Anda di halaman 1dari 2

Menurut WHO (2005) penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan

kesehatan masyarakat yang paling banyak ditemukan di zaman modern ini. Penyakit yang
diakibatkan bawaan makanan dari kontaminasi bakteri pathogen adalah penyakit
diare.Menurut perkiraan, sekitar 70% kasus penyakit diare karena makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogen seperti bakteri Coliform (Eschercia coli, Enteribacter
arogenes), Shigella spp, Salmonella spp,danVirbrio cholereae (WHO, 2005).
Kontaminasi mikroorganisme pada makanan tersebut disebabkan dari tidak mempraktikkan
hygiene perorangan dengan benar seperti mencuci tangan, dan mencuci alat masakan dan
memakai celemek (Arisman, 2009). Diketahui pada tahun 1993 1997 di Amerika Serikat
telah terjadi outbreak sebesar 550 kasus akibat bawaan makanan, lebih dari 40% dari
outbreak tersebut disebabkan oleh perusahaan jasa makanan/tempat pengolahan makanan
(Olsen, 2000 dalam Selman, 2008). Pada tahun 2014 Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) menginformasikan telah terjadi 43 kasus insiden keracunan makanan di berbagai
wilayah Indonesia. Salah satu kejadian keracunan makanan disebabkan oleh pangan jajanan
sebanyak 15 insiden keracunan dengan jumlah korban 468 orang dan terdapat 1 orang
meninggal serta 1 insiden 2 keracunan akibat pangan jasa boga/katering dengan jumlah
korban 748 orang. Sedangkan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 telah terjadi
peningkatan kasus penyakit diare sebesar 3,63 per 1000 penduduk dan pada tahun 2008
sebesar 77,48 per 1000 penduduk (Bank Data Kemenkes. 2015). Dari peningkatan kasus
wilayah Tangerang di atas bahwakemungkinan kasus penyakit diare disebabkan oleh
konsumsi air minum dan makanan yang mengandung bakteri pathogenseperti bakteri
Coliform (Eschercia coli, Enteribacter arogenes), Shigella spp, Salmonella spp, dan Virbrio
cholereae. Kemudian hasil identifikasi dari beberapa kasus keracunan makanan yang
dilakukan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan outbreak tersebut seperti kebersihan
pekerja/penjamah dalam menyajikan makanan kemudian suhu memasak dan cara menyimpan
makanan yang kurang baik (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).
Salah satu bakteri yang sering dijadikan indikator terjadinya pencemaran makanan adalah
golongan bakteri coliform. Bakteri ini digunakan sebagai indikator sanitasi karena jumlah
koloninya berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen lainnya sehingga mudah di
deteksi secara sederhana. Bakteri coliform dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti
penyakit diare apabila masuk ke saluran pencernaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Setiawan (2004) mengenai analisis bakteri coliform pada makanan olahan di kantin pusat
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya didapatkan nilai MPN coliform pada lontong
balap, pecel, gado gado, siomay, sate ayam, ayam penyet dan sate kambing sebesar >1100
sel/100m. 3 Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) mengenai hygiene sanitasi ada
pedagang makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah dasar menunjukkan bahwa
sebesar 47,8% responden hygiene perorangannya tidak baik, didapatkan 65,2% responden
memiliki sanitasi yang tidak baik dari peralatan yang digunakan oleh pedagang makanan
jajanan tradisional tersebut. Hal ini diperkuat dengan penelitian Puspita (2013) tentang
hygiene sanitasi penjamah makanan dan cemaran bakteri Escherichia colipada makanan
gadogado di sepanjang kota Manado masih terdapat 35,5% penjamah makanan melakukan
praktik hygiene sanitasi kurang baik. Hasil pemeriksaan Escherichia colidari 31 sampel
makanan gado gado terdapat 26 sampel menunjukkan angka kuman Escherichia coli lebidari
0 koloni/gr di sepanjang kota Manado. Pada penelitian lain diperkuat pada pemantuan
kualitas makanan gado gado dan ketoprak di kampus X dengan menunjukkan hasil uji
laboratorium terhadap kuman e. Coli yang ada di makanan tersebut, didapatkan angka cukup
tinggi di beberapa piring lebihdari 100 koloni/ml (Susanna, 2003).
Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti melalui pemeriksaan bakteri coliform pada
makanan gado gado di sekitar Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Kecamatan Ciputat Timur dengan mengambil enam sample secara acak. Hasil pengujian

bakteri yang telah dilakukan pada makanan tersebut adalah Coliform tidak memenuhi
standar yang dipersyaratkan pada 6 sampel makanan gado - gado, hal ini dapat disimpulkan
bahwa makanan tradisional gado gado telah terkontaminasi oleh bakteri coliform dimana
standar yang dipersyaratkan oleh Standar 4 Nasional Indonesia (SNI) No. 7388 tahun 2009
batas maksimum cemaran Mikroba pada pangan adalah 500 koloni/gr kemudian hasil dari
pengujian salah satu sample makanan gado gado didapatkan bakteri coliform sebanyak
76.000.000 koloni/gr di Kelurahan Pisangan, 80.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cirendeu
dan 88.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cempaka Putih. Kemudian peneliti juga melakukan
pengamatan melalui observasi di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Kecamatan Ciputat Timur terdapat banyak penjual makanan di sepanjang jalan tersebut dan
dilalui oleh kendaraan bermotor dengan jarak kurang lebih hanya satu meter dari warung ke
tepi jalan. Khususnya pada pedagang makanan gado gado, penjamah makanan menunjukkan
perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan, misalnya menjajakan makanan dalam
keadaan terbuka sehingga vektor seperti lalat mudah masuk ke wadah makanan. Kemudian
posisi warung pedagang gado gado tersebut tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh
kendaraan bermotor. Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan
makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus
penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan
tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah sakit, sekolah, pangkalan militer, saat
jamuan makanan atau pesta (WHO, 2005).
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan,
terdapat beberapa aspek yang diatur dalam 5 penanganan makanan jajanan yaitu penjamah
makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana
penjaja. Dari beberapa aspek tersebut dapat mempengaruhi kualitas makanan. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V2003 hygiene sanitasi makanan
adalah upaya untuk mengendalikan terhadap faktor makanan, orang, tempat,
perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Banyak
makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan gangguan kesehatan
seperti makanan jajanan yang diolah secara tradisional (Khomsan, 2003).
Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan khususnya
pada makanan tradisional di masyarakat diperkirakan terus meningkat makin terbatasnya
waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan
tradisional murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat (Kompas, 2006). Makanan tradisional pada umumnya memiliki
kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia dan
fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena
rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik hygiene
perorangan dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen dalam menangani makanan
tradisional yang baik dan benar (Nanuwasa, 2007).
6
Adapun faktor faktor utama yang mengakibatkan kontaminasi makanan sehingga
mengakibatkan foodborne illness adalah adanya kesalahan penyiapan makanan beberapa jam
sebelum di makan, di sertai dengan terjadinya kontaminasi silang akibat personal hygiene
yang buruk dalam mengolah makanan dan penyimpanannya dalam suhu yang baik untuk
pertumbuhan bakteri patogen serta pemasakan atau pemanasan yang kurang memadai untuk
mengurangi patogen (WHO, 2005).

Anda mungkin juga menyukai