Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar manusia sebagai suatu yang sangat berharga serta merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang diperlukan untuk menggerakkan roda Pembangunan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2005). Penyakit diare masih menjadi salah satu maslah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak diberbagai Negara termasuk Indonesia, diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan 3.2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh Diare. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak beruasia kurang dari dua tahun (Widoyono, 2011). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu maslah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare pada pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita. Sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar

antara 40 jta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita (Soebagyo, 2008). Kasus diare sering berhubungan dengan pola makan dan lingkungan. Sering kali kasus diare akut ini menyebabkan terjadinya wabah sehingga perlu penanganan sedini mungkin (Zein, 2004). Diare juga dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain keadaan lingkungan, pelayanan masyarakat, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan social ekonomi. Penyakit diare dapat ditanggulangi dengan penanganan yang tepat sehingga tidak sampai menimbulkan kematian terutama pad balita (Widoyono, 2011) . Penyebab diare pada balita tidak dapat dilepaskan dari kebiasaan hidup sehat dari setiap keluarga. Factor tersebut meliputi pemberian ASI, makanan pendamping, pemnggunaan air bersih yang cukup, kebiasaan mencuci tangan, menggunakan jamban dan membuang air tinja bayi dengan benar. Semua itu memberikan kontribusi yang besar terhadap kesehatan lingkungan keluarga (Depkes RI, 2000). Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret, tinja encer, dapat bercampur darah dan lender kadang disertai muntah-muntah, sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja (jamban), apabila kedua factor tersebut tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan, maka dapat menimbulkan kejadian diare (Oswari, 2008). Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar

kesehatanmasyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannyadengan lingkungan, yang terikat bermacam-macam ekosistem. Ruanglingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup sumber air,kebersihan jamban, pembuangan sampah, kondisi rumah, pengelolaan

air limbah. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi kondisiluar manusia atau hewan yang menyebabkan penularan penyakit (Timmreck,2004). Kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan terjadinya berbagai jenis gannguan. Beberapa jenis gangguan penyakit yang mungkin timbul berkaitan dengan penyediaan air bersih jamban keluarga, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah adalah penyakit seperti diare, infeksi kulit, pharingitis, demam berdarah serta beberapa penyakit lainnya (Notoadmojo, 2002). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti mendapatkan bahwa masyarakat di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru sebagian besar hasil pengamatan, masyarakat masih sangat sulit atau terbatasnya mendapatkan sumber air bersih, masyarakat yantg berada di Kecamatan Rumbai pesisir menggunakan air sumur gali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, selain itu peneliti juga menemukan konstruksi sumur gali tidak memenihi nsyarat kesehatan sebagaimana ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU). Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru kejadian diare pada tahun 2011, peneliti mendapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1.1 Laporan Penyakit Diare Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Periode Januari-Desember 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Puskesmas Langsat Melur Senapelan Rumbai Pesisir Umban Sari Pekanbar Kota Lima Puluh Sail Simpang Tiga Harapan Raya Rejosari Payung Sekaki Sidomulyo Garuda Karyawanita Tenayan Raya Simapang Baru Muara Fajar RI. Sidomulyo Jumlah Cakupan Bayi 1-5 3.421 3.706 5.328 6.144 5.919 4.047 5.482 3.004 5.227 11.780 11.304 10.012 9.790 12.197 2.891 2.481 2.377 1.045 1.818 5131 Penderita Diare 1-5 Tahun Penderita Meninggal 27 0 225 0 197 0 389 0 289 0 101 0 122 0 211 0 75 0 128 0 95 0 377 0 155 0 65 0 350 0 101 0 155 0 83 0 92 0 0

Berdasarkan Data yang didapa dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, dari 19 Pukesmas yang ada diwilayah Pekanbaru, untuk kasus tertinggi yang terkena diare adalah pada Puskesmas Rumbai Pesisir Sebanyak 389 orang, Selain itu peneliti juga melakukan survey langsung untuk mengetahui kelurahan yang banyak mengalami kejadian diare pada kecamatan Rumbai Pesisir pada bulan JanuariApril Tahun 2012, hasil yang didapat peneliti dijelaskan pada table dibawah ini:

Tabel 1.2

Laporan Data Puskesmas Rumbai Pesisir Periode Januari-April Tahun 2012 Nama Kelurahan dan Jenis Kelamin Limbungan Meranti Pandak Lembah Sari Lembah Damai Okura L P L P L P L P L P 4 7 16 12 2 0 5 1 2 4 7 8 3 11 3 1 8 2 3 2 6 1 6 1 2 1 4 2 3 2 3 0 6 8 2 1 3 2 0 1 36 63 12 17 17 Januari Februari Maret April Total

Berdasarkan table diatas diketahui bahwa Kelurahan Meranti yang mempunyai angka tertinggi untuk kejadia diare yang berjumlah 63 orang (2,45%) dari jumlah kepala keluarga 2.574. melihat keadaan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Tangga dengan Kejadian Diare di wilayah Kerja Puskesamah Rumabai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012

B. Rumusan Masalah Menurut WHO diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di

seluruh dunia, berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas rumbai Pesisr merupakan kasus tertinggi yang terkena diare adalah di puskesmas rumbai pesisir sebanyak 389 balita khususnya di Kelurahan Meranti Pandak jumlah kejadian diare berjumlah 63 orang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah yaitu apakah ada hubungan faktor lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan faktor lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Untuk Mengetahui sumber air bersih dalam lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012. b. Untuk Mengetahui kebersihan jamban dalam lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012. c. Untuk Mengetahui pembuangan sampah dalam lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012, d. Untuk Mengetahui pengelolaan limbah dalam lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan masukan bagi pimpinan puskesmas dan pemegang program kesling tentang hubungan faktor lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian dapat dijadikan masukan, referensi dan bahan bacaan bagi mahasiswa STiKes Maharatu khususnya tentang factor lingkungan rumah tangga dengan kejadian Diare. 3. Bagi Peneliti Dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan metode penelitian dan mengetahui apa faktor lingkungan rumah tangga yang mempengaruhi kejadian diare 4. Bagi Keluarga Dapat menimbulkan kesadaran pada keluarga akan pentingnya menjaga lingkungan rumah tangga dan upaya pencegahan penyakit diare, serta kecepatan dan ketetapan dalam memberikan pertolongan baik.

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Diare a. Pengertian Diare Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus. Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Hipocrates mendefinisikan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak

normal. Menurur WHO (2005), penyakit diare gejala yang umum, di mana penderita diare buang air besar air besar (defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer, berat tinjanya lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya berlendir, berdarah. Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) secara Operasional diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari ( Azis, 2006 ). Diare dapat juga di defenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja atau tinja cair di keluarkan 3 kali atau lebih perhari (jitowiyono, dkk. 2010 ). b. Jenis-Jenis Diare 1) Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari)

9 2) Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anokreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa. 3) Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolism 4) Diare dengan maslah lain Anak yang menderita diare (diare akut persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti : demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tata laksana diare juga tergantung pada penyakit yang menyertainya. Kejadian diare di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70%-80% menyerang anak di bawah usia lima tahun (balita). Golongan umur ini mengalami dua sampai tiga episode diare pertahun. Diperkirakan kematian anak akibat diare sekitar 200-250 ribu setiap tahun (widoyono, 2008). Penyebab diare terutama diare yang disertai lender atau darah (disentri) di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, dan Escherichiaa coli. Disentri berat disebabkan oleh Shigella Flexneri, salmonella dan

Enterroinvasive (Depkes RI, 2000). Beberapa faktor epidemiologis di pandang penting untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman yang terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam megidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk diare infeksi (Kolopaking, 2002).

10 c. Faktor-Faktor Penyebab Diare Menurut (Widoyono, 2008), diare dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain : 1) Faktor Infeksi, Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare yang disebabkan sebagai berikut : a) Infeksi bakteri : Vibrio ibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp., Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya b) Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus. c) Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,

Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto. 2) Faktor Malabsorsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap

lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. 3) Faktor Makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

11 4) Faktor Lingkungan Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemard (Depkes RI, 2004) 5) Faktor Perilaku Menurut (Dekes RI, 2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut: a) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. b) Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri pathogen, karena botol susu susah dibersihkan. c) Menyimpan makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam bakteri pathogen akan berkembang biak. d) Menggunkan air minum yang tercemar e) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan dan menyuapi anak. f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

12 6) Faktor Psikologi Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besar. d. Gejala Diare Gejala atau menceret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lender dalam kotoran, rasa mual dan muntahmuntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bias secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah ,tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan, dapat pula mengalami sakit perut pada anak-anak dan orang dewasa, serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasite kadang-kadangmenyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Green, 2009). Diare biasanya menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel dan menjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringgan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan) dan dehidrasi berat bias berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok (Widjaja, 2002). e. Cara penularan kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Menurut ratnawati (2009) beberapa berilaku dapat

13 menyebabkan penyebaran kuman enteric dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain : 1) Menggunakan botol susu, pengguna botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karna botol susah di bersihkan. 2) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, maka akan tercemar dan kuman akan berkembang biak. 3) Mengunakan air minum yang tercemar/kotor. Air mungkin sudah tercemar pada sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpan tidak tertutup rapat atau pada saat mengambila air tangan sudah terkontaminasi. 4) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau tidak mencuci tangan sebelum makan atau menyuapi anak. 5) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar, ibu sering berangapan bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesunguhnya mengandung virus atau bakteri. f. Pencegahan Penularan Diare Diare umumnya ditularkan melalui empat F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan makanan dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan individu, mencuci tanggan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat (Andrianto, 2003).

14 Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung. Anak harus segera di bawa ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi pada anak. Menurut Adrianto (2003) beberapa penanganan sederhana yang harus diketahuai oleh masyarakat tentang pencegahan diare adalaha sebagai berikut : 1) Pemberian air Susu 2) Perbaikan cara penyapihan 3) Penggunaan banyak air bersih 4) Cuci tangan 5) Penggunaan jamban 6) Pembuangan tinja anak kecil pada tempat yang tepat 7) Imunisasi terhadap morbili g. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Diare Menurut Ratnawati (2009) beberapa faktor-faktor yang dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare adalah sebagai berikut: 1) Tidak memberikan ASI sampai dua tahun. ASI mengandung antibody yang dapat melindungi bayi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti, shigella dan v, cholera

15 2) Kurang gizi . beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk. 3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anakanak yang sedang menderita campak dalam empat minggu terahir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. 4) Imuno defisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency Syndrome). Pada anak immunossupresi berat, diare dapat terjadi karna kuman yang tidak pathogen dan mungkin juga berlangsung lama. 5) Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%).

2. Lingkungan a. Pengertian Lingkungan Kesehatan lingkungan mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyedia air bersih, pembungan sampah, pembungan air limbah, sanitasi tempat-tempat umum, dan sebagainya (Mubarak dan Cahyatin, 2009). Lingkungan adalah sebagai tempat pemukiman dengan segala sesuatunya di mana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung dan tidak langsung diduga ikut memengaruhi tingkat

16 kehidupan maupun kesehatan dari organisme tersebut (Efendi dan Makhfudli, 2009) Menurut WHO (2005), lingkungan merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dengan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut (Efendi dan Makhfudli, 2009) terdapat lima indikator antara 16 indikator merupakan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan, yaitu : 1) Menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. 2) Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan. 3) Membuang sampah pada tempat yang disediakan. 4) Membuang air limbah pada saluran yang memenuhi syarat. 5) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar. b. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Menurut WHO, terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu sebagai berikut : 1) Penyediaan Air Minum 2) Pengelolaan air buangan (limbah) dan pengendalian pencemaran. 3) Pembungan sampah padat 4) Pengendalian vektor 5) Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia. 6) Hygiene makana, termasuk hygiene susu. 7) Pengendalian pencemaran udara. 8) Pengendalian radiasi 9) Kesehatan kerja

17 10) Pengendalian kebisingan 11) Perumahan dan pemukiman 12) Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara 13) Perencanaan daerah dan perkotaan 14) Pencegahan kecelakaan 15) Rekreasi umum dan pariwisata 16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi (wabah), bencana alam dan perpindahan penduduk 17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. Menurut pasal 22 ayat (3) Undang-uandang Nomor 23 Tahun 1992, terdapat delapan ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu : 1) Penyehatan air dan udara, 2) Pengamatan limbah padat atau sampah, 3) pengamanan limbah cair, 4) Pengamanan limbah gas, 5) Pengamanan kebisingan, 6) pengamanan radiasi, 7) Pengamanan vector penyakit, 8) Penyehatan dan pengamanan lainnya seperti pada situasi pascabencana. Menurut Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, sasaran kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut : 1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenisnya. 2) Lingkungan pemukiman: rumah tinggal, asrama, dan pemukiman yang sejenis. 3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industry, dan kawasan sejenisnya 4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut, dan udara yang digunakan untuk umum.

18 5) Lingkungan lain yang bersifat khusus : lingkungan yang berada dalam keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar-besaran, reactor atau tempat yang bersifat khusus. c. Masalah-Masalah Kesehatan Lingkungan 1) Sumber Air Bersih Air merupakan zat penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup dari 4-5 hari saja tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat. Penyediaan sumber air bersih harus memenuhi kebutuhan masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan individu per hari berkisar 150-200 liter atau 34-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan, iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. a) Persyaratan air Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut: (1) Syaraf Fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna, tidak berasa tidak berbau suhu di bawah suhu udara luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar. (2)Syarat Bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dan segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah

19 air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan

memeriksa sampel (contoh) air tersebut, dan bila dan pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri Ecoli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. (3)Syarat Kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat kimia yang terdapat dalam air yang ideal antara lain sebagai berikut: Tabel 2.1 Bahan-bahan atau Zat Kimia yang Terdapat dalam Air yang Ideal Jenis Bahan Flour (F) Chlor (CI) Arsen (As) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Zat organik Ph (keasaman) CO2 b) Sumber-sumber air Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini, sebagai berikut: (1) Air Hujan Kadar yang Dibenarkan (mg/liter) 1-1,5 250 0,05 1,0 0,3 10 6,5-9,0 0

20 Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium didalamnya. (2) Air Sungai dan Danau Menurut asalnya sebagian dan air sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau ini. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran maka bila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu. (3) Mata Air Air yang keluar dari mata air ini berasal dan air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum. (4) Air Sumur Dangkal Air ini keluar dari dalam tanah maka juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan air didalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dan permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum. (5) Air Sumur Dalam

21 Air ini berasal dari lapisan air kedua didalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya diatas 15 meter. Oleh karena itu sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan) (Isakandar, 2008). c) Batasan Sumber air bersih dan aman Sedangkan menurut (Chandra, 2007) Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain: (1) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. (2) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. (3) Tidak berasa dan berbau. (4) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestic dan rumah tangga. (5) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI. d) Pengolahan air Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut: (1) Pengolahan Secara Alamiah Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan (storage) dan air yang diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti air danau, air kali, air sumur dan sebagainya. Didalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam ditempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam air dan akhimya terbentuk endapan. Air

22 akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap. (2) Pengolahan Air dengan Menyaring Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Lebih lanjut akan diuraikan kemudian. Penyaringan pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum. (3) Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia Zat kimiayang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat

pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air, misalnya chlor). (4) Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya C02 dan juga menaikkan derajat keasaman air. (5) Pengolahan Air dengan Memanaskan sampai Mendidih Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.

2) Kebersihan Jamban Jamban keluarga adalah suatu yang dikenal dengan WC dimana digunakan untuk membuang kotoran manusia atau tinja dan urine bila

23 mana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pencernaan separti Diare dan Cholera. Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak

menimbulkan bau yang tidak sedap.Selain itu, konstruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban adalah sebagai berikut: a) Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber air minum, dan permukaan tanah yang ada di sekitar jamban. b) Menghindarkan berkembangnya/tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah. c) Tidak memungkinkan berkembangbiaknya lalat dan serangga lain. d) Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang tidak menyedapkan. e) Mengusahakan konstruksi yang sederhana, kuat dan murah. f) Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat setempat. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu menggunakan jamban dengan syarat sebagai berikut (Efendi dan Makhfudli, 2009) : a) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi b) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur. c) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.

24 d) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat atau hewan lain. e) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau bila memang benarbenar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin. f) Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidap dipandang. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal. Dalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada: a) Keadaan daerah datar atau lereng; b) Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam; c) Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur. Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya peresapan tanah. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-rata 10 meter. Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan: a) Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dan letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dan letak sumur. b) Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar Iokasi yang sering digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggi dari permukaan air yang tertinggi pada waktu banjir.

25 c) Mudah dan tidaknya memperoleh air (Rustam Efendi, 2002). Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain sebagai berikut: a) Jamban Cemplung, Kakus (Pit Latrine) Jamban cemplung ini sering kita jumpai didaerah pedesaan di jawa. Tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bisa dihindari. Disamping itu karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh oleh air. Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter. b) Jamban Cemplung Berventilasi ( Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP Latrine) Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu. c) Jamban Empang (Fishpond Latrine) Jamban ini dibangun diatas empang ikan. Didalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang

26 mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga dapat menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan). d) Jamban pupuk (The Compost Privy) Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut : (1) Mula-mula membuat jamban cemplung biasa. (2) Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan. (3) Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran binatang (kalau ada) tiaptiap hari. (4) Setelah kira-kira 20 inci, ditutup lagi dengan daun-daun sampah, selanjutnya ditaruh kotoran lagi. (5) Demikian seterusnya sampai penuh. (6) Setelah penuh ditimbun tanah dan membuat jamban baru. (7) Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakan pupuk tanaman. e) Septik Tank Septik tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septik tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni:

27 (1) Proses Kimiawi Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %) zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk Iapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dan cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya. (2) Proses Biologis Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sehingga memungkinkan septik tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan (Dedi, 2006).

3) Pengelolaan Sampah a) Pengertian Sampah Sampah/Wates diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunkan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari

28 kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya (Mubarak dan Cahyatin, 2009). b) Teknik pengelolaan sampah Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan factorfaktor atau unsure sebagai berikut : (1) Penimbunan sampah: faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk yang kepadatannya, tingkat aktivitas, pola kehidupan atau tingkat social ekonomi, letak geografis, iklim, musim dan kemajuan teknologi. (2) Penyimpanan sampah : nilai-nilai kesehatan masyarakat dan estetik; penanganan di tempat pemukiman (penanganan di tempat pemukiman dan pelayanan di tempat komersial); penyimpanan setempak (letak container, jenis/macam yang digunakan, nilai-nilai kesehatan, pengumpulan yang dijalankan, dan pengolahan setempat; pengumpulan sampah yang terdiri atas jenis

pengumpulan sampah; jenis sistem pengumpulan sampah; dan peralatan yang digunakan (3) Pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan kembali : Pertama, penyimpanan sementara yang perlu diperhatikan kontruksi harus kuatdan tidak mudah bocor, memiliki tutup, mudah dibuka tanpa mengotori tangan, serta ukuran(mudah diangkut). Kedua untuk membangun suatu depo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain dibangun diatas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah, memilii dua pintu, dan memiliki dua ventilasi. Ada kran air yang

29 membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal/sarang lalat dan tikus, serta mudah dijangka oleh masyarakat. Ketiga pengumpulan sampah padat dilakukan dengan dua metode yaitu (a) sistem duet (tempat sampah kering dan basah); (b) sitem trio (tempat sampah basah, kering, dan tidak mudah terbakar) (4) Pengakutan : Cara pengangkutan di daerah perkotaan dan pedesaan berbeda. Di kota umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh pertisipasi masyarakat. Sedangkan di pedesaan umumnya dapat dikelola sendiri oleh masing-masing anggota keluarga

(5) Pemusnahan Tahap pengelolaan dan pemusnahan, hal ini dapat dilakukan dengan dua metode. (a) Metode yang memuaskan Sabitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. Cara ini memerlukan persyaratan harus tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, dan tersedia alat-alat besar. Incineration (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar dalam di dalam tungku pembakaran khusus. Manfaat sistem ini volume sampah dapat diperkecil sampai 1/3, tidak memerlukan ruang yang luas, panas yang dihasilkan dapat

30 digunakan sebagai sumber uap, dan pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jam kerja. Composting (dijadikan pupuk); mengelola sampah menjadi pupuk kompos ; khususnya untuk sampah organik (daun-daun, sisa makanan, dan sampah lain yang mudah membusuk). (b) Metode yang tidak memuaskan Open dumping, yaitu pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organic yang membusuk dapat menimbulkan gangguan pembauan dan estetika serta menjadi sumber penularan penyakit/. Dumping in water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat mengganggu rusaknya ekosistem air, air akan menjadi kotor, warna berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air. Burning on premises/individual inceneration,yaitu pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga.

4) Pengelolaan Limbah Pengolahan air limbah adalah sisa air yang di buang yang berasal dari rumah tangga, industry dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,

31 media berkembang-biaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandagan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainya, mengurangi produktifitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003). Usaha pencegahan atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari air permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak di hinggapi seranga tikus dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit dan vektor , tidak terbuka dan terkena udara luar sehingga baunya tidak menggangu (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 air limbah adalah air sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair, air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industry (industrial). Air limbah rumah tangga terdiri atas tiga factor penting. a) Tinja (fases), berpotensi mengandung mikroba pathogen. b) Air seni (urine), umumnya mengandung nitrogen, posfor, dan sedikit mikroorganisme. c) Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi. Berikut adalah dampak jika air limbah tidak dikelola dengan baik a) Gangguan kesehatan b) Penurunan kualitas lingkungan c) Gangguan terhadap keindahan d) Gangguan terhadap kerusakan benda

32

3. Rumah Tangga Menurut (Efendi dan Makhfudli, 2009) Terdapat beberapa indicator lingkungan yang harus dipenuhi sebuah rumah tangga agar dapat disebut sebagai rumah tangga sehat, yaitu ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni, dan lantai rmah tidak terbuat dari tanah. Selain itu juga terdapat indicator lain yang terkait dengan factor perilaku dan keterjangkauan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan. Keadaan kondisi rumah merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Menurut (Notoatmodjo, 2003), syaratsyarat ruamah, fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat adalah sebagai berikut: a) Ventilasi Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri pathogen. Luas ventilasi kurang lebih 15-20% dari luas lantai rumah. b) Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Peneragan yang cukup baik siang maupun malam adalah 100-200 lux. c) Luas bangunan rumah Luas bangunan yang optimal adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah

33 satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lainya.

d) Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyedian air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang dan kandang ternak.

B. Penelitian Terkait Penelitian terkait di lakukan oleh Bhakti Rochman Tri Bintaro pada tahun 2010 dengan mengunakan desain penelitian kuantitatif dengan judul Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare pada balita dikecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar yang menunjukkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara factor sanitasi lingkungan yang meliputi sumber air (p=0,009), jenis jamban (p=0,029), kebersihan jamban (p=0,002), dan pembuangan sampah (p=0,005), dan pengelolaan air limbah (p=0,026) dengan kejadian diare pada balita.

C. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antar konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan di lakukan.

34

Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Lingkungan Rumah Tangga : 1. Sumber air bersih 2. Kebersihan jamban 3. Pembuagan sampah 4. Pengolahan limbah

Kejadian Diare

Gambar 1. Kerangka Konsep Pada Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Tangga dengan Kejadian Diare.

D. Hipotesa penelitian Hipotesa merupakan sebagai jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan masalah yang telah di paparkan maka hipotesa dalam penelitian ini adalah: Ho : Tidak ada hubungan faktor lingkungan rumah tangga dengan Kejadian Diare di wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012.

35 Ho : Ada hubungan faktor lingkungan rumah tangga dengan Kejadian Diare di wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan survey lapangan (observasional) dengan tujuan mengetahui hubungan factor lingkungan rumnah tangga denga kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012. Sedangkan penelitian yang digunakan adalah metode case control yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (factor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok control berdasarkan status paparannya. (Notoadmojo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rumbai Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012. Pilihan lokasi ini didasarkan pada masih banyaknya terdapat kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak Kota Pekanbaru Tahun 2012 khususnya pada Bulan Januari-April.

36 2. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan pada bulan Mei-Juni 2012.

C. Populasi dan Sampel 1. populasi Menurut Notoatmodjo (2006), populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah semua keluarga yang mempunyai balita terkena diare pada bulan Januari-April yang ada diwilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Kelurahan Meranti Pandak sebanyak 63 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo,2002). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi, yaitu berjumlah 63 orang. Menurut Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik semua populasi diambil sebagai sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 63 orang. 3 3

D. Etika Penelitian Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan peneliti harus memegang teguh sikap ilmiah (Scientific Attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki resiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun

37 peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosio etika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004). Setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari STiKes Maharatu dan mengajukan permohonan izin kepada kepala puskesmas Rumbai pesisir untuk mendapatkan persetujuan melakukan penelitian, kemudian peneliti memberikan kuesioner kepada subyek penelitian dengan menerapkan empat prinsip utama etika penelitian yang kemukakan oleh Polit & Beck (2004) yaitu: 1. Menghormati harkat dan martabat manusian (respect for human

dignity) peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpatisipati dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati manusia, aalah: peneliti mempersiapakan formulir persetujuan subyek (informend consent) yang terdiri dari: a. Penjelasan manfaat penelitian b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidak nyamanan yang dapat ditimbulkan. c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan. d. Persetujuan peneliti dapat menjawab stiap pertanyaan yang diajukan ubyek berkaitan dengan prosedur penelitian. e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan aja. f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)

38 Peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek, peneliti menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.

3.

Keadilan dan inklusivikasi (respect for justice and inclusiveness)

Penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, professional, berprikemanusiaan, dan memperhatikan factor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religious subyek peneliti. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits). Peneliti melaksanakan peneliti sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi

(bebeficence). Peneliti meminimalasasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence).

E. Alat Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner berbentuk angket yang diisi langsung oleh responden dan hasil pengamatan langsung dari peneliti. 2. Data Sekunder

39 Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan yaitu buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diambil dan data-data yang diambil dari Puskesmas Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

F. Prosedur Pengumpulan Data Mekanisme pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti mulai dari persiapan sampai dengan pengumpulan data 1. Setelah proposal di uji dan disetujui maka peneliti akan meminta izin

kepada kepala puskesmas untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya dengan membawa surat pengantar dari STiKes Maharatu. 2. Peneliti mengadakan pertemuan dengan petugas penanggung jawab

program kesling untuk menjelaskan tujuan mengumpulkan data serta rencana cara mengumpulkan responden dan pengisian kuesioner. 3. Peneliti menemui Ketua RW untuk menjelaskan tentang rencana

penelitian dan bagaimana cara mengumpulkan data serta menjelaskan tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan. 4. Calon responden diberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat

penelitian, jika responden bersedia menjadi sampel maka deberikan informend concent untuk ditanda tangani 5. Responden diminta mengisi kuesioner yang telah disiapkan, jika ada

yang tidak difahami peneliti akan memberikan penjelasan.

G. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian a. Variabel Independen

40 Menurut Notoadmodjo (2002) variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan tergantung. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan PHBS. b. Variabel Dependen Notoadmodjo (2002) menyatakan bahwa variabel dependen atau tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau diakibatkan oleh variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Diare. 2. Definisi Operasional Definisi operasional berfungsi untuk mengatasi ruang lingkup atau variabel yang diteliti. Definisi operasional juga berfungsi mengarahkan kepada pengukuran dan pengalaman terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

mengembangkan instrumen atau alat ukur. Tabel 3.1 Definisi Operasional


No . 1 Variabel Faktor Lingkungan Defenisi Operasional Faktor lingkungan yaitu Sumber air bersih, Kebersihan Jamban, Pengelolaan Sampah, Pembuangan Limbah Alat Ukur Lembar Checklist skala gultman Skala Ukur Ordinal Hasil Ukur

Tinggi 76% 100% Sedang 56%75% Rendah < 55%

Kejadian diare

Keluarnya tinja yang lunak / cair dengan frekuensi tiga kali / lebih sehari semalam dengan atau tanpa darah / lendir dalam tinja

Kuesioner Checlist skala gultman

Ordinal

Ya : jumlah skor responden > mean/median Ya : jumlah skor responden mean/median

41
No . Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data dilakukan. Adapaun langkah-langkah dalam pengolahan data menurut Hastono (2001), yaitu :

a. Editing (pemeriksaan data) Kegiatan dilakukan untuk memeriksa setiap kuisioner berkaitan dengan kelengkapan pengisisian, konsistensi dan kejelasan hasil penelitian. b. Coding (pengkodean data) Memberikan kode pada setiap data informasi yang telah dikumpulkan pada setiap pertanyaan dalam kuisioner untuk mempermudah pengolahan. c. Entry (pemasukan data) Memproses data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data yang dilakukan dengan memindahkan data dari kuisioner ke master table yang telah disiapkan. d. Cleaning Data yang telah dipindahkan ke master table dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan.

2. Analisa Data a. Analisa Univariat

42 Analisa univariat adalah analisa untuk mengetahui distribusi frekwensi dari data yang dapat seperti data factor lingkungan. Kemudian hasil tersebut di sajikan dalam bentuk tabel serta ulasannya. Analisa Univariat merupakan langkah untuk mengeksplorasikan data dari variable, biasanya ditujukan untuk meringkas data menjadi ukuran tertentu. b. Analisa Bivariat Setelah dilakukan karakteristik masing-masing variable, selanjutnya dilakukan analisa bivariat dengan uji chi square yang bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada pengaruh antara pengetahuan ibu terhadap diare pada balita. Untuk melihat pengaruh tersebut di gunakan uji chi square untuk melihat hasil kemaknaan hitungan statistik, maka digunakan batas kemaknaan 0,05 yang berarti bila nilai q value < 0,05 maka hasil hitungan statistik bermakna dan bila nilai q value > 0,05 maka hasil hitungan hasil statistik tidak bermakna. 3. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur.Uji validitas sering digunakan untuk mengukur ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala,apakah item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur apa yang ingin diukur (Priyanto, 2010). Suatu pertanyaan dan pernyataan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel dan tidak valid jika nilai r hitung < r table. 2. Uji Reliabilitas

43 Reliabilitas adalah suatu uji yang digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur,apakah alat pengukur yang di gunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang (Priyatno, 2010).Suatu instrument dikatakan reliable jika r alpha > r table dan tidak reliable jika r alpha < r tabel.

44

http://sanusingawi.wordpress.com/2011/04/15/skripsi-keperawatan-diare/ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1984/A08imu.pdf? sequence=5 http://www.scribd.com/doc/81653779/Sanusi-ngawi http://promkes.depkes.go.id/download/leaflet_seri_10_PHBS.pdf http://www.kesehatan123.com/1442/penyakit-diare-dan-penyebabnya/ http://dokterkecil.wordpress.com/2008/10/18/diare-parenteral/ http://www.kesehatan123.com/1442/penyakit-diare-dan-penyebabnya/ http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-penyakit/181diare.html http://depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20Diare/Buku%20Saku %20Lintas%20Diare.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-agungberbe-5203-3bab2.pdf http://midwifery-materials.blogspot.com/2009/05/makalah.html Timmreck. CT, 2004, Epidemologi Suatu Pengantar. Jakarta: Buku Kedokteran. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-nurhadig2a-5296-2bab1.pdf

Anda mungkin juga menyukai