Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Kualitas Mikrobiologi Air Sungai Dengan Kejadian Penyakit Diare

Pada Masyarakat Pengguna Air Sungai Badak Mesuji di Wilayah Kerja


Puskesmas Sido Mulyo Mesuji 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang
masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Penyakit diare
merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman Hippocrates. Diare
merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat
menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada
diare adalah dehidrasi yang berakibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada
tinja diare Salah satu penyebab penyakit diare dikarenakan masih buruknya
kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat, dan masih banyak penyebab munculnya penyakit
diare tersebut. (Depkes RI, 1998).
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan
penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini penyakit
diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan masalah
kesehatan utama setiap orang di negara-negara berkembang termasuk
masyarakat di Indonesia, karena kurangnya pemahaman dan penyuluhan
tentang penyebab diare. Melihat kondisi negara Indonesia yang sebagian besar
penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan, penyakit diare masih
menjadi penyakit yang sering menyerang masyarakat Indonesia. Hal ini
dikarenakan masyarakat kita yang masih belum menyadari akan pentingnya
sarana air bersih (Nursalam, 2005).
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air
merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada
kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat
menjadi malapetaka bila tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas
maupun kuantitasnya (Warlina, 2004). Air yang dibutuhkan adalah air bersih
dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air yang jernih, tidak
berwarna, tawar dan tidak berbau. Konsekuensi dari penggunaan air yang tidak
bersih dan hygiene akan menggangu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Air yang berkualitas meliputi kualitas fisik, kimia, dan bebas dari
mikroorganisme (Soemirat, 2001)

Penggunaan air bersih yang merata pada seluruh penduduk di Indonesia


merupakan bagian integral dari program penyehatan air. Menurut Depkes RI
(2008) program penyehatan air tersebut meliputi perencanaan kebutuhan air
bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di Desa maupun
kebutuhan air bersih pada daerah perkotaan.

Berdasarkan data Satistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


(2014), menunjukkan bahwa nilai rata-rata parameter fecal coli secara nasional
pada sungai di Indonesia tahun 2010-2014 mengalami penurunan dimana,
tahun 2010 berjumlah 3.352.574,55/100ml, tahun 2011 berjumlah
329.430,07/100ml, tahun 2012 berjumlah 1.241.432,80/100ml, tahun 2013
bejumlah 464.699,06/100ml, kemudian pada tahun 2014 berjumlah
269.486,34/100ml. Tetapi secara umum pencemaran yang terjadi masih diatas
ambang batas, dimana berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
standar fecal coli yang di perbolehkan yaitu 100/100ml pada perairan kelas I.

Faktor lingkungan (fisik, biologi dan sosio kultural) mempunyai kaitan yang
erat dengan faktor perilaku misalnya kebiasaan atau perilaku dalam
menggunakan air bersih, buang air besar serta membuang sampah di
sembarang tempat, termasuk pembuangan limbah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya pencemaran air tersebut dan penduduk menjadi rawan terhadap
penyakit menular bawaan air, seperti penyakit kulit, diare dan lain-lain (Depkes
RI, 2008)
Di Indonesia menurut data yang di peroleh selama 7 tahun terakhir dari tahun
2010- 2017 Pada tahun 2010 jumlah kasus Diare sebanyak 4.204 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 73 , tahun 2011 jumlah kasus diare sebanyak 3.003
dengan jumlah kematian 12, tahun 2012 sebanyak 1.625 kasu dengan jumlah
kematian sebanyak 25, tahun 2013 kasus diare sebanyak 633 dengan jumlah
kematian 7 orang, tahun 2014 jumlah kasus diare sebanyak 2.549 dengan
jumlah kematian sebanyak 29, pada tahun 2015 jumlah kasus diare sebanyak
1.213 dengan jumlah kematian sebanyak 30. Pada tahun 2016 jumlah kasus
diare sebanyak 198, data tersebut hanya dari 3 provinsi dengan jumlah
kematian 6 jiwa, lalu pada tahun 2017 jumlah kasus diare sebanyak 1.725
dengan jumlah kematian sebanyak 34 jiwa. (Dinkes RI,2017)

Kasus diare di provinsi lampung pada tahun 2012 sebanyak 143.693 penderita,
tahun 2013 kasus diare sebanyak 169,748 penderita, pada tahun 2014 kasus
diare sebanyak 171.760, pada tahun 2015 kasus diare sebanyak 173.710 dan
pada tahun 2016 kasus diare sebanyak 138.885. (Dinkes Provinsi
Lampung,2016)

Kasus diare di kabupaten Mesuji kecamatan Mesuji khususnya di Puskesmas


Sido Mulyo,Mesuji. Kasus diare pada tahun 2016 sebanyak 158 kasus, tahun
2017 sebanyak 106 kasus, tahun 2018 sebanyak 84 kasus dan tahun 2019
sampai bulan September sebanyak 77 kasus. Banyaknya kasus diare di daerah
tersebut dikarenakan masyarakat disana kurang memperhatikan sarana air
bersih yang digunakan. Kasus diare didaerah tersebut setiap tahunnya sudah
mengalami penurunan. Tetapi, kasus diare setiap tahunnya di wilayah kerja
Puskesmas Sido Mulyo masih relative tinggi sehingga hal tersebut tidak dapat
dianggap hal yang biasa.

Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang
terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah,
transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial (Krieger, 2002).
Masyarakat Mesuji khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di dekat
sungai badak kecamatan Mesuji, lampung masih menggunakan air sungai
untuk kebutuhan sehari – hari seperti mencuci pakaian, mandi, mencuci piring
dan buang air besar di sekitar sungai badak karena masyarakat disana masih
banyak yang belum memiliki air bersih dan jamban sendiri. Sehingga dari
aktivitas tersebut kemungkinan air sungai tersebut sudah tercemar.

1.2 Rumusan Masalah


pencemaran air dapat berasal dari aktivitas masyarakat yang menghasilkan
limbah, sampah dan kotoran. Kondisi sanitasi yang buruk dan sulitnya
mendapatkan air bersih dapat memicu timbulnya masalah kesehatan, terutama
penyakit berbasis lingkungan. Dari data yang di peroleh di Wilayah Kerja
Puskesmas Sido Mulyo kecamatan Mesuji, Penyakit Diare masuk kedalam 5
besar Penyakit tertinggi. pada tahun 2016 sebanyak 158 kasus, tahun 2017
sebanyak 106 kasus, tahun 2018 sebanyak 84 kasus dan tahun 2019 sampai bulan
September sebanyak 77 kasus. Tidak menutup kemungkinan Tingginya penyakit
Diare di daerah tersbut karena masyarakat masih banyak yang menggunakan Air
sungai untuk kebutuhan sehari – hari seperti MCK dan lain lain. Dari masalah
tersebut penulis ingin mengetahui “Apakah Terdapat Hubungan Kualitas Air
dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Masyarakat Pengguna Air Sungai Badak
Mesuji di Wilayah Kerja Puskesmas Sido Mulyo Mesuji 2019?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kualitas air dengan kejadian penyakit diare pada
masyarakat pengguna air sungai badak mesuji di wilayah kerja puskesmas
sido mulyo mesuji 2019
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kualitas air Sungai Badak
2. untuk mengetahui tingkat pengetahuan engenai penyakit diare
3. Untuk mengetahui perilaku masyarakat
4. Untuk mengetahui hubungan kualitas air sungai dengan kejadian penyakit
diare pada masyarakat pengguna air sungai badak
5. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
penyakit diare pada masyarakat pengguna air sungai badak
6. Untuk mengetahui perilaku masyarakat dengan kejadian penyakit diare
pada masyarakat pengguna air sungai badak

Anda mungkin juga menyukai