Anda di halaman 1dari 17

Filsafat, Agama, Etika, dan Hukum

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

KELOMPOK 5

Trixi Farhan Yazid (190810301051)

Brinda Isma Putri (190810301119)

Bima Ageng Pambudi (190810301155)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember Tahun 2020


PENDAHULUAN

Filsafat, Agama, Etika, dan Hukum merupakan kata yang memilki makna saling
berkaitan satu sama lain. Pada karya tulis ini, akan dipaparkan lebih lanjut mengenai
makna dari kata-kata di atas. Filsafat memiliki makna yang sangat dalam, dimana tidak
mudah untuk mendifenisikannya. Dikutip dari pernyataan Suriasumantri (2000)
pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu, dan
filsafat dimulai dari keduanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah
pengetahuan dan juga kepastian, dimana jika pengetahuan dan kepastian tersebut
akan di dapat berawal dari rasa ingin tahu dan juga keraguan akan sesuatu.

Bagaimana dengan agama? Agama merupakan hal yang cukup sensitif dan
sangat private untuk beberapa orang. Mengapa demikian? Karena agama merupakan
sesuatu yang didapatkan dari Illahi (Tuhan) melalui nabi-Nya untuk diajarkan kepada
umat manusia bagaimana menjalani hidupnya agar penuh manfaat di dunia dan
kebaikan kekal di akhirat. Mengajarkan perintah (baik) apa yang harus dikerjakan dan
larangan (buruk) apa yang harus dihindari.

Etika sudah disinggung pada bab sebelumnya. Kita sebagai manusia tidak
lepas dari yang namanya perilaku dan sosial. Dimana untuk mengimplementasikan
dengan baik membutuhkan etika atau moral. Etika atau moral memiliki makna lain yaitu
susila yang akan dibahas pada bagian pembahasan di karya tulis kali ini. Dimana
mengajarkan manusia bahwa harus berperilaku baik dalam setiap tindakannya.

Kemudian ada hukum, tentu sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Hukum menjadi pedoman hidup yang memiliki nilai dan norma untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat agar lebih terarah. Mematuhi aturan agar hidup
damai, aman, dan tentram.

Pada tema kali ini sungguh amat menarik untuk kita bahas. Karena seperti kita
ketahui ke empat subtema ini memiliki hakikat masing-masing dan sebagai manusia
harus kita pelajari. Yakni mempelajari keterkaitan atau hubungan antara agama, etika
dan nilai. Mempelajari perbedaan hukum, etika, dan etiket. Dan yang paling menarik
mempelajari manusia secara utuh yaitu mengenai bagaimana karakter dan pikiran
manusia yang memiliki 4 kecerdasan yaitu EQ, IQ, SQ, dan PQ.
PEMBAHASAN

Hakikat Filsafat

Filsafat berasal dari kata Yunanni, yakni philo berarti cinta dan sophia berarti
kebijaksanaan. Dengan demikian philosophia berarti cinta terhadap kebijaksanaan
(Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, 2003). Dikutip dari pernyataan
Suriasumantri (2000) pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari
rasa ragu-ragu, dan filsafat dimulai dari keduanya.

Filsafat sifatnya menyeluruh, sangat mendasar, dan spekulatif. Sifat


menyeluruh berarti mempertanyakan hakikat keberadaan dan kebenaran tentang
keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara keseluruhan, bukan dari
perspektif bidang per bidang, atau sepotong-sepotong. Menurut Suriasumantri (2000)
ada 3 kajian filsafat yaitu, logika, etika, dan estetika. Itu sebabnya filsafat dikatakan
sebagai induk dari seluruh cabang ilmu pengetahuan dan seni. Sifat sangat
mendasar berarti filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu adalah benar. Sifat
spekulatif karena filsafat selalu ingin mencari jawab bukan pada suatu hal yang sudah
diketahui, tetapi juga sesuatu yang belum diketahui.

Unsur filsafat menurut Abdulkadir Muhammad :

a. Kegiatan intelektual (pemikiran).


b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi).
c. Segala fakta dan gejala (objek).
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode).
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan).

Hakikat Agama

Pengertian agama menurut para ahli :

1. Agus M. Harjana (2003), menurut beliau Agama berasal dari bahasa


Sansekerta. A berarti tidak, gam berarti pergi, dan a bersifat atau keadaan.
Jadi agama berarti bersifat tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003), agama adalah satu
bentuk ketetapan Ilahi yang mengatakan mereka berakal dengan pilihan
mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut kepada kebaikan hidup di
dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006), memberikan dua rumusan agama, yaitu (a)
menyangkut hubungan manusia antara dengan suatu kekuasaan luar yang lalu
dan lebih daripada apa yang dialami oleh manusia, dan (b) apa yang
disyariatkan Allah dengan perantara nabi-Nya, beberapa perintah dan larangan
serta petunjuk untuk kebaikan manusia dunia akhirat.

Dari beberapa definisi, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-unsur


penting sebagai berikut :

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, transendental, Ilahi-


Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku, nilai-nila, dan norma-norma yang diwahyukan
langsung oleh Ilahi melalui nabi.
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.

Dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama, yaitu :

1. Ada kitab suci.


2. Kitab suci ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan.
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun manusia, dan menafsirkan kitab
suci bagi kepentingan umatnya,
4. Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang :
a. Taqwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan,
b. Susila, moral, atau etika.
c. Ritual, upacara, atau tata cara beribadah.
d. Tujuan agama.

Hakikat Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yakni ethos (bentuk tunggal) yang berarti
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, peranan, sikap, dan
cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini
etika sama pengertiannya dengan moral yang berasal dari kata Latin, mos (bentuk
tunggal) atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan,
watak, tabiat, akhlak, cara hidup.
Berikut pengertian etika agar dapat dipahami :

1. Ada 2 pengertian etika, sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis,
berarti nilai dan norma moral baik yang dipraktikkan atau justru tidak
dipraktikkan. Sama artinya dengan moral dan moralitas. Etika sebagai refleksi
adalah pemikiran moral (Bertens 2001).
2. Etika secara etimologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat istiadat dan kebiasaan yang berkenaan
dengan hidup baik maupun buruk (Kanter 2001).
3. Istilah lainnya adalah susila, berarti kebiasaan atau tingkah laku baik, apa yang
harus dikerjakan dan dihindari sehingga tercipta hubungan yag baik antar
manusia (Suhardana 2006).
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam pengertian berikut :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tengang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
5. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary, sebagaimana dikutip oleh Duska dan
Duska (2003) :
a. The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and
obligation.
b. A set of moral principles or values.
c. A theory or system of moral values.
d. The principles of conduct governing an individual or group.
6. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2006), etika adalah suatu konsepsi
tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan apakah perilaku kita
bermoral atau tidak.
7. Menurut David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan sistematis atas
penilaian moral yang didasarkan atau penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif.

Kesimpulannya, etika sebagai praktis yakni sama dengan moral, adat istiadat,
kebiasaan, nilai dan norma yang berlaku pada individu maupun kelompok. Etika
sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral. Bersifat kritis, metodis,
dan sistematis.
Hakikat Nilai

Pengertian nilai sering merujuk pada harga/uang. Nilai ekonomis bermakna


dapat bermanfaat dan memenuhi kebutuhan secara fisik atau meningkatkan
citra/gengsi. Namun pengertian nilai tidak hanya tentang nilai ekonomis, beberapa para
ahli berpendapat sebagai berikut :

1. Doni Koesoema A. (2007), nilai sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan hal
itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat menjadi
semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga sesuatu yang memberi
makna dalam hidup, yang memberikan titik tolak, isi, dan tujuan hidup.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003), nilai sebagai standar atau
ukuran yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Ada nilai matrealis,
ideal, dan sosiologis.
3. Serokin dalam Capra (2002), 3 sistem nilai dasar yang melandasi semua
manifestasi kebudayaan, yaitu : nilai indriawi, ideasional, dan idealistis.

Kesimpulannya, nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu seperti benda, orang, dan
hal. Ada bermacam-macam nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah
cukup dikenal. Dan gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari
yang terendah sampai dengan yang tertinggi.

Hubungan Agama, Etika, dan Nilai

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, manusia merupakan makhluk


cipaan Tuhan yang tertinggi berkat kelebihan akal/pikiran yang duberikan Tuhan
kepada manusia.berkat pikirannya, manusia mampu memperoleh ilmu (pengetahuan)
tentang hakikat keberadaan (duniawi) melalui proses penalaran serta mampu
menyadari adanya kekuatan tak terbatas diluar dirinya yang menciptakan dan
mengatur eksistensi alam raya. Hanya manusia yang mampu menyadari perlunya
mencapai nilai tertinggi atau nilai akhir (hidup kekal di akhirat) yang harus dicapai di
samping adanya nilai-nilai antara, yaitu nilai yang lebih rendah (kekayaan, kekuasaan,
dan kenikmatan duniawi).

Semua agama melalui kitab sucinya masing-masing mengajarkan tentang tiga


hal pokok, yaitu (1) hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahman, kekuatan
tak terbatas dan lain-lain). (2) etika tata susila, dan (3) ritual, tata cara beribadat jelas
sekali antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Kualitas keimanan (spiritual)
seorang ditentukan bukan saja oleh kualitas peribadatan manusia (kualitas hubungan
manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dan dengan Tuhan), tetapi juga oleh
kualitas moral/etika (kualitas hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat dan dengan alam).

Akhirnya tingkat keyakinan dan kepasrahan ketingkat pada Tuhan Yang Maha
Kuasa, tingkat/kualitas peribadatan dan tingkat/kualitas moral seseorang akan
menentukan gugus/hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai. Tujuan semua agama
adalah untuk merealisasikan nilai tertinggi, yaitu hidup kekal di akhirat (agama Hindu
menyebutkan Moksa, agama Budha menyebut Nirwana). Dari sudut pandang semua
agama, pencapaian nilai-nilai kehidupan duniawi (nilai-nilai yang lebih rendah) bukan
merupakan tujuan akhir, tetapi hanya merupakan tujuan sementara atau tujuan antara,
dan dianggap hanya sebagai media atau alat (means) untuk mendukung pencapaian
tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).

Hukum, Etika dan Etiket

Hukum, etika, dan etiket merupakan istilah yang berdekatan dan mempunyai
arti yang hampir sama walaupun terdapat juga perbedaan, yaitu:

Persamaan dan Perbedaan Hukum, Etika, dan Etiket.

No Hukum Etika Etiket


1 Persamaan : Sama-sama mengatur perilaku manusia
2 Perbedaan :
A Sumber hukum : Sumber Etika : Sumber Etiket :

Negara dan Pemerintah Masyarakat Golongan Masyarakat


B Sifat pengaturan : Sifat pengaturan : Sifat pengaturan :

Tertulis berupa Ada yang lisan (berupa Lisan


Undang-undang, adat kebiasaan) dan ada
Peraturan Pemerintah, yang tertulis (berupa kode
dan sebagainya. etik)
C Objek yang diatur : Objek yang diatur : Objek yang diatur :

Bersifat lahiriah Bersifat rohaniah, Bersifat lahiriah,


misalnya: hukum misalnya : perilaku etis misalnya : tata cara
arisan, hukum agraria, (jujur, tidak menipu, berpakaian (untuk pesta,
hukum tata negara) dan bertannggung jawab) dan sekolah, pertemuan
rohaniah (misalnya: perilaku tidak etis (korupsi, resmi, berkabung, dan
hukum pidana) mencuri, berzina) lain-lain), tata cara
menerima tamu, tata
cara berbicara dengan
orang tua, dan
sebagainya.

Paradigma Manusia Utuh

Konsep dan/atau hubungan antar berbagai konsep penting yang terkait dengan
pembangunan manusia seutuhnya, antara lain: karakter, kepribadian, kecerdasan,
etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama, dan meditasi/zikir.

Karakter dan Kepribadian

Soedarsono (2002) mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas kejiwaan


seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orang tua, leluhur) dan
sisi yang didapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungannya. Karakter
adalah sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan
sehingga bisa dikatakan bahwa karakter adalah bagain dari kepribadian.

Cloud (2007) mendefinisikan karakter sebagai kemampuan untuk memenuhi


tuntutan kenyataan. Sejalan dengan Cloud, Ezra (2006) bahkan berani mengatakan
bahwa karakter adalah culture untuk sebuah kesuksesan yang langgeng dan tahan uji.
Oleh karena itu, Lilik Agung (2007) mendefinisikan karakter sebagai kompetensi yang
harus dimiliki oleh seseorang yang berkaitan dengan kinerja terbaik agar dia mampu
meraih kesuksesan yang bersifat langgeng.
Walaupun beberapa definisi tentang karakter sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya terlihat berbeda, namun sebenarnya dapat ditarik benang merahnya
sebagai berikut:

a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang. Kompetensi ini
mencakup pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu: fisik
(body), pikiran (mind), dan jiwa/roh.

b. Karakter menentukan keberhasilan seseorang.

c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan


tiada henti serta melalui pengalaman hidup.

d. Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter


yang dimilikinya dengan turturan kenyataan/realita.

Sejatinya, setiap manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia


ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan
(kesadaran transendental/kesadaran spiritual). Menurut Chopra (2005) bahwa
karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh mereka yang telah mencapai tingkat kesadaran
Tuhan sebenarnya sama persis dengan karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh sel tubuh
manusia.

Chopra menyebutkan ada 10 karakter sel (10C) yang sebenarnya dapat


dijadikan sebagai karakter umat manusia.

1. Ada maksud yang lebih tinggi. Setiap sel dalam tubuh menyadari bahwa
masing-masing sel bekerja bukan untuk kepentingan sendiri-sendiri, melainkan
demi kesejahteraan tubuh secara keseluruham. Sikap mementingkan diri
sendiri (untuk kehidupan/keejahteraan sel itu sendiri) bukanlah pilihan.

2. Kesatuan (keutuhan) semua sel saling berhubungan dan berkomunikasi


dengan segala jenis sel lainnya. menarik diri atau tidak mau berkomunikasi
bukanlah pilihan.

3. Kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat kesaat. Mereka cerdas dan tetap
fleksibel terhadap situasi yang ada. Terperangkap dalam kebiasaan kaku
bukanlah pilihan.

4. Penerimaan. Sel-sel saling mengenal satu dengan yang lain sebagai bagian
yang sama pentingnya.setiap sel saling memahami adanya saling
ketergantungan antara satu dengan yang lain. Berfungsi sendirian bukanlah
pilihan.

5. Kreatifitas. Walaupun setiap sel mempunyai fungsi unik, mereka mampu


menggabungkan atau menemukan cara-cara baru yang kreatif. Berpegang
kepada perilaku lama bukanlah pilihan.

6. Keberadaan. Sel-sel itu patuh kepada siklus universal berupa adanya istirahat
dan saat dalam kegiatannya. Semua makhluk memerlukan istirahat/tidur.
Begitu sel memerlukan istirahat dalam keheningan total. Dengan demikian
terlalu aktif atau agresif bukanlah pilihan.

7. Efisiensi. Dalam menjalankan fungsinya, sel-sel mengeluarkan energi sekecil


mungkin. Mereka sepenuhnya percaya bahwa mereka akan dipelihara. Dengan
demikian, menumpuk/menimbun makanan, udara, atau air berlebihan bukanlah
pilihan.

8. Pembentukan ikatan. Karena kesamaan genetika, sel-sel itu tahu bahwa


mereka itu pada dasarnya sama. Mereka menyadari saling tergantung dan
saling memerlukan satu dengan lainnya. Bagi mereka menjadi sel buangan
bukanlah pilihan.

9. Memberi. Kegiatan sel yang utama adalah memberi dan memelihara integritas
sel-sel laiinnya. Hanya menerima bukanlah pilihan.

10. Keabadian. Sel-sel bereproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalaman


dan talenta mereka tanpa menahan apa pun untuk generasi sel berikutnya.
Jurang atau generasi bukanlah pilihan.

Kecerdaan, Karakter, dan Etika

Wahyuni Nafis (2006), melalui pemahamannya atas pemikiran/ajaran


tradisional Islam dan diinspirasi oleh beberapa pemikiran Stephen R. Covey, ia
menyebut tiga jenis kecerdasan dengan tiga golongan etika, yaitu: (1) psiko etika, (2)
sosio etika, dan (3) teo etika. Psiko etika merupakan masalah aku dengan aku, sosio
etika menyangkut masalah aku dengan orang lain, dan teo etika menyangkut masalah
aku dengan Tuhan. Masing-masing golongan etika ini ditandai dengan oleh tiga
karakter sehingga secara keseluruhan ada sembilan karakter.
No 3 golongan Etika Karakter Utama
1 Teo Etika 9. Takwa (pasrah diri)

Saling ketergantungan 8. Ikhlas (tulus)

Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (tahan uji)


2 Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)

Ketergantungan 5. Amanah (integritas)

Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)


3 Psiko Etika 3. Tawaduk (berilmu)

Kemandirian 2. Syukur

Masalah aku dengan aku 1. Sabar

Jelas sekali bahwa konsep etika Nafis jauh lebih luas pengertianya
dibandingkan dengan konsep etika yang sudah banyak dikenal selama ini. Konsep
etika selama ini hanya dipahami sebatas hubungan antar manusia dengan manusia
lainnya, sedangkan konsep etika Nafis berdasarkan paradigma manusia utuh-yaitu
masalah manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, sera manusia dengan Tuhan.

Hubungan antara pemikiran kecerdasan Covey, karakter/sifat-sifat sel Chopra,


dan golongan etika menurut Nafis sebagai berikut:

Empat Sepuluh sifat/karakter sel chopra Etika Nafis


kecerdasan Covey
PQ  Efisiensi (setiap sel menerima  Psiko Etika
energi/makanan dengan tidak berlebihan
untuk mempertahankan hidup, tidak mau
menimbun makanan/energi).
IQ  Kesadaran (kemampuan beradaptasi)  Psiko Etika

 Keabadian (meneruskan pengetahuan


dan talenta kepada sel-sel generasi
berikutnya).
EQ  Penerimaan (menerima kehadiran dan  Sosio Etika
ketergantungan dengan sel-sel lainnya)

 Memberi (memberi/membantu integritas


sel-sel lainnya)

 Pembentukan ikatan (kesadaran bahwa


keunikan/perbedaan fungsi setiap sel
tidaklah meniadakan kesamaan identitas
mereka)
SQ  Maksud yang lebih tinggi (mengabdi  Teo Etika
kepada kepentingan tubuh/sesuatu yang
lebih besar, lebih luas, lebih tinggi, serta
tidak mementingkan diri sendiri)

 Kesatuan (semua sel menyadari


kesatuan/kebersamaan mereka)

 Kreatifitas (menemukan cara-cara baru,


tidak berpegang pada perilaku lama)

 Keberadaan (semua sel patuh pada


siklus hidup universal)

Karakter dan Paradigma Pribadi Utuh

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia pada


pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pembangunan fisik yang mengagumkan,
meskipun demikian kemajuan tersebut disertai dengan berbagai masalah, seperti:
kemiskinan, tidak imbangnya orang kaya dan miskin, nerkurangnya pemimpin
berkarakter, keresahan, korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya. Covey (2005)
telah memberikan jawaban atas semua dengan sederhana, yaitu bermula dari
paradigma yang tidak komplet mengenai siapa sesungguhnya diri seseorang. Orang
tidak lagi mampu memahami hakikat/ kodratnya sebagi manusia utuh.

Menurut Covey untuk membangun manusia berkarakter, diperlukan


pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat kemampuan
manusia, yaitu: Tubuh (PQ), Intelektual (IQ), Hati (EQ), dan Jiwa/ Roh (SQ).
Cloud (2007) mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter, adalah
integritas, dalam konteks integritas tidak hanya sekadar jujur atau punya prinsip moral,
tetapi terkandung juga pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu, berkontruksi
kukuh, konsistensi.

Karakter dan Proses Transformasi Kesadaran Spiritual

Merumuskan karalter itu penting tetapi jika hanya merumuskan dikhawatirkan


hal tersebut hanya menjadi semacam doktrin atau slogan belaka, hal yang lebih
penting adalah Langkah konkret berikutnya, yaitu bagaimana cara melakukan proses
transformasi diri utntuk mencapai idealism karakter tersebut.

Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu untuk mengkaji ranah
spiritual melalui pendekatan rasional/ ilmiah. Dalam ranah kejiwaan, ilmu psikologi
cebderyung membatasi kajianya hanya pada lapisan pikiran (mental/ emosional) dan
tidak ada upaya untuk mengkaji lebih dalam sampai ranah roh (kesadaran spiritual/
transcendental). Ajaran agama dalam pengajarannya lebih bersifat indoktrinasi,
sekadar menjalankan praktik berbagai ritual, serta kurang mengedepankan
pendekatan melalui nalar, pengamalan, dan pengalaman langsung, akibatnya ajaran
agama tidak mampu memberikan pencerahan kepada umatnya.

Saat ini banyak pakar yang mulai berani untuk mendalami ranah spiritual dari
pendekatan yang lebih rasional. Mereka menulis ulang dengan kemasan baru-dalam
arti ulasannya dengan pendekatan yang lebih rasional-dari berbagai buku/literatur
kunci yang telah ada sejak zaman dahulu yang ditulis oleh para nabi, praktisi
keagamaan, dan praktisi spiritual di negara-negara timur. Dengan demikian banyak
masyarakat barat mulai berminat untuk mendalami dan menjalani praktik-praktik
spiritual.

Pikiran, Meditasi, dan Gelombang Otak

Olah pikir adalah suatu konsep dan keterampilan untuk mengatur gelombang
otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya sehingga bisa mencapai hasil
optimal (Sentanu, 2007). Otak memancarkan gelombang sesuai dengan tingkat
keadaan pikiran kejiwaan seseorang. Gelombang otak dapat diukur dengan
menggunakan Elektronsefalogram (LEG). Gelombang otak dapat digolongkan ke
dalam empat golongan yaitu:

1. Beta (14-100 Hz)


Kognitif, analisis, logika, otak kiri, konsentrasi, prasangka, cemas, was-
was, khawatir, stress, fight of flight, disease.
2. Alpha (8-13,9 Hz)
Khusyuk, relaksasi, mediatif, focus-alertness, supperlearning, akses
Nurani bawah sadar, ikhlas, nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar,
Bahagia, endorphine, serotonim.
3. Theta (4-7,9 Hz)
Sangat khusyuk, deep-meditation, problem solving, mimpi, intuisi,
Nurani bawah sadar, ikhlas, kreatif, integratif, hening, imajinatif,
catecholamines, AVP.
4. Delta (0,1-3,9 Hz)
Tidur lelap, non physical state, Nurani bawah sadar kolektif, tidak ada
pikiran dan perasaan, cellular regeneration, HGH.

Ketika pikiran dalam keadaan sadar (aktif), berarti pikiran sedang berada dalam
gelobang beta. Dalam gelombang ini pikiran sangat aktif sehingga akan memaksa otak
untuk mengeluarkan hormone kortisol dan norepinephrine yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas, khawatir, gelisah, dan sejenisnya.

Kunci membangun karakter adalah melatih pikiran untuk masuk gelombang


alpha. Seperti Latihan meditasi, yoga, zikir, retret dan sejenisnya akan sangat efektif
untuk membantu otak masuk gelombang alpha. Meditasi sebenarnya adalah upaya
untuk mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan menemukan ruang yang
tenang (Rodenbeck, 2007). Dengan ketenangan, pikiran akan memasuki gelombang
alpha.

Model Pembangunan Manusia Utuh

Berdasarkan berbagai konsep/ pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya,


dapat dibuat dua model tentang hakikat keberadaan manusia yaitu hakikat manusia
yang dilandasi paradigma tidak utuh (Paradigma Materialisme) dan hakikat manusia
yang dilandasi paradigma utuh (Paradigma Manusia Utuh).
1. Model Hakikat Manusia Tidak Utuh (Paradigma Materialisme)
Pola hidup masyarakat saat ini dilandasi oleh paradigma hakikat
manusia yang tidak utuh. Manusia lebih berorientasi mengejar kekayaan
materi, kesenangan, dan kekuasaan sehingga lupa untuk mengembangkan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Sehingga manusia bertindak
secara tidak etis, sikapini mengakibatkan terbentuknya karakter negative umat
manusia. Walaupun dengan kemajuan iptek berbagai persoalan akan muncul
sebagai akibat dari Tindakan tidak etis tersebut.

2. Model Hakikat Manusia Utuh (Paradigma Manusia Utuh)


Untuk mengatasi hal ini, perlu dikembangkan paradigma hakikat
manusia seutuhnya dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis
dalam arti luas, yaitu dengan memadukan dan menyeimbangkan kualitas
Kesehatan fisik., pengetahuan intelektual (Psiko Etika), kematangan rtret, dan
sejenisnya terbukti dapat melengkapi praktik keagamaan guna meningkatkan
kecerdasan emosional da spiritual. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir, dan
retret akan mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi
pengembangan intelektual melalui iptek dan Kesehatan fisik yang diperoleh
melalui olahrga dan makanan sehat.
KESIMPULAN

Hakikat filsafat sifatnya lebih menyeluruh, sangat mendasar, dan spekulatif.


Hakikat agama bersifat tidak pergi, tetap, lestari, kekal dan tidak berubah. Hakikat etika
sifatnya praksis dan refleksi dan hakikat nilai lebih bersifat standar (ukuran). Hubungan
antara agama, etika, dan nilai sangat erat bahkan tidak bisa dipisahkan karena kualitas
keimanan seseorang ditentukan bukan hanya dari kualitas ibadah saja tetapi juga nilai
moral/etika.

Karakter merupakan bagian dari kepribadian, karena kepribadian merupakan


sisi dari karakter yang bisa didapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan.
Karakter terdiri dari 10 karakter utama, yaitu: efisiensi, kesadaran, keabadian,
penerimaan, memberi, pembentukan ikatan, maksud yang lebih tinggi, kesatuan,
kreatifitas, dan keberadaan. Untuk kecerdasan dibagi menjadi empat kemampuan
manusia, yaitu: PQ,IQ,EQ, dan SQ. Sedangkan etika dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu: Psiko Etika, Sosio Etika, dan Teo Etika. Kunci untuk membangun karakter
adalah melatih pikiran untuk memasuki gelombang alpha, seperti latihan meditasi,
yoga, zikir, retrit dan lain sebagainya.

Untuk mencapai hakikat manusia seutuhnya, perlu dikembangkan secara


seimbang antara kecerdasan emosional dan spiritual disamping kecerdasan intelektual
dan kesehatan fisik. Medtasi, zikir, retrit, dan sejenisnya sangat efektif untuk
melengkapi agama guna mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual. Bila
keseimbangan ini tercapai maka dapat terwujudnya karakter yang positif.
REFERENSI

 Sukrisno Agoes dan I.C. Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Bab I. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai