Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KOLERA DENGAN INTERVENSI KUALITAS AIR


MINUM ,PERBAIKAN SANITASI DAN INTERVENSI KUALITAS AIR DI TINGKAT RUMAH TANGGA
DAN MASYARAKAT

M. AGUNG PRASETYA ADNYANA YOGA


2328021012

PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS LAMPUNG
2023-2024
Abstrak
Penyakit kolera dapat ditularkan melalui air yang terkontaminasi oleh feses dan seseorang yang
terinfeksi kolera dapat berisiko tinggi mengalami dehidrasi. Anggota keluarga dari pasien kolera
memiliki risiko 100 kali lebih tinggi untuk menderita kolera daripada populasi pada umumnya
karena kontaminasi air minum dari sumbernya dan transmisi sekunder melalui rendahnya
praktik higinitas rumah tangga. Investasi terhadap pembangunan sarana prasarana sanitasi dan
air minum adalah hal yang esensial untuk dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat terutama
di negara berkembang. Untuk membangun infrastruktur sanitasi dan kemudahan akses air
bersih membutuhkan dana dan kerjasama lintas sektor. Cakupan universal layanan air bersih
dan sanitasi serta kebijakan dan program WASH di Indonesia untuk mempercepat akses ke
pasokan air bersih di komunitas dan rumah tangga, sanitasi dan akses untuk memperoleh dan
pengelolaan air minum yang bebas dari kontaminasi biologi, fisik dan kimia berpengaruh untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan insidensi penyakit yang
berhubungan dengan kontaminasi air seperti kolera.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kolera masih menjadi ancaman masalah kesehatan masyrakat di beberapa negara di dunia,
terutama di daerah yang masih memiliki keadaan darurat kesehatan yang kompleks. KLB
kolera pada umumnya terjadi ketika pelayanan kesehatan air,sanitasi dan higiene (WASH)
tidak memadai atau terganggu sehingga peningkatan kasus kolera dan intensitas menjadi
meningkat1. Sistem pelayanan air, sanitasi dan higiene yang tidak memadai disuatu daerah
berhubungan dengan kemiskinan dan penyakit yang diakibatkan oleh sistem WASH yang
tidak memadai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di suatu negara 2.

Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mengusulkan program Sustainable Development Goals


(SDG) untuk dicapai di tahun 2030 untuk masa depan yang lebih baik bagi semua dan
terdapat tiga program yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan yaitu upaya tidak ada
kemiskinan, kesejahteraan yang baik dan ketersidaan air bersih dan sanitasi oleh karena itu
program tersebut sejalan dengan pengembangan pelayanan air, sanitasi dan higiene
(WASH) di negara berkembang2. World Health Organization (WHO) mengestimasi terdapat
1.4 – 4 juta kasus dan 21.000 – 143.000 kematian di seluruh dunia per tahun 3. Kolera
menjadi endemis di negara berkembang salah satunya di Indonesia. Vibrio cholerae masih
menjadi penyebab terjadinya dehidrasi berat dan masih menjadi permasalahan kesehatan
di masyarakat khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang dimana
ketersediaan air, sanitasi dan higiene (WaSH) masih rendah3.
1.2 Rumusan masalah

Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi dan air minum
terhadap terjadinya diare4. Intervensi terhadap kondisi sanitasi dapat menurunkan morbiditas
diare pada anak usia 6 sampai 23 bulan dan balita. Pemerintah Indonesia telah menerapkan
berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah sanitasi, pendekatan top down telah diterapkan
namun tidak memberikan hasil yang optimal karena tidak terlalu efektif dalam penyediaan
infrastruktur. Model evolusi berbasis masyarakat dipertimbangkan karena lebih optimal dalam
menurunkan insidensi kolera. Penyediaan sarana akses sanitasi dan penyediaan air bersih yang
layak menjadi faktor penting untuk menurunkan kejadian diare. Beberapa peneliti
mengusulkan kebijakan publik untuk mendukung investasi dan perbaikan akses sanitasi dan
ketersediaan air bersih di rumah tangga dan tempat umum. Maka dari itu rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu bagaimana strategi pencegahan dan pengendalian kolera dengan
intervensi kualitas air, sanitasi dan intervensi kualitas air dalam penggunaannya di tingkat
rumah tangga dan masyarakat di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui strategi pencegahan dan pengendalian kolera
dengan intervensi kualitas air minum, perbaikan sanitasi dan intervensi kualitas air di
tingkat rumah tangga dan masyarakat di Indonesia.
1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai strategi


pencegahan dan pengendalian kolera dengan intervensi kualitas air minum, sanitasi dan
intervensi kualitas air di tingkat rumah tangga dan masyarakat di Indonesia.
1.4.2 Bagi Penulis
Penulis mendapat wawasan, baik dalam bentuk pengalaman maupun dari segi ilmu
pengetahuan tentang strategi pencegahan dan pengendalian kolera dengan intervensi
kualitas air minum, perbaikan sanitasi dan intervensi kualitas air di tingkat rumah tangga
dan masyarakat di Indonesia.

BAB II
STRATEGI PENGENDALIAN KOLERA DENGAN INTERVENSI AIR, SANITASI DAN KEBERSIHAN
DI TINGKAT RUMAH TANGGA DAN MASYARAKAT

2.1 Landasan Teoritis


Air menjadi sumber alami yang penting untuk menjalankan fungsi tubuh baik secara kualitas
maupun kuantitas. Komposisi tubuh manusia 60% -80% terdiri dari air, bila terjadi
kekurangan cairan maka akan timbul berbagai penyakit. Masalah yang masih ditemui di
berbagai kota di Indonesia sampai saat ini yaitu kualitas air minum. Pemerintah telah
memberikan regulasi mengenai kebutuhan untuk mencapai kualitas air minum yang layak
melalui Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010 dan
dijelaskan mengenai air minum yang baik harus bebas dari kontaminasi inorganik maupun
material organik5.

Parameter dari kualitas air minum yang berhubungan dengan kesehatan manusia yaitu
perlu memenuhi persyaratan mikrobiologi seperti total coliform dan eschercia coli. Menurut
Riset Kesehatan Dasar 2010 bahwa persentase tertinggi fasilitas air bersih digunakan untuk
keperluan rumah tangga berasal dari air sumur gali (27,9%), sumur bor (24,7%), air ledeng
(14,2%) dan sumur dalam atau pompa air (14%) 5. Secara rasional, 90% kualitas air minum
secara fisik termasuk kategori baik namun masih banyak rumah tangga yang menggunakan
kualitas air minum yang buruk yang karakteristiknya berupa air keruh (6,9%), berwarna
(4%), beraroma (3,4%), berbusa (3,4%) dan berbau (2,7%). Kualitas air yang buruk
berpengaruh kepada kesehatan khususnya balita. Di tahun 2018 di provinsi jawa barat
depok pernah mengalami kejadian luar biasa diare yang disebabkan oleh kualitas air minum
yang buruk5.

2.2. Kajian Teknis


a. Memperbaiki pasokan air minum
pemerintah perlu memberi kebijakan dan bekerjasama dengan swasta untuk mendistribusikan
pasokan air bersih di seluruh daerah termasuk di pedesaan dan penjualan air minum kepada
masyarakat miskin tidak dipatok terlalu tinggi agar kebutuhan air minum dapat terjangkau.
Salah satu strategi penyedia layanan air air untuk melengkapi praktik standar saat ini yaitu
pengujian kualitas mikrobiologis air minum saat keluar dari stasiun pemompaan atau pabrik
pengolahan dengan mengevaluasi sampel air yang dikumpulkan dari berbagai titik lokasi yang
dipilih secara acak di seluruh wilayah kota yang termasuk dalam pendistribusian air 6 .

Tujuan dari sistem pasokan air kota adalah untuk menyediakan air bersih yang cukup bagi
penduduk. Mengumpulkan sampel air di seluruh jaringan distribusi untu menilai apakah air
minum yang disuplai oleh pemerintah kota atau swasta memenuhi kriteria dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) untuk kelayakan minum. Teknologi deteksi patogen untuk memeriksa
air minum akan membantu merangsang diskusi yang lebih luas dan menjadi strategi jangka
panjang untuk mengatasi kontaminasi air minum secara luas. Dalam pelaksanaannya tidak
hanya dilakukan oleh otoritas pemerintah namun bisa dilaksanakan oleh organisasi non
pemerintah dapat bermitra dengan laboratorium yang kredibel untuk melakukan analisis
mikrobiologis6.

Peran potensial dari sektor swasta yaitu menjalankan inovasi dalam mengumpulkan air limbah,
baik air limbah abu-abu dan atau air limbah hitam yang mengandung tinja ,mengolahnya dan
mengembalikannya ke konsumen atau kota. Di daerah yang kekurangan air, air merupakan
sumber daya alam yang langka. Perusahaan swasta lebih baik untuk memaksimalkan efisiensi
dalam reklamasi air. Pemerintah kota, mungkin merasa lebih layak dan lebih murah untuk
membeli air yang direklamasi, daripada mencoba mengeksploitasi sumber-sumber air yang
baru6. Selain itu perlu adanya pemeriksaan berkala pipa air di rumah tangga dan pemeriksaan
terkait kebocoran pipa sehingga akses pelayanan air bersih rumah tangga dapat terjangkau
dengan baik.

b. Memperbaharui sistem sanitasi


Di seluruh dunia, masyarakat telah memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasokan air
sebelum menangani kebutuhan sanitasi. Demikian juga penampungan dan isolasi limbah lebih
diprioritaskan daripada pengolahan limbah. Karena saluran pembuangan besar sistem sanitasi
yang besar membutuhkan biaya yang jauh lebih besar daripada sistem pendistribusian air.
Karena sistem sanitasi yang lebih mahal daripada sistem distribusi air, perbaikan sistem sanitasi
umumnya membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang besar daripada
perbaikan sistem air. Negara-negara berpenghasilan tinggi saat ini mengolah sekitar 70% air
limbah mereka, sementara negara-negara berpenghasilan rendah hanya mengolah 8%. Volume
besar air limbah yang tidak diolah yang dihasilkan oleh kota-kota yang berkembang pesat yang
dibuang kembali ke lingkungan sekitar memperburuk kesehatan masyarakat yang berada
disekitarnya, berdampak buruk pada ekologi yang lebih luas dan memperburuk kualitas air
untuk masyarakat hilir6.
Pendekatan teknis desentralisasi potensial lainnya meliputi toilet pengalihan air seni dengan
sanitasi kering, pendekatan sanitasi berbasis wadah yang mengumpulkan dan memproses
kotoran menjadi kompos atau briket bahan bakar padat dan desentralisasi energi rendah
elektrolisis untuk menghilangkan patogen dari air limbah. Kemajuan dalam pemulihan sumber
daya dari air limbah, termasuk memulihkan air dapat menurunkan penyakit yang disebabkan
oleh air yang terkontaminasi patogen. Semua pekerjaan sipil yang direkayasa membutuhkan
operasi dan pemeliharaan yang berkelanjutan yang pada gilirannya, membutuhkan pendanaan,
personel terlatih, dan kapasitas pemerintah daerah. Penelitian yang berfokus pada solusi yang
sesuai dengan tujuan untuk masyarakat yang berisiko tinggi terkena kolera sangat penting
karena kegagalan model tradisional dalam menangani kelompok risiko tertinggi ini. Meskipun
belum ada sistem yang cukup kuat dan berbiaya rendah untuk mengelola dengan baik dan
murah untuk mengelola tinja seluruh masyarakat yang tinggal di permukiman padat perkotaan
dengan lebih dari 10.000 orang per kilometer persegi, pendekatan cukup menjanjikan untuk
membenarkan investasi lebih lanjut dalam penelitian lebih lanjut untuk memajukan
perkembangannya. Kecuali kita mengembangkan pendekatan teknis dan kelembagaan untuk
menghilangkan atau mendekontaminasi limbah tinja dari komunitas-komunitas ini, maka
penularan tinja melalui mulut akan terus berlanjut akan terus berlanjut, termasuk wabah
kolera6.

c. Desinfeksi air minum dengan klorinasi

Point of use klorinasi untuk air minum telah digunakan secara luas dan membutuhkan biaya
yang murah untuk desinfeksi air yang terkontaminasi bakteri dan bermanfaat untuk
mengurangi insidensi penyakit yang disebabkan oleh cemaran air di negara berpendapatan
rendah. Selain itu krolin memiliki keuntungan dalam mengurangi risiko kontaminasi ulang air
minum selama penyimpanan di rumah dan melalui residu klorin yang tersisa dari waktu ke
waktu. Salah satu penelitian RCT (Randomized Controlled Trial) di Dhaka, Bangladesh
menyebutkan bahwa penggunaan tablet sodium dichloroisocyanurate atau sodium
hypochlorite (NaOCl) dapat menginaktivasi vibrio cholera 105 colony forming unit (CFU/ml).

2.3 Prasyarat atau Kondisi Yang Diperlukan


Intervensi terkait kondisi yang diperlukan menggunakan pendekatan WASH diantaranya

1. Memperbaiki akses ke sumber air dan atau perbaikan kuantitas air


Berbagai intervensi yang disediakan untuk memperbaiki suplai air atau sistem distribusi
air maupun keduanya, mengurangi kontaminasi langsung maupun tidak langsung yang
dapat terjadi di instalasi pipa air untuk mensuplai air, pompa tangan dan sumur bor,
tanker air atau truk dan perluasan sistem pendistribusian air.
2. Memperbaiki kualitas air (intervensi air di sumbernya)
- Berbagai intervensi untuk memperbaiki kualitas mikrobiologi air minum dari
sumbernya yaitu memonitor dan menilai kualitas air dari aspek mikrobiologi, kimia
dan kualitas fisik selain itu mengurangi atau menginaktivasi pathogen mikroba dari
level pengambilan sumber air minum dengan cara melakukan filtrasi air,
sedimentasi, intervensi kimia, intervensi panas, radiasi ultraviolet atau flokulasi.
- Air bebas dari residu klorin dengan konsentrasi > 0,5 mg/ dl dari sumbernya.
3. Meningkatkan kualitas titik penggunaan air dan penyimpanan air yang aman
Intervensi yang digunakan untuk memperbaiki kualitas mikrobiologi air minum pada tiik
penggunaan air yaitu menilai dan monitoring kualitas air dengan menilai aspek
mikrobiologi, kimia dan fisik. Menjaga kualitas air sebelum dikonsumsi dengan
mengurangi atau menginaktivasi pathogen mikroba dari level pengambilan sumber air
minum dengan cara melakukan filtrasi air, sedimentasi, intervensi kimia, intervensi
panas, radiasi ultraviolet atau flokulasi dan melakukan residual desinfeksi, mencegah
kontaminasi saat distribusi dan memperbaiki sarana prasarana penyimpanan air.

4. Memperbaiki akses dan fasilitas sanitasi dan mencegah paparan air dari feses.

Intervensi yang dipromosikan, diperbaiki dan disebarluaskan terkait cakupan fasilitas


untuk pengelolaan, pembuangan dan pengolahan feses yang aman yaitu menhindari
kontak langsung dan tidak langsung dengan feses manusia dengan membangun
konstruksi jamban yang ideal untuk rumah tangga maupun jamban publik,
pengomposan atau toilet siram air tertutup, pembangunan septic tank, toilet jamban
sederhana, jamban VIP1.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Penyakit Kolera menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan di Indonesia
yang masih tergolong negara berkembang. Karena kurangnya air, infrastruktur yang
kurang baik dari sanitasi dan akses air minum yang layak belum merata di seluruh daerah
, memastikan air minum yang aman untuk populasi sebesar itu sangat menantang. Dalam
makalah ini, salah satu penelitian RCT di negara Bangladesh kota Dhaka memberikan
data yang menunjukkan bukti tentang konsentrasi bakterisida klorin bebas bebas yang
dibutuhkan untuk menonaktifkan V. cholerae toksigenik dalam air minum di kota Dhaka.
Temuan penelitian tersebut dapat berfungsi sebagai pedoman untuk penelitian di masa
depan untuk menstandarisasi percobaan untuk menilai kemanjuran opsi pengolahan air
POU menggunakan klorin di tempat lain perkotaan lainnya di Bangladesh atau kota-kota
lain di dunia sehingga diharapkan dapat diterapkan di Indonesia.

3.1.2 Memperbaiki infrastruktur dan peningkatan sarana prasarana dalam program WASH di
level populasi dan rumah tangga dapat menurunkan insidensi kolera dan penyakit diare
yang disebabkan oleh mikroba lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. D’Mello-Guyett L, Gallandat K, Van den Bergh R, Taylor D, Bulit G, Legros D, et al. (2020)
Prevention and control of cholera with household and community water, sanitation and
hygiene (WASH) interventions: A scoping review of current international guidelines.
PLoS ONE 15(1): e0226549. https://doi.org/10.1371/journal. pone.0226549
2. Ferreira, D. C., Graziele, I., Marques, R. C., & Gonçalves, J. (2021). Investment in drinking
water and sanitation infrastructure and its impact on waterborne diseases
dissemination: The Brazilian case. Science of The Total Environment, 779, 146279.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.146279
3. Chowdhury, F., Ross, A. G., Islam, M. T., McMillan, N. A. J., & Qadri, F. (2022). Diagnosis,
Management, and Future Control of Cholera. Clinical Microbiology Reviews, 35(3).
https://doi.org/10.1128/cmr.00211-21
4. Wahyudi, A., & Patunru, A. A. (2019). Sanitation, Drinking Water Access And Diarrhea In
Indonesia. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences, 85(1), 142–152.
https://doi.org/10.18551/rjoas.2019-01.17
5. Septia Rini Rizki, Ema Hermawati, Ukik Agustina, & Febri Hardiyanti. (2020). Does
Drinking Water Sources, Knowledge and Hygiene Behavior of Mother Influence the
Quality of Drinking Water for Toddlers? Indian Journal Of Public Health Research and
Development, 11(7), 1449–1451.
6. Luby, S. P., Davis, J., Brown, R. R., Gorelick, S. M., & Wong, T. H. F. (2020). Broad
approaches to cholera control in Asia: Water, sanitation and handwashing. Vaccine, 38,
A110–A117. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2019.07.084

Anda mungkin juga menyukai