Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KEAMANAN PANGAN

FOODBORNE DISEASE

Oleh :
Mutiara Ramadhan NIM. 101311133010

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
Summary Paper
Foodborne Disease di Indonesia : Keracunan Pangan

Foodborne disease atau penyakit bawaan makanan, adalah penyakit yang


penyebaranya melalui makanan. Beberapa agent yang menyebabkan foodborne
disease antara lain ada mikroorganisme, parasit, kimiawi, racun tanaman, racun
ikan, dan lain-lain sehingga menyebabkan gangguan seperti pada saluran
pencernaan makanan, mual, diare, muntah dan lain sebagainya. Kebanyakan
penyakit asal makanan berasal dari lingkungan yaitu melalui kontaminasi feces
manusia dan air lingkungan tercemar seperti typhus disebabkan oleh Salmonella
typhi, desentry yang disebabkan Shigella dysenteridae, dan cholera disebabkan
oleh Vibrio cholerae. Ada juga yang disebabkan oleh Escherichia coli yang
berasal dari susu sapi. Foodborne disease dapat juga disebabkan oleh virus,
namun virus tidak dapat berkembang di makanan, akan tetapi masuk organisme
tersebut konsumsi dan baru berkembang di tubuh manusia. Ada juga Foodborne
Disease yang disebabkan protozoa seperti desentri disebabkan oleh Entamoeba
histolytica.
Di dunia, penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan
kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling membebani sekarang ini.
Penyakit tersebut meminta banyak korban dalam kehidupan manusia dan
menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak,
lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2002). Demikian
pula pada negara berkembang, juga diserang oleh foodborne disease. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang juga menghadapi permasalahan
akibat foodborne disease di masyarakat. Salah satu foodborne disease yang terjadi
di Indonesia adalah dalam bentuk keracunan pangan.
Menurut Kemenkes RI pada 2012, dipaparkan bahwa setiap makanan siap
saji selalu mengalami proses penyediaan, pemilihan bahan mentah, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan sampai penyajian. Dari semua tahapan tersebut
memiliki risiko penyebab terjadinya keracunan pangan apabila tidak dilakukan
pengawasan pangan secara baik dan benar. Pada tahun 2001-2008, menurut data
KLB Keracunan Pangan, didapatkan data bahwa terdapat kenaikan jumlah KLP
Keracunan Pangan yang Terlaporkan. Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan
pangan di Indonesia tahun 2011 terjadi sebanyak 128 kejadian dari 25 propinsi.
Jumlah orang yang terpapar dalam KLB keracunan pangan sebesar 18.144 orang
dengan AR 38,03% (6.901 kasus) dan CFR 0,16% (11 kasus) (BPOM RI, 2011).
Tahun 2012 mengalami penurunan 44% dengan 84 kejadian yang berasal dari 23
propinsi. Jumlah orang terpapar dalam KLB keracunan pangan sebesar 8.590
orang dengan AR 37,66% (3.235 kasus) dan CFR 0,58% (19 kasus) (BPOM RI,
2012). Sedangkan tahun 2013 KLB keracunan pangan di Indonesia mengalami
penurunan 36% dengan 48 kejadianyang berasal dari 34 propinsi. Jumlah orang
terpapar sebesar 6.926 orang dengan AR 24,40% (1.690 kasus) dan CFR 0,71%
(12 kasus) (BPOM RI, 2013).
Penyebab KLB keracunan pangan di Indonesia tahun 2013 berasal dari
masakan rumah tangga sebesar 27,38% (23 kejadian), pangan jasa boga sebesar
16,67% (8 kejadian), pangan olahan sebesar 14,38% (7 kejadian), pangan jajanan
sebesar 16,67% (8 kejadian) dan tidak diketahui sumber penyebabnya sebesar
4,17% (2 kejadian) (BPOM RI, 2013). Acara pernikahan, khitanan, aqiqah,
tahlilan adalah beberapa contoh kegiatan yang umumnya terjadi KLB Keracunan
pangan, hal tersebut bisa terjadi karena pada saat pengolahan hingga penyajian
makanan, penanganan dilakukan oleh rumah tangga itu sendiri dan dibantu
dengan kerabat atau tetangga sekitar, dengan cara pengolahan yang seadanya dan
tidak memperhatikan keamanan pangan dari masakan yang disajikan.
Beberapa contoh faktor risiko penyebab keracunan pangan di rumah
tangga ini adalah karena suhu dan waktu pengolahan yang kurang tepat. Oleh
karena itu penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pengelolaan pangan pada
saat pesta atau hajatan perlu diberikan supaya kejadian serupa tidak terulang
kembali di waktu yang akan datang (BPOM RI, 2012).
Salah satu contoh dari keracunan pangan ini di Indonesia ini adalah
kejadian keracunan pangan di Boyolali pada tahun 2014 lalu. Dilaporkan bahwa
terdapat resepsi pernikahan yang dihadiri oleh 500 orang, dimana ke 500 orang
tersebut mengkonsumsi makanan resepsi. Terdata bahwa terdapat 104 orang yang
mengalami keracunan dengan gejala, dan 4 orang dirawat di rumah sakit.
makanan yang tersaji di resepsi tersebut yang dicurigai terdapat kontaminasi
adalah pada sup dan es buah. Telah diadakan uji laboratorium pada makanan
tersebut, yakni suwiran daging dari sup dan es buah. Pada suwiran daging, di
temukan Enterobacter hafniae dan jamur Rhizopus sp. Sedangkan pada es buah,
ditemukan bakteri Salmonella enteritidis dan bakteri Klebsiella pneumonia. Dari
hasil laboratorium tersebut, disimpulkan bahwa makanan pada resepsi tersebut
telah terkontaminasi, oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi dan pencegahan bagi
masyarakat untuk menghindari terjadinya keracunan makanan di Indonesia.
Beberapa pencegahan atau anjuran dari WHO yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Sebelum mengkonsumsi, memilih makanan yang telah dimasak dengan aman
2. Masak makanan secara sempurna. Memasaknya akan membunuh kuman
patogen, namun harus diingat bahwa semua bagian makanan harus mencapai
suhu paling sedikit 70C
3. Makan segera makanan yang telah dimasak
4. Simpan makanan yang telah dimasak dengan baik. Harus kita pastikan bahwa
makanan berada ditempat yang panas (dekat/diatas 60C), atau kondisi kamar
es (0-7C) dan makanan bayi hendaknya jangan disimpan.
5. Hindari tercampurnya makanan mentah dengan yang telah dimasak.
6. Cuci tangan berulang-ulang. Bila ada infeksi pada tangan, bebat atau tutupi
sebelum menyiapakan makanan. Hati-hati pemelihara anjing, burung, kura-
kura, sering mengandung kuman berbahaya.
7. Usahakan semua permukaan dapur bersih.
8. Lindungi makanan dari insekta, rodentia, dan binatang lain. Binatang sering
membawa mikroorganisme pembawa penyakit.
9. Memakai air murni, air yang bersih.
Apabila anjuran-anjuran tersebut dilaksanakan, yang di dalamnya terdapat
prinsip keamanan pangan, akan mencegah terjadinya keracunan makanan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Altekruse, dkk. 1997. Emerging Foodborne Disease. Emerging Infectious Disease


Vol.3, No.3, July-Sep 1997. Diakses melalui :
https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/3/3/pdfs/97-0304.pdf pada tanggal 6
Desember 2016.
BPOM RI. 2011. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Jakarta: BPOM RI.
Handoyo, Agus. 2014. Naskah Publikasi Studi Kasus Kejadian Luar Biasa
Keracunan Pangan Di Desa Jembungan Kecamatan Banyudono Boyolali.
Surakarta : FIK UMS.
Kemenkes RI. 2012. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman
Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Prastowo, Yudi. Penyakit Asal Makanan (Foodborne Disease) Yang Disebabkan
Mikroorganisme. Diakses melalui :
http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-
populer/148-penyakit-asal-makanan-foodborne-disease-yang-disebabkan-
mikro-organisme Pada tanggal 5 Desember 2016.
WHO. 2002. Penyakit Bawaan Makanan : Suatu Permasalahan Kesehatan dan
Ekonomi Global 1. Diakses melalui :
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/42428/3/9794487074_chapter1_ind.
pdf. Pada tanggal 5 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai