Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE

DI KLINIK SANITASI UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE


KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG

Dra. Nina Rosliana. MT1, Suparni, ST., M.KKK2, Siani Mona, S.KM
123
Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Dharma Husada Bandung
Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung

ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh
masalah lingkungan. Data angka kejadian diare di Ibrahim Adjie tahun 2015 yaitu 1.429 orang. Faktor
risiko lingkungan yang dapat mempengauhi diantaranya adalah sumber air bersih, air minum, jamban
keluarga, perilaku cuci tangan. Di Kota Bandung fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama
6,7%, dan fasilitas umum 4,2%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang
berhubungan dengan kejadian diare di Klinik Sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan
Batununggal Kota Bandung 2017. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey case control dengan
pendekatan retrospektif. Jumlah populasi sebanyak 100 orang terdiri dari 50 sampel kasus dan 50
orang sampel kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yaitu panduan pedoman
wawancara klinik sanitasi. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil
penelitian m enunjukan bahwa yang tidak memenuhi syarat adalah ; sumber air bersih (72,0%), air
minum (72,0%), jamban keluarga (78,0%), dan perilaku cuci tangan (92,0%). Hasil penelitian juga
menunjukan adanya hubungan sumber air bersih (p-value 0,003 dan OR 1,2), jamban keluarga (p-
value 0,002 dan OR 2,1), air minum (p-value 0,001 dan OR 5,1), perilaku cuci tangan (p-value 0,000
dan OR 4,3) dengan kejadian diare. Saran diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi bersama
petugas kesehatan dalam pencegahan diare, sehingga angka kejadian diare dapat diturunkan
khususnya di wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie.

Kata Kunci : Diare, Klinik Sanitasi, Lingkungan

THE ENVIRONMENT RISK FACTORS ASSOCIATED WITH THE INCIDENCE OF


DIARRHEA IN SANITATION CLINIC UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE DISTRICTS
BATUNUNGGAL BANDUNG 2017

Diarrheal disease is still a health problem for the people of Indonesia caused by environmental
problems. Data on the incidence of diarrhea in Ibrahim Adjie in 2015 is 1,429 people. Environmental
risk factors that can mengengauhi include clean water sources, drinking water, family toilet,
handwashing behavior. In Kota Bandung, BAB owns 76.2% of facilities, 6.7% owned by public and
4.2% of public facilities. The purpose of this study is to know the environment risk factors associated
with the incidence of diarrhea in Sanitation Clinic UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Districts
Batununggal Bandung 2017. Type of case survey research with retrospective approach. The total
population of 100 people consists of 50 case samples and 50 control samples. The research
instrument used is questionnaire. The analysis used univariate and bivariate with chi square test. The
results showed that each of them did not meet the requirements of clean water sources (72,0%),
drinking water (72,0%), family latrines (78,0%), , handwashing behavior (92,0%). And there are
relation of source of clean water (p-value 0,003 and OR 1,2), family toilet (p-value 0,002 and OR
2,1), drinking water (p-value 0,001 and OR 5,1), hand washing behavior with The incidence of
diarrhea (p-value 0.000 and OR 4.3). Suggestions are expected by the community to be able to
participate with health workers in prevention of diarrhea, so that the incidence of diarrhea can be
decreased especially in the ward of Ibrahim Adjie health center.

STIKes Dharma Husada Bandung 1


PENDAHULUAN terkontaminasi. Disamping itu jamban
Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat keluarga juga ikut berperan terjadinya diare
kesehatan masyarakat, menurut WHO (World karena tanpa jamban masyarakat memilih
Health Organization), kesehatan lingkungan buang air besar disembarang tempat. Hal
adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus inilah yang dapat menularkan penyakit diare
ada antara manusia dan lingkungan agar dapat melalui media air atau media makanan melalui
menjamin keadaan sehat dari manusia. lalat (Syarifuddin, dkk. 2012). Banyak faktor
Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan yang secara langsung maupun tidak langsung
lingkungan diantaranya meliputi sumber air menjadi pendorong terjadinya diare yaitu
bersih, penyediaan air minum, pengelolaan air Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh
limbah serta jamban keluarga. Sanitasi masih buruknya kondisi sanitasi dasar
merupakan suatu wahana masyarakat dalam terutama air bersih dan jamban, yang dapat
mengatasi masalah kesehatan lingkungan memicu terjadinya penyakit diare serta masih
untuk pemberantasan penyakit risiko berbasis kurangnya rumah yang memenuhi syarat
lingkungan (WHO, 2015) kesehatan sehingga penyakit diare juga
Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk semakin meningkat.
diperhatikan, karena lingkungan dapat Persediaan air yang tidak aman dan tingkat
menyebabkan timbulnya berbagai macam sanitasi yang tidak memadai meningkatkan
penyakit. Salah satu program yang penularan penyakit diare (termasuk kolera).
dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah
masalah kesehatan lingkungan adalah memperoleh akses ke fasilitas sanitasi
pelayanan klinik sanitasi. Ruang lingkup klinik meningkat sejak tahun 1990, cakupan global
sanitasi tersebut antara lain mencakup: saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun
perumahan, pengelolaan kotoran manusia, 2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia
penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke
pengelolaan air kotor (air limbah), sanitasi fasilitas sanitasi yang baik.
tempat-tempat umum dan tempat pengolahan Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit
makanan (Entjang, 2014). berbasis lingkungan dilihat berdasarkan
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan media/cara penularannya yaitu melalui udara,
lingkungan yang mempengaruhi derajat makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu
kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
sanitasi akan berdampak negatif di banyak pneumonia, dan TB paru. Melalui vektor yaitu
aspek kehidupan,mulai dari turunnya kualitas malaria dan DBD sedangakan melalui
lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya makanan, air dan lainnya yaitu diare
sumber air minum bagi masyarakat, (Riskesdas, 2013).
meningkatnya jumlah kejadian diare Penyakit Diare merupakan penyakit endemis
(Kemenkes RI, 2015). di Indonesia dan juga merupakan penyakit
Penyakit diare masih merupakan masalah potensial KLB yang sering disertai dengan
kesehatan bagi masyarakat Indonesia, karena kematian. Diare merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh pada masyarakat 25,2%, pada golongan semua
Subdit diare, Departemen Kesehatan dari umur merupakan penyebab kematian yang ke
tahun 2010-2014 kecenderungan insidens naik. empat (13,2%), dan angka kematian akibat
Pada tahun 2010 penyakit Diare 301/ 1000 ISPA pneumonia pada masyarakat sebesar
penduduk, tahun 2011 naik menjadi 374 /1000 1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian
penduduk, tahun 2013 naik menjadi 423 /1000 lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan
penduduk dan tahun 2014 menjadi 411/1000 pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar
penduduk (SDG, 2016). 0,20% (Kemenkes RI, 2015).
Penyakit berbasis lingkungan yaitu Infeksi Di Jawa Barat 2014 prevalensi pencapaian
Saluran Pernapasan Atas (ISPA), malaria, sanitasi yang buruk dapat menyebabkan diare
Demam Berdarah Dengue (DBD), adalah sebesar 90%. Sedangkan prevalensi
Tuberculosis (TB), kecacingan, dan penyakit askariasis pada tahun 2015 di daerah kumuh
kulit dan diare. Penularan penyakit diare dengan kejadian diare adalah 82,4% sampai
karena infeksi bakteri dan virus biasanya 90,6% (Dinkes Jabar, 2015). Data kunjungan
melalui air minum dan makanan yang klinik sanitasi yang dilihat dari data 3 tahun

STIKes Dharma Husada Bandung 2


terakhir bahwa penyakit diare sebesar 260 Faktor lain yang dapat menyebabkan diare
orang dengan ditunjukan pada seluruh yaitu pengetahuan ibu dan ketersediaan
kelompok umur yaitu tahun 2013 sebesar 78 jamban mempengaruhi kejadian diare, dimana
orang tahun 2014 sebesar 82 orang dan tahun pengetahuan yang rendah serta ketersediaan
2015 menunjukan angka kejadian semakin jamban yang tidak memenuhi syarat
tinggi dan meningkat menjadi sebesar 100 memperbesar kemungkinan kejadian diare.
orang, oleh karena itu, jika dalam Pengetahuan yang rendah menyebabkan
pemberantasannya hanya menonjolkan aspek seseorang kurang memahami dan mengetahui
kuratif dan rehabilitatif, tentu tidak akan sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga
maksimal. Dalam memberantas penyakit ini, tidak mampu melakukan tata laksana
yang perlu dilakukan adalah mengubah pola pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban
hidup dan tingkah laku masyarakat dengan yang memenuhi syarat kesehatan memperbesar
menggencarkan aspek promotif dan preventif penularan diare yang dapat melalui air atau
(Puskesmas Ibrahim, Adjie, 2015). serangga yang hinggap di tinja penderita diare
Kota Bandung dilihat berdasarkan data rumah lalu hinggap dimakanan (Notoatmodjo, 2012).
tangga tahun 2015 menunjukkan kejadian Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat
diare dengan rumah tangga di Kota Bandung kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat
menggunakan fasilitas BAB milik sendiri faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku
76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
umum 4,2% (Dinkes Kota Bandung, 2015). Keempat faktor tersebut saling terkait dengan
Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam,
lingkungan dengan kejadian diare pada anak keseimbangan ekologi, kesehatan mental,
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas sistem budaya, dan populasi sebagai satu
Bahu Manado. Hasil penelitiannya kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh
menunjukan adanya hubungan antara sanitasi yang besar terhadap derajat kesehatan
lingkungan seperti sumber air bersih, air masyarakat. Faktor lingkungan meliputi
minum, jamban keluarga, jamban keluarga dan lingkungan fisik, lingkungan biologik dan
perilaku cuci tangan dengan kejadian diare lingkungan sosio kultural. John Gordon
pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja menggambarkan adanya interaksi antara 3
Puskesmas Bahu Manado. faktor yaitu faktor lingkungan (environment),
Banyak faktor yang secara langsung maupun pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent).
tidak langsung menjadi pendorong terjadinya Timbulnya penyakit bila terjadi
diare yaitu faktor lingkungan fisik. Faktor ketidakseimbangan di antara ketiga faktor
faktor risiko lingkungan merupakan faktor tersebut, misalnya penyakit terjadi karena
yang paling dominan yaitu sarana penyediaan faktor lingkungan yang jelek, atau
air bersih dan pengelolaan tinja, kedua faktor berkembangnya kuman penyakit atau daya
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. tahan tubuh yang rendah untuk melawan
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena infeksi kuman penyakit (Yankes, 2015)
tercemar kuman diare serta terakumulasi Penelitian sejenis Muh.Saleh, Lia Hijriani
dengan perilaku manusia yang tidak sehat. Rachim, 2014 Tentang Hubungan Kondisi
Sedangkan faktor perilaku tidak sehat yang Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare
dapat menyebabkan penyebaran kuman infeksi Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja
dan meningkatkan risiko diare antara lain Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap dapat
adalah buang air besar, tidak membuang tinja menyimpulkan bahwa memiliki hubungan
dengan benar, dan masih banyak lingkungan seperti penyediaan air bersih, jamban keluarga
yang belum mempunyai jamban. Sanitasi dan saluran air limbah dengan kejadian diare.
faktor risiko lingkungan yang mendukung Jamban yang tidak bersih bisa menjadi sumber
berupa ketersediaan sumber air, ketersediaan persebaran bakteri penyebab penyakit diare
jamban, dapat menurunkan sumber penularan Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh
penyakit yang dapat memicu terjadinya diare. Mung Rahadi (2015) tentang evaluasi sanitasi
Rendahnya mutu sanitasi faktor risiko lingkungan yang buruk terhadap kejadian diare
lingkungan merupakan keadaan potensial pada penelitianya dapat disimoulkan bahwa
menjadi sumber penularan penyakit diare tanah, sumber air merupakan penyebab diare.
(Dwianto, 2010). Klinik sanitasi merupakan salah satu upaya
puskesmas yang dilaksanakan secara integratif

STIKes Dharma Husada Bandung 3


terhadap penanganan penyakit-penyakit yang jamban keluarga dan air minum, perilaku cuci
berhubungan dengan masalah kesehatan. tangan.
Pelaksanaan program klinik sanitasi di Pelaksanaan Klinik Sanitasi di Puskesmas
puskesmas dapat meningkatkan kuantitas 17 Ibrahim Adjie sudah berjalan 6 tahun yaitu
27% dan kualitas 24% sarana air bersih dan dari tahun 2010-2016, akan tetapi target
jamban keluarga (Kemenkes RI, 2015). pencapaian sasaran untuk masyarakat yang
Menurut Hasanuddin (2013) bahwa tingginya mandiri, berkualitas dan berdaya saing
kejadian penyakit berbasis lingkungan diantaranya yaitu meningkatnya akses
disebabkan oleh masih buruknya kondisi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi
sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, masyarakat yang bermutu, merata dan
yang dapat memicu terjadinya penyakit diare terjangkau dan meningkatnya kesadaran
serta masih kurangnya rumah yang memenuhi individu, keluarga dan masyarakat melalui
syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga promosi, pemberdayaan dan penyehatan
semakin meningkat. Penularan penyakit diare lingkungan belum optimal. Target pelayanan
karena infeksi bakteri dan virus biasanya dasar klinik sanitasi dari tahun 2010-2016
melalui air minum dan makanan yang hanya sebesar 65%, sedangkan target yang
terkontaminasi. Disamping itu jamban ingin dicapai di tahun 2018 yaitu sebesar 95%.
keluarga juga ikut berperan terjadinya diare Kondisi dan fenomena program klinik sanitasi
karena tanpa jamban masyarakat memilih yang ada di Puskesmas Ibrahim Adjie yaitu di
buang air besar disembarang tempat. kepalai oleh petugas kesehatan lingkungan
Menurut data 10 penyakit yang berkunjung ke dengan sasaran program klinik sanitasi
klinik sanitasi di Puskesmas Ibrahim Adjie meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang
diketahui yaitu sebagai berikut diare sebanyak berhubungan dengan masalah kesehatan
100 orang, TB paru sebanyak 50 orang, ISPA lingkungan (yang datang ke puskesmas atau
22 orang, Malaria 12 orang, DBD 8 orang, yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat
Cikungunya 8 orang, Scabies 3 orang, Kulit 3 umum (klien) yang mempunyai masalah
orang, dan Dermatitis Alergi 2 orang. kesehatan lingkungan (yang datang ke
Berdasarkan data tersebut merupakan data puskesmas atau yang menemui petugas klinik
terbanyak yaitu pasien yang di rujuk ke klinik sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab
sanitasi diantaranya adalah diare. Puskesmas masalah bagi penderita/klien dan masyarakat
Ibrahim Adjie terdiri dari 3 kelurahan yaitu sekitarnya.
Kelurahan Kebon Waru, Kelurahan Kebon Petugas klinik sanitasi di Ibrahim Adjie
Gedang dan Kelurahan Cibangkong, jumlah dilaksanakan di dalam gedung dan di luar
penderita diare tahun 2015 adalah sebanyak gedung puskesmas oleh petugas sanitasi
1.429 penderita, sedangkan pasien diare yang dibantu oleh petugas kesehatan lain dan
di rujuk ke klinik sanitasi yaitu sebanyak 50 masyarakat, serta kader. Kegiatan dalam
orang dan pada penelitian ini yang peneliti gedung difokuskan pada identifikasi penyakit
ambil yaitu pasien yang dirujuk ke klinik yang diderita pasien, kegiatan konseling,
sanitasi sebanyak 50 orang. penyuluhan dan membuat perjanjian untuk
Adapun Jumlah KK yang menggunakan sarana kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung
air bersih tahun 2015 yang memenuhi syarat berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut
adalah 42%, KK yang menggunakan jamban meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat
sebanyak 42,5 % sedangkan yang tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah
menggunakan 23,52% serta jumlah rumah kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar.
sehat adalah 34,12%, sedangkan rumah tangga Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk
yang menggunakan sarana air bersih di mengetahui faktor risiko lingkungan dan
wilayah kerja puskesmas Ibrahim Adjie adalah ketepatan jenis intervensi yang akan
59,23%, jamban yang memenuhi syarat dilakukan.
56,47% dan rumah yang mempunyai SPAL Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas
22,60%. Ibrahim Adjie tahun 2016. Hasil wawancara
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui terhadap 10 pasien, 6 orang diantaranya tidak
faktor risiko lingkungan dan perilaku yang memahami bagaimana cara pencegahan diare
berhubungan dengan kejadian diare di lingkungan sekitarnya, hal tersebut menurut
diantaranya yaitu penyediaan air bersih, pernyataan pasien terhadap pelaksanaan klinik
sanitasi sumber air bersih berasal dari sumur

STIKes Dharma Husada Bandung 4


gali yang jaraknya kurang dari 10 meter dari jumlah sampel yang digunkan pada penelitian
pengelolaan air limbah dan septik tank, ini yaitu 100 orang.
sehingga keadaan warna dan fisik air bersih Pada penelitian ini pemilihan sampel
tersebut berwarna kuning dan berbau, selain menggunakan kriteria :
itu ada 4 orang lainya menyatakan tidak Kriteria Insklusi
mengerti bagaimana melaksanakan kebersihan 1) Semua responden yang berkunjung ke
dilingkungan sekitarnya dan ada sampah bekas Puskesmas dan dirujuk ke Klinik Sanitasi
limbah rumah tangga yang langsung dialirkan Puskesmas Ibrahim Adjie
ke sungai disekitar tempat mereka tinggal. 2) Responden yang mempunyai KK dan
Berdasarkan latar belakang diatas maka bukan penghuni kost di Wilayah Kerja
penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Puskesmas Ibrahim Adjie
tempat tersebut, dengan tentang faktor risiko Kriteria Eksklusi
lingkungan yang berhubungan dengan 1) Responden yang tidak dirujuk ke Klinik
kejadian diare di klinik sanitasi UPT Sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie
Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan 2) Bukan pasien luar wilayah Puskesmas
Batununggal Kota Bandung 2017. Ibrahim Adjie

METODOLOGI PENELITIAN Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian merupakan alat bantu
Rancangan Penelitian yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey mengumpulkan data. Instrumen pengumpulan
case control, dengan pendekatan retrospektif. data dalam penelitian ini adalah pengumpulan
Retrospektif adalah penelitian untuk melihat data dengan cara menggunakan lembar
faktor risiko akibat yang telah terjadi terhadap kuesioner sesuai dengan SPO (Standar
masalah kebelakang, dengan melakukan Prosedur Operasional) klinik sanitasi di
pengukuran atau pengamatan pada saat yang puskesmas. Kuesioner adalah data primer yang
telah terjadi ( digunakan peneliti untuk mengukur faktor
risiko lingkungan dan perilaku yang
Variabel Independen berhubungan dengan kejadian diare meliputi
Variabel independen penelitian ini yaitu faktor Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga
risiko lingkungan yaitu Sumber Air Bersih (JAGA), air minum, perilaku cuci tangan.
(SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air minum, Pada kuesioner ini yang peneliti gunakan yaitu
perilaku cuci tangan. Variabel dependen kuesioner, jadi pada saat pelaksanaan klinik
merupakan variabel yang dipengaruhi atau sanitasi didalam gedung sesuai pedoman
yang menjadi akibat, karena adanya variabel wawancara klinik sanitasi (Yankes, 2015).
bebas (Sugiyono, 2014). Variabel dependen
penelitian ini yaitu kejadian diare. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan Dalam penelitian ini
Populasi data yang digunakan adalah data primer dan
Populasi dalam penelitian ini adalah data data sekunder.
pasien dilihat dari 3 tahun yang dirujuk di Data primer adalah data yang diperoleh dari
klinik sanitasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie pengisian kuesioner sesuai dengan SPO
dan di rata-ratakan yaitu 100 orang. (Standar Prosedur Operasional) klinik sanitasi
di puskesmas yaitu tentang faktor risiko
Sampel lingkungan dan perilaku yang berhubungan
Pengambilan sampel yang digunakan dalam dengan kejadian diare meliputi Sumber Air
penelitian ini adalah dengan tekhnik Total Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), air
Sampling. Pengambilan sampel dengan Total minum, perilaku cuci tangan.
Sampling, yaitu di dasarkan pada jumlah Data sekunder yaitu data yang sudah ada
populasi yang kurang dari 100 orang, maka meliputi jumlah data pasien yang dilihat dari
jumlah sampel yang digunakan pada penelitian data register dengan rujukan pasien ke klinik
ini yaitu 50 orang kelompok kasus (diare) dan sanitasi sebanyak 100 orang. Adapun langkah
50 orang kelompok kontrol (tidak diare) yaitu langkah pengumpulan data pada penelitian
pasien yang dirujuk ke Klinik Sanitasi. Jadi ini yaitu sebagai berikut :

STIKes Dharma Husada Bandung 5


f k = jumlah frekuensi pada kolom
Teknik Pengolahan dan Analisis Data fb = jumlah frekuensi pada baris
Teknik pengolahan data yang telah dilakukan T = jumlah keseluruhan baris atau
untuk proses analisis data yaitu Editing data, kolom
Coding (Pengkodean), Data Entry (Pemasukan Hasil akhir uji statistik adalah untuk
Data), Cleaning Data (Pembersihan Data) mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak
atau Ho diterima. Syarat uji chi square adalah
Analisis Data tabel harus menggunakan 2x2, digunakan
Analisis Univariat tingkat kepercayaan 95%. Ketentuan
Menjelaskan atau mendeskripsikan pengujian dengan Chi Square adalah jika p
karakteristik setiap variabel penelitian yaitu value alpha (0,05) maka ada hubungan yang
Sumber Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga signifikan antara kedua variabel, tetapi jika p
(JAGA), air minum, perilaku cuci tangan dan value > alpha (0,05) maka tidak ada hubungan
setiap variabel pada analisis ini hanya yang signifikan antara keduanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji chie square
persentase dari tiap variabel. Rumus menunjukan p-value0,05 artinya HO ditolak
persentase frekuensi sebagai berikut: yang berarti ada hubungan antara variabel
independen (Sumber Air Bersih (SAB),
Jamban Keluarga (JAGA), air minum, perilaku
cuci tangan) dengan variabel dependen
(kejadian diare)
Pada tabulasi silang 2x2 akan dicari nilai OR
(Odds Ratio) untuk mengetahui ada tidaknya
Keterangan : hubungan antara variabel independen dengan
P : presentase untuk setiap kategori variabel dependen. Selain itu juga akan
f : jumlah setiap kategori dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi-
N : jumlah total responden square untuk mengetahui kemaknaan
hubungannya secara statistik. Uji Chi-square
Bivariat dipilih sesuai dengan kegunaanya, yaitu untuk
Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui menguji independensi diantara dua variabel,
hubungan antara variabel bebas yaitu Sumber menguji perbedaan proporsi atau persentase
Air Bersih (SAB), Jamban Keluarga (JAGA), antara beberapa kelompok data dan juga
air minum, perilaku cuci tangan yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
berhubungan dengan variabel terikat yaitu variabel kategorik dengan variabel kategorik.
kejadian diare. Penelitian ini analisis yang Odds Ratio (OR) = ad
digunakan yaitu uji Chi Square dengan syarat bc
uji tersebut yaitu data yang didistribusikan Interpretasi Odds Ratio:
berbentuk nominal dan dilakukan uji Chi- OR = 1 : tidak ada asosiasi antara faktor
Square dengan kategori (Nominal) atau dengan penyakit (tidak ada hubungan)
berbentuk angka (Numerik) dan ditentukan OR > 1 : ada asosiasi positif antara faktor
nilai OR nya. (Sugiyono, 2014) dengan risiko dengan penyakit (ada
penyajian data dalam bentuk tabel silang. hubungan/mempertinggi risiko)
Rumus Uji Chi-Square sebagai berikut : OR < 1 : ada sosiasi negatif antara faktor
risiko dengan penyakit (tidak ada
hubungan/mengurangi risiko)
Interval estiment OR ditetapkan pada tingkat
kepercayaan sebesar 95% CI (confident
Keterangan:
interval) :
x2 : Nilai Chi kuadrat
Batas Atas : 95% CI = OR (1+Z/X)
fo : Frekuensi yang diobservasi
Batas Bawah :05% CI = OR (1-Z/X)
fh : frekuensi yang diharapkan
dimana :

fe =

fe = frekuensi yang diharapkan

STIKes Dharma Husada Bandung 6


Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Angka Kejadian Diare Di Tabel 4.3 Hubungan Faktor Risiko Sumber
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Air Bersih, Air Minum, Jamban Keluarga,
Adjie Tahun 2017 Perilaku Cuci Tangan Dengan Angka
Kejadian Diare Di Wilayah Kerja UPT
Kejadian Diare Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
Kejadian Diare Diare Tidak Diare
f % f % Diare Tidak
OR
95
P
Kejadian Diare Diare %
Variabel
CI
Diare 50 100 - - f % f %
Tidak Diare - - 50 100 Sumber Air Bersih (SAB)
Total 50 100 50 100 MS 14 28,0 30 60,0 1,2 1,1 0,003
TMS 36 72,0 20 40,0 -
3,5
Tabel 4.1 diketahui angka kejadian diare Di Air Minum
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie MS 14 28,0 31 62,0 5,1 4,2 0,001
TMS 36 72,0 19 38,0 -
Tahun 2017 sebanyak 50 orang dan tidak diare 7,3
sebanyak 50 orang Jamban Keluarga (JAGA)
MS 11 22,0 27 54,0 2,1 2,2 0,002
TMS 39 78,0 23 46,0 -
Tabel 4.2 Faktor Risiko Sumber Air Bersih, 2,4
Jamban Keluarga, Air Minum, Perilaku Perilaku Cuci Tangan
Cuci Tangan Di Wilayah Kerja UPT Ya 4 8,0 20 40,0 4,3 4,2 0,000
Tidak 46 92,0 30 60,0 -
Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 Total 50 100 50 100 8,1
Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat
Variabel Penelitian Kejadian Diare
Diare Tidak Diare
Sumber Air Bersih (SAB) Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 1,2 artinya
MS 14 28,0 30 60,0 responden yang memiliki sumber air bersih
TMS 36 72,0 20 40,0 yang tidak memenuhi syarat terkena diare
Total 50 100 50 100
Air Minum berisiko lebih besar 1,2 kali lebih besar
MS 14 28,0 31 62,0 dibandingkan dengan responden yang
TMS 36 72,0 19 38,0 memiliki sumber air bersih yang memenuhi
Total 50 100 50 100
Jamban Keluarga (JAGA) syarat, secara statistik didapatkan p-value
MS 11 22,0 27 54,0 0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada
TMS 39 78,0 23 46,0 hubungan antara sumber air bersih dengan
Total 50 100 50 100
Perilaku Cuci Tangan
kejadian diare.
Ya 4 8,0 20 40,0 Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 5,1 artinya
Tidak 46 92,0 30 60,0 responden yang memiliki air minum yang
Total 50 100 50 100
Ket : MS=Memenuhi syarat, TMS=Tidak memenuhi syarat
tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko
lebih besar 5,1 kali lebih besar dibandingkan
Tabel 4.2 menunjukan bahwa paling banyak dengan responden yang memiliki air minum
sumber air minum yang tidak memenuhi syarat yang memenuhi syarat, secara statistik
pada angka kejadian diare yaitu sebesar 72,0% didapatkan p-value 0,001 yang dinyatakan
dan pada kelompok tidak diare sebesar 40,0%. signifikan artinya ada hubungan antara air
Faktor risiko yang dilihat berdasarkan air minum dengan kejadian diare.
minum yang tidak memenuhi syarat pada Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 2,1 artinya
kelompok diare yaitu sebesar 72,0% dan pada responden yang memiliki jamban keluarga
kelompok tidak diare sebesar 38,0%. yang tidak memenuhi syarat terkena diare
Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban berisiko lebih besar 2,1 kali lebih besar
keluarga yang tidak memenuhi syarat pada dibandingkan dengan responden yang
kelompok diare yaitu sebesar 78,0% dan pada memiliki jamban keluarga memenuhi syarat,
kelompok tidak diare sebanyak 46,0%. secara statistik didapatkan p-value 0,002 yang
Sedangkan untuk faktor risiko perilaku cuci dinyatakan signifikan artinya ada hubungan
tangan menunjukan sebagian besar responden antara jamban keluarga dengan kejadian diare.
tidak melakukan cuci tangan yaitu pada Tabel 4.3 menunjukan nilai OR 4,3 artinya
kelompok diare sebesar 92,0% dan pada responden yang tidak melakukan cuci tangan
kelompok tidak diare sebesar 60,0%. pakai sabun setelah BAB terkena diare

STIKes Dharma Husada Bandung 7


berisiko lebih besar 4,3 kali dibandingkan Menurut Hasanuddin (2013) menjelaskan
dengan responden yang melakukan cuci bahwa penularan penyakit diare karena infeksi
tangan pakai sabun setelah BAB, secara bakteri dan virus biasanya melalui air minum
statistik didapatkan p-value 0,000 yang dan makanan yang terkontaminasi. Disamping
dinyatakan signifikan artinya ada hubungan itu jamban keluarga juga ikut berperan
antara perilaku cuci tangan dengan kejadian terjadinya diare karena tanpa jamban
diare. masyarakat memilih buang air besar
disembarang tempat. Hal inilah yang dapat
Tabel 4.4 Nilai Odd Ratio (OR) menularkan penyakit diare melalui media air
Variabel OR 95% CI atau media makanan melalui lalat.
Sumber air bersih 1,2 1,1-3,5 Selain itu hasil penelitian di Wilayah Kerja
Air minum 5,1 4,2-7,3
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
Jamban keluarga 2,1 2,2-2,4
Perilaku cuci tangan 4,3 4,2-8,1 sebagai berikut :Sebagian besar memperoleh
air bersih dari jetpum, dan besar kemungkinan
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui nilai OR yang jetpum terkontaminasi dengan besi yang
paling berisiko terhadap angka kejadian diare berkarat, sehingga air menjadi berwarna dan
yaitu air minum yang didapatkan OR terbesar berbau, selain itu sebagian responden tidak
5,1 yang artinya pasien yang dirujuk ke klinik memiliki jamban keluarga, pengelolaan limbah
sanitasi dengan air minum yang tidak sisa pemakaian, seperti bekas mencuci dan
memenuhi syarat akan berisiko lebih besar 5.1 mandi di alirkan langsung ke sungai, sehingga
terhadap kejadian diare dibandingkan pada resapan air tanah di lingkungannya menjadi
pasien yang memiliki air minum yang tercemar.
memenuhi syarat. Menurut Syarifuddin, dkk. (2012) menyatakan
bahwa jamban keluarga juga ikut berperan
Pembahasan terjadinya diare karena tanpa jamban
Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui masyarakat memilih buang air besar
bahwa angka kejadian diare Di Wilayah Kerja disembarang tempat. Hal inilah yang dapat
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017 menularkan penyakit diare melalui media air
sebanyak 50 orang dan tidak diare sebanyak atau media makanan melalui lalat
50 orang. Hal ini pada responden yang Persediaan air yang tidak aman dan tingkat
mengalami diare dipengaruhi oleh faktor risiko sanitasi yang tidak memadai meningkatkan
lingkungan seperti Sumber Air Bersih (SAB), penularan penyakit diare (termasuk kolera).
Jamban Keluarga (JAGA), dan air minum Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah
yang tidak memenuhi syarat, serta perilaku memperoleh akses ke fasilitas sanitasi
resonden dalam melakukan cuci tangan setelah meningkat sejak tahun 1990, cakupan global
BAB tidak menggunakan sabun sehingga ia saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun
terkena diare. 2015, lebih dari sepertiga dari populasi dunia
Pada dasarnya tingginya angka kejadian diare (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke
merupakan penyakit berbasis lingkungan yag fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar
disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi juga akan diperlukan baik di luar 2015 sebagai
dasar terutama air bersih dan jamban, yang tantangan baru untuk dunia yang harus
dapat memicu terjadinya penyakit diare serta dihadapi dalam mempertahankan dan
masih kurangnya rumah yang memenuhi mengukur kemajuan yang berarti, misalnya
syarat kesehatan sehingga penyakit diare juga memastikan akses ke air minum yang aman
semakin meningkat. Hal ini diperkuat oleh dan sanitasi dasar (WHO, 2015).
hasil Ficher (2015) tentang hubungan sanitasi Menurut Riskesdas tahun 2013 penyakit
lingkungan dengan kejadian diare pada anak berbasis lingkungan berdasarkan media/cara
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas penularan melalui udara, makanan, air, dan
Bahu Manado. Hasil penelitiannya vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran
menunjukan adanya hubungan antara sanitasi Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB
lingkungan dengan kejadian diare pada anak paru. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD
usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas sedangakan melalui makanan, air dan lainnya
Bahu Manado. yaitu diare (Riskesdas, 2013).

STIKes Dharma Husada Bandung 8


Faktor Risiko Sumber Air, Jamban (diuraikan) oleh mikroorganisme air (Sarudji,
Keluarga, Air Minum, Perilaku Cuci 2013).
Tangan Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Berikut inpeksi sanitasi yang ada di Wilayah
Ibrahim Adjie Tahun 2017 Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie sesuai data di
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan Puskesmas menunjukan syarat IS dapat terlihat
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim pada grafik sebagai berikut :
Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa paling Garfik 4.1 Inpeksi Sanitasi Sumber Air
banyak sumber air bersih yang tidak Bersih Di Wilayah Kerja Puskesmas
memenuhi syarat pada kejadian diare yaitu Ibrahim Adjie
sebesar 72,0% dan pada kelompok tidak diare
sebesar 60,0%. Hal ini dipengaruhi oleh
penyediaan air bersih kebanyakan responden 68
gunakan yaitu berasal dari jetpum dan jarak 70
pengelolaan air bersih dilingkungan mereka 60
sebagian berjarak <10 meter dengan
50
pencemaran.
Upaya ketersediaan air bersih yang merupakan 40
milik sendiri dan tidak memenuhi syarat 30 18
14
kesehatan. Air bersih adalah air yang 20
digunakan untuk keperluan sehari hari dan 10
sistem persediaan air bersih perkotaan pada
0
umumnya tidak terawat dan rusak, sehingga
air mengandung bakteri patogen atau zat-zat TINGGI SEDANG RENDAH
terlarut lainnya dapat berakibat langsung pada Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim
kesehatan. Selain itu Pemukiman yang padat Adjie (2015)
memungkinkan tercemarnya air sumur oleh
kotoran, karena letak sumur berdekatan Hasil Pemeriksaan Kimia Sumber Air Bersih
dengan septic tank (WC) atau berdekatan yang digunakan penduduk di Wilayah Kerja
dengan saluran pembuangan limbah rumah Puskesmas Ibrahim Adjie. Berdasarkan
tangga/pabrik (Sarudji, 2013). Parameter pH Air dengan rincian yaitu sumur
Air yang sehat harus memenuhi beberapa gali (jutpam), Sumur pompa tangan (SPT) dan
persyaratan yaitu Air harus jernih atau tidak Penampungan Air hujan (PAH) semuanya
keruh. Kekeruhan pada air biasanya tidak memenuhi syarat kimia air yaitu
disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat didapatkan tinggi sebesar 68%, sedang 18%
yang sangat halus. Semakin keruh dan rendah 14%, dari angka tersebut bahwa
menunjukkan semakin banyak butir-butir sumber air bersih adalah tidak mencapai 100%
tanah dan kotoran yang terkandung di yang artinya kurang baik, sehingga Kesadahan
dalamnya.Tidak berwarna. Air yang berwarna air dapat diakibatkan oleh kandungan ion
berarti mengandung bahan-bahan lain kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) . Hal
berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang
rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar
, selokan, air sumur yang tercemar dan lain- peralatan yang dipergunakan untuk merebus
lain (Sarudji, 2013). air terdapat kerak atau endapan. Air sadah
Kemudian syarat selanjutnya adalah rasanya dapat juga mengandung ion-ion Mangan
tawar. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau (Mn2+) dan besi (Fe2+) yang memberikan
asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut rasa anyir pada air dan berbau, serta akan
tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan
garam-garam tertentu yang larut dalam air, pada peralatan dan pakaian yang dicuci
sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam (Sarudji, 2013).
organik maupun asam anorganik.Tidak berbau. Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2017
dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang menunjukan bahwa faktor risiko yang dilihat
berbau busuk mengandung bahan-bahan berdasarkan air minum yang tidak memenuhi
organik yang sedang didekomposisi syarat pada kelompok diare yaitu sebesar

STIKes Dharma Husada Bandung 9


72,0% dan pada kelompok tidak diare sebesar MPN (Multi Probable Number) Coliform
62,0%. Hal ini pada kelompok kejadian diare adalah perkiraan terdekat jumlah bakteri
disebabkan oleh air minum yang tercemar Coliform dalam 100 cc air. Dan tujuannya
mikroorganisme, karena sebagian responden di untuk mengetahui berapa jumlah MPN
wilayah tersebut air yang digunakan untuk Coliform dalam 100 ml sampel berdasarkan
minum mereka didapatkan dari sumber air Permenkes RI No. 416 / Menkes / Per / IX /
jetpum, besar kemungkinan jetpum yang 1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan
digunakan responden terkontaminasi oleh besi Kualitas Air Bersih (Kemenkes RI, 2015).
karat, sehingga air berasa dan berbau tapa Bakteri Coliform merupakan jasad indikator
dilakukan filter terlebih dahulu. Hasil air di dalam substrat air, bahan makanan, saluran
minum sumber jetpum dan air minum yang pencernaan manusia dan sebagainya untuk
digunakan isi ulang. kehadiran jasad berbahaya/patogen. Apabila
Berikut hasil IS berdasarkan air minum yang di dalam makanan tersebut terdapat Coliform
diperoleh dari data skunder di Puskesmas maka makanan atau minuman tersebut secara
Ibrahim Adjie tahun 2015 dapat terlihat pada mikrobiologis tercemar oleh tinja.
grafik sebagai berikut : Coliform dapat bertahan hidup di air
tanah dangkal selama lebih dari 2 bulan
Garfik 4.2 Inpeksi Sanitasi Air Minum Di (Kemenkes RI, 2015).
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Menurut Malem, (2010) air yang baik harus
melewati filter terlebih dahulu yaitu terbuat
dari bahan silica untuk menyaring partikel
kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon
aktif untuk menghilangkan bau. Tahap
75 berikutnya adalah penyaringan air dengan
160 saringan berukuran 10 mikron kemudian
14 melalui saringan 1 mikron untuk menahan
17
110 bakteri. Air yang keluar dari saringan 1 mikron
dinyatakan telah bebas dari bau dan bakteri,
60 ditampung pada tabung khusus yang
berukuran lebih kecil dibanding tabung
penampung air baku. Selanjutnya adalah tahap
10
mematikan bakteri yang memungkinkan masih
TINGGI SEDANG RENDAH tersisa dengan menggunakan ultra violet
Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim ataupun ozonisasi. Akhirnya air melalui
Adjie (2015) pengisian dimasukkan kedalam botol dan
ditutup .
Pengukuran parameter mikrobiologi : MPN Penyediaan air bersih selain kuantitasnya,
Coliform uji laboratorium dengan tiga tahap kualitasnya pun harus memenuhi standar yang
tes perkiraan, tes penegasan, dan tes lengkap berlaku. Karena air baku belum tentu
(complet test). Hasil pemeriksaan laboratorium memenuhi standar, maka dilakukan
berdasarkan MPN Coliform per 100 ml pengolahan air untuk memenuhi standar air
sampel air yang diperoleh dari kualitas air minum. Pengolahan air minum dapat sangat
bersih dimana MPN Coliform yaitu 0/100 ml sederhana sampai sangat kompleks tergantung
sampel air, terdiri dari sumur gali (jetpum) kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik,
tidak memenuhi syarat yaitu MPN Coliform maka mungkin tidak diperlukan pengolahan
diatas 0/100 ml dan sumur pompa tangan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan
(SPT) memenuhi syarat, sumur pompa tangan kuman, maka disinfeksi saja sudah cukup,
(SPT) tidak memenuhi syarat sesuai dengan tetapi apabila air baku semakin buruk
pemenkes dimana MPN Coliform yaitu diatas kualitasnya maka pengolahan harus lengkap
0/100 ml sampel air. Diketahui uji (Slamet, 2012).
laboratorium yang dilakukan puskesmas Faktor risiko yang dilihat berdasarkan jamban
Ibrahim Adjie yang dilakukan di Dinkes Kota keluarga di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Bandung menunjukan Coliform tertinggi Ibrahim Adjie Tahun 2017 menunjukan bahwa
yaitu 75 sedang 17 dan rendah 14. yang tidak memenuhi syarat pada kelompok
diare yaitu sebesar 78,0% dan pada kelompok

STIKes Dharma Husada Bandung 10


tidak diare sebanyak 54,0%. Sebagian Garfik 4.3 Inpeksi Sanitasi CTPS Di
responden yang mengalami diare karena di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
rumah mereka tidak ada toilet secara khusus
dan kebanyakan kamar mandi bersatu dengan 10
WC, sehingga WC tersebut berbau dan 10
8
virusnya terinfeksi pada manusia disekitarnya.
Hal ini diketahui dari pernyataan responden 8
yang data ke klinik sanitasi dan kemudian 5
6
dilakukan konseling kepada pasien, tenaga
kesehatan lingkungan menggunakan panduan 4
konseling. Jamban tidak ada septik tenk
pembuangan kotoranya memalui selokan di 2
alirkan langsung ke sungai.
0
Hal ini tidak memenuhi syarat karena jamban
adalah sutu rungan yang mempunyai fungsi TINGGI SEDANG RENDAH
pembunagna kotoran manusia yang terdiri atas Sumber : Data Skunder IS Wilayah Kerja Puskesmas
tempat jongkok dengan syarat jamban sehat Ibrahim Adjie (2015)
yakni tidak mencemari tanah di sekitarnya,
mudah dibersihkan dan aman digunakan, Berdasarkan data grafik IS klinik sanitasi di
dilengkapi dinding dan atap pelindung, Puskesmas Ibrahim Adjie diketahui bahwa
penerangan dan ventilasi cukup, lantai kedap perilaku cuci tangan yang tidak melakukan
air dan luas ruangan memadai, tersedianya air cuci tangan setelah BAB tertingginya yaitu
dan alat pembersih, kotoran manusia tidak di sebanyak 10 orang, sedang 8 orang dan 5
jamah oleh lalat, serta jamban tidak orang rendah. Hal tersebut sebgaian responden
menimbulkan sarang nyamuk (Kemenkes RI, tidak memiliki kebiasaan tidak cuci tangan
2014). pakai sabun setelah BAB. Pada dasarnya cuci
Faktor risiko perilaku cuci tangan menunjukan tangan dengan sabun secara konsisten dapat
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim mengurangi diare.
Adjie Tahun 2017 sebagian besar responden Menurut WHO (2013) CTPS yang benar
tidak melakukan cuci tangan yaitu pada adalah memerlukan sabun dan sedikit air
kelompok diare sebesar 92,0% dan pada mengalir. Air mengalir dari kran bukan
kelompok tidak diare sebesar 60,0%. Hal ini keharusan, yang penting air mengalir dari
dipengaruhi oleh perilaku cuci tangan tidak sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng,
pakai sabun dan cici tangan yang tidak benar ember tinggi, gentong, jerigen, atau gayung.
seperti tidak melakukan 7 langkah syarat untuk Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok
melakukan cuci tangan yang baik diantaranya, bagian telapak maupun punggungnya,
menggunakan sabun pada telapak tangan terutama di bawah kuku minimal 20 detik.
secara rata, gosok sela-sela jari tangan dengan Bilas dengan air mengalir dan keringkan
tangan kanan dan sebaliknya, kemudian dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di
menggosok pada bagian kedua telapak tangan udara. Pemerintah masih perlu memberi
dan sela-sela jari dengan cara tangan saling perhatian terkait dengan penyediaan sarana
mengunci dan dilakukan ibu jari kiri berputar cuci tangan di tempat umum termasuk sekolah,
dalam genggaman tangan kanan dan lakukan kalau dimungkinkan pemerintah membuat
sebaliknya dan yang terakhir, gosok dengan peraturan yang mewajibkan adanya sarana
memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan cuci tangan untuk tempat-tempat umum.
sebaliknya.
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan Hubungan Faktor Risiko Sumber Air
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari Bersih Dengan Angka Kejadian Diare Di
jemari dengan menggunakan air ataupun Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan Adjie Tahun 2017
untuk menjadi bersih, berikut diketahui data IS Berdasarkan hasil penelitian menunjukan nilai
yang diperoleh dari data skunder di klinik OR 1,2 artinya responden yang memiliki
sanitasi Puskesmas Ibrahim Adjie dapat sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
terlihat pada grafik sebagai berikut: terkena diare berisiko lebih besar 1,2 kali lebih
besar dibandingkan dengan responden yang

STIKes Dharma Husada Bandung 11


memiliki sumber air bersih yang memenuhi komunikasi secara timbal balik yang saling
syarat, secara statistik didapatkan p-value berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk
0,003 yang dinyatakan signifikan artinya ada membantu Pasien membuat keputusan, Karena
hubungan antara sumber air bersih dengan tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan
kejadian diare. Hal ini sebagian responden adalah menciptakan hubungan dengan Pasien,
diare yang dirujuk ke klinik sanitasi di wilayah dengan menunjukkan perhatian dan
puskesmas Ibrahim Adjie yaitu diakibatkan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan
dari jarak sumber air dengan pencemaran non verbal yang akan mempengaruhi
kurang dari sepuluh meter sehingga resapan air keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling
bersih yang digunakan penduduk tercemar tidak semata-mata dialog, melainkan juga
oleh bakteri yang berdampak pada diare. proses sadar yang memberdayakan orang agar
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. mampu mengendalikan hidupnya dan
416/Menkes/Per/IX/2008 menyatakan bahwa bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
jarak antara septic tank dengan sumber air
merupakan salah satu faktor kunci dalam Hubungan Faktor risiko Jamban Keluarga
menyebabkan tercemar atau tidaknya sumber Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah
air tanah. Adapun syarat-syarat dan Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie
Pengawasan Air Minum dan Petunjuk Teknis Tahun 2017
Menteri Perumahan Rakyat tentang Berdasarkan hasil penelitian bahwa
Pembangunan PSU di Kawasan Siap Bangun menunjukan nilai OR 2,1 artinya responden
dan Lingkungan Siap Bangun (kasiba/lisiba) yang memiliki jamban keluarga yang tidak
menyaratkan yaitu jarak antara septic tank memenuhi syarat terkena diare berisiko lebih
dengan sumber air tanah minimal 10 meter., besar 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan
bila mata air harus terlindungi dan tertutup, responden yang memiliki jamban keluarga
sumber air dan tempat penampungan air harus memenuhi syarat, secara statistik didapatkan
tertutup, Tidak ada limbah dan sampah di p-value 0,002 yang dinyatakan signifikan
sekitar sumber air. Penyediaan air untuk artinya ada hubungan antara jamban keluarga
rumah tangga bisa tergolong penyediaan air dengan kejadian diare. Hal ini sebagian
bersih dan bisa juga penyediaan air minum. responden di wilayah Puskesmas Ibrahim
Rumah tangga yang mencukupi kebutuhan Adjie rata-rata tidak mempunyai septik tank
airnya dari sumur atau sumber-sumber lainnya artinya pengelolaan air bekas mandi, cuci dan
termasuk penyediaan air bersih. air limbah lansung dialirkan ke sungai dan
Salah satu upaya ketersediaan air bersih yang sungai tercemar bakteri, sehingga dapat
dikonsumsi merupakan milik sendiri dan harus mencemari tanah di sekitarnya dan
memenuhi syarat kesehatan diantaranya Air menimbulkan diare.
bersih dan dapat digunakan untuk keperluan Pada dasarnya pengelolaan tinja yang
sehari hari dan akan menjadi air minum memenuhi syarat kesehatan bertujuan untuk
setelah dimasak lebih dahulu, air minum mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga
sendiri diartikan sebagai air yang kualitasnya dapat mencegah terjadinya penularan penyakit
memenuhi syarat syarat kesehatan dan dapat yang di sebabkan oleh tinja dari penderita
diminum, sehingga air yang memenuhi syarat kepada orang sehat. Pengelolaan tinja yang
tidak menimbulkan penyakit yaitu diare tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
(Sarudji, 2013). menimbulkan penyakit pada manusia seperti
Penyakit diare merupakan penyakit berbasis penyakit kolera, typhus, diare, cacingan serta
lingkungan yang berisiko terhadap bagian penyakit saluran pencernaan (Warsito, 2013).
kalangan manusia, oleh karena itu tenaga Sejalan dengan hasil penelitian Wibowo,
kesehatan harus memberikan konseling. (2014) Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa
Konseling adalah hubungan komunikasi antara jenis tempat pembuangan tinja yang terbanyak
Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien digunakan pada kelompok kasus adalah jenis
yang bertujuan untuk mengenali dan leher angsa (68,3%), sedangkan 7,9%
memecahkan masalah kesehatan lingkungan menggunakan jenis plengsengan dan 23,8%
yang dihadapi, dalam Konseling, pengambilan tidak memiliki jamban
keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada Berdasarkan jenisnya jamban yang sehat untuk
waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan daerah perkotaan, apabila memenuhi
membantu Pasien terjadi langkah-langkah persyaratan-persyaratan sebagai berikut yaitu

STIKes Dharma Husada Bandung 12


Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling Menurut World Health Organization (2012)
jamban tersebut., tidak mengotori air merekomendasikan bahwa air minum harus
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air mengandung magnesium dan kalsium dengan
tanah di sekitarnya, tidak dapat terjangkau konsentrasi minimum 10 mg/l dan 20 mg/l.
oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan Sedangkan menurut Menkes RI tentang baku
binatang-binatang lainnya, tidak menimbulkan mutu air minum menyatakan bahwa air minum
bau, mudah digunakan dan dipelihara, mengandung maksimal magnesium 30 mg/l,
sederhana desainnya dan murah juga dapat kalisum 75 mg/l, besi 0,1 mg/l, klorida 200
diterima oleh pemakainya (Notoatmodjo, mg/l, dengan kesdahan minimal 5 mg/l.
2012) Mineral merupakan bagian dari tubuh dan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan memegang peranan penting dalam
oleh peneliti sesuai dengan pedoman pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat
wawancara klinik sanitasi di Puskesmas sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh
Ibrahim Adjie menunjukan sebagian secara berlainan. Terlalu sedikit atau terlalu
responden yang berada di wilayah kerja banyak mengkonsumsi mineral tertentu dapat
Puskesmas Ibrahim Adjie tidak septik tank menyebabkan gangguan gizi. Mineral
dalam jamban keluarga, saat ini. Upaya digolongkan ke dalam mineral makro dan
mereka dalam pengelolaan limbah rumah mineral mikro. Mineral makro adalah mineral
tangga langsung dialirkan ke sungai, sehingga yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih
resapan tanah disekitarnya tercemar dan dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro
berbau. Oleh karena itu petugas kesehatan dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang
dapat memebrikan konseling pada setiap termasuk mineral makro antara lain: natrium,
pasien rujukan ke klinik sanitasi. Pelaksanaan, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan
tenaga kesehatan lingkungan menggali magnesium, sedangkan yang termasuk mineral
data/informasi kepada pasien atau mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga
keluarganya, sebagai berikut: 1. umum, berupa (Kristanti, 2010).
data individu/keluarga dan data lingkungan; 2. Standar kualitas air yang dinilai/ diamati
khusus, meliputi: identifikasi adalah kualitas airnya meliputi: kualitas fisik; (
prilaku/kebiasaan; identifikasi kondisi kualitas tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna/
kesehatan lingkungan; dugaan penyebab; dan jernih), kualitas bakteri; kelas kualitas Total
saran dan rencana tindak lanjut. Coli Form; A. baik ( 50), B cukup baik (51-
100), C kurang (101-1000), D amat kurang
Hubungan Faktor risiko Air Minum (1001-2400), dan E sangat amat kurang
Dengan Angka Kejadian Diare Di Wilayah (2400), kelas kualitas Coli tinja; memenuhi
Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie syarat ( 50 = bukan perpipaan , < 0 =
Tahun 2017 perpipaan , tidak memenuhi syarat ( = 51 =
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bukan perpipaan , = 1 = perpipaan ), Parasit
bahwa menunjukan nilai OR 5.1 artinya dan Virus ( ada/ tidak ada), kualitas kimia; ada
responden yang memiliki air minum yang zat lain yang mengganggu kesehatan, Fe, Mn,
tidak memenuhi syarat terkena diare berisiko Zn dan lain-lain
lebih besar 5.1 kali lebih besar dibandingkan Kualitas fisik dan lingkungan sekitar sarana air
dengan responden yang memiliki air minum bersihnya yaitu dengan penilaian/ pengamatan
memenuhi syarat, secara statistik didapatkan inspeksi sanitasi sering dipakai dalam
p-value 0,001 yang dinyatakan signifikan menentukan standar kualitas fisik dan
artinya ada hubungan antara air minum dengan lingkungan sekitar sarana air bersih, dan
kejadian diare. hasilnya berdasarkan IS di dapat tingkat resiko
Hal ini disebabkan oleh banyaknya responden pencemaran (rendah, sedang, tinggi dan amat
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim tinggi) yang dapat menunjukan adanya tingkat
Adjie Tahun 2017 bahwa dari sebagian pencemaran sumber air oleh limbah
responden menggunakan sumber air minum organik/non organik sehinggga menurunkan
dari jetpum dan tanpa ada filterisasi atau kualitas air dan merupakan kriteria adanya
penyaringan terlebih dahulu, sehingga ada mikroorganisme lain yang dapat
jumlah zat kimia yang terlarut dalam air membahayakan kesehatan, terutama penyakit
seperti karbon dioksida atau oksigen dalam air Diare.
aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.

STIKes Dharma Husada Bandung 13


Sehingga dibuktikan oleh hasil penelitian di air minum mengandung mengandung Coliform
wilayah Ibrahim Adjie pada kelompok diare sebesar 75% . Oleh karena itu seorang petugas
lebih dominan berhubungan dari air minum konseling harus dapat menciptakan hubungan
yaitu sangat bermakna terhadap kejadian diare, dengan pasien/klien, dengan menunjukkan
sehingga penelitian ini dapat perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku
direkomendasikan kepada tenaga kesehatan verbal dan non verbal yang akan
untuk menindaklanjuti dengan cara mempengaruhi keberhasilan pertemuan
memberikan intervensi kepada responden tersebut. Tujuan diadakannya konseling di
untuk memberikan penyuluhan tentang klinik sanitasi adalah: Menyediakan dukungan
kesehatan dan kualitas air minum yang teknis bagi mereka yang mempunyai masalah
memenuhi syarat diantaranya air tidak berbau, kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis
berasa dan mengandung mineral yang tinggi, lingkungan. Mencegah penularan penyakit
agar kejadian diare tidak terulang. berbasis lingkungan, misalnya malaria, demam
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare,
oleh peneliti secara langsung menggunakan penyakit kulit dan lain-lain. Meningkatkan
pedoman wawancara klinik sanitas di Ibrahim pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
Adjie, bahwa sebagian mereka yang di rujuk klien/pasien untuk menggali potensi dan
ke klinik sanitasi menyatakan air minum yang sumber daya serta pelayanan kesehatan yang
digunakan oleh mereka yaitu bersumber dari dapat membantu klien memecahkan masalah
jetpum, air minum yang digunakan yaitu kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis
dengan cara isi ulang tanpa dimasak air minum lingkungan yang mereka hadapi (Yankes,
terlebih dahulu, karena belum tentu terjamin 2015).
kehyginisan dalam air tersebut dan dibuktikan
dari hasil pemeriksaan depot air minum di Hubungan Faktor risiko Perilaku Cuci
wilayah puskesmas Ibrahim Adjie menunjukan Tangan Dengan Angka Kejadian Diare Di
tidak baik, yaitu dilihat dari pemeriksaan Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim
bakteriologis air minum mengandung kadar Adjie Tahun 2017
Coliform ada 75% . Sumber air baku yang Berdasarkan hasil penelitian bahwa
mengandung Coliform , tidak memenuhi menunjukan nilai OR 4,3 artinya responden
syarat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun
No.416/Menkes/Per/ IX/1990 kadar setelah BAB terkena diare berisiko lebih besar
maksimum yang diperbolehkan adalah 4,3 kali dibandingkan dengan responden yang
0MPN/100 mL sampel. melakukan cuci tangan pakai sabun setelah
Pengukuran kualitas bakteriologis air minum BAB, secara statistik didapatkan p-value 0,000
isi ulang dilakukan berdasarkan observasi di yang dinyatakan signifikan artinya ada
Puskesmas Ibrahim Adji dan kemudian hubungan antara perilaku cuci tangan dengan
dilakukan uji laboratorium bakteriologis kejadian diare. Hal ini pada pasien diare yang
keberadaan Coliform dengan metode most di rujuk ke klinik sanitasi menganggap bahwa
probable number (MPN) dengan standar sebagian dari masyarakat menganggap CTPS
Peraturan Menteri Kesehatan Republik tidak penting, mereka tidak cuci tangan pakai
Indonesia Nomor: sabun setelah BAB, ketika tangan berbau,
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang berminyak dan kotor.
persyaratan kualitas air minum yang Hasil penelitian oleh kemitraan pemerintah
menyatakan bahwa di dalam 100 mL dan swasta tentang CTPS menunjukkan bahwa
sampel air minum yang diperiksa tidak boleh pengetahuan masyarakat tentang CTPS sudah
mengandung Coliform , jadi harus nol/100 tinggi, namun praktik di lapangan masih
mL air sehingga bila kualitas bakteriologi air rendah. (Mikail, 2011). Tangan adalah bagian
minum 0 MPN/100 mL berarti air minum tubuh kita yang paling banyak tercemar
tersebut memenuhi syarat (MS). Apabila air kotoran dan bibit penyakit. Ketika memegang
minum >0MPN/100 mL berarti air minum sesuatu, dan berjabat tangan, tentu ada bibit
tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) penyakit yang melekat pada kulit tangan kita.
(Kemenkes RI, 2015) Telur cacing, virus, kuman dan parasit yang
Dapat disimpulkan bahwa Air Minum dengan mencemari tangan, akan tertelan jika kita tidak
isi ulang di Wilayah Puskesmas Ibrahim Adji mencuci tangan dulu sebelum makan atau
dinyatakan tidak Memenuhi Syarat (MS) dan memegang makanan. Dengan cara demikian

STIKes Dharma Husada Bandung 14


umumnya penyakit cacing menulari tubuh kita. 3. Terdapat hubungan antara sumber air bersih
Di samping itu, bibit penyakit juga dapat dengan kejadian diare (p-value 0,003 dan OR
melekat pada tangan kita setelah memegang 1,2);
uang, memegang pintu kamar mandi, 4. Terdapat hubungan antara air minum dengan
memegang gagang telepon umum, memegang kejadian diare (p-value 0,001 dan OR 5,1);
mainan, dan bagian-bagian di tempat umum 5. Terdapat hubungan antara jamban keluarga
(Potter & Perry, 2012). dengan kejadian diare (p-value 0,002 dan OR
Melalui tangan kita sendiri segala bibit 2,1);
penyakit itu juga bisa memasuki mulut, lubang 6. Terdapat hubungan antara perilaku cuci
hidung, mata, atau liang telinga, Karena tangan dengan kejadian diare (p-value 0,000
kebiasaan memasukkan jari ke hidung, dan OR 4,3).
mengucek mata, mengorek liang telinga, Sumber air bersih di wilayah kerja UPT
bukan pada waktu yang tepat (pada saat tangan Puskesmas Ibrahim Adjie tidak memenuhi
kotor), dan ketika jari belum dibasuh (belum syarat yaitu jarak sumber air bersih dengan
cuci tangan). pencemaran kurang dari 10 meter, jamban
Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito keluarga tidak mempunyai septik tank dan
(2007) dengan melakukan studi literatur langsung dialirkan ke sungai didapatkan
penelitian seputar diare, mengatakan bahwa sebagian responden bahwa tidak mempunyai
faktor risiko diare bisa dilihat dari tiga faktor, jamban keluarga dan bekas mandi, bekas
yaitu: faktor lingkungan (sarana air bersih dan cuci dll, air minum sebagian responden
jamban); faktor risiko ibu (kurang berasal dari sumber air bersih jetpum dengan
pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu) dan cara isi ulang dan perilaku cuci tangan tidak
faktor risiko anak (faktor gizi dan pemberian menggunakan sabun ketika atau sesudah
ASI ekslusif). Data SDKI tahun 2007 juga BAB. Dari 5 faktor risiko yang tertinggi
mengatakan bahwa anak yang tinggal di adalah dilihat dari nilai OR sebesar 5.1 yaitu
daerah tanpa adanya sarana air bersih dan air minum dengan cara isi ulang tidak
menggunakan fasilitas kakus di sungai/danau dimasak, dan didukung dengan data skunder
mempunyai prevalensi diare paling tinggi pemeriksaan laboratorium pemeriksaan
(Depkes, 2011). bakteriologis Colifrom tertinggi
Sejalan dengan penelitian Burton (2011)
menunjukkan bahwa cuci tangan dengan Saran
menggunakan sabun lebih efektif dalam 1. Berpartisifasi bersaama petugas kesehatan
memindahkan kuman dibandingkan dengan dalam menyediakan sarana air bersih jauh
cuci tangan hanya dengan mengggunakan air dari sumber pencemaran.
saja. 2. Tenaga kesehatan harus memberikan
konseling setiap hari diruang Klinik
Simpulan Sanitasi untuk mengatasi masalah
Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan di Kesehatan Lingkungan yang dihadapi
UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kecamatan masyarakat dan kunjungan rumah apabila
Batununggal tentang faktor risiko lingkungan ditemukan permasalahan yang harus
yang berhubungan dengan kejadian diare di segera ditangani.
klinik sanitasi dapat disimpulkan sebagai 3. Dapat menjadikan referensi tambahan
berikut : ilmu pengetahuan serta dimanfaatkan
1. Angka kejadian diare di Wilayah Kerja UPT untuk pengembangan ilmu peminatan
Puskesmas Ibrahim Adjie tahun 2017 kesehatan lingkungan.
didapatkan 50 orang dan tidak diare
sebanyak 50 orang. DAFTAR PUSTAKA
2. Menunjukan faktor risiko sumber air bersih Brunner dan Suddarth, Buku Ajar
paling banyak yang tidak memenuhi syarat Keperawatan Medikal Bedah. EGC :
pada angka kejadian diare yaitu sebesar Jakarta 2014
72,0%, air minum sebesar 72,0%, jamban Burton, 2011. Perilaku mencuci tangan pada
keluarga sebesar 78,0%, dan faktor risiko kejadian diare.
perilaku cuci tangan sebesar 92,0% Depkes, 2011. Prevalensi Diare Dan Tanpa
Adanya Sarana Air Bersih. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2011

STIKes Dharma Husada Bandung 15


Dinkes Jabar. Data Kejadian Diare 2015 diarrhea in the coastal communities of
Enjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Manado city
Aditya Bakti, Bandung. 2014 Potter & Perry, 2012. Buku Ajar
Ficher Tambuwun, Amatus, Yudi Ismanto, Fundamental Keperawatan :
Wico Silolonga, 2015 tentang Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi
Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Kejadian Diare Pada Anak Usia Sekolah Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Riskesdas, 2013. Badan Penelitian dan
Manado Pengembangan Kesehatan, Departemen
Fiesta, Surya & Irnawati, Hubungan kondisi Kesehatan, Republik Indonesia.
lingkungan perumahan dengan kejadian Sarudji, 2006. Manajemen Berbasis
diare. .jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk Lingkungan Solusi Mencegah. Penerbit
/article/download/3282/1609.2012 buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Iranto, 2014. Studi Kualitas Air Beberapa Silvia. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-
Mata Air di Sekitar Bedugul. Jakarta : Proses Penyakit. Buku 2 Edisi Jakarta :
EGC. EGC. 2010
Johnston, 2015. Gerakan Nasional Cuci Simanjuntak, 2013. Sarana Jamban Keluarga,
Tangan Pakai Sabun. Gramedia . Jakarta.
Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan Slamet, 2012. Kesehatan Lingkungan.
pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian Yogyakarta Gajah Mada Pres.
Kesehatan RI. 2014 Sugiyono, 2014. Metode Penelitian
Kemenkes RI, Tentang Pelaksanaan dan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
pedoman Klinik Sanitasi. Kementrian Alfabeta.
Kesehatan RI. 2015 Suharyono, Diare Akut, Jakarta : Gramedia.
Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2013
Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Syarifuddin, dkk. Pendidikan Jasmani dan
Aesculapius. 2014 Kesehatan. Jakarta. : Depdikbud. 2012
Malem, 2010. Faktor risiko kejadian diare Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, Arifin
berbasis lingkungan. Jakarta : EGC. Seweng. Tentang Hubungan
Mikail, 2011. Mikail, B.. Kebisaan cuci tangan Pelaksanaan Klinik Sanitasi Dengan
masih rendah. http://health Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar
.kompas.Cuci.Tangan.Masih.Rendah. Warsito, 2013. Program Pemberantasan Diare.
Diunduh 2017 Semarang
Muh.Saleh, Lia Hijriani Rachim, 2014 WHO. Data tentang Kejadian Penyakit
Tentang Hubungan Kondisi Sanitasi Berbasis Lingkungan. 2013
Lingkungan Dengan Kejadian Diare Wibowo 2014. Hubungan Sanitasi Lingkungan
Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare
Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap Di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo
Mung Rahadi, Lilis Sulistyorini, Satya Kecamatan Murhum Kota Baubau
Haksama up Evaluation of Wibowo, 2015. Hubungan Sanitasi
Environmental Sanitation Hygiene Lingkungan Rumah Tangga Dengan
Program in Prevention of Diarrhea Kejadian Diare Di Wilayah Kerja
Incidence in The Working Area of Puskesmas Kalimantan.
Kolaka District Health Office Wong. Pengkajian pada anak diare. Jakarta :
Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta : EGC. 2014
EGC. 2013 Yankes, 2015. Pedoman Klinik Sanitasi.
Notoatmodjo, 2012. Pendidikan dan Perilaku Pelayanan Kesehatan Kementrian
Kesehatan.Jakarta. Rhineka Cipta Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Nursalam, Konsep Dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika. 2014.
Oksfriani Jufri Sumampouw, Soemarno, Sri
Andarini, Endang Sriwahyuni, 2014
tentang Environmental risk factors of

STIKes Dharma Husada Bandung 16

Anda mungkin juga menyukai