Anda di halaman 1dari 10

RANGKUMAN MATA KULIAH

AKUNTANSI KEBERLANJUTAN
PEMIKIRAN FILOSOFIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT DAN
CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR SUSTAINABILITY ACCOUNTING

Dosen Pengempu :

Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, S.E.,M.Si

Oleh : Kelompok 3

A.A.Ayu Intan Purnama Sari (1807531097 / 06)

Putu Sisilia Dewi (1807531107 / 07)

Ni Wayan Meli Antari (1807531118 / 08)


Kelas : EKA 463 D2

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
PEMBAHASAN
1. PEMIKIRAN FILOSOFIS SUSTAINABLE DEVELOPMENT
Akuntansi keberlanjutan dapat didefinisikan sebagai kebijakan dan praktik
akuntansi baru yang berasal dari konsep keberlanjutan. Melalui definisi ini,
memahami pemikiran filosofis menjadi tugas penting untuk disiplin akuntansi.
Pemikiran filosofis dapat mencerahkan dalam mengembangkan kebijakan dan
praktik akuntansi keberlanjutan. Sebagai pedoman praktis, akuntabilitas
pembangunan berkelanjutan harus terdiri dari akuntabilitas ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan tentunya merupakan isu penting. Dimana ini
meminta keterlibatan semua orang di seluruh dunia, secara individu dan kolektif.
Mempertimbangkan substansi agenda, seorang akuntan harus mengambil peran
penting terkait dengan agenda tersebut. Penerapan semangat pembangunan
berkelanjutan yang tulus dapat dilihat sebagai upaya untuk menemukan jalan
untuk mengatasi kekurangan dalam akuntansi konvensional. Bagi seorang
akuntan, keterlibatan dalam agenda keberlanjutan menjadi jalan penting untuk
memulihkan akuntansi moral dan produktif. Profesi akuntansi harus mampu
menempatkan semangat pembangunan berkelanjutan ke dalam pusat kebijakan
dan praktik akuntansi. Untuk itu pemikiran filosofis yang terkandung dalam
semangat tersebut harus diungkap dan kemudian diadopsi sebagai pedoman
dalam mengembangkan kebijakan dan praktik akuntansi keberlanjutan.
Terdapat empat tema terintegrasi sebagai pemikiran filosofis tentang
akuntansi keberlanjutan. Pikiran tersebut berasal dari semangat pembangunan
berkelanjutan, diantaranya yaitu :
1. Manusia dan perkembangan
Dari pemikiran ini kita dapat mempelajari posisi sentral yang dimiliki oleh
manusia dalam kegiatan pembangunan. Dua pelajaran dapat dipelajari dari
tema pertama pemikiran filosofis ini, yaitu :
1) Kemampuan manusia untuk mengubah lingkungan alam
Jika digunakan secara bijak, dapat membawa manfaat bagi perkembangan
dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua orang.
Namun, jika salah diterapkan, kekuatan yang sama dapat melakukan
perusakan besar-besaran yang merugikan manusia dan lingkungan alam.
2) Kegiatan pembangunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekayaan
dapat melestarikan atau merusak lingkungan.
2. Krisis dan degradasi ekosistem yang saling terkait
Ada dua pelajaran penting yang bisa dikumpulkan dari tema ini yaitu :
1) Krisis yang dihadapi manusia sebagai dampak pembangunan ekonomi
harus dianggap sebagai krisis yang saling terkait.
2) Korporasi dan institusi bisnis lainnya adalah pemain utama dalam
pengembangan ekonomi global, sehingga berkontribusi pada degradasi
ekosistem.
3. Pemikiran sistem dan kesadaran manusia
Pemikiran sistem adalah fondasi filosofis yang tepat untuk digunakan sebagai
pedoman dalam agenda pembangunan berkelanjutan. Pelajaran paling penting
yang dapat dipelajari dari filosofi ini adalah bahwa kehidupan dan aktivitas
manusia tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungannya. Konsep yang
sama dapat digunakan untuk menjelaskan krisis yang saling terkait yang
dihadapi oleh manusia dan solusi yang dimaksudkan untuk mengatasinya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, manusia diharuskan
untuk memberikan penghargaan dan semangat emansipasi untuk
meningkatkan keadilan lingkungan, keadilan intragenerasi, dan keadilan
antar-generasi.
4. Transformasi menuju harmonisasi melalui integrasi
Ada dua prinsip aksi transformatif yang dapat diturunkan dari tema ini, yaitu :
1) Partisipasi dan aksi bersama
2) Integrasi semua pilar pembangunan berkelanjutan.
Implikasinya Terhadap Sustainable Accounting
Pembangunan berkelanjutan adalah agenda global yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan yang dapat dinyatakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai prinsip utama
pembangunan berkelanjutan adalah dibuat pada Deklarasi Rio de Janeiro 1 992
tentang Lingkungan dan Pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan membutuhkan keterlibatan yang signifikan dari
badan usaha. Untuk itu, kegiatan bisnis dan praktik akuntansi harus dilaksanakan
dengan tepat berdasarkan semangat yang bersumber dari pemikiran filosofis
yang terkandung dalam pembangunan berkelanjutan. Prinsip penting dalam
pemikiran ini adalah bahwa perlindungan lingkungan dan keterlibatan sosial
merupakan bagian integral dari proses pembangunan ekonomi dan tidak dapat
dianggap terpisah darinya.
Menyadari akar ekonomi dari masalah lingkungan dan ketidakstabilan sosial,
pembangunan berkelanjutan berupaya mendorong sektor swasta untuk secara
serius terlibat dalam pencarian solusi. Jika akuntansi keberlanjutan didefinisikan
sebagai disiplin akuntansi yang menerapkan konsep atau prinsip yang
diturunkan dari semangat pembangunan berkelanjutan, maka kebijakan dan
praktiknya harus bersandar pada pemikiran filosofis yang terkandung di
dalamnya dan diturunkan dari semangat tersebut.
Laporan akuntansi, sebagai bagian yang paling terlihat dari kebijakan dan
praktik akuntansi, harus dapat menyajikan kesesuaian yang dibuat oleh badan
usaha dengan semangat. Oleh karena itu, rekonstruksi laporan akuntansi yang
dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam laporan
konvensional harus didasarkan pada upaya yang diarahkan untuk memasukkan
semangat pembangunan berkelanjutan ke dalam kerangka konseptual yang
mendasari standar dan praktik akuntansi. Untuk perusahaan bisnis, akuntabilitas
pembangunan berkelanjutan harus terdiri dari akuntabilitas ekonomi, sosial dan
lingkungan, yang membawa implikasi penting terhadap laporan keuangan.
Laporan akuntansi harus mampu mencerminkan dan merepresentasikan kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.
Untuk disiplin akuntansi, pemikiran filosofis dan konsep terkait harus
dipahami sebagai semangat baru yang harus diadopsi sebagai pedoman dalam
merevisi dan mengembangkan kembali kerangka konseptual akuntansi
keberlanjutan. Akibatnya, praktik akuntansi akan didasarkan pada kerangka
konseptual yang menempatkan kelangsungan hidup spesies di jantungnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, semangat pembangunan berkelanjutan harus
dapat ditanamkan dalam kebijakan dan praktik akuntansi. Seperti yang
diungkapkan oleh Gray (2002), konsep keberlanjutan harus ditempatkan di
jantung analisis akuntansi. Meskipun tugas tersebut bukanlah suatu usaha yang
mudah, seorang akuntans harus memikul tanggung jawab tersebut dengan serius.

2. CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR SUSTAINABILITY ACCOUNTING


Kerangka akuntansi keberlanjutan memiliki lima komponen yaitu:
1. Tujuan kerangka akuntansi keberlanjutan;
2. Prinsip-prinsip yang mendasari penerapan kerangka kerja;
3. Alat pengambilan data, pencatatan akuntansi, dan teknik pengukuran;
4. Laporan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada pemangku
kepentingan;
5. Atribut kualitatif informasi yang dilaporkan menggunakan kerangka kerja.

a. Tujuan Kerangka Akuntansi Keberlanjutan

Tujuan utama dari kerangka akuntansi keberlanjutan adalah untuk mengukur


kinerja menuju keberlanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan secara luas
diakui sebagai konsep multi-level (Stari Rands 1995), dimana tingkat yang sangat
saling tergantung. Kemajuan asli ke arah keberlanjutan global memerlukan
tindakan di setiap tingkat. Aturan telah ditetapkan untuk mencapai keberlanjutan
di tingkat makro (Daly, 1990). Akuntansi keberlanjutan memperlihatkan atribut-
atribut kualitatif transparansi dan komparatif dalam konteks keberlanjutan yang
relevan. Perdebatan inti tentang hal ini adalah apakah keberlanjutan merupakan
tujuan yang relevan di tingkat organisasi dan apakah dapat diukur di tingkat ini.
Seperti informasi akuntansi konvensional, calon pengguna internal informasi
akuntansi keberlanjutan dapat dibedakan dari pengguna eksternal. Penggunaan
pihak eksternal dimaksudkan agar organisasi bisnis bertanggung jawab atas
dampak lingkungan dan sosial mereka terhadap berbagai pemangku kepentingan
eksternal.

Masyarakat membutuhkan informasi yang menjadikan dampak operasi


organisasi transparan sehingga kontribusinya terhadap tujuan kesinambungan
dapat dinilai. Sebuah aspek pentin dari rekening keberlanjutan adalah untuk
menetapkan target keberlanjutan terukur untuk memungkinkan para pemangku
kepentingan untuk menilai tingkat organisasi dari tidak berkelanjutan. Penyedia
informasi akuntansi keberlanjutan bagi pengguna internal akan fokus terhadap
penyedia informasi relevan dan berguna untuk keputusan manajemen.

b. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Penerapan Kerangka Kerja

Definisi keberlanjutan yang dipilih akan menentukan ruang lingkup dan isi
kerangka akuntansi keberlanjutan suatu organisasi. Mengukur kinerja terhadap
konsepsi multidimensional keberlanjutan membutuhkan indikator lingkungan,
sosial, dan ekonomi. Permasalahan keberlanjutan mengarah ke interpretasi yang
berbeda dari informasi akuntansi keberlanjutan, misalnya manajemen bisnis
dibandingkan dengan lingkungan. Satu tanggapan ini adalah untuk
mengembangkan indikator kinerja yang terintegrasi yang mencoba untuk
mengembangkan indikator kinerja yang terintegrasi yang mencoba untuk
mengukur dua atau lebih dimensi keberlanjutan.

Sebuah isu perdebatan berkaitan dengan mengidentifikasi entitas yang tepat


untuk akuntansi keberlanjutan disusun. Menerapkan konsep keberlanjutan di
tingkat mikro dengan construct-masyarakat, regional dan nasional perlu untuk
mengerahkan tekanan yang memadai untuk mendororng transisi ke
keberlanjutan. Dampak lingkungan tingkat pertama merujuk pada dampak
langsung terhadap lingkungan. Dampak tingkat kedua adalah dampak yang
disebabkan oleh pemasok input. Dampak tingkat ketiga adalah terkait dengan
penyediaan input. Dalam batas-batas penelitian sebelumnya menyertakan dampak
lingkungan pertama dan dampak lingkungan tingkat ke dua, tapi untuk
mengecualikan dampak tingkat ketiga (Bebbington & Tan, 1997).

Prinsip dan Konsep Akuntansi Keberlanjutan


Memasukkan faktor sosial dan lingkungan ke dalam konsep keberlanjutan
memerlukan penggunaan berbagai unit pengukuran. Unit moneter relevan untuk
menilai kinerja ekonomi, tetapi tidak sesuai untuk menilai kinerja sosial atau
lingkungan. Upaya untuk memonetisasi dampak sosial dan ekologis berisiko
memberikan gambaran yang salah secara serius dan mengecilkan arti penting
masalah ini terkait dengan masalah ekonomi.
Prinsip akuntansi pemeliharaan modal diterapkan pada akuntansi
keberlanjutan dalam pendekatan biaya berkelanjutan dan persediaan modal alam
yang disarankan Gray (Gray, 1993). Mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
dalam konteks prinsip pemeliharaan modal menyiratkan pemeliharaan stok modal
ekologis, sosial dan ekonomi, dan mengarah pada masalah kontroversi tentang
substitusi antara kategori stok, dan perbedaan antara versi keberlanjutan yang
lemah dan kuat (Costanza & Daly, 1992).
Konsep materialitas akuntansi keuangan juga relevan dengan kerangka
akuntansi keberlanjutan. Prinsip materialitas perlu dipertimbangkan bersama
dengan prinsip kehati-hatian berbasis ekologi, dimana tindakan untuk mengurangi
dampak lingkungan tidak ditunda karena ketidakpastian ilmiah (Chiras, 1992).
Dampak yang mungkin tidak dapat diukur secara tepat, atau di mana risikonya
masih rendah mungkin memerlukan pelaporan kepada pengguna. Contohnya
adalah resiko dengan probabilitas rendah (Rubenstein, 1994) yang perlu
dipertimbangkan mengingat potensinya untuk mempengaruhi pengguna
mengingat potensi mereka untuk kerusakan ekologi, sosial dan ekonomi.
c. Tehnik Pengambilan Data dan Pengukuran

Penggunaan beragam indikator untuk mengukur kinerja terhadap


keberlanjutan adalah direkomendasikan dalam Panduan GRI. Penelitian
akuntansi lingkungan telah memusatkan perhatian pada penilaian aset
lingkungan, kewajiban dan biaya, dalam upaya untuk memperhitungkan
lingkungan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Milne (1991)
mengulas berbagai macam teknik estimasi untuk memudahkan proses valuasi.
Lehman (1996) memperingatkan bahwa menghargai aset lingkungan berpotensi
merusak, dan menunjukkan akuntansi keberlanjutan lebih banyak tentang
memberikan narasi tentang dampak sosial dan lingkungan perusahaan kegiatan.
Analisis siklus hidup memberikan tantangan besar mengingat kompleksitas dan
rinci pengukuran dampak lingkungan. Sebagai teknik evaluasi secara inheren
tidak tepat (Ayres, 1995) dan versi non-kuantitatif yang disederhanakan yang
mendorong transisi untuk berpikir siklus hidup mungkin lebih hemat biaya.
d. Format Pelaporan

Contoh format pelaporan yang digunakan untuk menyajikan informasi


akuntansi keberlanjutan termasuk Tabel indikator kinerja yang mengukur nilai
aktual masing-masing indikator untuk periode akuntansi yang ditentukan (CICA,
1994). Kegunaan informasi semakin meningkat dimana nilai sebenarnya
dibandingkan dengan target keberlanjutan yang relevan (Lamberton, 2000).

1. Persediaan saham modal alam dipisahkan ke dalam berbagai kategori (Jones,


1996).
2. Perkiraan biaya alternatif berkelanjutan untuk praktik bisnis saat ini
(Bebbington & Gray, 2001).
3. Analisis input-output (Jasch, 1993).
2. Analisis siklus hidup.
3. Daftar ketidakpatuhan terhadap insiden undang-undang yang relevan
(misalnya, lihat WMC, 2001).
4. Narasi dampak lingkungan dan sosial.
Laporan ini dapat dipersiapkan secara berkala, atau dalam kasus LCA,
sebagaimana dipersyaratkan dalam masa pakai produk atau proses, dan sebaiknya
sebelum keputusan disain diambil. Beberapa jenis informasi akuntansi
keberlanjutan dapat disebarluaskan menggunakan situs web karena tersedia,
bukan sesuai dengan jadwal pelaporan tetap. Tempat ini tanggung jawab
pengguna untuk memeriksa situs web secara teratur untuk mendapatkan
pembaruan.
e. Atribut Kualitatif

Komponen kelima kerangka akuntansi keberlanjutan mengidentifikasi


kualitatif atribut informasi akuntansi keberlanjutan yang telah diambil dari GRI
Pedoman. Atribut utama yang ditentukan dalam pedoman ini adalah:

1. Transparansi yang membutuhkan (f) pengungkapan atas proses, prosedur, dan


asumsi dalam penyusunan laporan (GRI, 2002, hal 24).
2. Inklusivitas yang membutuhkan (t) dia melaporkan organisasi untuk secara
sistematis melibatkan pemangku kepentingannya untuk membantu fokus
danterus meningkatkan kualitas laporannya (GRI, 2002, hal 24).
3. Auditability yang membutuhkan (r) data dan informasi yang dipaparkan harus
dicatat, disusun, dianalisis, dan diungkapkan dengan cara yang
memungkinkan auditor internal atau penyedia jaminan eksternal untuk
membuktikannya keandalannya (GRI, 2002, hal 25).
DAFTAR PUSTAKA
Geoff, Lamberton. (2005). Sustainability accounting a brief history and
conceptual framework. School of Accounting, Southern Cross University,
P.O. Box 157, Lismore 2480, Australia. Accounting Forum.
Sudana, et al. 2014. A Philosophical Thought on Sustainability Accounting.
Malang: Vol.5, No.9.

Anda mungkin juga menyukai