“ ETIKA HUMANITIS”
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I.PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari etika ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari etika ?
2
BAB II. PEMBAHASAN
3
karena itu apa yang dianggap benar di negara sendiri harus diberlakukan juga di negara
lain (karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan
sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik
buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah
manusia, dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.
Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak ada
norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
1. Utilitarisme.
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat´. Menurut teori
ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism)
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness
of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
Terlepas dari daya tariknya, teori utilitarianisme juga mempunyai kelemahan, antara lain:
a) Manfaat merupakan konsep yang kompleks sehingga penggunaannya sering
menimbulkan kesulitan. Masalah konsep manfaat ini dapat mencakup persepsi dari
manfaat itu sendiri yang berbeda-beda bagi tiap orang dan tidak semua manfaat yang
dinilai dapat dikuantifikasi yang berujung pada persoalan pengukuran manfaat itu
sendiri. b) Utilitarianisme tidak mempertimbangkan nilai suatu tindakan itu sendiri, dan
hanya memperhatikan akibat dari tindakan itu. Dalam hal ini utilitarianisme dianggap
tidak memfokuskan pemberian nilai moral dari suatu tindakan, melainkan hanya terfokus
aspek nilai konsekuensi yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Sehingga dapat
dikatakan bahwa utilitarianisme tidak mempertimbangkan motivasi seseorang melakukan
suatu tindakan. c) Kesulitan untuk menentukan prioritas dari kriteria etika utilitarianisme
itu sendiri, apakah lebih mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi sejumlah
orang atau jumlah terbanyak dari orang-orang yang memperoleh manfaat itu walaupun
manfaatnya lebih kecil. d) Utilitarianisme hanya menguntungkan mayoritas. Dalam hal
ini suatu tindakan dapat dibenarkan secara moral sejauh tindakan tersebut
menguntungkan sebagian besar orang, walaupun mungkin merugikan sekelompok
4
minoritas. Dengan demikian, utilitarianisme dapat dikatakan membenarkan
ketidakadilan, yaitu bagi kelompok yang tidak memperoleh manfaat.
2. Deontologi.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak
berkaitan dengan kewajiban. Maka, teori hak pun cocok diterapkan dengan suasana
demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat
perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan Immanuel Kant, bahwa manusia
meruapakan suatu tujuan pada dirirnya (an end in itself). Karena itu manusia harus selalu
dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata
sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain (Bertens, 2000).
4. Teori Keutamaan
Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap
atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori
keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah
dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma.
5
misalnya : Kebijaksanaan, Keadilan, Kerendahan hati, Suka bekerja keras. D. Teori Etika
Religius (Nonkognitivisme) Pemikir besar Eropa dari kalangan kristen adalah Thomas
Aquinas (1225-1274). Menurut Aquinas, Tuhan adalah tujuan akhir manusia, karena Ia
adalah nilai tertinggi dan universal, dan karenanya kebahagiaan manusia tercapai apabila
ia memandang Tuhan. Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap
tuhan dan semesta moral. Sejumlah aliran eksistensialisme religius kontemporer menolak
teisme tradisional. Umumnya menolak bentuk supernaturalisme dan otoritarianisme.
Sebagai gantinya landasan non teistik disampaikan dalam etika tillich; atau teologi
radikal yang melihat agama secara sekuler karena "Tuhan telah mati" membuat etika
lebih bersifat humanistik dan universal, serta eksesistensial. Bagi etika keagamaan
tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan (St.Agustine), atau tebatasi oleh kebajikan
(Plato), dan merupakan sumber dan pendukung semuanilai.Etika relijius tradisional pada
dasarnya bersifat deontologis, yakni mendasarkan penekanan pada masalah tugas,
kewajiban, atau memahami kebenaran dalam bertindak. Etika bersifat agamistik, yakni
berdasar pada cinta Tuhan dan sesama manusia, meskipun unsur deontologis dan areteiki
dapat ditemukan didalamnya, termasuk unsur otoritarianisme dan supernaturalisme.
Dalam perspektif religius pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan dialektika
atau metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas islam
denga cara lebih langsung berakar pada AL-Qur’an dan Sunnah. Dalam topik ini
pengetahuan dan perbuatan menjadi unsur pencapain kebahagiaan. Sumber utama
pengetahuan adalah Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada manusia melalui
berbagai cara (Ludigdo, 2007).
Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan
untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing
pihak tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut.
Ada lima prinsip etika bisnis menurut Keraf (1994:71-75) diantaranya adalah :
1. Prinsip Otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan
mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan
adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi
6
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah,
dan masyarakat.
2. Prinsip Kejujuran.
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu
barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini
paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik.
Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau
menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan.
Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di
mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri.
Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita
ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak
ingin diperlakukan.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan
keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:
a. Kejujuran.
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting
yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu
hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis
untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat aspek-
aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa setiap
informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.
b. Fairness.
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua
orang dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak
yang terlibat dalam suatu transaksi.
7
c. Kepercayaan.
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan
harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pembisnis yang memiliki keutamaan ini
boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pembisnis yang
memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa
diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat diberi
kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis. Kadang kala
juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan hendaknya
terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi bagaimanapun
juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.
d. Keuletan.
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pembisnis harus bertahan
dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang
seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani mengambil
risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak diramalkan
sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya.
Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:
a. Keramahan.
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan,
tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk
setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi melayani
sesama manusia.
b. Loyalitas.
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat
gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian
dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja.
c. Kehormatan.
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap
suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan dirasakan
sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya bagus.
8
d. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun
ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah.
9
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan
keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:
e. Kejujuran.
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting
yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak
akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor
yaitu hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap
kritis untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran
memang menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis
terdapat aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu
dicatat bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.
f. Fairness.
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua
orang dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
g. Kepercayaan.
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis.
Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pembisnis yang memiliki
keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama.
Pembisnis yang memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai
orang yang bisa diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua
orang dapat diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus
bersikap kritis. Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam
setiap perusahaan hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua
karyawan, tetapi bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada
kepercayaan.
h. Keuletan.
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pembisnis harus bertahan
dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang
terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani
mengambil risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak
diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam
10
usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian
moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf
perusahaan, yaitu:
e. Keramahan.
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para
pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu
hakiki untuk setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai
segi melayani sesama manusia.
f. Loyalitas.
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat
gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah
bagian dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia
bekerja.
g. Kehormatan.
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan
dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya
bagus.
h. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
Walaupun ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya
salah.
2.3 Humanisme
Humanisme berkaitan dengan kapasitas manusia yang sadar untuk memberikan
alasan, membuat pilihan-pilihan, dan bertindak secara bebas yang tidak dipengaruhi
oleh dewa-dewa dan agama. Artinya, manusialah yang bertanggung jawab penuh atas
semua yang dilakukannya tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Karena pekerjaan
sosial merupakan bagian dari sekularisasi kesejahteraan, artinya dalam praktiknya,
pekerjaan sosial selalu dipisahkan dari gereja-gereja pada tahun 1800-an. Humanisme
berbeda dari being humane, yaitu praktik memperlakukan orang-orang dengan
kebaikan karena kita menilai mereka sebagai manusia. Humanisme juga berkaitan
dengan demokrasi, dikarenakan isi keyakinannya secara implisit membebaskan
11
manusia untuk menilai dan berpartisipasi satu sama lainnya dalam mengendalikan
nasib/takdir mereka. Humanisme memandang kelompok-kelompok sebagai bagian
yang mendukung prinsip-prinsip demokratis dan humanis karena mereka
memungkinkan partisipasi orang banyak dalam bekerja bersama-sama atas dasar yang
sama.
Berdasarkan pandangan yang lain, humanisme tidaklah demikian, manusia
tidaklah hidup sacara bebas, ada aturan-aturan tertentu yang harus ditaati. Tidak semua
hal bisa dikendalikan oleh manusia, ada hal-hal tertentu dimana tidak ada campur
tangan manusia di dalamnya, artinya manusia dipaksa menerima hal tersebut,
contohnya bencana, kecelakaan, dsb. Di dalam diri manusia terdapat beberapa hal yang
pasti ada dalam dirinya, diantaranya:
a) hajatul ‘udhwiyyah (kebutuhan jasmani), dimana setiap manusia pasti memilikinya,
seperti kebutuhan akan makan, minum, tidur, buang hajat, dan sebagainya;
b) ghara’iz (naluri), naluri ini terbagi menjadi tiga, yaitu gharizatun naw’ (naluri untuk
melanjutkan keturunan), gharizatul baqa’ (naluri untuk mampertahankan diri), dan
gharizatut tadayyun (naluri untuk mengagungkan atau mengidolakan sesuatu); dan
c) akal, yang digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan berbagai hal / perbuatan.
Perwujudan ketiga hal di atas atau pemenuhan ketiganya sangat ditentukan oleh
nizham (peraturan) yang diambil oleh manusia itu sendiri. Ada manusia yang
mengambil aturannya dari aspek-aspek spiritual, tetapi ada pula manusia yang membuat
sendiri aturan-aturan tersebut, sehingga dalam perkembangannya akan muncul yang
namanya agama, kemudian muncul paham liberalisme dan sekulerisme.
12
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika ( sebagai praktisi ) adalah moral /moralitas yang mengandung adat istiadat,
kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
Prinsip / nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang
berbeda-beda dan untuk situasi yang berbeda pula. Teori etika berhubungan dengan kajian
secara kritis tentang adat istiadat kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku manusia
yang dianggap baik atau tidak baik
13
DAFTAR PUSTAKA
http://.dokumen.tips/dokuments/teori-etika-dan-prinsip-etis-dalam-bisnis-
5659cf9615db.html.,diakses tanggal 19 Oktober 2018.,20.03 Wib.
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html
tanggal 19 Oktober 2018.,20.03 Wib.
http://baddaysp.blogspot.com/2013/10/pengertian-etika-bisnis-indikator-etika.html
14