Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Coliform

1. Pengertian Coliform

Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus

manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya

Escherechia, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Beberapa definisi juga

menambahkan Serratia, Salmonella dan Shigella sebagai kelompok bakteri

Coliform. Bakteri Coliform terutama E. coli menjadi indikasi dari kontaminasi

fekal pada air minum dan makanan. Kehadiran bakteri Coliform dinilai untuk

menentukan keamanan mikrobiologi dari pasokan air dan makanan mentah atau

makanan yang diolah. (Acton, 2013).

2. Ciri-Ciri Coliform

Ciri-ciri bakteri Coliform antara lain termasuk bakteri gram negatif,

berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat areob atau anaerob fakultatif,

bakteri Coliform memproduksi gas dari glukosa (gula lainnya) dan

memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu

350C, bakteri Coliform yang berada di dalam makanan atau minuman

menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik atau

toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Batt, 2014).

5
6

3. Sifat-Sifat Coliform

Bakteri Coliform dibagi menjadi 2 golongan yaitu Coliform fekal yang

berasal dari tinja manusia, dan Coliform non fekal yang bukan berasal dari tinja

manusia. Coliform fekal biasanya ditemukan di saluran usus dari kebanyakan

hewan berdarah panas, dan memiliki karakteristik yang halus guna membantu

membedakan dari jumlah Coliform lainnya. Hampir semua Coliform fekal mampu

memfermentasi pada suhu yang lebih tinggi dari 44,50C-45,50C. Bakteri Coliform

mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan

berbagai jenis karbohidrat dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan

beberapa komponen nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen, mempunyai

interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C, mampu menghasilkan asam dan gas

gula (Knechtges, 2011).

4. Penyakit yang Ditimbulkan

Penyebaran bakteri Coliform dari manusia ke manusia yang lain dapat

terjadi melalui jalur fekal oral yaitu dengan cara manusia memakan makanan atau

minuman yang terkontaminasi feses manusia atau hewan melalui media air,

tangan, ataupun lalat. Infeksi yang penting secara klinis biasanya disebabkan oleh

E. coli, tetapi tidak menutup kemungkinan bakteri Coliform lain seperti

Salmonella sp dan Shigella sp bersifat pathogen apabila termakan. (Batt, 2014).

E. coli dapat menyebabkan infeksi ekstraintestinal maupun

intraintestinal. Infeksi ekstraintestinal yang disebabkan oleh E. coli seperti

kolesistitis, apendisitis, peritonitis, ataupun infeksi pada luka. Sedangkan infeksi

intraintestinal biasanya disebabkan oleh E. coli patogen seperti E. coli


7

enteropatogenik dan E. coli enterotoksigenik yang dapat menyebabkan diare

(Arnia & Efrida, 2013).

Bakteri Coliform lain seperti Klebsiella dan Citrobacter dapat

menyebabkan infeksi yang bersifat oportunistik, atau saat daya tahan tubuh dari

host sedang mengalami penurunan. Klebsiella dapat menyebabkan infeksi

nosokomial dan dapat menyerang saluran nafas serta saluran kemih. Citrobacter

dapat menginfeksi ketika keluar dari saluran cerna dan biasa menginfeksi saluran

cerna (Arnia & Efrida, 2013).

B. Peralatan Makan

1. Peralatan makan

Peralatan makan yang higienis penting untuk mencegah pencemaran dan

menjaga keamanan makanan. Semua peralatan yang kontak dengan makanan

harus halus dan mampu menahan gosokan berulang pada waktu pencucian

(Mualim dkk., 2012). Piring adalah salah satu peralatan makan yang umum

digunakan. Wadah yang berbentuk bulat, pipih dan cekung ini sering digunakan

untuk meletakkan atau menyajikan makanan. Piring yang terlihat bersih belum

tentu menjamin kualitas kebersihan piring tersebut. Proses pencucian,

pengeringan, penyimpanan peralatan makan, dan penanganan peralatan makan

yang tidak saniter dapat menjadikan faktor kontaminasi yang berasal dari

peralatan makan (Suryani, 2014).


8

2. Faktor-faktor kontaminasi pada piring

Piring menjadi salah satu faktor kontaminasi pada makanan. Kontaminasi

adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki. Sumber

kontaminasi dapat berupa bahan kimia dan biologi seperti bakteri yang

terkandung dalam udara, tanah, air, dan perpindahan mikroorganisme ke makanan

melalui suatu media, selain itu sumber kontaminasi juga dapat terjadi melalui

higiene dan sanitasi penjamah yang kurang baik (Kurniadi, 2013).

Faktor kontaminasi pada piring meliputi air, ember, dan spons. Air

adalah materi esensial di dalam kehidupan. Terdapat penyataan bahwa air jernih

belum tentu bersih, hal ini dihubungkan dengan keadaan bahwa air sejak keluar

dari mata air, sumur, ternyata sudah mengandung mikroba, khususnya bakteri atau

mikroalgae. Kualitas air meliputi kualitas fisik, kimia, dan biologis. Ketersediaan

air bersih semakin berkurang seiring dengan perkembangan penduduk. Masalah

utama yang harus dihadapi dalam pengolahan air ialah semakin tingginya tingkat

pencemaran air (Bambang dkk., 2014).

Faktor kontaminasi lainnya adalah ember dan spons. Teknik dan

prosedur pencucian berperan dalam kebersihan peralatan makan. Sebagian warung

makan masih menerapkan sistem pencucian dengan bilasan air menggunakan

ember dan spons pencuci piring yang tetap direndam selama berhari-hari. Spons

pencuci piring yang terus direndam dan sistem pencucian dengan bilasan air serta

merendamnya di dalam ember akan memungkinkan terjadinya akumulasi bakteri

yang masih bertahan hidup pada sekitar ember dan air rendaman di dalam ember,

sehingga berpotensi terjadinya kontaminasi (Nelly & Aya, 2012).


9

3. Persyaratan Peralatan Makan

Peralatan makan yang baik harus memperhatikan cara pencucian,

pengeringan, dan penyimpanan peralatan. Peralatan makan harus selalu dalam

keadaan bersih dan memperhatikan keadaan bahan peralatan makan. Persyaratan

peralatan makan diantaranya peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum

digunakan, peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh

mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan

kesehatan, peralatan tidak rusak, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran

terhadap makanan (Tumelap, 2011). Peraturan di Indonesia dalam bentuk

Permenkes RI No.1096/Menkes/Per/VI/2011 menyatakan bahwa untuk

kebersihan peralatan makan harus tidak ada kuman E. coli dan kuman lainnya.

C. Warung Makan

1. Pengertian Warung Makan

Warung makan merupakan salah satu tempat pengelolaan makanan yang

menetap dengan peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk proses

membuat, menyimpan, menyajikan, dan menjual makanan minuman bagi

masyarakat umum. Keterbatasan waktu untuk mengolah makanan karena

padatnya aktivitas sehari-hari menjadi salah satu alasan masyarakat lebih suka

membeli makanan di warung makan (Isnawati, 2012).

Warung makan merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh

masyarakat umum, dengan demikian memerlukan perhatian khusus di bidang

sanitasi. Lingkungan tempat pengolahan makanan yang tidak terjaga kebersihan

dan kesehatan lingkungannya akan berpengaruh pada kesehatan konsumen.


10

Pengaruh tersebut dapat dilihat dari adanya kejadian atau wabah penyakit perut

yang justru disebabkan oleh kelalaian dari pedagang yang kurang mengerti

masalah kebersihan makanan dan minuman (Cahyaningsih dkk, 2009).

2. Persyaratan Kesehatan Rumah Makan

Menurut Permenkes No.1096/Menkes/Per/VI/2011 BAB II tentang

higiene sanitasi jasaboga menjelaskan bahwa persyaratan kesehatan rumah makan

dan restoran diantaranya persyaratan lokasi dan bangunan, persyaratan fasilitas

sanitasi, peralatan, ketenagaan, makanan, dan pemeriksaan higiene sanitasi.

Persyaratan kesehatan rumah makan makan tersebut dinyatakan lokasi

usaha harus jauh dari sumber pencemaran, bahan makanan dan minuman dalam

kondisi baik (tidak rusak dan tidak busuk), tempat penyimpanan bahan minuman

harus selalu dalam keadaan bersih serta bebas dari serangga, peralatan yang

digunakan harus terjaga kebersihannya, dan penyajian harus dilakukan oleh

pedagang yang berperilaku sehat dan memakai pakaian bersih (Permenkes RI,

2011).

D. Higiene dan Sanitasi Makanan

1. Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene dan sanitasi pada hakikatnya mempunyai pengertian dan tujuan

yang hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima. Higiene makanan adalah

kesehatan dan kebersihan makanan yang menitikberatkan pada kebersihan dan

keutuhan makanan dan dipengaruhi oleh tenaga pengolahan makanan itu sendiri.

Higiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan, dan minuman karena

merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan (Napitupulu, 2012).


11

Sanitasi makanan adalah kebersihan dan kesehatan makanan yang

menitikberatkan pada lingkungan tempat dimana makanan itu diolah yang

meliputi kualitas bahan makanan, teknik pengolahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan, teknik pencucian bahan makanan, dan higienitas perorangan

(Napitupulu, 2012).

2. Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Tujuan higiene dan sanitasi makanan yaitu tersedianya makanan yang

berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen, menurunkan kejadian resiko

penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan, serta terwujudnya

perilaku yang sehat dan benar dalam penanganan makanan (Kampunu, 2014).

Upaya pengawasan terhadap proses proses pengolahan makanan hendaknya lebih

diperhatikan, termasuk didalamnya menyangkut dengan peralatan makan dan

minum yang digunakan untuk penyajian makanan (Suryani, 2014).

Upaya pencegahan penyakit harus dimulai dari menjaga kebersihan diri

sendiri sebelum beraktifitas atau sebelum menyiapkan sampai pengemasan

makanan atau minuman, peralatan yang digunakan juga perlu diperhatikan dan

dijaga kebersihannya, pencegahan terakhir ialah menggunakan bahan makanan

atau sumber air bersih yang dimasak sempurna dan disimpan di tempat yang

bersih sebelum digunakan untuk membuat makanan atau minuman (Selian dkk.,

2013).
12

E. Chromocult Coliform Agar (CCA)

CCA adalah media kultur kromogenik selektif dan differensial untuk

analisis sampel air mikrobiologi. Media ini digunakan untuk mendeteksi adanya

E. coli dan bakteri Coliform. CCA juga dapat digunakan dalam pengujian air

limbah dan air minum yang mengandung bakteri dalam jumlah yang rendah, serta

pengendalian air dengan jumlah bakteri yang tinggi (Lange et al., 2013).

Prinsip dari CCA adalah (1)Media pertumbuhan ini mengandung pepton,

piruvat, sorbitol, dan buffer fosfat untuk mendukung pertumbuhan koloni dengan

cepat, (2)Bakteri gram positif dan beberapa gram negatif lainnya akan dihambat

pertumbuhannya dengan adanya tergitol 7, yang memiliki efek negatif pada

pertumbuhan bakteri Coliform, (3)Bakteri E. coli memiliki enzim -Galactosidase

dan -D-glucoronidase, dimana enzim -Galactosidase dapat memotong substrat

Salmon-GAL menjadi Salmon yaitu senyawa kromogenik dan enzim -d-

Glucoronidase dapat memotong substrat X-Glucoronide menjadi X dan

Glucoronide sehingga menghasilkan warna biru, (4)Jenis Coliform lainnya

(Klebsiella, Enterobacter, dan Citrobacter) hanya memiliki enzim -

Galactosidase dimana enzim tersebut hanya mampu memotong substrat Salmon-

GAL menjadi senyawa kromogenik pada media CCA, sehingga akan

menghasilkan warna koloni merah muda dan atau merah salmon (Lange et al.,

2013).
13

F. Total Coliform

Penentuan banyaknya kuman dalam suatu peralatan dilakukan untuk

mengetahui sampai sejauh mana peralatan itu tercemar oleh kuman. Kualitas

peralatan dapat dinilai dengan mengetahui jumlah kuman pada suatu peralatan.

Peralatan masih dapat dikatakan memenuhi syarat kebersihan apabila kuman yang

terdapat pada peralatan makan masih di bawah standar yang ditentukan oleh suatu

lembaga (Mualim dkk., 2012).

Secara garis besar jumlah kuman dapat dihitung dengan 2 cara, yaitu

secara langsung dan tidak langsung (Mualim dkk., 2012). Perhitungan secara

langsung dapat diketahui pada saat dilakukan perhitungan dan jumlah kuman yang

dihitung adalah seluruh jumlah kuman baik yang masih hidup maupun yang sudah

mati atau disebut juga dengan hitung mikroskopik (direct microscopic count)

dengan menggunakan alat haemocytometer. Perhitungan secara tidak langsung

yaitu untuk mengetahui jumlah kuman yang masih hidup maupun yang sudah

mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja dengan

menggunakan Total Plate Count (TPC) (Emanuel & Lorrence, 2015).

Prinsip dari metode hitung cawan adalah bila sel mikroba yang masih

hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak

dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa

menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara paling sensitif untuk

menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan hanya sel mikroba yang hidup

yang dapat dihitung, beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus, dan dapat

digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba (Anugrahini, 2015).


14

Cara Total Plate Count (TPC) ini mempunyai kelemahan yaitu beberapa

sel kuman yang tumbuh berdekatan hanya terhitung satu sel, padahal

kemungkinan merupakan kumpulan sel atau koloni yang berasal dari beberapa sel.

Standar Plate Count (SPC) diperlukan untuk mengurangi adanya kesalahan dalam

menentukan jumlah kuman. Menurut aturan Standar Plate Count (SPC) petridish

pada masing-masing pengenceran menunjukkan pertumbuhan antara 30-300

koloni (Batt, 2014).

Metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu metode tuang (pour

plate) dan metode permukaan (surface atau spread plate). Metode hitung cawan

dilakukan dengan menggunakan larutan pengencer di dalam tabung dan

dilanjutkan dengan penanaman pada media yang telah ditentukan (Emanuel &

Lorrence, 2015).

Penelitian yang saya lakukan menggunakan metode permukaan. Sampel

diambil dengan cara diusap 25 cm2 permukaan dalam piring. Bidang permukaan

diusap sebanyak 3 kali berturut-turut dengan larutan pengencer 10 ml. Langkah

kedua mencentrifuge sampel pada suhu 40C dengan kecepatan 6000 rpm selama

10 menit. Hasil endapan yang diperoleh dipipet 100 l kemudian diletakkan pada

media agar yang telah ditentukan dan diratakan pada permukaan agar tersebut.

Langkah terakhir yaitu menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Koloni yang

tumbuh dihitung dengan rumus (Fardiaz, 1989 dalam Nasution dkk., 2012) :

Jumlah koloni per permukaan alat = jumlah koloni per 0,1 ml x 10

(mengkonversikan menjadi 1 ml) x 5 (volume larutan pengencer)


15

G. Kerangka Teori

Flora normal usus


manusia dan hewan

Indikator
Kontaminasi Piring Coliform pencemaran air
bersih

1. Teknik pencucian
- Air Total Coliform
- Ember
- Spons
- Serbet
2. Pengeringan
3. Penyimpanan Media CCA
4. Higiene - Merah jambu
- Penjamah - Biru Violet
makanan
- Makanan dan
minuman
5. Sanitasi
- Lingkungan atau
tempat
6. Persyaratan peralatan
makan
- Kebersihan
- Bahan
- Permenkes RI
No.1096/Menkes/
Per/VI/2011

Anda mungkin juga menyukai