Kepadatan penduduk yang tinggi yang tidak sebanding dengan lahan yang tersedia untuk
permukiman mengakibatkan ketidakteraturan dalam penataan tempat tinggal dan semakin tidak
memadainya sarana dan prasarana dasar masyarakat. sanitasi lingkungan mempengaruhi
keberlanjutan lingkungan hidup yang ada. Rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat
tentang pentingnya sanitasi lingkungan permukiman yang sehat terlihat dari perilaku masyarakat
yang kurang ramah pada lingkungannya. Hal ini ditandai dari masih adanya sebagian masyarakat
yang melakukan pola hidup tidak sehat seperti memanfaatkan sungai sebagai sarana MCK dan air
bersih untuk kebutuhan hidup, serta kebiasaan membuang limbah rumah tangga langsung ke
sungai yang berpotensi sebagai penyebab penyebaran wabah penyakit.
Hal ini menyebabkan banyak orang untuk hidup di bawah jembatan, di pinggir sungai dan pinggir
jalan menimbulkan pencemaran aktivitas orang-orang untuk lingkungan mereka, hal ini disebabkan
oleh kurangnya tanah atau wilayah untuk pembuangan limbah cair dan padat, belum lagi feses. Jadi,
mereka membuang limbah mereka ke sungai terdekat atau drainase kota di sekitar rumah mereka.
Polusi sungai adalah suatu realitas yang disebabkan oleh berbagai kegiatan orang di riversides dan
dilakukan secara sadar atau tidak.
Dalam kehidupan sekarang banyak sekali masyarakat yang tidak
menerapkan hidup sehat. Hal tersebut bisa disebabkan karena masyarakat
Indonesia yang tidak mengerti bagaimana menerapkan hidup sehat atau bahkan
ada yang mengerti tetapi tidak menerapkannya karena suatu alasan tertentu,
misalnya masalah ekonomi keluarga. Dalam menerapkan hidup sehat, harusnya
masyarakat memulainya dari kebersihan lingkungan terlebih dahulu.
Di Indonesia, masih banyak sekali penduduk yang tinggal di tempat-tempat
kumuh karena kekurangan sulitnya mendapatkan biaya untuk menghidupi dirinya
dan keluarganya. Akhirnya mereka menyewa rumah dengan harga yang murah.
Biasanya karena harga murah tersebut, lingkungan yang ada di sekitarnya itu jauh
dari kata bersih. Mulai dari pembuangan kotorannya hingga penyediaan air bersih.
Masih banyak penduduk Indonesia yang tidak memiliki tempat pembuangan tinja
dan melakukan praktik BAB sembarangan. Padahal kebersihan lingkungan, terkait
pembuangan BAB sembarangan akan berhubungan dengan tercemarnya air di
sekitar lingkungan rumah penduduk tersebut. Hal tersebut membuat Indonesia
memiliki image yang kotor dan kumuh. Oleh karena itu, perlu bagi pemerintah
Indonesia menggalakkan program tentang sanitasi lingkungan. Dan harusnya juga
menitik beratkan hal tersebut karena hal itu juga menjadi permasalahan dunia.
A. Pengertian Sanitasi Lingkungan
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu
perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah
manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembangunan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih,
dan sebagainya. Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum
optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka kejadian
penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat.
Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan
kesehatan lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek
pencegahan dari aspek pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik,
angka kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah.
Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau
daripada melakukan upaya pengobatan penyakit, banjir, pandangkalan
saluran/sungai, tersumbatnya saluran sungai, dialirkan pada saluran sungai.
B. Manfaat Sanitasi
Ternyata manfaat sanitasi yang baik itu sangat besar, tidak hanya bagi
kesehatan masyarakat. Tapi juga berdampak positif bagi perekonomian dan
pembangunan bangsa. Berikut ini adalah manfaat sanitasi menurut Direktur
Perumahan dan Permukiman Bappenas, Nugroho Tri Utomo :
1. Menghindari angka pertumbuhan ekonomi semu.
Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk sebagaimana diuraikan di atas, jika dihitung
detail, seharusnya akan mempengaruhi dan mengurangi laju pertimbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, dan produktivitas masyarakat.
Menurut WHO, kondisi dan perilaku sanitasi yang baik dan perbaikan kualitas air
minum dapat menurunkan kasus diare yang akan mengurangi jumlah hari tidak
masuk sekolah dan tidak masuk kerja hingga 8 hari pertahun atau meningkat 17%
yang tentunya berdampak pada kesempatan meningkatkan pendapatan.
3. Menurunkan angka kemiskinan.
Akibat buruknya sanitasi, rata-rata keluarga di Indonesia harus menanggung Rp 1,25
juta setiap tahunnya. Ini jumlah yang sangat berarti bagi keluarga miskin. Biaya-
biaya tersebut mencakup biaya berobat, perawatan rumah sakit, dan hilangnya
pendapatan harian (opportunity cost) akibat menderita sakit atau harus menunggu
dan merawat anggota keluarga yang sakit.
4. Memberdayakan masyarakat.
Perubahan perilaku terhadap akses sanitasi, telah dibuktikan dapat mendorong
kontribusi investasi sanitasi. Pengalaman pembangunan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) di Jawa Timur menunjukkan leverage factor, bahwa setiap Rp 1
yang dikeluarkan telah berhasil menggerakan investasi sanitasi dari masyarakat
sendiri hingga Rp 35.
5. Menyelamatkan masyarakat.
Manfaat dari investasi sanitasi tentu saja terkait motto di bidang kesehatan yang
sudah dikenal luas, yaitu mencegah selalu lebih murah dari mengobati. Bayangkan
negara kita harus kehilangan Rp 58 triliun pertahun karena kita memilih tidak
mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11,2 triliun pertahun untuk memperbaiki
kondisi sanitasi.
6. Menjaga lingkungan hidup.
Bank Pembangunan Asia (2009) menyatakan bahwa, kita telah gagal
menginvestasikan USD 1 untuk menangani sanitasi, sehingga sungai kita tercemar,
maka akan diperlukan pengeluaran biaya sebesar USD 36 untuk memulihkan
kembali kondisi air sungai tersebut.
Penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan
sampah dan air limbah yang kurang baik diantaranya adalah:
a. Diare
b. Demam berdarah
c. Disentri
d. Hepatitis A
e. Kolera
f. Tiphus
g. Cacingan dan Malaria
Pemukiman rumah Secara umum dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Menuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privasi yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah memenuhi persyaratan
pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan penyediaan air
bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan
yang cukup, memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Pengolahan Sampah Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus
memperhatikan faktor-faktor, berikut:
a. Penimbunan sampah.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan.
e. Pembuangan
Tempat Umum & Pengolahan Makanan Agar kesehatan masyarakat selalu terjaga
perlu digalakkan gerakan hidup bersih dan sehat. Pola hidup bersih dan sehat dapat
diartikan sebagai hidup di lingkungan yang memiliki standar kebersihan dan
kesehatan serta menjalankan pola/perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan yang
sehat dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan. Untuk mencapai sanitasi
dan kesehatan lingkungan yang memadai, Bank Dunia juga akan berpartisipasi
dalam pelaksaannya, yaitu dengan melaksanakan berbagai program. Program
tersebut meliputi :
a. Memainkan peran sebagai pemimpin global untuk mengadvokasi negara-
negara agar mengalokasikan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target
sanitasi mereka dan menghapuskan praktik BAB sembarangan, yang berdampak
pada 40% kalangan termiskin di negara-negara tersebut.
b. Bekerja sama dengan sektor swasta lokal dan global untuk memperluas upaya
pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan masyarakat terhadap produk-produk dan
layanan sanitasi, bergerak dari BAB sembarangan ke jamban sehat menuju ke
pengolahan limbah yang layak.
c. Bekerja sama dengan negara-negara di mana praktik BAB sembarangan masih
banyak terjadi untuk memastikan bahwa dana bantuan Bank Dunia dan
pengetahuan berbasis-bukti yang dihasilkan mendukung pelaksanaan layanan
sanitasi layak, seperti melalui pemantauan dan penggunaan data secara efektif.
Penulis ingin melihat bagaimana kondisi wilayah padat penduduk di sebelah barat Surabaya dengan
melakukan suatu higienes dan sanitasi lingkungan di kabupaten Asenrowo. Penulis ingin mengamati
kemungkinan kerusakan lingkungan yang berbahaya dan penyakit kulit yang disebabkan oleh aktivitas
manusia. Pengambilan sampel dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada orang-orang yang
tinggal di Asemrowo ramdomly. Kuesioner yang menyebar ke lima kecamatan dipilih oleh lotre,
penulis memilih salah satu rukun tetangga (RT) untuk pengambilan sampel. Selain kuesioner, penulis
juga tak berguna mengambil sampel air yang diambil dari beberapa daerah dengan karakteristik yang
berbeda seperti pasar tradisional, perumahan padat penduduk, rumah sehat, dan perumahan dekat
kawasan industri. Dari hasil observasi dilakukan dengan menyebarkan kuesioner adalah ada hubungan
yang signifikan antara orang yang tinggal di kabupaten Asemrowo, Genting kabupaten, Kalianak
kecamatan dengan penyakit kulit, dengan koefisien korelasi (r) adalah
0,7380
Kata kunci: Higienes, sanitasi lingkungan, penyakit kulit