Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di

dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang

terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di seluruh dunia

terdapat 780 juta orang tidak memiliki sanitasi yang baik. Diare akibat infeksi

tersebar luas di seluruh negara berkembang. Sebagian besar orang meninggal akibat

diare karena dehidrasi berat dan kehilangan cairan (WHO, 2016).

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan

penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Penyakit diare

merupakan penyebab kematian kedua pada anak dibawah lima tahun dengan jumlah

525.000 (0.030%) anak setiap tahun. Secara global, ada hampir 1,7 miliyar kasus

penyakit diare anak-anak setiap tahun. Kejadian diare dapat berlangsung dalam

beberapa hari dan dapat menimbulkan dehidrasi. Penyebab utama kematian akibat

diare adalah dehidrasi dan penyebab lainnya adalah infeksi bakteri septik. Anak

kekurangan gizi atau memiliki gangguan kekebalan serta orang yang mengidap HIV

paling beresiko mengalami diare yang mengancam jiwa (Organization,2017), pada

tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk

dan angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kajian Morbiditas

Diare 2016). Menurut Riskesdas 2017, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum

wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan

insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan

period prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara)


berdasarkan gejala sebesar 7%. (Kemenkes RI, 2015)

Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2015

didapatkan kasus diare sebanyak 173.710 kasus, Kabupaten Tulang Bawang Barat

terdapat 5.665 kasus diare (BPS Provinsi Lampung, 2016) . Secara nasional angka

kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,14%. Sedangkan target

CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional, CFR

KLB diare tidak mencapai target program (Kemenkes RI, 2015).

Penyakit diare pada anak dapat menimbulkan dampak yang negatif yaitu

menghambat proses tumbuh kembang anak sehingga dapat menurunkan kualitas

hidup anak (Astuti, dkk., 2016). Keadaan abnormal BAB dengan frekuensi tiga kali

atau lebih dengan konsistensi cair, lembek dengan atau tanpa adanya darah lender

dalam feses disebut diare (Rompas, dll., 2015).

Penyakit diare sering menyerang anak salah satu faktor risiko yang sering diteliti

adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi lingkungan,

jamban, dan kondisi rumah. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum

yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk

dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri e.coli dalam air bersih

yang dikonsumsi masyarakat. Kontaminasi bakteri e.coli terjadi pada air tanah yang

banyak disedot penduduk, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun

tercemar bakteri ini sehingga mengakibatkan masalah kesehatan (Laila, 2012).


Perilaku merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam

menentukan derajat kesehatan. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah

perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan

sehat di rumah tangga. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga

adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan

mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam

gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai

rumah tangga ber-PHBS (Proverawati & Rahmawati, 2016).

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan perilaku kesehatan yang

dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri

di bidang kesehatan, dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di

masyarakat, akibat faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar bakteri. penyebab

diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula maka

penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2015).

Dalam Riskesdas 2015 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai

dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2015, yaitu

mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi

sayur dan buah, aktivitas fisik, merokok dalam rumah, persalinan oleh tenaga

kesehatan, memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah

tangga (sumber air bersih dan memberantas jentik nyamuk)


Secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik sebesar 38,7%.

Terdapat lima provinsi dengan pencapaian PHBS di atas angka nasional yaitu DI

Yogyakarta (58,2%), Bali (51,7%), Kalimantan Timur (49,8%), Jawa Tengah (47%),

dan Sulawesi Utara (46,9%). Sedangkan provinsi dengan pencapaian PHBS rendah

berturut-turut adalah Papua (24,4%),Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo

(27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat (28,2% (Riskesdas, 2015).

Penelitian Hera Hijriani, dkk (2020), tentang pengetahuan perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) pada anak dengan diare di Rumah Sakit Umum Kelas B

Kabupaten Subang, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare.

Penelitian lain juga dilakukan Elizabeth Maria Mas, Atti Yudiernawati, Neni

Maemunah (2017) tentang Hubungan PHBS dengan Kejadian Diare Pada Anak

Balita menyimpulkan terdapat hubungan PHBS dengan kejadian diare pada anak

balita .

Hasil survey pendahuluan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap

Mampu Poned Dayamurni didapatkan sebanyak 20 anak menderita diare

perbulannya. Hal ini disebabkan karena perilaku mencuci tangan sebelum dan

sesudah makan yang kurang bai, jajan sembarangan, serta sanitasi lingkungan yang

masih kurang baik. Di wilayah kerja puskesmas ini masih ditemukan banyak

ditemukan warung yang tidak sehat seperti menjual makanan yang sudah di goreng

menggunakan minyak berulang, warung yang dekat dengan pembuangan sampah,

serta pengolahan makanan yang di masak tidak benar, Sumber air bersih

masyarakatnya masih banyak yang menggunakan sumur terbuka. Cakupan PHBS di

Desa Dayamurni hanya mencapai 47%. Kendala tercapainya PHBS karena kebiasaan
masyarakat yang sulit dirubah akibat masih belum memiliki pengetahuan pentingnya

PHBS, khususnya dapat mencegah penyakit yang berhubungan dengan perilaku.

Indikator PHBS yang paling banyak bermasalah adalah cuci tangan, konsumsi sayur

dan buah serta penggunaan jamban.

Hasil wawancara yang dilakukan di Desa Dayamurni pada dua ibu yang

anaknya mengalami diare didapatkan bahwa kedua anak tersebut sering jajan di luar

dan mengkonsumsi makanan tanpa mencuci tangan. Kedua ibu ini menyatakan bahwa

keluarga mereka menggunakan air sumur untuk memasak, tidak tau mengolah sayur

yang benar sebelum dimasak, tidak mengerti cara cuci tangan enam langkah yang

benar dan juga jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Berdasarkan latar belakang

diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan PHBS

dengan kejadian diare pada Anak di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mampu PONED

Dayamurni Tulang Bawang Barat 2021 .

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang di penyakit diare merupakan masalah yang cukup penting

karena angka kesakitannya yang tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan masih

tingginya angka kejadian tersebut adalah sebagian masyarakat di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Mampu PONED Dayamurni masih belum menerapkan PHBS dengan

baik, oleh karena itu dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah apakah ada

hubungan Indikator PHBS dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Mampu PONED Dayamurni Tulang Bawang Barat 2021.


1.3 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada anak di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Mampu PONED Dayamurni Tulang Bawang Barat 2021 .

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan PHBS dengan kejadian

diare pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mampu PONED Dayamurni

Tulang Bawang Barat 2021 .

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan sebagai bahan masukan dalam melakukan penyuluhan

dan sosialisasi upaya pencegahan kejadian diare serta menurunkan angka

kejadian diare yang termasuk salah satu penyakit berbasis lingkungan.

2. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai

pentingnya pencegahan diare terhadap lingkungan sekitar dengan menerapkan

perilaku hidup bersih dan sehat dalam mengatasi kejadian diare di Rumah

Tangga.

Anda mungkin juga menyukai