijaian yang akan dipilih sebenarnya menggambarkan nilai
pertukran tersebut. Objektivitas tetap merupakan kriteria pemilihan dasCl{penilaiandan nilai
pertukaran dianggap merupakan nilai yang cukup objektif. (Ini sesuai dengan pokok pikiran
P&L, kecuali bahwa P&L menyatakan bahwa kos historis merupakanpertukaran suatu unit
usaha dapat ditunjukan dalam Gambar 3.2. berikut.
129

Objektivitas
Penilaian

!
Nilai
Pertukaran

Pemerolehan

Penjualan

Nilai Masukan

Nilai Keluaran

\
input

Aktiva atau
Sumber
Ekonomik

output

Gambar 3.2. Hubungan Dasar Penilaian dan Tran~aksi Pertukaran dalam Unit Usaha

Nilai Keluaran (Exchange

Output Values)

Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah atas atau penghargaan lainnya (nonkas) yang
dit~rima suatu unit usaha apabila suatu aktiva atau potensijasa akhirnya keluar dari kesatuan
usaha karena suatu pertukaran. Ada berbagai dasar penilaian yang digunakan dan tiap pos
aktiva dapat menggunakan dasar yang paling sesuai dengan tujuan pelaporn tiap pos tersebut.
Dasar penilaian tersebut adalah:
1.

2.

130

Penerimaan kas atau potensijasa di masa mendatang diskontoan (Discounted future


cash receiptsor service potentials). Dasar ini dapatdigunakan apabilaharapan penerimaan
kas atau setaranya cukup pasti dan senggang waktu sampai penerimaan cukup panjang
tapi saat atau tanggal penerimaan pasti. Pos yang dapat menggunakan dasar penilaian ini
misalnya: investasi dalam obligasi, piutang wesel jangka panjang, dan deposito beIjangka.
Harga jual sekarang (Curreril output price). Dasar ini digunakan apabila harga jual pada
saat pelaporan mencerminkan harga di masa mendatang bila pos bersangkutan keluar
dari unitusaha. Surat-surat berharga dan beberapa jenis sediaan barang tertentu dapat
dinilai atas dasar ini.

3.

4.

Nilai setara tunai sekarang (Current cash equivalent). Nilai ini menunjukkan jumlah
rupiah kas yang dapat direalisasi dengan cara menjual setiap jenis aktiva dipasar bebas
dalarnkndisiperusahaan yangnormal.Nilaiini biasanyadiukurberdasarkankutipanharga
pasar barang bekas sejenis dalarn kondisi yang sarna. Pos-pos aktiva berwujud pada
umumnya merupakan pos-pos yang mungkindapat menggunakan dasar penilaianini.
Nilai likuidtasi(Liquidation values). Dasar penilaian ini dapat digunakan apabila unit
usaha kemungkinan besar tidk akan dapat menjual produk atau aktiva dalam saluran
penjualan yang normal atau apabila unit usaha tidak dapat lagi memanfaatkan seluruh
potensijasa normal yang diharapkan dari suatu objekjasa. Nilai likuidasi ini sebenarnya
tidak berbeda dengan hargajual sekarang kecuali bahwa nilai keluarganya diperoleh dari
kondisi pasar yang berbeda. Nilai likuidasi hanya dapat digunakan apabila kondisi
berikut dipenuhi: (1) bila produk atau potensi jasa lainnya telah 'berkurang manfaat
normalnya, menjadi usang, atau tidak laku lagi dipasarkan dan (2) bilaunit usaha
merencanakan untuk menutup usaha dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual
seluruh potensijasa unit usaha dalam pasar yang normal. Artinya perusahan ada di dalam
posisi tawar-menawar yang lemah (disadvantaged bargaining power).

Nilai Masukan (Exchange Input Values)


Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harns dikeluarkanldikorbankan untuk
memperoleh aktiva atau objek jasa tertentu yang masukan dalam unit usaha. Kalau tujuan
menyajikan makna aktiva ini adalah untuk menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit
usaha (seandainya unit usaha harns memperoleh objekjasa yang'sarna) maka nilai masukan
merupakan altematif nilai keluaran karena tidak adanya pasar untuk objek jasa tersebt
sehinga nilai altematif oleh karena secara konseptual (sesuai dengan tujuan pemrediksian
aliran kas) nilai keluaran dianggap lebih unggul untuk penyajian dalarn laporan keuangan.
Sebagai altematif nilai keluaran, nilai masukan menunjukkan secara konservatif nilai
maksimum objekjasa atau pos aktivabersangkutan. Seperti pada nilai keluaran, adabeberapa
dasar penilaian yang dapat dapat digunakan dalam nilai masukan.
1. Kos historis (Historical costs). Merupakan pengukur potensijasa yang paling objektif
untuk objek jasa yang barn diperoleh. Kos menunjukkan harga pertukaran pada saat
terjadinya. Salah satu keunggulan kos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat
diujinya hasil penilaian tersebut (verifiable) karena kos historis terjadi dari hasil
kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, kos
historis menjadi dapat diandalkan sebagai informasi (reliable). Akan tetapi ditinjau dari
relevansi infomiasi, kos untuk pengambilan keputusan, kos historismenjadi kurang
keandalannya. Pos-pos aktiva tetap berwujud dapat menggunakan dasar penilian ini
kalau tujuannya adalah menunjukkan potensi jasa yang masih tersisa dalam unit usaha.
2. Kos masukan sekarang (Current input cost). Dasar ini dapat digunakan kalau adabukti
pendukung yang kuat untuk verifikasi. Kos sekarang menunjukkanjumlah rupiah harga
pertukaran atau kesepakatan yang harns dikorbankan sekarang oleh unit usaha untuk
memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Istilah yang juga sering
131

dipakai untuk menunjuk dasar penilaian ini adalah kos ganti (replacement cost) Dasar
penilaian ini sering digunakan untuk penilaian sediaan barang walaupun jenis aktiva
yang lain dapat pula dinilai dengan dasar ini. (Kos sekarang dibahas lebih mendalam di
kometnara Bab VII).
3. Kos masa datang diskontoan (Discountedfuture costs). Dasar penilaian ini menunjukkan
nilai sekarang pengorbanan ekonomik di masa mendatang seandainya potensi jasa
tertentu tidak diperolehldibeli sekaligus pada saat sekarang. Untuk dapat menggunakan
dasar penilaian ini tentu saja harus diketahui denganpasti harga potensijasa bersngkutan
di masa datang atau paling tidak dapat ditaksir dengan cukup pasti. Kos fasilitas fisik
yang diperoleh dengan belisewa menunjukkan nilai atas dasar kos masa datang yang
didiskontokan ini. Pos aktiva tetap berwujud pada umumnya dapat menggunakan dasar
penilaian ii baik pada saat diperoleh maupun pada saat pelaporankeuangan.
4. Kos standar (Standar costs). Kos standar ini dapat digunakan kalau kos tersebut
menggambarkankos pada saat sekarng dalam kondisi perusahaan yang normal yaitu
perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas yang normal. Penilaian atas
dasar kos stndar berarti menentukan suatu jumlah rupiah yang harus diletakkan pada
suatu objek atas dasarjumlah rupiah yang seharusnya terjadi dalam kondisi efisiensi dan
kapasitas operasi yang didapat dinilai dengan dasar:kos standar ini. Dalam hal tert:entu,
fasilitas fisik yang dibangun sendiri dapat jugadinHai atas dasar kos standar ini.
Penilaian atas dasar nilai masukan di atas harus dipahami/dipelajari dari perspektif
penilaian alternatif nilai keluaran untuk tujuan menyediakan informasi yang dapat membantu
pemakai dalam memprediksi aliran kas. Pemilih;lOdasar penilaian dalam nilai masukan di
atas harus mempertimbangkan kondisi yang paling memenuhi untuk tiap dasar penilaian.
Penilaian Pasiva
Penilaian pasiva utang mimpun modal sebenarnya juga sejalan dengan penilaian aktiva.
Konsep penilaian aktiva dapat juga digunakan untuk utang dan modal. Penilaian pasiva
menyangkut masalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos pasiva
tersebut khususnya pada saat penyusunan laporan keuangan.
Penilaian Utang
Karena tujuan penyajian utang biasanya dikaitkan dengan likuiditas maka dasar penilaian
utang adalahjumlah rupiah sumber ekonomi atau kos yang harus dikorbankan apabila pada
saat penilaian (pelaporan) utang tersebut dil.unasi.Karena itu dasar penilaian utang adalah
nilai sekarang pengeluaran kas ataupengorbanan sumber ekonomik di masa mendatang
untuk pelunasan utang bersangkutan sampai ekonomik di masa mendatang untuk pelunasan
utang bersangkutan sampaijatuh tempo (present value or discountedfuture cash oU,t-flows).
Hal ini berlaku khususnya untuk utangjangka panjang. Untuk utangjangka pendek berlaku
dasar penilaian yang sarna. Akan tetapi, karena alsan kepraktisan biclsanya utang jangka
132

pendek (misalnya utang dagang dan utang wesel) disajikan sebesar nilai nonominalnya. Nilai
nominal utang dagang dapat berupa jumlah kotor faktur atau jumlah neto setelah potongan
tunai (cash discount).

Penilaian Modal
Untuk penyajian laporan keuangan tidak ada dasar penilaian khusus untuk modal karena
akuntansi menganut pendekatan artikulasi laporan keuangan (Lihat kembali Komentar di
Bab II tentang artikulasi). Dengan artikulasi tersebut, penilaian modal terpaksa harns
didasarkan pada selisih penilaian aktivadan utang. Jadipenilaian modal merupakan penilaian
residual. Alasan lain penilaian dihubungkan (diidentifikasi) secara langsung dengan jenis
aktiva atau utang tertentu. Jumlah rupiah modal merupakan agregar sumber ekonomik
perusahaan yang menjadi hak pemegang saham (pemilik). Karena itu jumlah rupiah modal
tidak harns menunjukkan nilai sekarang (current value) hak pemegang saham. Pemegang
saham sendiri biasanya dalam kenyataannya lebih mendasarkan penilaian modal atas dasar
saham di pasar modal daripada atas dasar jumlah rupiah dalam laporan keuangan.
Sekali lagi, relevansi tiap dasar penilaian hanya dapat ditentukan atas dasar tujuan yang
ingin dicapai dalam menyajikan setiap pos aktiva. palam kenyataannya, akuntansi
menggunakan berbagai dasar penilaian yang berbeda untuk tiap pos akrita karena makna
yang ingin disampaikan dari tiap pos tertentu memang sering berbeda. Sebagai contoh, dasar
penilaian surt-surat berharga dapat menggunak~mharga pasar (current output values) karena
likuiditas merupakan makna yang ingin disampaikan. Di lain pihak, dasar penilaian fsilitas
fisik adalah kos historis (dalam arti nilai buku) karena makna yang ingin disajikan adalah
potensijasa yang masih tersisa darj fasilitas fisik tersebut. Karena itu untuk tujuan penyajian
laporan keuangantertentu, tiap dasarpenilaian di atas mempunyaikeunggulan dan kelemahan
masing-masing. Karena kenyatannya akuntansi memang ingin menyajikan berbagai makna
untuk tiap pos maka akuntansi menggunakan berbagai macam dasar penilaian untuk pos-pos
laporankeuangannya. Tanpa memperhatikan sifatmasukan atau keluran,FASB menyarankan
untuk tetap menggunakan makna penilaian yang sekarang dipraktikkan. Pos-pos yang
dilaporkan dalam laporankeuangan diukurberdasarkanmakna yang berbeda-bedatergantung
pada karakteristik tiap pos tersebut dan relevansi serta rebilitas makna yang diukur. FASB
mengindentifikasi lima makna yang dapat dinilai untuk pos-pos aktiva dn utang sebagai
berikut.8)
a.

Historical cost (historical proceeds).


Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, kebanyakan sediaan dilaporkan
atas dasar kos historisnya yang merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang
dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan

8) FASB, "Recognition and Measurement in Financial Statements of Business Enterprises," SFAC No.5,
(New York: FASB, Original Prnouncements, 1986), par. 66-67.

133

--

--

--

Untuk mengakuinya, P&L telah membahas pengukuran aktiva dalam tiap transaksi di
atas. Piutang dagang merupakan contoh aktiva yang dikuasai unit usaha karena penjualan.
Aktiva belisewaan (leased assets) adalah contoh aktiva yang dikuasai unit usaha dengan cara
perjanjian. Pemilikan memang merupakan karakteristik pendukung untuk mengakui adanya
aktiva karena ada hak yuridis yang pasti untuk menguasainya. Karakteristik pendukung
lainnya untuk pengakuan adalah bahwa suatu potensijasa diperoleh dengan pengorbanan kos
dan berwujud fisikoKarakteristik pendukung ini tidak meniadakan adanya aktiva, artinya
kalau karakteristik pendukung ini tidak ada bukan berarti bahwa suatu aktiva tidak dapat
diakui:1)
Belisewa (Lease)
Suatu perusahaan dapat menguasai potensi jasa atau sumber ekonomik tertentu dengan
cara perjanjian yang disebut belisewa.12)Akan tetapi tidak setiap belisewa mengharuskan
perusahaan untuk mengakui adanya aktiva. Dengan konsep dasar substance over form,
seluruh potensi jasa di masa mendatang yang diperoleh perusahaan dengan cara belisewa
harus diakui sebagai aktiva kalau secara subtantif memang merupakan pembelian. Dengan
kata lain, kalau suatu perjanjian belisewa secara substantifmerupakan pembelian angsuran
maka belisewa tersebut harus dikapitalisasi. FASH mengajukan kriteria kapitalisasi
belisewa ini sebagai berikut:
a. Kontrak belisewa menyebutkan adanya transfer hak milik fasilitas fisik kepada
pembelisewa pada akhir jangka kontrak belisewa.
b. Kontrak belisewa menyebutkan bahwa pembelisewa mempunyai hak boleh pilih beli
pada tanggal tertentu selama jangka belisewa dengan harga yang cukup murah sehingga
dapat dipastikan pembelisewa akan mengambil keputusan membeli (bargain purchase
option).
c. Jangka belisewa adalah 75% atau lebih dari sisa taksiran umur ekonomik pada saat
penandatanganan kontrak.
d. Pada saat kontrak dimulai, nilai sekarang pembayaran-pembayaran sewa minimum
selama jangka belisewa adalah sarna atau lebih besar dari 90% nilai pasar yang wajar
fasilitas bersangkutan pada saat mulainya kontrak. 13)

11) Periksa FASB, SFAC No.6, op. cit., par. 30-40.


12) Walaupun secara hukum dagang ada pengertian khusus untuk istilah belisewa, istilah ini sengaja dipilih
sebagai padanan lease agar pembentukan istilah turunan dapat dibentuk dengan mudah dan bersistem.
Dengan cara ini, istilah pembelisewa dapat dipakai ebagai padanan lessee, membelisewa sebagai
padanan to lease, pembelisewaan sebagai padanan leasing, dan aktiva belisewaan sebagai padanan
leased assets. Dari sudut penyedia fasilitas, tentu saja lease kemudian dapat diartikan sebagai jualsewa.
Istilah lain kadang-kadang juga digunakan adalah sewa guna sewa, sewa belL
13) FASB, "Accounting for Leases," Original Pronouncement, op.cit., SFAS No. 13, par. 7.

136

Kalau suatu perjanjian belisewa memuat suatu pasal atau klausal yang memenuhi salah
satu atau lebih kriteria di atas maka belisewa tersebut harus dianggap sebagai pembelian dan
oleh karenanya belisewa tersebut harus dikapitalisasi. Adanya pasal yang memenuhi kriteria
kapitalisasi di atas sebenrnya menunjukkan bahwa perjanjian belisewa sebenarnya adalah
suatu perjanjian pembelian angusran dan bukan sekedar sewa-menyewa biasa.

Pengeluaran untuk Aktiva dan Pengeluaran untuk Pendapatan


Pengeluaran untuk aktiva (capital expenditure) dan pengeluaran untuk pendapatan (revenue
expenditures) sangat erat kaitannya dengan pembahsan P&L tentang elemen kos objekjasa.
Dalam pembelanjaan,aktiva seringdisebut sebagaimodal ataukapitaldalampengertianmodal
aktif yaitu suatu sarna untuk mencapai tujuan sedangkan sumber pendanaan modal aktif
tersebut disebut dengan modal pasif. Karena itu pengeluaran untuk aktiva sering disebut
pengeluaran modal atau kapital. Pengeluaran dalam hal ini berarti pengorbanan sumber
ekonomik.
Pengeluaran untuk aktiva (atau sering disebut pengeluaran modal) adalah pengorbanan
sumber ekonomik yang berkaitandengan objekjasa tertentu(biasanyafasilitasfisik) baik pada
saat fasilitas fisik tersegut diperoleh maupun pada saat digunakan dalam operasi. Objek jasa
tersebutbiasanyamempunyaiumurekonomiatauakanhabisdipakaidalamperiodeyangcukup9
panjangsehinggapengeluarantersebuttidaklayakkalaudikurangkanlangsungterhadappendapatan
tahun berjalan.Mencatat/mengakuijurnlah rupiahpengeluaransebagaielemen kos suatu aktiva
tersebut dengan mengkapitalisasi. Mengkapitalisasi suatu pengeluaran berarti menunda
pembebanankos yang berkaitandengan pengeluarantersebut terhadappendapatan.
Masalah yang sangat pelik dalam akuntansi adalahpenentuan apakah suatu pengorbanan
sumber ekonomik perusahaan diperlukan sebagai pengeluaran untuk aktiva attau sebagai
pengeluaran untuk pendapatan. Masalah ini menyangkut penentuan kriteria kapitalisasi yang
tepat. Salah satu kriteria kapitalisasi adalah bahwa suatu jumlah rupiah pengorbanan
ekonomik dapat memenuhi definisi aktiva. Beberapa pengorbanan ekonomik yang sering
dipermasalahkan dalam hal kapitalisasinya adalah pengeluaran untuk kampanye produk,
riset dan fasilitas fisik, dan pendirian organisasi. Pembahasan lebih mendalam tentang
kriteria kapitalisasi diberikan oleh P&L di Bab V dalam subbahasan "Menangguhkan
Pembebanan Kos (Biaya)." Kapitalisasi bunga selama masa konstruksi fasilitas fisik yang
dibangun sendiri akan diuraikan dalam subbahasan berikut ini.
Kapitalisasi Bunga
Kalau P&L membahas kedudukan bunga dalam kaitannya dengan perhitungan laba yaitu
apakah sebagaipengurang pendapatan atau sebagai pembagian laba, dalam uraian ini akan
dibahas kedudukan bunga sebagai elemen kos suatu objek jasa fisik yang dibangun sendiri
oleh suatu perusahaan. Masalah ini akan menjadi semakin terasa kalau perusahaan baru
dalam taraf pendirian dan pembangunan pabarik atau fasilitas fisik lainnya. Bila perusahaan
membiayai pembangunan sendiri fasilitas fisik bersangkutan.
137

Ada berbagai perlakuan akuntansi yang dapat dipilih sehubungan dengan bunga selama
masa konstruksi tersebut, yaitu:
(1) Bunga tidak dikapitalisasi.
(2) Bunga dikapitalisasi dan dimasukkan sebagai bagian dari kos fasilitas fisik yang
dibangun sendiri:
a. Bunga dikapitalisasi sebesar jumlah rupiah bunga yang sesungguhnya dibayar/
terjadi untuk dana yangkhususdipinjam untuk pembangunan.
b. Bunga dikapitalisasi sebesar jumlah rupiah yang sesungguhnya dibayar/terjadi
untuk seluruh dana pinjaman. Ini dilakukan apabila tidak ada dana khusus yang
disediakan untuk pembangunan.
c. Bunga dikapitalisasi sebesarjumlah rupiah bunga implisit dna yang tertanam dalam
perusahaan tanpa memperhatikan sumbemya.
(3) Bunga dikapitalisasi tetapi tidak dimasukkan sebagai elemn kos fasilitas fisik yang
dibangun sendiri.Besamya bunga yang dikapitalitsasidapat didasarkan padapernitungan
seperti altematif (2) di atas.
Beberapa argumentasi yang mendukung nonkapitalisasi bunga dapat disebutkan berikut
I111.

1) Bunga lebih merupakan kos pendanaan (financing cost) daripada elemen kos karena
perusahaan sebenamya dapat menghindari bunga tersebut dengan memilih altematif
pendanaan ekuitas. Namun hal ini sebenamya tidak menghindari kos pendanaan; yang
terjadi hanyalah penggeseran kos pendanaan kepda pemegang saham dan penund~an
pembayaran yang baru akan dilakukan padasaat pembagian dividen.
2) Dengan konsep nilaisetara tunai (cash equivalent)dalaI:I1mengukurkos suatu aktiva,ko~
suatu fasilitasfisik tentnunya tidak dipengaruhioleh kebijakan pemilihan cara pendanaan
pembangunannya. Jadi secara teoretis, kos suatu fasilitas fisik yang dibangun suatu
perusahaan yang membelanjainya dengan ekuitas tentunya tidak akan berbeda dengan
fasilitas yang sama yang dibangun perusahaan lain yang mendanainya dengan utang.
3) Dengan konsep kesatuan usaha, bunga lebih merupakan pembagian laba daripada
sebagai upaya (effort) untuk memperoleh pendapatan. Mengakui bungasebagai kos
fasilitas fisik sama saja dengan menyangkal konsep kesatuan usaha itu dan sarna saja
dengan pengakuan kos hipotetis karenapengakuran bunga seperti itu sebenarnya mirip
dengan pengakuan dividen yang telah dibayarkan sebagai aktiva.
Beberapa argumentasi yang sering diajukan untuk mendukung kapitalisasi bunga dan
pemasukkannya dalam elemen kos fasilitas fisik adalah:
1) Denganpengertiankos sebagaiseluruhpengorbanan sumber ekonomiuntuk memperoleh
barang dan jasa, bunga jelas merupakan elemen koso
2) Bila unit usaha tidak membangun sendiri maka jumlah rupiah yang harus dibayarkan
kepada kontraktor termasuk pula bagian untuk mel).utupbunga yang dibayarkan oleh
kontraktor.
138

3)

Pengurangan langsung kos bunga sebagai beban pendapatan tahun terjadinya cenderung
untuk menimbulkan distorsi laba khususnya kalau konstruksi dibelanjai dengan dana
pinjaman khusus untuk keperluan tersebut. Dengan kata lain, pembebanan langsung
tidak memenuhi konsep penandingan yang tepat (matching concept).

Argumentasi yang mendukung perlakuan (3), yaitu meogkapitalisasi tetapi memisahkan


kapitalisasi bunga tersebut dari kos konstruksi, mengambil jalan tengah antara kedua
argumentasi yang men<;>lak
dan mendukung kapitalisasi di atas. Pendukung perlakuan ini
cenderung memandang bunga sebagai biaya pendanaan akan tetapi tidak menginginkan
adanya distrosi laba yang dapat menimbulkan kesan keliru tentang prestasi perusahaan pada
masa konstruksi khususnya kalau pendapatan pada masa itu belum cukup besar untuk
menutup bunga. Karena itu kos bUIlga selama masa konstruksi perlu dikapitalisasi dan
kemudian diamortisasi selama beb~rapa periode yang layak independen terhadap umur
ekonomik dan metode depresiasi konstruksi bersangkutan.
Mengenaijumlah rupiah bungayang harus dikapitalisasi,setiapusulandi atas mempunyai
dasar pikiran masing-masing.
Dasar pikiran yang melandasi usulan (2a), yaitu hanya bunga yang sesungguhnya
dibayarkan untuk dana yang khusus disediakan untuk konstruksi, yang harus dikapitalisasi,
adalah bahwa bunga merupakan elemen kos konstruksi akan tetapi hanya bunga yang
memang benar-benar dibayar untuk dana khusus tersebut yang menunjukkan kosoHal ini
cukup logiskarenamemangmudahuntuk mengindentifikasidana yangbenar-benardigunakan
untuk membangun konstruksi fasilitas fisik bersangkutan. Yang dapat menimbulkan masalah
adalah kalau dana pinjaman memang tidak secara khusus dialokasi untuk keperluan
pembangunan tersebut. Masalah ini timbul karena seluruh daI).ay,ang tertanam dalam
perusahaan pada dasamya lebur menjadi satu dan tidak mungkindilakukan identifikasi untuk
menentukan dana mana yang digunakan dalam konstruksi lama. Untuk perusahaan yang baru
berdiri dan dalam persiapan barangkali identifikasi tersebut masih dapat dilakukan.
Usulan (2b) berusaha untuk mengatasikesulitan dalam usulanpertama. Dasar pikirannya
adalah bahwa investasi dalam pembangunan fisik seluruhnya dibiayai dengan utang
perusahaan. Bunga di sini dianggap sebagai opportunity cost yaitu suatupengorbanan yang
sebenarnya dapat dihindari dengan cara tidak mengadakan pinjaman atau dengan cara
menggunakan dana yang ada untuk melunasi utang. Argumentasi ini sering mendal?at
kritikan karena dari sudut pemegang saham. dana ekuitas yang tertanam dalam perusahaan
pun sebenarnya mengandung opportunity cost sehingga perlu juga diperhitungkan sebagai
kos seperti bunga.
Pendukung usulan (2c) mendasarkan diri pada asumsi bahwa bunga seluruh dana y~ng
tertanam dalam perusahaan merupakan kos ekonomik. Kos aktiva di disini diartikan sebagai
"nilai" barang danjasa yang dikorbankan dalam rangka dalam aktiva tersebut sebelum aktiva
tersebut dioperasikan. Karena sumber ekonomi (kas) tidak digunakan untuk kegiatan operasi
berjalan tetapi untuk operasi masa mendatang, cukup layaklah untuk memperhitungkan
bunga implisit yang sebenarnya dapat diperoleh kalau perusahaan tidak membangun usulan
139

keduadi atasdalamhal pengakuan bunga implisit atau hipotetis. Hanya dalam hal ini, bunga
dianggap sebagai pendapatan yang hilang karena dana digunakan untuk pembangunan
konstruksi.
Standar yang Mengatur
Ada dua hal yang menyebabkan banyaknya variasi perlakuan bunga yaitu kapitalisasi dan
nonkapitalisasi. Bila dikapitalisasi, masih banyak juga variasi tentang besarnya bunga yang
harus dikapitalisasi. Argumentasi yang diajukan mungkin dapat mendukung pengembangan
kapitalisasi bunga untuk berbagai jenis aktiva. Karena itu perlu adanya pedoman yang
menjadi acuan praktik agar pembandingan laporan keuangan menjadi mudah dilakukan dan
bermakna. Standar akuntansi di Amerika yang menjadi pedoman adalah tertuang dalam
SFAS No. 34 14)sedangkan di Indonesia pedoman tersebut Prinsip Akuntansi Indonesia
Pemyataan No.2. 15)Kedua standar ini pada dasarnya membolehkan adanya kapitalisasi
bunga asalkanmemenuhipersyaratan-persyaratantertentuyang diatur dalam standartersebut.
Secara konseptual, kos bunga memang dapat dikapitalisasi untuk semua aktiva yang
memerlukan waktu yang cukup lama untuk membangunnya hingga siap digunakan dalam
operasi. Akan tetapi tidak dalam setiap perolehan aktiva dilakukan kapitalisasi bunga yang
terlibat. Salah satu faktor yang hams dipertimbangkan adalah manfaat yang dapat diperoleh
dengan adanya kapitalisasi tersebut dibandingkan dengan mengurangkan langsung sebagai
biaya periode terjadinya. Karena itu dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu
dilakukan. Bunga hanya dapat dapat dikapitalisasi untuk aktiva yang memenuhi syarat.
Standar akuntansi menentukan aktiva yang memenuhi syaratini (qualifying assets). Berbagai
altematif perhitungan bunga yang dapat dikapitalisasi termasukjangka waktukapitalisasinya.
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan ada sebagian informasi bunga
yang hilang, karena itu perlu ada pengungkapan (disclosure) tentang hal ini sehingga laporan
keuangantidakmenyesatkan.Standarakuntansikapitalisasibungajuga menentukaninformasi
tambahan yang hams diungkapkan dalam laporan keuangan. Berikut ini disadarkan beberapa
hal yang diatur oleh kedua standar akuntansi di atas.
Aktiva yang memenuhi syarat
Kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya untuk aktiva yang memenuhi syarat berikut
1m:
a.

Aktivayangdibangun ataudiproduksiuntuk digunakansendiriolehperusahaan(termasuk


aktiva yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain atas pesanan perusahaan untuk

14) FASB, .Capitalization of Interest Cost," SFAS No. 34.


15) IAI, "Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi,. Prinsip Akuntansi

140

Indonesia, Pernyataan

No.2.

b.

digunakan sendiri oleh perusahaan dan untuk pesananlkontrak tersebut perusahaan


melakukan pembayaran uang muka atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan
pekerjaan pembangunan aktiva bersangkutan).
Aktiva yang dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu unit atau
projek yangberdirisendiri(misalnyakapal,kawasanindustri,jembatanatausemacarnnya).

Sediaan barang yang diproduksi secara rutin atau diproduksi secara masa dan berulangulang tiap periode tidak memenuhi syarat untuk menjadi objek kapitalisasi bunga. Dasar
pikirannya adalah bahwa manfaat informasional yang diperoleh dari kapitalisasi tersebut
tidak sepadan dengan biaya administrsinya. Karakteristik lain suatu aktiva yang tidak dapat
menjadi objek kapitalisasi adalah:
a. Aktiva bersangkutan sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan atau
sedang digunakan dalam operasi menghasilkan pendapatan.
b. Aktiva bersangkutan belum digunakan untuk tujuan opersi menghasilkan pendapatan
perusahaan danjuga tidak sedang mengalami penyelesaianlperbaikan atau aktivitas lain
yang diperlukan untuk menjadikan aktiva tersebut siap digunakan lagi dalam operasi.
Jadi kalau aktivitas konstruksi behenti, bunga selama kegiatan berhenti tidak dapat
dikapitalisasi.
Besarnya Kapitalisasi Bunga
Secara teoritas, besarnya bunga yang harus dikapitalisasi adalah tambahan bunga yang
diperkirakan terjadi selama suatu periode akibat adanya konstruksi. Dengan kata lain, bunga
yang dapat dihindari seandainya konstruksi tidak dilakukan. Aplikasi konsep ini adalah
bahwa jumlah rupiah bunga yang dikapitalisasi dalam suatu periode adalah tingkat atau tarif
kapitalisasi (capitalization rate)dikalikan denganrata-ratapengeluaran danauntuk konstruksi
selama periode tersebut.
Tingkat bunga pinajan yang khusus untuk pembangunan dapat digunakan sebagai tarif
kapitalisasi kalau dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak melebihi dana
pinjaman khsusu tersebut. Kalau dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi melebihi
dana pinjaman khusus untuk konstruksi, tarif kapitalisasi untuk kelebihan dana yang
tertanam tersebut adalah rata-rata berbobot (weighted average) tingkat bunga sumber dana
lainnya.
Periode Kapitalisasi
Untuk dapat mengkapitalisasi bunga dalam suatu periode, ketiga persyaratan berikut harus
dipenuhi:
a. Pengeluaran sebagai pembayaran termin untuk konstruksi bersangkutan telah dilakukan
atau terjadi.
b. Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup lama selama periode
bersangkutan.
141

c. Kos bunga telah terhimpun (accrued) atau terjadi bersamaan dengan berjalannya
pembangunan konstruksi.
Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama ketiga kondisi di atas
dipenuhi.Periodekapitalisasiakanberakhirapabilakonstruksi bersangkutansecara substansial
telah selesaidan siapdioperasikan. Karenakos bungamenjadi bagian integral dari konstruksi,
pembebanan bunga yang dikapitalisasi harns sejalan dengan program depresiasi konstruksi
tersebut.
Pengungkapan
Telah disebutkan bahwa kalau bunga dikapitalisasi maka akan ada sebagian informasi
bunga yang hilang karena digabungkan dengan objek kos yang lain. Karena itu agar laporan
keuangan tetap informatif, hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelasan laporan
keuangan:
a.
b.
c.

Total bunga yang terjadi selama periode.


Bagian dari total bunga tersebut yang dikapitalisasi
Total bunga yang dibebankan ke periode bersangkutan kalau selama periode tersebut
tidak ada bagian bunga yang dikapitalisasi.

BACAAN TAMBAHAN
FASB. "Elemen of Financial Statement," Statement of Financial Accounting Concepts No.
6, 1985.
. "Recognition and Measurement in Financial Statements of Business Enterpreises,
"SFAC No.5. New York: FASB, Original Pronouncements, 1986.
. "Accounting for Leases,", SFAS No. 13
. "Capitalization of Interest Cost," SFAS No. 34.
Hendriksen, Eldon S. Accounting Theory. Homewood, III.: Richard D. Irwin Inc., 1982.
Chap. 11 dan 14.
IAI. "Akuntansi Bunga untuk Peri ode Konstruksi," Prinsip Akuntansi Indonesia, Pemyataan
No.2.
Most, Kennet S. Accounting Theory. Columbus, Ohio: Grid Inc., 1977. Chapter 8, 11.
"

PERTANYAAN

1. Jelaskanpengertian"kos"dalamarti luas!
2. Apakah yang dimaksud dengan implied cash cost dan cash equivalent?
3. Apa yang dimaksud bahwa kos mempunyai makna ekonomik dan kedudukan yang sarna
dalam menghasilkan pendapatan? Jelaskan dan bila perlu beri contoh!

142

4. Apakah aktiva moneter itu? Berilah beberapa contoh dan jelaskan mengapa contoh
tersebut merupakan aktiva moneter!
5. Sebutkan beberapa transaksi khusus yang menyebabkan pengukuran kos menjadipelik!
Untuk setiap transaksi berilah dasar pengukuran yang tepat dan jelaskan alasannya!
6. Jelaskan pengertian ,kos suatu objek jasa ~Misalnyakos sediaan atau kos mesin)!
7. Apakah setiap kos akhimya menjadi biaya?
8. Apakah pemilikan merupakan .kriteria untuk mengakuiadanya kos?
9. Apakah yang dimaksud dengan "kos hipotesis?"
1O. Mengapa P&L tidak setuju untuk mengakui kos hipotesis tersebut?
11. Apakah garansi service gratis yang diakui sebagai biaya merupakan suatu bentuk kos
hipotesis?
12. Bila seorang pemegang saham ditunjuk menjadi kepala bagian pemasaran produk dan
untuk itu dia mempero1ehgaji, apakah gaji ini termasuk dalam pengertian gaji hipotesis?
13. Apakah dasar pengukuran utang obligasi dan apakah makna harga efektif suatu utang
obligasi?
14. Jelaskan perbedaan dasr penilaian secara yuridis dan secara akuntansi untuk modal
saham!
15. Apakah bunga lebih merupakan biaya atau pengurang laba? Apa pengaruh kedudukan
bunga ini dalam pelaporannya?
16. Jelaskan pengertian pengukuran dan penilaian?
17. Apakah yang dimaksud dengan nilai keluaran dan untuk tujuan apa digunakan sebagai
dasar penilaian?
18. Apakah yang dimaksud dengan nilai masukan dan kapan digunakan sebagai dasar
penilaian?
19. Apakah yang dimaksud dengan makna (attribute) suatu pos?
20. Sebutkan berbagai dasar penilaian yang menggunakan nilai masukan dan nilai keluaran!
Jelaskan bagaimana suatujumlah rupiah ditentukan dalam tiap dasar penilaian tersebut
dn beri contoh pos laporan keuangan apa saja yang sering dinilai dengan dasar tersebut!
21. Apakah perbedaan dasar penilaian current market value dan current replacement value!
cost? Apa pula perbedaan antara current replacement cost dan current reproduction
cost?
22. Apakah pengertian pengakuan (recognition) dalam akuntansi?
23. Sebutkan kriteria untuk menyatakan bahwa suatu jumlah rupiah dapat diakui sebagai
aktiva!
24. Apakah untuk mengakui aktiva diperlukan adanya transfer hak milik?
25. Sebutkan kriteria untuk dapat menyatakan bahwa suatu jumlah rupiah dapat diakui
sebagai utang!
26. Apakah untuk dapat mengakui utang, pihak yang dibayar harus jelas identitasnya?
Jelaskan dan berilah contoh!
27. Mengapa dalam hal tersebut suatu kontrak belisewa harus dikapitalisasi?
28. Sebutkan beberapa kriteria kapitalisasi dan jelaskan mengapa kalau memenuhi kriteria
tersebut suatu kontrak belisewa harus dikapitalisasi?
143

29. lelaskan argumentasi yang menolak dan mendukung kapitalisasi bunga selama masa
kontruksi? Bagairnana IAI (Prinsip Akutansi Indonesia) rnernberi pedornan tentang
kapitalisasi bunga ini?
30. Konsep atau dasar pikiran apa yang rnendukung kapitalisasi bunga dalam rnernproduksi
projek seperti kapal untuk dijual kepada pihak lain tetapi rnenolak kapitalisasi bunga
dalarn rnernproduksi barang secara rnasa (rnisalnya rokok kretek) walaupun keduanya
sarna-sarna rnernakan waktu yang cukup lama? (Jangka produksi rokok dihitung sejak
ternbakau dibeli dan disirnpan)

144

Anda mungkin juga menyukai