Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air
minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation
Sector Development Program (ISSDP)tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat
masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat
terbuka. Data dari studi dan survey sanitasi pedesaan di Indonesia memperlihatkan
bahwa sangat sedikit rumah tangga di pedesaan yang benar-benar memilki akses ke
jamban sehat. Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai akses ke sanitasi yang
aman menurut laporan Joint Monitoring Program
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak
di bawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena
diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk
Domestik Bruto.Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu
melalui pendekatan sanitasi total.Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun
2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap sanitasi dasar.
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial
budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang
tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan
kebutuhan higienis lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi nasional
sanitasi total berbasis masyarakat untuk merubah perilaku hygienis dan peningkatan
akses sanitasi. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai target
Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi
penduduk yang belum mendapatkan akses.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Selama ini di Dusun Cibodas
Desa Cibeureum sudah pernah mendapat pemicuan dan penyuluhan mengenai
sanitasi total berbasis masyarakat dari Puskesmas Banjar I, namun kepemilikan
jamban sehat oleh masyarakat setempat masih rendah. Untuk itu, perlu dilakukan
suatu intervensi terhadap masyarakat di desa tersebut agar tujuan program SToPS
(Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) yaitu ODF (open defecation free) di Dusun
Cibodas Desa Cibeureum dapat tercapai.
B. Pernyataan Masalah
 Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
 Kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open Defecation Free) di Dusun Cibodas Desa
Cibeureum Kecamatan Banjar Kota Banjar.

2. Tujuan khusus
 Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
 Meningkatkan kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

D. Manfaat
1. Meningkatkan kebersihan lingkungan
2. Memutus mata rantai penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitasi
3. Sebagai landasan menuju ODF (Open Defecation Free)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Sejak Mei 2005, World Bank Water and Sanitation Program --- East Asia
and the Pasific (WSP-EAP) melalui proyek Waspola di bawah koordinasi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan pendanaan
pemerintah Australia melalui AusAID telah melakukan uji coba (Community Led Total
Sanitation ) CLTS, yang lebih dikenal dengan sebutan (Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat) STBM di enam kabupaten yaitu Muara Enim (Sumsel), Muaro Jambi
(Jambi, Bogor (Jawa Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sumbawa (NTB) dan Sambas
(Kalbar).
Community Led Total Sanitation (CLTS) adalah suatu pendekatan
perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan
masyarakat untuk Stop BAB Sembarangan/ open defecation free (ODF). Ribuan
jamban keluarga di desa-desa yang menerapkan pendekatan CLTS telah dibangun
oleh masyarakat tanpa subsidi pihak luar. Program Community Led Total Sanitation
(CLTS) merupakan cikal bakal gerakan Sanitasi Total yang dipimpin oleh
masyarakat, yang juga merupakan suatu proses untuk menyemangati serta
memberdayakan masyarakat untuk menghentikan BAB di tempat yang terbuka,
membangun serta menggunakan jamban, dan mengajak masyarakat untuk
menganalisais profil sanitasinya. Dalam pelaksanaannya terdapat prinsip–prinsip
dalam pemicuan CLTS seperti tanpa subsidi kepada masyarakat, tidak menggurui,
tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban, masyarakat sebagai pemimpin,
serta prinsip totalitas (seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisis
permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan).
World Bank dan Gate Foundation meluncurkan program Total Sanitation
and Sanitation Marketing atau SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) di
Jawa Timur sebagai pilot project. Program ini diluncurkan setelah melihat
keberhasilan program CLTS. Adapun tujuan dari Program Sanitasi Total adalah
menciptakan suatu kondisi masyarakat (pada suatu wilayah) yang mempunyai akses
dan menggunakan jamban sehat, mencuci tangan pakai sabun dan benar saat
sebelum makan, setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak
dan sebelum menyiapkan makanan, mengelola dan menyimpan air minum dan
makanan yang aman, serta dapat mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat)
(Depkes RI, 2008).
.
B. Jamban Sehat
Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit. Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus
dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat
tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah
pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: tidak
mengotori permukaan tanah di seliling jamban tersebut, tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak dapat
terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya,
tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara (maintenance), sederhana
desainnya, murah, dan dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan
antara lain sebagai berikut: Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan
jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain,
terlindung dari pandangan orang (privacy), bangunan jamban sedapat mungkin
ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak manimbulkan
bau, sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah
tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu,
teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan-
persyaratan jamban sehat seperti telah diuraikan di atas, juga harus didasarkan pada
sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Tipe-tipe jamban yang sesuai
dengan teknologi pedesaan antara lain: jamban cemplung berventilasi, jamban
empang, jamban pupuk, dan septic tank.
Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di jawa.
Tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa
rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bias
dihindari. Disamping itu karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka
jamban itu akan penuh oleh air. Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa
kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan
mengotori air tanah di bawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter
saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari
bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber
air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
Jenis jamban kedua ialah jamban cemplung berventilasi, jamban ini
hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan
ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.
Jenis jamban ketiga adalah jamban empang. Jamban ini dibangun diatas
empang ikan. Didalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni
tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang
mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini
mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja,
juga dapat menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan).
Keempat yaitu jamban pupuk. Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus
cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk
membuang kotoran binatang dan sampah daun-daunan. Prosedurnya adalah
sebagai beriku: mula-mula membuat jamban cemplung biasa, di lapisan bawah
sendiri ditaruh sampah daun-daunan, diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran binatang
(kalau ada) tiap-tiap hari, setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagi dengan daun-daun
sampah, selanjutnya ditaruh kotoran lagi. Demikian seterusnya sampai penuh,
setelah penuh ditimbun tanah dan membuat jamban baru. Lebih kurang 6 bulan
kemudian dipergunakan sebagai pupuk tanaman.
Terakhir jenis jamban septic tank. Jamban ini merupakan cara yang paling
memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini
dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dan tinja masuk
dan mengalami dekomposisi. Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa
hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni proses kimiawi
dan proses biologis. Pada proses kimiawi, akibat penghancuran tinja akan direduksi
dan sebagian besar (60-70%) zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai
sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan
mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki
tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfunsi mempertahankan suasana anaerob
dari cairan dibawahnya, yang akan berfungsi pada proses berikutnya, sedangkan
pada proses biologis terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan
fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya,
selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge
sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent
sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relative
rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam
tempat perembesan.

1. Bagian Bagian Jamban Sehat


Bangunan jamban dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu : 1)
bangunan bagian atas disebut rumah jamban, 2) bangunan bagian tengah
disebut slab atau dudukan jamban, 3) bangunan bagian bawah disebut
penampung tinja.
a. Bangunan bagian atas (Rumah Jamban)
Bagian ini secara utuh terdiri dari bagian atap, rangka dan dinding. Namun
dalam prakteknya, kelengkapan bangunan ini disesuaikan dengan
kemampuan dari masyarakat daeah tesebut
- Atap memberikan perlindungan kepada penggunanya dari sinar matahari,
angin dan hujan. Dapat dibuat dari daun, genting, seng dan lain-lain.
- Rangka digunakan untuk menopang atap dan dinding. Dibuat dari bambu,
kayu dan lain-lain.
- Dinding adalah bagian dari rumah jamban. Dinding memberikan privasi dan
perlindungan kepada penggunanya. Dapat dibuat dari daun, gedek/anyaman
bambu, batu bata, seng, kayu dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian atas
o Sirkulasi udara yang cukup
o Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca, pada musim panas dan
hujan
o Kemudahan akses di malam hari
o Bangunan menghindarkan penggunan terlihat dari luar/ pandangan dari luar
o Disarankan untuk menggunakan bahan local
o Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk mmencuci
tangan.
b. Bangunan bagian tengah (Slab/ Dudukan Jamban)
- Slab menutupi sumur tinja (pit), dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Slab
dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-
bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu,
beton, bamboo dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.
- Tempat abu atau air adalah wadah untuk menyimpan abu pembersih atau air.
Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan
mengurangi bau, mengurangi kadar kelembaban dan membuatnya tidak
menarik bagi lalat untuk berkembang biak. Air dan sabun dapat digunakan
untuk mencuci tangan dan membersihkan bagian yang lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah
o Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan
serangga atau binatang lain
o Dudukan jamban/slab penutup dibuat dengan memperhatikan keamanan
pengguna (tidak licin, runtuh, dan terperosok ke dalam lubang penampungan
tinja, dsb)
o Bangunan melindungi dari kemungkinan terciumnya bau yang tidak sedap
yang berasal dari tinja dalam lubang penampungan
o Mudah dibersihkan dan dipelihara
o Diutamakan menggunakan bahan lokal
o Ventilasi udara cukup
c. Bangunan bagian bawah (Penampung Tinja)
Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,
lingkaran/bundar atau empat persegi panjang sesuai dengan kondisi tanah.
Kedalaman bergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di musim
hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi
seluruhnya atau sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu,
batu bata, ring beton, dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah
o Ketinggian muka air tanah
o Daya resap tanah (jenis tanah)
o Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadapa
sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)
o Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)
o Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/ kapasitas)
o Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal
o Bangunan permanen yang dilengkapi dengan manhole
BAB III
KEGIATAN INOVASI ARISAN JAMBAN

A. Sasaran Kegiatan
Kegiatan diikuti oleh warga dusun Cibodas Dusun Cibeureum yang masih
melakukan aktifitas BAB disembarang tempat, dan belum memiliki jamban sendiri.
B. Persiapan
Dari hasil Pendataan Kesling tahun 2014 cakupan Jamban Keluarga di
Wilayah RW. 05 Dusun Cibodas masih rendah, dengan kepemilikaan Jamban sehat
hanya 34 Rumah yang memiliki Jamban sehat, dari jumlah Rumah 96.

C. Bentuk Kegiatan
 Berdasarkan Data tersebut maka di lingkungan RW. 05 Dusun Cibodas diadakan
Acara Pemicuan STBM dari Dinas kesehatan melelui Puskesmas Banjar 1. Dari
hasil pemicuan tersebut, masyarakat berkoitmen untuk membuat Jamban Sehat.
Untuk memenuhi Komitmen tersebut,kemudian masyarakat bersepakat untuk
mengadakan Sebuah Kelompok Arisan jamban keluarga dan di bentuklah sebuah
Kelompok Arisan Jamban Keluarga.
 Monitoring dan evaluasi

D. Pelaksanaan Kegiatan
No. Tanggal Kegiatan Pelaksana
1. Pendataan Kesling Idrus Nuryadi
2. Pemicuan STBM dari Dinas Rusyono
Kesehatan Banjar Idrus Nuryadi
3. 11,12,13, Mei 2015 Pembentukan kelompok arisan Idrus Nuryadi
jamban Perangkat Cibodas

4. 21 Mei 2015 Pelaksanaan arisan jamban dr. S M Hannifan


Ibu Nurin
Bapak Pujo
Perangkat Ngasem
BAB IV
HASIL MINI PROJECT

4.1 Profil Komunitas Umum


Profil komunitas wilayah Desa Ngasem secara umum adalah masyarakat perdesaan
dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.
4.2 Data Geografi
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Dukoh Kidul, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Ngadiluwih, sebelah barat berbatasan Desa Bandungrejo, sedangkan
sebelah timur berbatasan dengan Desa Sendangharjo.
4.3 Data Demografi
4.3.1 Jumlah Penduduk
Di Dusun Penggik, Desa Ngasem terdapat 291 KK dengan jumlah penduduk 965
jiwa.
4.3.2 Mata Pencaharian
Sebagian besar warga dusun Penggik, desa Ngasem bekerja sebagai petani.
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada
Di Desa Ngasem terdapat 3 orang Bidan, 2 perawat, 1 dokter
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada
Di Desa Ngasem terdapat 1 buah Poskesdes dan 3 kelompok Posyandu
4.6 Survei dari rumah ke rumah dengan Penyuluhan “Mata rantai diare dan fungsi
jamban sehat dalam memutus mata rantai diare”.
Penyuluhan mengenai mata rantai diare dan fungsi jamban sehat dalam memutus
mata rantai diare dilakukan dari rumah ke rumah di desa Ngasem, kegiatan ini dilakukan
untuk memberi pengetahuan mengenai pentingnya jamban sehat dalam memutus mata
rantai suatu penyakit. Kegiatan ini bertujuan untuk memicu keinginan masyarakat setempat
yang belum memiliki jamban agar berusaha memiliki jamban dan masyarakat yang belum
memiliki jamban sehat memperbaiki jamban mereka agar lebih sehat.
Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :
NO. TANGGAL DUSUN PESERTA
1 11-13 Mei 2015 Penggik 110 KK

4.7 Survei Jamban milik warga desa Ngasem


Survei jamban milik warga dusun Penggik, desa Ngasem dilakukan pada hari senin,
selasa, rabu 11-13 Mei 2015 dengan mengumpulkan data kepemilikan jamban warga desa
Ngasem dan mengunjungi beberapa rumah warga dan melihat langsung jamban yang
dimiliki oleh warga. Survei ini dilakukan untuk mengetahui sebaran jamban yang ada di
wilayah Ngasem dan berbagai bentuk jamban yang dimiliki oleh warga dan untuk
mengetahui apakah jamban yang sudah ada memenuhi kriteria jamban sehat. Dari kegiatan
ini didapatkan hasil
Jenis JSP JSSP JTS Numpang OD
Jumlah 190 38 20 43 0
Ket:
a) JSP: Jamban sehat permanen, jamban yang sudah memenuhi 3 bagian utama
bangunan jamban
b) JSSP: Jamban sehat semi permanen, jamban yang sudah memenuhi 2 dari 3
bagian utama bangunan jamban, terutama bagian tengah dan bawah
c) JTS: Jamban tidak sehat, jamban yang hanya memenuhi 1 dari 3 bagian utama
jamban
d) OD: Open Defecation, perilaku buang air besar secara sembarangan

Data Kepemilikan Jamban Desa Ngasem

Tidak Punya
17%

Punya
83%

Punya Tidak Punya

DATA JENIS JAMBAN DESA NGASEM


OD
0%

Numpang
JTS
17%
7%

JSSP
13% JSP
63%

4.8 Gerakan Jamban Sehat


Gerakan Jamban Sehat diadakan tanggal 11, 12, 13 Mei 2015 bertempat di Desa
Ngasem mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh
warga tiga dusun desa Ngasem. Selain itu Gerakan Jamban Sehat ini juga di ikuti oleh 1
orang dokter internsip, 1 orang bidan, 2 staf puskesmas serta 6 orang perangkat desa.
Kegiatan dibuka oleh perangkat Puskesmas Ngasem, kemudian dilanjutkan dengan
sambutan-sambutan. Gerakan Jamban Sehat dilanjutkan dengan survei rumah ke rumah
dengan pendataan, penyuluhan dan pemicuan oleh tim yang terdiri dari dokter internsip,
perwakilan dari puskesmas, dan perwakilan dari perangkat desa.
Dalam penyuluhan disampaikan mengenai pengertian jamban sehat beserta kriteria-
kriterianya, bagian-bagian dari jamban sehat, bahaya dari kotoran manusia, mata rantai
penyakit yang bersumber dari kotoran manusia dan cara memutusnya serta fungsi dan
manfaat dari jamban sehat. Pada bagian akhir dari penyuluhan ditekankan bahwa jamban
sehat tidak harus mahal dan diberikan beberapa contoh jamban sehat yang bisa diterapkan
oleh warga, dan diakhiri dengan pemberian bantuan dari perangkat desa berupa material
jamban bagi warga yang kurang mampu untuk membuat jamban sendiri.
Pada kegiatan ini juga dihimbau agar masyarakat yang belum mempunyai jamban
segera membangun jamban sehat yang sesuai dengan kemampuannya atau sharing
jamban dengan warga sekitar serta tidak buang air besar di sembarang tempat.
4.9 Evaluasi dan Monitoring
Evaluasi dan monitoring dilakukan pada saat verifikasi mengenai Open Defecation
Free pada tanggal 21 Mei 2015, yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Bojonegoro
bekerjasama dengan Puskesmas Ngasem dan Perangkat Desa Ngasem dengan
mengunjungi rumah warga serta melakukan observasi dan pengisian form penilaian jamban
sehat.
BAB V
DISKUSI

Dari hasil diskusi bersama tim puskesmas diperoleh bahwa kegiatan “Gerakan
Jamban Sehat” ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat desa Ngasem.
Materi-materi yang diberikan saat penyuluhan kesehatan pada kegiatan ini dapat
menambah pengetahuan masyarakat tentang jamban sehat dan berbagai manfaatnya.
Kegiatan ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang
tempat dan memicu masyarakat untuk membangun jamban sehat yang sesuai dengan
kondisi masyarakat setempat.

Aparat pemerintahan setempat diharapkan dapat menindaklanjuti kegiatan ini


dengan membuat penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian BAB di sembarang tempat, membuat suatu mekanisme monitoring yang
dibuat masyarakat untuk mencapai 100 persen KK mempunyai jamban sehat dan membuat
suatu upaya atau strategi yang jelas dan tertulis untuk dapat mencapai Total Sanitasi. Hal
ini untuk mewujdukan masyarakat Ngasem ODF.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari Gerakan Jamban Sehat yang telah dilakukan di Desa Ngasem didapatkan
bahwa latar belakang masyarakat yang sebagian besar masih memiliki tingkat pendidikan
rendah dan penghasilan yang juga rendah mempengaruhi pola pikir masyarakat setempat
mengenai jamban sehat yang dianggap suatu barang yang mahal dan menempatkan
jamban bukan sebagai prioritas untuk dimiliki. Dengan adanya kegiatan ini masyarakat
dapat membuat jamban mereka lebih memenuhi krieria jamban sehat dengan adanya tutup
jamban. Sehingga jamban yang ada dapat benar-benar memutus suatu mata rantai
penyakit. Kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan suatu landasan untuk menuju masyarakat
Ngasem ODF.
Saran dari kegiatan ini adalah semoga kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan
deklarasi desa Ngasem ODF untuk itu dibutuhkan dukungan dan kerjasama yang baik. Dan
semoga kegiatan-kegiatan serupa yang bertujuan membuat masyarakat ODF dapat
dilaksanakan di seluruh desa di wilayah Kecamatan Ngasem sehingga dapat mewujudkan
Kecamatan Ngasem ODF dan selanjutnya menuju sanitasi total.

Mengetahui,
Dokter Pendamping Dokter Internsip,

dr. Tri Vera Handayani dr. Syarief Muhammad Hannifan


NIP 19810826 201001 2 001

Anda mungkin juga menyukai