Anda di halaman 1dari 3

HASIL

Berdasarkan jurnal yang telah kami analisis yang dimana berjudul “Sanitasi Air
Bersih dengan Kejadian Stunting Pada Balita” Membahas mengenai hubungan antara sanitasi
penyediaan air bersih dengan kejadian stunting pada balita Di Desa Tamanmartani. Dapat di
dapatkan hasil yaitu (Nisa et al., 2021):

Adanya hubungan antara sanitasi penyediaan air bersih dengan kejadian stunting
dengan nilai p=0,47, OR=2,705, yang dikarenakan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat dlihat bahwa responden yang memiliki sanitasi penyediaan air bersih yang buruk
memiliki peluang mengalami stunting 2,705 kali lebih besar dari pada responden yang
sanitasi penyediaan air bersihnya baik. Adapun yang mempengaruhi kondisi sanitasi yang
buruk pada 32 responden tersebut adalah tidak terpenuhinya indikator sanitasi yang baik di
antaranya yaitu : Sumber air yang jaraknya kurang dari 10 Meter dengan pencemar, adanya
air yag mengenang pada jarak 2 meter di dekat sumur, selain itu juga kondisi sumur yang
memiliki banyak retakan dan tidak dibersihkan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil (Nisa et al., 2021), dengan metode analitik dari 45 responden
kelompok kasus dan 45 responden kelompok kontrol yang diperoleh dari data sekunder Unit
Gizi, Puskesmas Kalasan Tahun 2018 ada hubungan signifikan antara sanitasi penyediaan air
bersih dengan kejadian Stunting pada balita di Desa Tamanmartani. Pada masa balita,
pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan tingkat perkembangan anak sejak
usia dini maupun balita berusia 24-35 bulan, munculnya kemajuan dalam perkembangan
motorik yang mempengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan balita tidak terpenuhi.

Pada penelitian ini, dari segi karakteristik sebagian besar balita Stunting yaitu 24 orang
atau 53,3% yang berjenis kelamin perempuan. Menurut (Ratnawati et al., 2022) faktor resiko
kejadian Stunting khususnya pada 1000 hari pertama kehidupan, dari masa dan fase
kehamilan hingga balita berusia 2 tahun. Balita berjenis kelamin perempuan memiliki lebih
banyak jaringan lemak serta jaringan otot yang sedikit dari balita laki-laki sehingga balita
perempuan mempunyai resiko yang lebih besar. Sanitasi penyediaan air bersih menjadi peran
penting terciptanya hidup yang layak.

Paramater fisik kualitas air bersih pada penelitian ini tidak baik, karena kualitas air
bersih pada kedua kelompok tidak memenuhi syarat dengan adanya air yang keruh dan air
yang berasa. Menurut (Permenkes RI, 2010) tentang standar baku mutu kesehatan
Lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk keperluan Higie Sanitasi :

1. Tidak berbau
Air yang berbau menandakan bahwa air tesebut tidak tercemar. Air yang berbau
busuk atau belerang berarti telah tercemar bakteri dari limbah rumah tangga
2. Tidak berasa
Air yang berasa seperti air laut tidak dapat di konsumsi karna tinggi zat garam
3. Tidak mengandung Mikroorganisme yang berbahaya
Mikroorganisme berbahaya dapat hidup di air seperti Eshchercia Coli (bakteri
penyebab sakit perut dan diare)
4. Tidak berwarna
Air yang berwarna mengindifikasikan bahwa air tersebut telah tercemar oleh
berbagai macam zat yang dapat menimbulkan warna. Air berwarna pekat dan
berbau sebaiknya tidak di konsumsi karena dapat menyebabkan penyakit. Namun,
jika air keruh air dapat dibirkan hingga kotoranya mendendap ke dasar, kemudia
air direbus terlebih dahulu kemudia di konsumsi.

Pada penelitian ini, peluang mengalami Stunting 2,705 lebih besar melihat responden
yang mempunyai sanitasi air bersih kurang baik lebih besar dibandingkan dengan responden
yang mempunyai penyediaan sanitasi air bersih yang baik. Jadi terdapat hubungan antara
penyediaan sanitasi air besih dengan kejadian Stunting. Intervensi yang tepat dalan
penanganan dan penurunan Stunting yang tepat adalah Intervensi gizi sensitif, perbaikan
snaitasi dan penyediaan air bersih.

Jamban yang sehat sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah
penyebaran penyakit. Beberapa syarat jamban yang sehat meliputi:

1. Sirkulasi udara yang baik: Pastikan ada ventilasi yang cukup untuk menghindari
bau tidak sedap dan penyebaran bakteri.
2. Penutup yang rapat: Tutup jamban harus rapat untuk mencegah lalat dan hama
lainnya masuk ke dalamnya.
3. Penyaluran yang aman: Jamban harus terhubung ke sistem pengelolaan limbah
yang aman, seperti septiktank atau jaringan saluran pembuangan yang sesuai.
4. Kebersihan: Jamban harus terjaga kebersihannya, dan tempat mencuci tangan
harus tersedia dalam kesinambungan.
5. Perlengkapan: Jamban sebaiknya dilengkapi dengan tisu atau air untuk
membersihkan diri setelah buang air besar.
6. Jarak dengan sumber air: Jamban harus cukup jauh dari sumber air, seperti sumur
atau sungai, agar tidak mencemari sumber air tersebut.
7. Pembuangan limbah yang aman: Limbah dari jamban harus dikelola dengan aman
dan sesuai dengan peraturan setempat.
8. Pendidikan dan perilaku: Penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang pentingnya jamban yang sehat dan menjaga sanitasi perilaku yang baik.
9. Perawatan dan pemeliharaan: Jamban perlu dirawat dan dipelihara secara teratur
agar tetap berfungsi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai