Anda di halaman 1dari 8

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point

(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

GAMBARAN HIGIENE SANITASI PENYELENGGARAAN


MAKANAN BERDASARKAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL
CONTROL POINT (HACCP) DI “J KETERING” CIMANGGIS,
DEPOK, JAWA BARAT

Mayumi Nitami1, Ririn Arminsih W2


1
Fakultas Ilu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul,
2
Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI
Jl. Arjuna Utara No. 9 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

Abstract
"J Ketering " is one of the informally jasaboga industry which serves 3000 employees
in an electronics manufactury in Cimanggis , Depok . The service was done every day
with a different kind of menu every day . If the food process was not well done, it is
likely to occur food contamination that it cause foodborne ilness, for the example is
poisoning food. This research was descriptive study that it aimed to knew foos
processing hygiene sanitation based on Hazard Analysis Critical Control Point (
HACCP ) in "J Ketering" Cimanggis , Depok West Java in 2013. The result in this
study found that “J Ketering” have hygiene sanitation which was not qualify.
Especially in the place of food processing, raw material storage, food preparation,
washing cutlery and cutlery storage that it still need to corrected, so “J Ketering”
enterprise can become jasaboga enterprise which can be trusted. In addition, in this
research was found critical control point to do control at every processing step and
bacteriological quality which was obtained still had bacteria on the cutlery and well-
done food, for the example rice and sauce.

Keywords : hygiene,sSanitation food, HACCP

Abstrak
“J Ketering” merupakan salah satu industri jasaboga informal yang melayani 3000
karyawan di sebuah pabrik elektronik di Cimanggis, Depok. Pelayanan dilakukan
setiap hari dengan jenis menu yang berbeda setiap harinya. Apabila proses
pengolahan makanan tidak dilakukan dengan baik dan benar maka besar
kemungkinan dapat terjadi kontaminasi makanan yang menyebabkan terjadi penyakit
bawaan makanan, salah satunya adalah keracunan makanan. Penelitian ini bersifat
deskriptif yaitu bertujuan untuk melihat higiene sanitasi penyelenggaraan makanan
berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di “J Ketering”
Cimanggis, Depok Jawa Barat tahun 2013. Hasil yang didapat pada penelitian ini
yaitu bahwa “J Ketering” memiliki higiene sanitasi yang belum memenuhi syarat.
Terutama pada tempat pengolahan makanan, penyimpanan bahan mentah, penyajian
makanan, pencucian peralatan makan dan penyimpanan peralatan makan yang masih
perlu diperbaiki, sehingga usaha “J Ketering” menjadi usaha jasaboga yang dapat
dipercaya. Selain itu, ditemukannya titik kritis kendali yang harus dilakukan
pengendalian pada tiap tahapan proses pengolahan, serta kualitas bakteriologi yang
diperoleh masih ditemukannya bakteri pada peralatan makan dan makanan matang
pada nasi dan sambal.

Kata kunci: higiene, sanitasi makanan, HACCP

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 164


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

Pendahuluan Indonesia memiliki kebijakan


Makanan yang sehat merupakan dalam melindungi masyarakatnya dari
makanan yang memiliki gizi seimbang dan keamanan dan keselamatan terkait makanan
tidak menyebabkan penyakit. Menurut yang dikonsumsi yaitu UU No.8 tahun
Saksono (1986) makanan yang sehat 1999 tentang keamanan pangan dan Sistem
memiliki syarat yaitu harus sesuai dengan Hazard Analysis Critical Control Point
makanan yang diinginkan, benar (HACCP) dalam pengendalian dan
pembuatannya dan layak untuk dimakan, pencegahan kontaminasi makanan.
bebas dari pencemaran fisik, kimi dan “J Ketering merupakan industri
biologi. Makanan yang baik harus diolah jasaboga yang melayani sebuah industri
dengan baik pula yaitu dengan cara elektronik di Depok, Jawa Barat yang
mengendalikan faktor-faktor yang dapat menyediakan makanan pada 3000 orang
menyebabkan penyakit pada manusia karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk
seperti memperhatikan higiene sanitasi mengetahui gambaran higiene sanitasi
pada saat proses pengolahan makanan penyelenggaraan makanan berdasarkan
dilakukan. Permenkes RI No.1096/2011 HACCP di “J Ketering”, serta
menjelaskan bahwa higiene sanitasi mengidentifkasi kualitas bakteriologi pada
makanan merupakan suatu upaya untuk peralatan makan, masak, dan makanan
mengendalikan faktor resiko terjadinya matang.
kontaminasi terhadap makanan, baik yang
berasal dari bahan makanan, orang, tempat Metode Penelitian
dan peralatan agar aman dikonsumsi. Penelitian ini bersifat deskriptif
Berdasarkan laporan tahunan yang bertujuan untuk menggambarkan
BPOM 2011 penyebab dari keracunan higiene sanitasi penyelenggaraan makanan
makanan 25,8% disebabkan oleh mikroba dengan menggunakan data primer dan
suspect, 14,06% kimia suspect, 3,91 sekunder. Data primer diperoleh dengan
mikroba confirm, 0,78% kimia confirm dan observasi dan wawancara yang
55,47% lain-lain. Laporan tahunan 2005 menggunakan checklist serta kuesioner dan
menyatakan bahwa selam tahun 2004 pemeriksaan bakteriologi pada peralatan
terjadinya 152 KLB keracunan pangan, makan, masak dan makanan matang.
7295 keracunan makanan, 45 orang Sedangkan data sekunder diperoleh dari
diantaranya meninggal. pihak “J Ketering”. Populasi dan sampel
Keracunan makanan merupakan dari penelitian ini adalah seluruh aspek
suatu gejala yang timbul akibat memakan yang yang berkaitan dengan proses
makanan yang tidak higiene. Kasus penyelenggaraan makanan di “J Ketering”.
keracunan makanan sering terjadi di Penelitian ini dilakukan di “J Ketering”
lingkungan masyarakat saat acara-acara Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pada
yang disebabkan oleh makanan jasaboga penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan
seperti nasi kotak atau nasi bungkus, tidak bakteriologi pada peralatan makan yaitu
jarang menyebabkan kejadian luar biasa plato, sendok, garpu dan mangkuk. Masing-
(KLB). Data BPOM tahun 2011 masing dari peralatan makan tersebut
menyatakan bahwa 45,31% asal penyebab diambil 3 buah secara acak. Pada peralatan
KLB kkeracunan makanan oleh masakan masak yaitu 2 buah centong dan peralatan
rumah tangga, 23,44% dari jasaboga, pengulekan. Pada peralatan masak dan
12,50% pangan olahan, 12,50% pangan makan dilakukan pemeriksaan E.coli .
jajanan dan 6,25% lain-lain. pemeriksaan bakteriologi pada makanan
matang diperiksa pada makanan sebelum

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 165


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

pendistribusian dan sebelum penghidangan makanan. Penyajian dilakukan langsung


yang diperiksa adalah Salmonella pada oleh petugas sesampainya makanan di
makanan daging, ikan bandeng, lele, telur tempat makan karyawan pabrik. Makanan
dadar, dan telur bulat. E.coli pada sayuran yang telah disajikan dalam plato disimpan
dan HJK pada nasi dan sambal. Analisis pada rak yang tidak memuliki tutup dan
yang digunakan adalah analisis unvariat. pengaturan suhu. Berdasakan Permenkes RI
No.1096/2011 menilai proses pengolahan
Hasil dan Pembahasan makanan di “J Ketering” masih terdapat
“J Ketering” memiliki dua tempat tahapan yang belum memenuhi persyaratan
pengolahan makanan yang digunakan oleh kesehatan.
kegiatan yang berbeda. Tempat pengolahan
pertama digunakan untuk mengolah Tabel 1.
makanan lauk pauk dan sayuran. Hasil Pemeriksaan Peralatan Makan dan
Sedangkan tempat kedua digunakan untuk Masak “J Ketering” 2013
menanak nasi dan tempat pencucian
peralatan makan. Berdasarkan persyaratab
Permenkes RI No.1096/2011 tentang
higiene sanitasi jasaboga menilai bahwa
tempat pengolahan makanan “J Ketering”
belum memenuhi persyaratan. Gambaran
higiene peralatan “J Ketering” sudah cukup
memenuhi syarat, kecuali pada peralatan
sendok penggorengan dan alu. Gambaran
fasilitas sanitasi di “J Ketering belum
memenuhi syarat karena banyak fasilitas
yang belum terpenuhi yaitu tempat pencuci
tangan, peturasan dan kamar mandi.
Gambaran karakteristik pekerja “J
Ketering” adalah sebagian besar pekerja
hanya berpendidikan SMA, dengan
pengetahuan tinggi terhadap seputar cara Ket: Memenuhi Syarat (MS), Tidak
pengolahan makanandan perilaku yang Memenuhi Syarat (TMS)
kurang karena tidak semua pekerja selalu
menggunakan baju kerja dan masih terdapat Identifikasi HACCP yang dilkukan
pekerja yang merokok. pada proses pengolahan ditemukannya titik
Proses pengolahan di “J Ketering” kendali dan titik kritis pada beberapa
diawali dengan penyediaan bahan makanan tahapan pada proses pengolahan makanan
yang akan diolah, penyiangan bahan yaitu tahapan penyediaan bahan makanan,
makanan, pengolahan makanan dari penyiangan bahan makanan, penyimpanan
menggoreng, merebus dan menumis. bahan makanan, proses pengulekan sambal,
Setelah dilakukannya pengolahan makanan penyimpanan makanan jadi dan
yang telah selesai diolah dimasukkan ke penyimpanan makanan di rak sebelum
dalam konteiner. Setelah seluruh dihidangkan. Tahapan tersebut merupaka
pengolahan makanan dilakukan, semua titik kendali kritis yang harus dilakukan
konteiner yang menyimpan makanan pengendalian.
dimasukkan ke dalam mobil box, dan Hasil dari pemeriksaan bakteriologi
dibawa ke pabrik untuk penyajian pada peralatan makan ditemukannya E.coli

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 166


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

pada beberapa peralatan yaitu 2 buah plato, makanan yang mengharuskan memiliki
1 buah sendok dan 3 buah mangkuk. Pada sudut dinding yang lengkung (konus)
peralatan masak tidak ditemukannya E.coli, tersedia ruang belajar, alat pembuangan
dan pada makanan matang yang diambil asap (exhaust) dan lemari pendingin yang
sebelum dilakukannya pendistribusian dapat mencapai -10°C.
hingga sebelum penghidangan terdapat Pada bangunan pengolahan
pertumbuhan kuman pada makanan nasi makanan “J Ketering” tidak memiliki
dan sambal. tempat yang khusus, ruangan cukup terbuka
dan tidak tertata secara baik. Banyak
Tabel 2. kemungkinan yang dapat terjadi dengan
Hasil Pemeriksaan Bakteriologi Makanan kondisi ruangan yang seperti ini yaitu
Sebelum Dilakukan Pengangkutan dan kontaminasi makanan melalui udara,
Sebelum Dihidangkan di “J Ketering” kontaminasi silang dari peralatan, dan dapat
Tahun 2013. membahayakan pekerja. Berdasarkan
Permenkes RI No.1096/2011 tentang
higiene sanitasi jasaboga pengolahan
makanan yang baik perlu memiliki tata
ruang yang baik pula, peran tempat
pengolahan makanan sangat penting dalam
melindungi makanan dari kontaminasi
pencemar. Sebagaimana halnya jika sebuah
proses makanan dilakukan diruang yang
terbuka, akan memudahkan bahaya fisik,
kimia dan biologi mengontaminasi
makanan yang sedang diolah. Menurut
Holah dan Thorpe (2003) di dalam buku
Sistem Manajemen HACCP tata letak
tempat pengolahan makanan sebaiknya
dibuat terpisah sesuai dengan tahapan
proses pengolahan.
Jasaboga yang memiliki kriteria Ulekan yang digunakan untuk
melayani kebutuhan masyarakat khusus mengolah sambal berbahan kayu.
untuk asrama jemaah haji, asrama transito, Umumnya peralatan masak berbahan kayu
pengeboran lepas pantai, perusahaan serta yang digunakan untuk mengolah makanan
angkatan umum dalam negri dengan tidaklah berbahaya, tetapi berdasarkan
pengolahan menggunakan dapur khus dan karakteristik kayu yang mudah menyerap
mempekerjakan tenaga kerja merupakan air dan mudah lembab akan menjadi
jasaboga golongan B. Tetapi, berdasarkan masalah jika tidak diperlakukan secara
penlaian kelaikan jasaboga “J Ketering” higiene. Hal ini telah dijelaskan dalam
termasuk dalam usaha jasaboga golongan (Winarno, 2002) bahwa peralatan yang
A1 tetapi dalam pelayanannya usaha digunakan untuk mengolah makanan tidak
jasaboga ini melayani pabrik yang menyerap air, begitu juga di dalam
seharusnya dilayani oleh golongan. Permenkes RI No.1096/2013 menjelaskan
Seharusnya ada perbaikan manajemen yang bahwa peralatan yang digunakan harus tara
harus dilakukan oleh jasaboga yang pangan (food grade) yaitu peralatan yang
melayani 3000 karyawan pabrik ini yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
berupa perbaikan tempat pengolahan

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 167


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

Fasilitas sanitasi merupakan sebuah sarana menghilangkan lemak. Sebenarnya


yang perlu diperhatikan dalam proses berdasarkan (Winarno,2002) tujuan utama
pengolahan, hal ini sangat berkaitan dengan dari perendaman air panas pada saat
kebutuhan penjamah agar tetap menjaga pencucian peralatan dilakukan adalah
perilaku higiene-nya. Salah satu alasan sebagai desinfektan yang dapat mematikan
sarana pencuci tangan harus ada didekat bakteri yang masih ada dipermukaan
lokasi pengolahan adalah agar perlatan. Sehingga apa yang mereka
memudahkan petugas untuk menjaga ketahui dan mereka lakukan, menjadi tidak
personal higiene mereka tanpa harus tepat sasaran, dan juga apa yang mereka
membuang waktu unuk mencuci tangan ketahui dan tidak dilakukan karena
mereka, sehingga meninggalkan kegiatan ketidakpahaman dari apa maksud ketentuan
mereka dalam waktu lama. Begitu juga yang telah ditentukan. Personal higiene
dengan ketersedian WC didekat pengolahan petugas ketering yang mengolah makanan,
yang sangat mempengaruhi kualitas kerja penyajian makanan dan pencucian perlatan
penjamah jika untuk menempuh WC makanan di “J Ketering” masih kurang
memerlukan waktu yang lama. Hal ini memenuhi syarat, karena masih terdapat
ditegaskan dalam Permenkes RI pekerja yang merokok saat melakukan
No.1096/2011 pada usaha jasaboga harus pengolahan makanan. Selain itu, perilaku
memiliki fasilitas sanitasi lengkap di tempat mencuci tangan sebelum mengolah
pengolahan yang dapat dijangkau oleh makanan sangat jarang dilakukan oleh
petugas. petugas dan masih terdapat petugas yang
Permenkes RI No.1096 dijelaskan memelihara kuku panajang. Berdasarkan
bahwa persyaratan seorang petugas Permenkes RI No1096/2011 menjelaskan
pengolah makanan harus memiliki sertifikat bahwa seorang petugas pengolah makanan/
kursus sanitasi makanan. Hal ini dikaitkan penjamah makanan harus memiliki
dengan tingkat pengetahuan dan perilaku personal higiene yang baik, agar makanan
petugas ketering, karena pengolahan yang yang diolah tidak terkontaminasi oleh
baik memerlukan tenaga yang penjamah itu sendiri.
berpengetahuan tinggi dan memiliki Pada prinsipnya, makanan yang
perilaku serta sikap yang baik. Tetapi terbuka dalam waktu yang lama dapat
berdasarkan hasil, tingkat pengetahuan terkontaminasi oleh udara yang ada
petugas “J Ketering” cukup tinggi terhadap didalam ruangan. Seharusnya rak yang
pengolahan makanan, mereka mengetahui dijadikan tempat penyimpanan makanan
hal-hal yang tidak baik dan berpengaruh sebaiknya diberi penutup agar dapat
terhadap kualitas makanan yang mereka mengendalikan pencemaran yang masuk ke
olah, namun berdasarkan tingkat perilaku dalam makanan dan juga harus diberikan
petugas “J Ketering” masih sangat kurang pengaturan suhu agar dapat mengendalikan
baik. Hal ini dapat terjadi karena perkembangbiakan bakteri pada makanan.
pengetahuan mereka yang tinggi diperoleh Selain itu pada tahap pengeringan
dari pengalaman, dan pengetahuan yang peralatan, “J Ketering” menggunakan
mereka peroleh dari apa yang mereka lihat serbet untuk pengeringan, hal ini boleh
dan tidak memiliki landasan teori yang dilakukan jika serbet yang digunakan
jelas. Contohnya, pada saat proses dibersihkan setiap kali pemakaian, dan
pencucian peralatan, mereka mengetahui serbet yang digunakan harus bersih. Tetapi
bahwa penggunaan air panas pada saat pada dasarnya, serbet yang terbuat dari
pencucian peralatan dilakukan untuk bahan kain yang mudah lembab tidak
mempermudah pencucian dan dianjurkan dilakukan untuk mengeringkan

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 168


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

peralatan makan. Penirisan dan menbiarkan diperkirakan bahwa adanya faktor suhu,
peralatan kering dengan sendirinya lebih kelembaban, pH dan kebersihan yang
baik daripada menggunakan serbet, karena menyebabkan koloni meningkat pada saat
serbet yang digunakan tidak bisa dijamin proses pendistribusian (Saksono, 1986).
bebas dari bakteri yang dapat mengotori Suhu yang digunakan untuk menjaga
peralatan setelah pencucian. Oleh karena kualitas makananan harus sesuai dengan
itu penggunaan serbet pada saat jenis makanan yang akan dihidangkan, jika
pengeringan sebaiknya dihindari untuk makanan matang itu harus disajikan dengan
menjaga kontaminasi ulang dari serbet yang kondisi suhu yang tinggi maka harus
digunakan. Kandungan minyak yang disimpan dengan pengaturan suhu di atas
dibuang bersama air bungan akan 60°C sedangkan makanan yang disajikan
menyebabkan pencemaran terhadap badan dingin harus disimpan pada suhu dibawah
air juga air tanah yang ada disekitar 10°C. Kelembaban pada saat penyimpanan
pembuangan. Sebaiknya air buangan dari harus berada pada kelembaban yang
bekas pencucian diolah terlebih dahulu rendah, dan berada pada pH normal.
dengan melakukan proses penangkapan
lemak (grease trap). Kesimpulan
Pada peralatan makan yang Gambaran konstruksi bangunan “J
digunakan oleh “J Ketering” dilakukan Ketering” masih belum memenuhi syarat
pencucian secara masal, dan disimpan pada sebagai tempat pengolahan makanan yang
tempat dan kondisi yang tidak memenuhi baik.
syarat, tanpa rak penirisan, peralatan Gambaran higiene peralatan makan
disusun langsung diatas permukaan lantai dan peralatan maska yang digunkan “J
tanpa alas menjadi salah satu faktor Ketering” secara fisik sudah memenuhi
keberadaan bakteri pada peralatan makan. syarat, namun pada sendok penggoreng dan
Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa calat penggiling harus di perhatikan dalam
beberapa kemungkinan peralatan yang pemeliharaannya.
terkontaminasi oleh E.coli disebabkan oleh Dari keseluruhan petugas “J
pencucian yang tidak bersih, dan Ketering” pada umumnya berpendidikan
penyimpanan peralatan makan di atas lantai hingga tamat SMA. Tetapi hasil dari
dapur yang langsung kontak pada peralatan kuesioner menunjukkan tingkat
makanan dan ruangan yang kurang pengetahuan rendah sebesar 36%
memenuhi syarat. Hal ini jika tidak sedangkan berpengetahuan tinggi sebesar
dilanjuti akan menyebabkan resiko pada 64%, dan memiliki personal higiene yang
pencernaan karyawan pabrik yang kurang baik (khusus petugas pengolah
mengkonsumsi makanan dengan meng- makanan dan penyajian makanan)
gunakan peralatan yang telah Fasilitas sanitasi di “J Ketering
terkontaminasi oleh E.coli. kurang memenuhi syarat karena masih
Menurut Permenkes RI No. kurang lengkap yaitu tidak adanya tempat
1096/2011 menetapkan bahwa angka cuci tangan, WC peturasan yang dekat
kuman harus 0 (negatif), sehingga dapat dengan tempat pengolahan dan Kamar
diasumsikan terjadinya perkembangbiakan Mandi.
koloni kuman pada saat makanan dalam Dari seluru prinsip higiene sanitasi
proses pendistribusian, penyajian dan makanan yang dilakukan oleh “J Ketering”
penyimpanan makanan sebelum diperoleh hasil bahwa pada proses
dilakukannya penghidangan makanan pada penyimpanan bahan mentah dan penyajian
karyawan dan kejadian ini dapat

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 169


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

makanan yang belum memenuhi Untuk pemeriksaan HJK pada sambal


persyaratan. ditemukannya sebanyak 30 koloni bakteri
Proses pencucian tidak melakukan dan nasi sebanyak 60 koloni, dan tidak
desinfeksi pada peralatan. Air buangan dan ditemukannya E.coli pada sayur.
sisa makanan dialirkan langsung ke badan Pemeriksaan pada makanan yang
air tanpa ada penyaringan atau pengolahan akan dihidangkan dan diperoleh hasil
terlebih dahulu. bahwa untuk pemeriksaan Salmonella pada
Sampah berupa sisa makanan makanan hewani yang terdiri dari daging,
dikumpulkan disebuah wadah dan dibuang telur dadar, ikan bandeng, telur bulat, dan
ke tempat penampugan sampah, sedangkan ikan lele, tidak ditemukannya koloni
air sisa pencucian langsung mengalir ke Salmonella. Untuk pemeriksaan HJK pada
badan air yang berada di dekat tempat sambal ditemukannya sebanyak 80 koloni
proses pencucian. bakteri dan nasi sebanyak 300 koloni, dan
Titik kendali pada proses tidak ditemukannya E.coli pada sayur.
pengolahan ditemukan pada tahap
penyediaan makananan, penyiangan bahan
makanan, pengolahan makanan, Daftar Pustaka
penyimpanan makanan yang sudah jadi dan Achmadi, Umar Fahmi. (2011). Dasar-
penyajian makanan. Titik kendali kritis Dasar Penyakit Berbasis
ditemukan pada tahap penyimpanan bahan Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.
makanan, pencucian bahan makanan,
pengulekan sambal, pengangkutan Adams, M., dkk. (2001). Dasar-dasar
makanan jadi, dan tahap penyimpanan kemanan makanan untuk petugas
makanan di rak setelah penyajian sebelum kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
dihidangkan. Kedokteran EGC.
Setelah dilakukan pemeriksaan
ditemukannya di beberapa peralatan Anwar,dkk. (1989). Sanitasi makanan dan
terdapat positif (+) E.coli yaitu pada plato minuman pada institusi pendidikan
(2) yang penyimpanannya terletak di bagian tenaga sanitasi. Jakarta : Pusdinakes.
paling atas tumpukan, plato (3) yang
terletak di atas permukaan lantai, sendok Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
(2) yang terletak paling bawah yang berada (2012). Laporan Tahunan Badan
di dalam konteiner dan 3 buah mangkuk. Pengawas Obat dan Makanan Tahun
Peralatan masak yang diambil 2011. Jakarta: BPOM RI.
sebagai sampel adalah sendok
penyaji/centong yang digunakan untuk Badan Standar Nasional. (1998). Sistem
menyajikan makanan sebanyak 2 buah dan Analisa Bahaya dan Pengendalian
peralatan ulek yang digunakan sebagai Titik Kritis (HACCP) serta pedoman
mengolah sambal. Setelah pemeriksaan penerapannya. Jakarata: SNI.
dilakukan, peralatan masak yang digunakan
tidak terkontaminasi oleh E.coli. Djajadiningrat, S.T dan Harry H.A. (1991).
Pemeriksaan pada makanan yang Penilaian Secara Cepat Sumber-
akan diangkut diperoleh hasil bahwa untuk Sumber Pencemaran Air, Tanah dan
pemeriksaan Salmonella pada makanan Udara. Yogyakarta: Gadjah Mada
hewani yang terdiri dari daging, telur dadar, University Press.
ikan bandeng, telur bulat, dan ikan lele,
tidak ditemukannya koloni Salmonella.

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 170


Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) di “J Ketering” Cimanggis, Depok, Jawa Barat

Eriteria, Fida. (2012). Gambaran Rahman, dkk. (2004). Analisis Kualitas


Penerapan Food Safety pada Lingkungan. Jakarata:FKM UI
Pengolahan Makanan untuk Kru
Pesawat di Aerofood ACS Tahun Saksono, Lukman. (1985). Pengantar
2012. Depok. Universitas Indonesia. Sanitasi Makanan. Bandung:
Penerbit Alumni.
Jacob, M. (1989). Safe Food Handling.
Geneva: WHO Press. Standar Nasional Indonesia. (1998). Sistem
Analisa Bahaya dan Pengendalian
Jannah, Syarifah Miftahul El. (2008). Buku Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman
Penuntun Praktek Mikrobiologi Penerapannya. Jakarata: SNI.
Lingkungan. Jakarta: Poltekkes Jkt II.
Suardana, dkk. (2009). Higiene makanan
Jannah, Syarifah Miftahul El. (2009). Buku kajian teori dan prinsip dasar. Bali:
Penuntun Praktek Uji Penyehatan Udayana University Press.
Makanan dan Minuman. Jakarta:
Poltekkes Jkt II. Thaheer, Hermawan. (2005). Sistem
manajemen HACCP (Hazard
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Analysis Critical Control Points.
Kumpulan modul kursus hygiene Jakarta: Bumi Aksara.
sanitasi makanan dan minuman.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. WHO. (2002). Penyakit bawaan makanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
McSwane, D, dkk. (2003). Essentials Of EGC.
Food Safety and Sanitation. New
Jersey. Winarno, F.G, dkk. (2002). GMP cara
pengolahan makanan yang baik.
Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Bogor: PT.Embrio Biotekindo.
Mentri Kesehatan RI No.1096
tentang higiene sanitasi jasaboga.
Jakarta: Kemenkes RI.

Menteri Kesehatan RI. (2013). Peraturan


Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.2 tentang Kejadian
Luar Biasa Keracunan Pangan.
Jakarta: Kemenkes RI.

Mukeno. (1999). Prinsip dasar kesehatan


lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metode


Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Citra.

Forum Ilmiah Volume 15 Nomor 1, Januari 2018 171

Anda mungkin juga menyukai