Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat

melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan papan. Makanan

mengandung nilai gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, namun di sisi lain makanan

merupakan media yang baik dalam kontaminasi dan perkembangbiakan bakteri

terutama makanan yang mudah membusuk yaitu makanan yang banyak

mengandung kadar air serta nilai protein yang tinggi (Depkes, 2010).

Hygiene perorangan menjadi salah satu bagian terpenting dalam upaya

penyelenggaraan jasa boga dan merupakan langkah awal dalam upaya kesehatan.

Selain itu hygiene perorangan dianggap sebagai salah satu bagian yang paling

penting dari kehidupan kita sehari-hari di rumah dan di tempat kerja yang

membantu kita untuk melindungi dan menjaga kesehatan diri kita sendiri (Hassan,

2012).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi

Makanan Jajanan, penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan

tentang hygiene sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan agar

masyarakat terlindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi

persyaratan kesehatan supaya tidak membahayakan kesehatannya. Makanan yang

sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan
mutu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kualitas makanan baik secara

bakteriologis, kimiawi maupun fisik harus selalu dipertahankan (Depkes, 2003).

Pemerintah Federal Amerika memperkirakan bahwa ada sekitar 48 juta

kasus per tahun penyakit bawan makanan, setara dengan 1 di antara 6 orang

Amerika, kasus tersebut menyebabkan 128.000 penderita dirawat dan 3.000 orang

meninggal dunia setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri berdasarkan BPOM

insiden terbanyak kasus keracunan disebabkan oleh makanan kasus yang terjadi di

tahun 2014 mencapai lebih dari 500 kasus. Fenomena keracunan makanan

merupakan fenomena gunung es yaitu hanya sedikit kasus yang dilaporkan,

namun pada kenyataannya di lapangan terdapat lebih banyak kasus. Tahun 2011

dilaporkan 18.144 orang terpapar, sedangkan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB)

keracunan pangan yang dilaporkan sebanyak 6.901 orang sakit dan 11 orang

meninggal dunia. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan

dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, paling tidak terdapat

99 kasus yang tidak dilaporkan (BPOM, 2014; FDA, 2015).

Data mengenai penyakit menular yang dikumpulkan dalam Riskesdas

2013 berdasarkan media/cara penularan kejadian diare yang ditularkan melalui

makanan, air dan lainnya didapatkan insiden diare untuk seluruh kelompok umur

di Indonesia sebanyak 3.5 persen. Hal ini menandakan bahwa kasus diare di

Indonesia masih belum dapat ditanggulangi secara maksimal.

Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya

keracunan makanan, yaitu makanan dan minuman yang terkontaminasi bahan

berbahaya dan tidak memenuhi syarat hygiene (Cahyaningsih, dkk., 2009). Gejala

yang paling umum dari keracunan makanan adalah nyeri perut, mual, muntah,
diare, dan terkadang demam. Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan gejala

diare tersebut merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan

pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab

kematian yang ke empat sebanyak 13,2% (Depkes, 2013; Ritter, et al, 2014).

Badan POM RI (2011), Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan

makanan selama tahun 2011 tercatat 128 kejadian/kasus yang berasal dari 25

provinsi. Dilaporkan kasus KLB keracunan pangan sebanyak 6.901 orang sakit.

Pada bulan Juli-September 2015, keracunan akibat makanan salah satunya

disebabkan oleh makanan dari jasaboga, yaitu sebanyak 9 insiden keracunan

dengan jumlah korban 546 orang. Banyak kejadian yang disebabkan oleh penyakit

karena keracunan makanan tetapi hanya sedikit sekali yang mendapatkan

perhatian dari instansi terkait dan lebih sedikit lagi kasus yang diselidiki

(Wahono, 2006).

Berdasarkan laporan Dinas kesehatan Kabupaten Garut telah terjadi kasus

KLB keracunan pangan pada tahun 2017 yaitu 503 orang yang disebabkan

keracunan makanan dan minuman pada korban bencana banjir. Sedangkan pada

tahun 2018 dilaporkan kasus KLB keracunan makanan yang disebabkan oleh

keracunan pangan pada makanan hajatan pernikahan yaitu sebanyak 554 orang.

Upaya menciptakan Indonesia sehat di zaman yang modern ini menjadi

bagian yang penting. Di tengah kesibukan masyarakat yang semakin meningkat

dan banyak tersebar jasa boga seperti warung, restoran, kantin, katering, kafe,

bahkan tenda ataupun lesehan yang menyajikan banyak menu sebagai alternatif

konsumsi sehari-hari. Penjamah makanan sebagai salah satu contributor

terjadinya kontaminasi makanan, memiliki peran penting dalam melindungi


kesehatan masyarakat dari adanya penyakit akibat kontaminasi makanan

(Djarismawati, 2004).

Faktor kebersihan penjamah atau petugas makanan dalam istilah

populernya disebut higiene perorangan merupakan prosedur menjaga kebersihan

dalam pengelolaan makanan yang aman dan sehat untuk mencegah kontaminasi

pada makanan yang ditangani, seperti pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan

diri (Maria, 2011). Masalah sanitasi makanan sangat penting, terutama ditempat-

tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang banyak.

Makanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar oleh penjamah makanan

dapat menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan keracunan akibat bahan

kimia, mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan

alergi (Maria, 2011). Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan

Karakteristik dan Pengetahuan penjamah Makanan Dengan Perilaku

tentang Hygiene Perorangan pada Proses Pengolahan di Katering

Kabupaten Garut”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka pertanyaan masalah (problem question)

dalam penelitian ini yaitu “ Bagaimana hubungan karakteristik dan pengetahuan

penjamah makanan dengan perilaku tentang hygiene perorangan pada proses

pengolahan di katering kabupaten garut”.


1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan karakteristik dan pengetahuan penjamah makanan dengan

perilaku tentang hygiene perorangan pada proses pengolahan di katering

kabupaten garut

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

1 Untuk mengetahui hubungan umur penjamah makanan dengan

perilaku tentang hygiene perorangan pada proses pengolahan di

katering kabupaten garut?

2 Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan penjamah makanan

dengan perilaku tentang hygiene perorangan pada proses pengolahan

di katering kabupaten garut?

3 Untuk mengetahui hubungan lama bekerja penjamah makanan

dengan perilaku tentang hygiene perorangan pada proses pengolahan

di katering kabupaten garut?

4 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penjaman makanan dengan

perilaku tentang hygiene perorangan pada proses pengolahan di

katering kabupaten garut.


1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

terhadap Dinas Kesehatan dalam rangka pencehagan dan pengendalian

penyakit yang ditularkan melalui makanan dan keracunan makanan.

1.4.2Teoritis
Diharapkan kajian hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi

perkembangan keilmuan Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam

pengendalian penyakit yang ditularkan melalui makanan.

Anda mungkin juga menyukai