Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DIARE PADA

BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE


KOTA BANDUNG TAHUN 2017

Erlina Fazriana, S. Kp., M.Kep1, Ns.Ali Musthofa, S.Kep., M.Kep2, Sriyanti Irham, S.Kep3
123
Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Dharma Husada Bandung
Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung

ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Menurut data
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie didapatkan sebanyak 58 orang balita yang terkena diare.
Salah satu penyebab balita diare diantaranya sanitasi lingkungan fisik yang buruk yaitu Sumber Air
Bersih, Penggunaan Jamban, Pengelolaan Sampah dan Sarana Pembuangan Air Limbah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian diare pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung tahun 2017. Jenis penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi sebanyak 58 orang dengan jumlah sampel
menggunakan total sampling sehingga diperoleh 58 keluarga yang mempunyai balita. Instrumen
penelitian yang digunakan berupa kuesioner. Analisis yang digunakan yaitu distribusi frekuensi dan
uji chi square. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar 37 orang (63,8%) balita diare, sanitasi
lingkungan fisik buruk sebanyak 42 orang (72,4%). Uji chi square menunjukan <0,05 yaitu ada
hubungan yang sangat berarti antara lingkungan fisik dengan kejadian diare pada balita (p-value 0,004
dan OR 0,142). Saran bagi pihak puskesmas agar memberikan penyuluhan tentang sanitasi
lingkungan pada individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.
Diarrheal disease is still a public health problem for Indonesia. According to data from Wilayah
Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie obtained as many as 58 infants with diarrhea. One cause of diarrhea
among infants of poor physical environmental sanitation ie Clean Water Source, use of latrines,
Waste Management and Waste Water Disposal Facility. This study aims to determine the relations
with physical environment sanitation incidence of diarrhea in toddler At Wilayah Kerja Puskesmas
Ibrahim Adjie Kota Bandung Year 2017. Type correlative descriptive study with cross sectional
approach. The population of as many as 58 people with a total number of samples using sampling to
obtain 58 families with toddlers. The research instrument used a questionnaire. The analysis used is a
frequency distribution and chi square test. The results showed most of the 37 (63.8%) infants
diarrhea, poor physical environment sanitation as many 42 people (72.4%). Chi square test showed
<0.05 is no significant relationship between the physical environment with the incidence of diarrhea
in infants (p-value 0.004 and OR 0.142). Suggestions for the clinic in order to provide education on
environmental sanitation on individuals, families and communities in efforts to achieve optimal health
status.

Kata Kunci : Balita, Diare,Lingkungan Fisik, Sanitasi

STIKes Dharma Husada Bandung 1


berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
PENDAHULUAN Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
Penyakit diare hingga saat ini masih tercemar kuman diare serta terakumulasi
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dengan perilaku manusia yang tidak sehat,
dunia, dimana kondisi patologis yang maka penularan diare dengan mudah dapat
mengakibatkan terjadinya kelainan baik secara terjadi (Mulia, 2011).
morfologi maupun fisiologi yang diakibatkan Penyebab balita mudah terserang penyakit
karena interaksi antar manusia maupun diare diantaranya sanitasi lingkungan fisik
interaksi dengan hal - hal yang berada di yang buruk, juga berakibat fatal apabila tidak
lingkungan sekitar yang berisiko menimbulkan ditangani dengan serius karena balita sebagian
penyakit diare, sebagai akibat dari konsumsi besar lebih rentan terhadap kondisi lingkungan
air yang berasal dari sumber air yang tercemar, fisik yang buruk sehingga bila mudah
sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, terserang diare bahkan dari balita diare dapat
perilaku ibu yang buruk dan praktik menyebabkan kematian (Zubir, 2014).
kebersihan makanan (Kemenkes RI, 2011). Sedangkan menurut Sander, (2010)
Diare masih merupakan salah satu penyebab menyatakan bahwa analisis faktor yang
utama dari morbiditas dan mortalitas balita di berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
negara yang sedang berkembang, dengan memadainya penyediaan air bersih, air
perkiraan sebesar 3-5 milyar kasus setiap tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
tahunya yaitu tahun 2013 sampai dengan tahun kebersihan, Pengelolaan tinja yang tidak
terakhir 2014, sekitar 5-18 juta kematian balita higienis, kebersihan perorangan dan
setiap tahunnya adalah disebabkan diare. lingkungan yang buruk cenderung
Kematian ini disebabkan karena dehidrasi akut menyebabkan kematian pada diare balita.
yang menyebabkan kekurangan cairan dan Kadaruddin, 2014 menyatakan dalam
elektrolit (Soegijanto, 2015). penelitiannya yaitu bahwa faktor yang
Menurut data United Nations Children's Fund berhubungan dengan kejadian diare pada balita
(UNICEF) dan World Health Organization di wilayah kerja Puskesmas Pallangga
(WHO) pada 2012, diare merupakan penyebab Kabupaten Gowa didapatkan hasil dari
kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor sebanyak 306 orang, menunjukan bahwa ada
3 pada balita di Indonesia/Negara hubungan antara, kualitas fisik air minum (p
berkembang, dan nomor 5 bagi segala umur. 0,001; = 0,185), dengan kejadian diare pada
Data UNICEF tahun 2012 menjelaskan bahwa balita di wilayah kerja Puskesmas Pallangga,
1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya sumber air minum (p 0,882), jenis jamban (p
karena diare. Angka tersebut bahkan masih 0,731), pemanfaatan jamban (p 0,397 yang
lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan tidak berhubungan dengan kejadian diare pada
cacarr di beberapa negara berkembang hanya balita di wilayah kerja Puskesmas Pallangga.
39 persen penderita mendapatkan penanganan Kejadian diare pada balita dapat dicegah
serius (WHO, 2012). dengan memperhatikan faktor risiko yang
Penyakit diare juga masih merupakan masalah dapat menyebabkan terjadinya diare, diketahui
kesehatan bagi masyarakat Indonesia, karena bahwa ada beberapa kegiatan pencegahan
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih penyakit diare yang benar dan efektif yakni
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh perilaku lingkungan yang sehat yang terdiri
Subdit diare, Departemen Kesehatan dari dari penggunaan air bersih yang cukup
tahun 2010-2014 kecenderungan insidens naik. menggunakan jamban bersih, membuang tinja
Pada tahun 2010 penyakit Diare 301/ 1000 balita yang benar serta dapat mencegah
penduduk, tahun 2011 naik menjadi 374 /1000 kejadian diare yakni penyehatan lingkungan
penduduk, tahun 2013 naik menjadi 423 /1000 yang terdiri dari penyediaan air bersih,
penduduk dan tahun 2014 menjadi 411/1000 pengelolaan sampah serta Pengelolaan air
penduduk (MDGS, 2015). limbah (Zubir, 2014).
Banyak faktor yang secara langsung maupun Sedangkan faktor perilaku tidak sehat yang
tidak langsung menjadi pendorong terjadinya dapat menyebabkan penyebaran kuman infeksi
diare yaitu faktor lingkungan fisik. Faktor dan meningkatkan risiko diare antara lain
lingkungan fisik merupakan faktor yang paling adalah buang air besar, tidak membuang tinja
dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dengan benar, dan masih banyak lingkungan
dan pengelolaan tinja, kedua faktor yang belum mempunyai jamban. Sanitasi

STIKes Dharma Husada Bandung 2


lingkungan fisik yang mendukung berupa Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim peneliti
ketersediaan sumber air, ketersediaan jamban, menelusuri dengan cara observasi langsung
dapat menurunkan sumber penularan penyakit sekitar lingkungan fisik rumah mereka,
yang dapat memicu terjadinya diare. ditemukan sebanyak 10 rumah terlihat
Rendahnya mutu sanitasi lingkungan fisik lingkungan fisik sekitar mereka tidak bersih,
merupakan keadaan potensial menjadi sumber penggunaan jamban kurang bersih bahkan
penularan penyakit diare (Dwianto, 2010). pengelolaan limbah lingkungan rumah tangga
Faktor lain yang dapat menyebabkan diare dialirkan langsung ke sungai dekat tempat
yaitu pengetahuan ibu dan ketersediaan tinggal lingkungan mereka, sehingga
jamban mempengaruhi kejadian diare, dimana penyebaran bakteri diare tertular pada balita
pengetahuan yang rendah serta ketersediaan yang masih rentan terhadap virus sekitar
jamban yang tidak memenuhi syarat tempat tinggal mereka.
memperbesar kemungkinan kejadian diare. Selain itu keadaan kualitas air bersih yang
Pengetahuan yang rendah menyebabkan mereka gunakan untuk mandi, mencuci masih
seseorang kurang memahami dan mengetahui belum memiliki standar kesehatan yaitu
sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga kualitas airnya masih kotor dan berbau, dari
tidak mampu melakukan tata laksana data tersebut peneliti belum seluruhnya
pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban melakukan observasi lansgung untuk melihat
yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan warga sekitarnya dan hanya
memperbesar penularan diare yang dapat sebagian yaitu 10 rumah warga, oleh karena
melalui air atau serangga yang hinggap di tinja itu peneliti tertarik untuk melakukan
penderita diare lalu hinggap dimakanan penelitian, disamping belum pernah ada
(Notoatmodjo, 2012). petugas kesehatan yang memantau di tempat
Studi pendahuluan terkait diare pada balita tersebut, maka peneliti menentukan tempat
yang telah dilakukan oleh peneliti yang yang menjadi objek penelitian yaitu Wilayah
dibandingkan dengan dua Puskesmas antara Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie.
puskesmas Griya Antapani dan puskesmas Hasil wawancara kepada 10 orang diketahui
Ibrahim Adjie. Menurut data Griya Antapani bahwa 8 dari 10 orang mengatakan bahwa
dilihat data tahunan 2015 jumlah kejadian penyebab terjadinya diare adalah karena
balita diare sebanyak 44 orang, sedangkan lingkungan tempat sekitar mereka kotor seperti
menurut data Wilayah Kerja Puskesmas pengelolaan tinja bayi di buang ke selokan
Ibrahim Adjie didapatkan sebanyak 58 orang yang berada didepan rumah mereka, sehingga
balita yang terkena diare, diketahui menurut menjadi kotor dan bau, pengelolaan limbah
data wilayah kerja Wilayah Kerja Puskesmas rumah tangga juga dialirkan ke sungai,
Ibrahim Adjie terletak di Kelurahan Kebon sehingga sumber air berwarna kuning dan
Waru dengan jumlah 8 RW. Jumlah balita terkontaminasi virus bakteri sehingga tertular
dilihat berdasarkan RW tersebut yaitu sebagai pada bayi menjadi diare, sedangkan 2 orang
berikut : lainya sudah benar cara pengelolaan
Tabel 1.1 Data Balita Kelurahan Wilayah lingkungan tempat tinggal mereka dan tidak
Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie dan Giya kumuh juga bersih. Berdasarkan fenomena
Antapani Tahun 2015 tersebut maka tema dalam penelitian ini yaitu
No Nama Jumlah Nama RW Jumlah hubungan sanitasi lingkungan fisik dengan
RW
1. RW 1 4 orang RW 1 8 kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja
2. RW 2 9 orang RW 2 6 Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung tahun
3. RW 3 10 orang RW 3 9 2017.
4. RW 4 6 orang RW 4 5
5. RW 5 11 orang RW 5 5
METODOLOGI PENELITIAN
6. RW 6 8 orang RW 6 4 Jenis penelitian yang digunakan adalah
7. RW 7 4 orang RW 7 3 deskriptif korelatif, yaitu penelitian yang
8. RW 8 6 orang RW 8 4
bertujuan untuk menemukan ada tidaknya
Total 8 RW 58 orang Total 8 RW 44
orang hubungan (Sugiyono, 2014). Metode korelatif
Sumber : data tahunan PKM Ibrahim Adjie tahun 2016 yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
Berdasarkan tabel 1.1 jumlah dari keseluruhan hubungan antara dua variabel atau lebih.
RW tersebut dengan balita umur 3-5 tahun Tanpa melakukan perubahan, tambahan atau
yaitu sebanyak 58 orang yang berkunjung ke manipulasi terhadap data yang memang sudah
ada (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini

STIKes Dharma Husada Bandung 3


dilakukan untuk mengetahui hubungan sanitasi Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
lingkungan fisik dengan kejadian diare pada sebanyak 58 orang.
balita Sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
Pendekatan waktu dalam pengumpulan data (Sugiyono, 2014). Sampel merupakan bagian
menggunakan pendekatan cross sectional, populasi yang akan diteliti atau sebagian
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko populasi. Teknik sampling pada penelitian ini
dengan efek, dengan cara pendekatan, menggunakan teknik total sampling, karena
observasi atau pengumpulan data sekaligus jumlah populasi kurang dari 100 orang,
pada suatu saat (point time approach) hendaknya jumlah sampel diambil secara
(Notoatmodjo, 2010). Data yang digunakan keseluruhan. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pada penelitian ini yaitu sebanyak 58 orang.
hubungan sanitasi lingkungan fisik dengan Berdasarkan jumlah sampel tersebut peneliti
kejadian diare pada balita menentukan berdasarkan kriteria sebagai
Variabel adalah sesuatu yang digunakan berikut :
sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-
atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
sesuatu konsep pengertian tertentu (Hidayat, populasi yang dapat diambil sebagai sampel
2014). (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang penelitian ini antara lain :
menjadi titik perhatian suatu penelitian. Ada 1) Keluarga yang mempunyai balita sekitar
dua macam variabel, yaitu variabel Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
independen dan variabel dependen a. Kriteria eksklusi merupakan ciri-ciri
(Notoatmodjo, 2012). anggota populasi yang tidak dapat diambil
Variabel independen dalam bahasa Indonesia sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam
sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel penelitian ini antara lain :
independen merupakan variabel yang 1) Responden tidak di tempat dalam jangka
mempengaruhi atau yang menjadi sebab waktu pengumpulan data
perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Sugiyono, 2014). Variabel Instrumen penelitian adalah suatu alat yang
independen penelitian ini yaitu sanitasi digunakan mengukur fenomena alam maupun
lingkungan fisik sosial yang diamati (Sugiyono, 2014). Data
Variabel dependen sering disebut sebagai yang diperoleh dari suatu pengukuran
variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai
bahasa Indonesia sering disebut sebagai bukti (evidence) dari suatu penelitian.
variabel terikat. Variabel dependen merupakan Kuisioner adalah suatu bentuk atau dokumen
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi yang berisi beberapa item pertanyaan atau
akibat, karena adanya variabel bebas (Hidayat, pernyataan yang dibuat berdasarkan indikator-
2014). Variabel dependen dalam penelitian ini indikator suatu variable. Variabel Independen
yaitu kejadian Diare pada Balita yaitu sanitasi lingkungan fisik dan variabel
Hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai dependen yaitu kejadian diare pada balita.
berikut : Dalam instrumen penelitian ini menggunakan
1. Ho : Tidak terdapat hubungan sanitasi lembar kuesioner dengan menggunakan
lingkungan fisik dengan kejadian diare lembar observasi langsung yang ditanyakan
pada balita oleh peneliti sebanyak 4 soal yaitu sumber air
2. Ha : Terdapat hubungan terdapat hubungan bersih, penggunaan jamban, pengelolaan
sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian sampah, sarana pengelolaan air limbah.
diare pada balita Sedangkan untuk data sekunder yaitu kejadian
diare (diare dan tidak diare) dan kuesioner
Populasi dan Sampel Penelitian untuk data primer maka variabel diukur
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian dijabarkan menjadi indikator variable yaitu
atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). sanitasi lingkungan. Kemudian indikator
Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
ini adalah keluarga yang mempunyai balita di menyusun pertanyaan-pertanyaan.

STIKes Dharma Husada Bandung 4


suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
Uji Validitas dan Reliabilitas diandalkan. Uji reliabilitas dilakukan untuk
Uji validitas dilakukan untuk menguji menguji kehandalan atau konsistensi
ketepatan setiap item dalam mengukur instrument. Item-item yang dilibatkan dalam
instrumennya. Teknik uji yang digunakan uji reliabilitas adalah seluruh item yang valid
adalah teknik Korelasi Item-Total melalui atau setelah item yang tidak valid disisihkan.
Koefisien Korelasi Product-Moment dengan Untuk mengukur reliabilitas secara statistik
ketentuan: bila r hasil > r tabel, maka digunakan koefisien reliabilitas alpha
pertanyaan yang diuji kevalidannya cornbach yang dirumuskan sebagai berikut:
korelasikan dengan skor total seluruh item
= [] [
]
Instrumen (Arikunto, 2014).
Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik Dimana :
korelasi product moment yang dirumuskan : Koefisien reliabilitas alpha
sebagai berikut : K : Banyaknya item pernyataan
2
sj : Varians skor setiap items2x :
( )( ) Varians skor total
rxy =
{ ( ) }{ ( ) } Jumlah Responden yang dilakukan sebanyak
Keterangan : 30 orang. Ketentuannya bila r alpha >
rxy : Indeks dua variabel yang konstanta (0,6) maka pertanyaan tersebut
dikorelasikan reliabel (Riyanto, 2011).
X : Skor rata-rata dari X Tabel 3.3 Hasil Keputusan Reliabilitas
Y : Skor rata-rata dari Y Jumlah
No Variabel Reliabilitas Keputusan Ket
Pada peneliti ini uji valid yang telah dilakukan Soal

di Puskesmas Gumuruh yang terletak JL 1. Sanitasi 4 soal 0,960 Reliabel r alpha>0,6


lingkungan
Rancagoong, No. 11, Gumuruh, Batununggal, fisik
Kota Bandung dengan jumlah Responden Sumber : Hasil Pengolahan Statistik 2017
sebanyak 30 orang dengan ketentuan nilai
baku r tabel 0,36, jika r tabel >0,361= Valid, Tabel 3.3 diketahui nilai keputusan uji
dan r tabel <0,361=tidak valid. Alasan tempat reliabilitas yang dilakukan di Puskesmas
di Puskesmas Gumuruh yaitu sama-sama Gumuruh terhadap 30 orang yaitu diketahui
memiliki angka kejadian diare pada balita. dari variabel yang diujikan adalah variabel
Berdasarkan hasil uji validitas yang telah sanitasi lingkungan fisik menunjukan nilai
dilakukan terhadap 30 orang diketahui reliabel sebesar 0,960 lebih besar dari r
hasilnya yaitu pada tabel sebagai berikut : alpha>0,6 yang berarti reliabel dan sudah
layak digunakan untuk penelitian.
Tabel 3.2 Hasil Keputusan Uji Validitas
No Pertanyaan Hasil Keputusan
Nilai Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Rendah Tinggi
1. P1 0,917 Valid 0,863 0,920 Pengolahan data Editing data, Coding data,
2. P2 0,920 Valid Entry data, Cleaning data
3. P3 0,917 Valid
4. P4 0,863 Valid Analisa data dilakukan dengan bantuan
Sumber : Hasil Pengolahan Statistik 2017 komputer software program statistik, yaitu:
Analisis Univariat
Tabel 3.2 diketahui nilai uji validitas yang Analisa data dilakukan dengan cara univariat
telah dilakukan di Puskesmas Gumuruh yaitu untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
terhadap 30 orang yaitu diketahui dari karakteristik setiap variabel penelitian.
pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 4
yang di ujikan menunjukan nilai tertinggi Pada penelitian ini analisis univariat yang
sebesar 0,920 dan r tabel terendah sebesar dipaparkan dan sudah melewati pegolahan
0,863 dan keputusanya r tabel>0,361 yang data, peneliti memaparkan dari suatu kode
berarti valid dan sudah layak digunakan untuk menjadi sebuah kategori dengan cara
penelitian. menentukan dari hasil uji normalitas dan
ditunjukan hasil uji normalitas sebesar
Uji Reliabilitas 0,000<0,05 artinya data berdistribusi tidak
Menurut Notoatmodjo (2014), reliabilitas normal maka diketahui nilai median sebesar
adalah indeks yang menunjukan sejauh mana 8,00 dan dari hasil tersebut kemudian

STIKes Dharma Husada Bandung 5


dijadikan tolak ukur pada sebuah kategori jika dimana :
skor median8 = lingkungan fisik buruk dan fe =
<8 = lingkungan fisik baik. Demikian seperti
skor jawaban responden pada kuesioner yaitu
skor 1 menunjukan jawaban buruk dan skor
jawaban 2 menunjukan baik. Setelah diketahui Keterangan:
dan mebedakan kategori, kemudian analisis fe = frekuensi yang diharapkan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan rumus f k = jumlah frekuensi pada kolom
sebagai berikut yaitu untuk variabel sanitasi fb = jumlah frekuensi pada baris
lingkungan fisik diketahui berdasarkan nilai T = jumlah keseluruhan baris atau
mean yaitu dengan menggunakan rumus : kolom
Hasil akhir uji statistik adalah untuk
= mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak
atau Ho diterima. Digunakan tingkat
Dimana:
Me = Mean (rata-rata) kepercayaan 95%. Ketentuan pengujian
= Epsilon (baca jumlah) dengan Chi square adalah jika p value alpha
Xi = Nilai x ke i sampai ke n (0,05) maka ada hubungan yang signifikan
n = Jumlah individu (Sugiyono, 2014 antara kedua variabel, tetapi jika p value >
alpha (0,05) maka tidak ada hubungan yang
Sedangkan untuk mengetahui jumlahnya signifikan antara keduanya (Notoatmodjo,
persentase dalam setiap kategori yaitu sanitasi 2010).
lingkungan, kejadian diare yaitu menggunakan Setelah dilakukan tahapan analisis uji chi
rumus porsentase sebagai berikut: square, maka didapatkan hasil pada penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
= 100% Tabel 3.2 Hasil Keputusan Uji Chi Square
Variabel P-Value Keputusan Keterangan
Keterangan : Sanitasi 0,004 HO=ditolak Ada
P : presentase untuk setiap kategori Lingkungan Hubungan
Fisik
f : jumlah setiap kategori
N : jumlah total responden
Analisis pada penelitian ini yaitu Hasil uji chie square menunjukan p-
mempaparkan atau mendeskripsikan dalam value<0,005 artinya HO ditolak yang berarti
bentuk frekuensi yaitu sanitasi lingkungan, ada hubungan antara variabel independen
kejadian diare. (sanitasi lingkungan fisik) dengan variabel
dependen (kejadian diare)
Analisa Bivariat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisa bivariat pada penelitian ini dilakukan
dengan memakai uji Chi square karena syarat
Tabel 4.1 Gambaran kejadian diare pada
uji tersebut yaitu data yang didistribusikan
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim
dengan jenis data yang di hubungkan
Adjie Kota Bandung tahun 2017 (n=58)
berdasarkan data yang ada jika analisis
bivariat dengan kategori nominal dan ordinal Kejadian diare f %
untuk berbentuk angka maka akan dilakukan Diare 37 63,8
uji Uji Chi-Square, untuk menguji hipotesis Tidak diare 21 36,2
Total 58 100
sampel dengan penyajian data dalam bentuk
tabel silang. Rumus Uji Chi-Square sebagai
berikut : Hasil analisis tabel 4.1 menunjukan bahwa
(0 )2 kejadian diare pada penelitian ini diketahui
2 = dari 58 orang sebagian besar yaitu diare
sebanyak 37 orang (63,8%).
Sumber : (Notoatmodjo, 2012)

Keterangan:
x2 : Nilai Chi kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi
fh : frekuensi yang diharapkan

STIKes Dharma Husada Bandung 6


Tabel 4.2 Gambaran sanitasi lingkungan kuning. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim patologis yang mengakibatkan terjadinya
Adjie Kota Bandung tahun 2017 (n=58) kelainan baik secara morfologi maupun
fisiologi yang diakibatkan karena interaksi
Sanitasi lingkungan fisik f % antar manusia maupun interaksi dengan hal -
Baik 16 27,6
Buruk 42 72,4
hal yang berada di lingkungan sekitar yang
Total 58 100 berpotensi menimbulkan penyakit diare,
sebagai akibat dari konsumsi air yang berasal
Hasil analisis tabel 4.2 didapatkan dari 58 dari sumber air yang tidak aman, sanitasi yang
orang sebagian besar menunjukan sanitasi buruk, kepadatan penduduk, perilaku yang
lingkungan fisik buruk sebanyak 42 orang buruk dan praktik kebersihan
(72,4%). makanansehingga menyebabkan diare, serta
penggunaan jamban yang kurang bersih
Tabel 4.3 Hubungan sanitasi lingkungan Penggunaan jamban di Wilayah Kerja
fisik dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie sebagian bersar terbuka dan dialirkan ke
Kota Bandung tahun 2017. sungai, hal tersebut dipengaruhi oleh perilaku
ibu yang kurang baik terhadap kesehalan
OR
Nilai lingkungan fisik, pada dasarnya berperilaku
Kejadian diare Total (CI
Sanitasi 95%)
P sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
Lingkungan perlu pengetahuan dan sikap positif dan
Diare Tidak diare
fisik
f % f % f %
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan
juga dukungan dari petugas kesehatan.
Baik 5 13,5 11 52,4 16 27,6
0,142
Dukungan petugas terutama petugas kesehatan
Buruk 32 86,5 10 47,6 42 72,4 (0,040- 0,004 merupakan salah satu pendorong kepala
0,508
Total 37 100 21 100 58 100 keluarga dalam memanfaatkan jamban
keluarga. Petugas kesehatan merupakan orang
yang cukup didengar nasehatnya oleh
Hasil analisis tabel 4.3 diketahui sanitasi
masyarakat. Menurut kebiasaan bahwa setiap
lingkungan fisik baik dari 16 orang dengan
nasehat yang diberikan petugas kesehatan
kejadian diare sebanyak 5 orang (13,5%),
demi kesehatan keluarga, maka mereka sangat
tidak diare sebanyak 11 orang (52,4%),
memperhatikannya, berhasil atau tidaknya
sedangkan dari 42 orang diketahui sanitasi
tergantung pada petugas kesehatan.
lingkungan buruk didapatkan 32 orang
Pemanfaatan jamban keluarga sangat
(86,5%) kejadian diare dan tidak diare 10
tergantung juga pada petugas kesehatan yang
orang (47,6%). Uji chi square menunjukan p-
merupakan ujung tombak dalam
value 0,004<(0,05) yang berarti ada
mempromosikan dan memberikan penyuluhan
hubungan yang signifikan antara sanitasi
tentang pentingnya memanfaatkan jamban
lingkungan fisik buruk dengan kejadian diare.
keluarga di rumah. Untuk meningkatkan
Nilai OR diketahui sebesar 0,142 artinya pada
peranan petugas dalam memberikan
responden yang memiliki lingkungan fisik
penyuluhan tentang pemanfaatan jamban yaitu
buruk berisiko lebih besar 0,142 terhadap
perlu diberikan pelatihan yang terpadu
kejadian diare pada balita, dibandingkan pada
(pengetahuan dan keterampilan) mengenai
responden dengan memiliki lingkungan fisik
jamban keluarga yang memenuhi syarat
baik tidak diare.
kesehatan yang baik, serta perlu juga
dilakukan observasi oleh petugas kesehatan ke
Pembahasan Penelitian
rumah-rumah untuk memantau apakah jamban
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
yang dimiliki oleh responden memenuhi syarat
bahwa kejadian diare di Wilayah Kerja
kesehatan dan juga dimanfaatakan untuk
Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
buang air besar.
diketahui dari 58 orang sebagian besar
Pengelolaan sampah di Wilayah Kerja
menunjukan balita diare sebanyak 37 orang
Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
(63,8%). Hal tersebut penyebab balita diare
ditimbun dalam plastik, kemudian 3 hari
dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang buruk
dibuang. Bahaya sampah jika dibiarkan
seperti sumber air bersih kotor dan berwarna
menumpuk di satu tempat dapat menimbulkan

STIKes Dharma Husada Bandung 7


pencemaran, yaitu pencemaran tanah yang (2013) hubungan sanitasi lingkungan dengan
sangat mengganggu pada lingkungan sekitar kejadian diare pada anak usia sekolah di
yang menimbulkan kotor dan bau, sehingga Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado.
vektor dan bakteri yang ada ditempat Hasil penelitianya menunjukan distribusi diare
lingkungan wilayah mereka menjadi tercemar. paling banyak yaitu 33 anak (55,0%),
Sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dibandingkan pada anak yang tidak diare yaitu
dapat teruraikan dalam waktu yang lama akan hanya 27 anak (45,0%). Diare pada anak
mencemarkan tanah. Pengelolaan sampah dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk.
yang kurang memadai (pembuangan sampah Penyakit diare dapat terjadi perlahan-lahan dan
yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang tidak diketahui, atau terjadi demam mendadak,
cocok untuk beberapa organisme dan menarik gejalanya sering dimulai dengan malas
bagi berbagai binatang seperti, lalat dan anjing minum, nafsu makan berkurang, kemudian
yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi diikuti oleh muntah dan diare. Mula-mula tinja
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan cair berwarna kuning dan encer kemudian
yang salah satunya adalah Penyakit diare, berubah menjadi hijau berlendir, berair dan
kolera, tifus yang menyebar dengan cepat frekuensinya malah bertambah (Noer, 2013).
karena virus yang berasal dari sampah dapat
meningkat dengan cepat di wilayah yang Gambaran sanitasi lingkungan fisik di
pengelolaan sampahnya kurang tepat Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie
Sarana pembuangan air limbah di Wilayah Kota Bandung tahun 2017
Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui
sebagian besar sarana pembuangan air limbah bahwa sanitasi lingkungan fisik didapatkan
yang ibu gunakan berjarak <10 meter dari dari 58 orang menunjukan sebagian besar
sumber air bersih. sarana pembuangan kotoran sanitasi lingkungan fisik buruk sebanyak 42
manusia/jamban keadaannya masih banyak orang (72,4%). Hal tersebut dipengaruhi oleh
yang tidak memenuhi syarat. Dari segi jarak perilaku responden yang kurang mengerti dan
masih banyak yang kurang dari 10 meter dari memahami tentang keadaan lingkungan fisik
sumber air. Sarana pembuangan kotoran sekitar sehingga banyak diare.
manusia yang kurang terpelihara atau tidak Hasil kuesioner di Wilayah Kerja Puskesmas
memenuhi syarat dapat menyebabkan Ibrahim Adjie Kota Bandung sebagian
timbulnya diare. Selain itu kebiasaan hidup responden menggunakan sumber air untuk
yang tidak sehat dan keadaan sanitasi keperluan mandi, mencuci dengan air yang
lingkungan yang kurang baik dapat pula tidak memiliki syarat kesehatan yaitu kualitas
memengaruhi kejadian diare. Menurut air kotor dan berwarna. Sebagian orang di
Kementrian Kesehatan RI (2013) tentang Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie,
pedoman pembinaan Perilaku Hidup Besih dan kebanyakan berdiam di pinggiran sungai dan
Sehat menyatakan bahwa kuman dapat tiap rumah sudah memiliki jamban tetapi
menjadi penyebab diare biasanya menyebar pengelolaannya air limbah yang langsung
melalui fecal oral antara lain melalui dialirkan ke sungai, sehingga virus dan bakteri
makanan/minuman yang tercemar tinja tercemar pada lingkungan tempat tinggal
dan/atau kontak langsung dengan tinja mereka.
penderita. Sedangkan untuk ppengelolaan sampah di
Pada responden di Wilayah Kerja Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota
Ibrahim Adjie Kota Bandung, bahwa Bandung sebagian besar responden membuang
penyebab terjadinya diare adalah karena sampah dengan cara dipendam dalam lubang
lingkungan tempat sekitar mereka buruk dan dibakar. Sedangkan untuk konstruksi
seperti pengelolaan tinja bayi di buang ke tempat sampah, hampir semua responden tidak
selokan yang berada didepan rumah mereka, memiliki tempat sampah yang permanen
sehingga menjadi kotor dan bau, pengelolaan karena kebanyakan mereka menggunakan tas
limbah rumah tangga juga dialirkan ke sungai, plastik (tas kresek) untuk tempat sampah dan
sehingga sumber air berwarna kuning dan langsung dibuang setelah 3 hari ditimbun
terkontaminasi virus bakteri sehingga tertular dalam kantong keresek. Selain kebiasaan
pada bayi menjadi diare. masyarakat membuang sampah di kebun
Hasil analisis ini sejalan dengan hasil (lahan kosong) dan dibakar sebagai cara
penelitian yang telah dilakukan oleh Silolonga pembuangan akhir, juga masih ditemukan

STIKes Dharma Husada Bandung 8


sampah yang dibiarkan begitu saja di belakang lingkungan fisik yang sangat berhubungan
rumah mereka. seperti sumber air minum utama merupakan
Sejalan dengan hasil penelitian Utami (2016) salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
tentang hubungan antara faktor lingkungan pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.
dengan kejadian diare pada balita di Desa Sebagian kuman infeksius penyebab diare
Leyangan Ungaran Timur Kabupaten ditularkan melalui jalur fekal oral. Selain itu
Semarang. Menunjukan sebagian responden tempat pembuangan tinja yang tidak
ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
syarat (52,7%), tempat penampungan air risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar
limbah tidak memenuhi syarat (52,7%), sarana dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga
pembuangan tinja tidak sehat (45,9%), dan yang mempunyai kebiasaan membuang
kejadian diare balita didapatkan paling banyak tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi.
(67,6%). Sebagian responden didapatkan didapatkan
Kusnoputranto (2010) menyatakan sanitasi 86,5% sanitasi lingkungan fisik buruk dengan
adalah suatu usaha pencegahan penyakit kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas
dengan melenyapkan atau mengendalikan Ibrahim Adjie Kota Bandung kejadian diare
faktor-faktor risiko lingkungan yang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan
merupakan mata rantai penularan penyakit. ketersediaan jamban mempengaruhi kejadian
Sanitasi merupakan kegiatan yang diare, dimana pengetahuan yang rendah serta
mempadukan tenaga kesehatan lingkungan ketersediaan jamban yang tidak memenuhi
dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini syarat memperbesar kemungkinan kejadian
dilandasi oleh adanya keterkaitan peran dan diare. Pengetahuan yang rendah menyebabkan
fungsi Sanitasi lingkungan juga merupakan seseorang kurang memahami dan mengetahui
salah satu usaha untuk mencapai lingkungan sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga
sehat melalui pengendalian faktor lingkungan tidak mampu melakukan tata laksana
fisik khususnya hal-hal yang mempunyai pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban
dampak merusak perkembangan fisik yang memenuhi syarat kesehatan
kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. memperbesar penularan diare yang dapat
melalui air atau serangga yang hinggap di tinja
Hubungan sanitasi lingkungan fisik dengan penderita diare lalu hinggap dimakanan.
kejadian diare pada balita di Wilayah Sejalan dengan hasil penelitian Biantoro
Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota (2016) tentang Faktor-Faktor Yang
Bandung tahun 2017 Berhubungan Dengan Kejadian Diare Di Desa
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. Hasil
sanitasi lingkungan fisik baik dari 16 orang penelitian menunjukan dari variabel yang
dengan kejadian diare sebanyak 5 orang diteliti yaitu ketersediaan air bersih, hygiene
(13,5%), tidak diare sebanyak 11 orang perorangan, sanitasi makanan, ketersediaan
(52,4%), sedangkan dari 42 orang diketahui jamban, perilaku buang tinja dan ternyata
sanitasi lingkungan buruk didapatkan 32 orang sanitasi lingkungan lebih signifikan yaitu p-
(86,5%) kejadian diare dan tidak diare 10 value = 0,000).
orang (47,6%) Menurut Sarudji (2013) bahwa faktor yang
sanitasi lingkungan buruk menunjukan 86,5% berhubungan dengan kejadian diare yaitu
dengan kejadian diare. Uji chi square sanitasi lingkungan fisik seperti sumber air
menunjukan p-value 0,004<(0,05) yang bersih yang digunakan untuk kebersihan
berarti ada hubungan yang signifikan antara mandi, mencuci dan kakus, penggunaan
sanitasi lingkungan fisik buruk dengan jamban yang tidak dikelola dengan baik
kejadian diare. Nilai OR diketahui sebesar seperti air jamban yang bekas pakai dialirkan
0,142 artinya pada responden yang memiliki ditempat terbuka atau sungai, pengelolaan
lingkungan fisik buruk berisiko lebih besar sampah yang ditimbun dan dapat
0,142 terhadap kejadian diare pada balita, menyebabkan sumber penyakit dari lalat.
dibandingkan pada responden dengan Kejadian diare balita pada dasarnya dapat
memiliki lingkungan fisik baik tidak diare. dicegah dengan memperhatikan faktor risiko
Pada lingkungan fisik yang buruk akan yang dapat menyebabkan terjadinya diare.
berisiko terhadap kejadian diare, karena pada Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dasarnya kejadian diare dipengaruhi oleh dilakukan, diketahui bahwa banyak faktor

STIKes Dharma Husada Bandung 9


yang mempengaruhi kejadian diare pada balita lingkungan, sehingga tercapainya perubahan
ada beberapa kegiatan pencegahan penyakit perilaku individu, keluarga dan masyarakat
diare yang benar dan efektif yakni perilaku dalam membina dan memelihara perilaku
lingkungan yang sehat yang terdiri dari hidup sehat dan lingkungan sehat, serta
penggunaan air bersih yang cukup berperan aktif dalam upaya mewujudkan
menggunakan jamban bersih, membuang tinja derajat kesehatan yang optimal.
balita yang benar serta dapat mencegah
kejadian diare yakni penyehatan lingkungan SIMPULAN
yang terdiri dari penyediaan air bersih, Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
pengelolaan sampah serta Pengelolaan air berikut :
limbah (Zubir, 2014). 1. Gambaran kejadian diare di Wilayah Kerja
Menurut Dwianto (2010) bahwa penyebab Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
diare dapat terjadi dari faktor perilaku tidak diketahui kejadian diare pada balita
sehat yang dapat menyebabkan penyebaran sebanyak 37 orang (63,8%).
kuman infeksi dan meningkatkan risiko diare 2. Gambaran sanitasi lingkungan fisik
antara lain adalah buang air besar, tidak didapakan buruk sebanyak 42 orang
membuang tinja dengan benar, dan masih (72,4%).
banyak lingkungan yang belum mempunyai 3. Ada hubungan yang signifikan antara
jamban. Sanitasi lingkungan fisik yang sanitasi lingkungan fisik buruk dengan
mendukung berupa ketersediaan sumber air, kejadian diare (p-value 0,004)
ketersediaan jamban, dapat menurunkan
sumber penularan penyakit yang dapat Saran
memicu terjadinya diare. Rendahnya mutu 1. Bagi Puskesmas
sanitasi lingkungan fisik merupakan keadaan Diharapkan pada puskesmas dapat
potensial menjadi sumber penularan penyakit memberikan membina dan memelihara
diare. perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat,
Diperkuat oleh Notoatmodjo (2012) serta berperan aktif dalam upaya
menyatakan ada faktor lain yang dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
menyebabkan diare yaitu pengetahuan ibu dan optimal.
ketersediaan jamban mempengaruhi kejadian 2. Bagi Ibu Balita
diare, dimana pengetahuan yang rendah serta Bagi ibu balita diharapkan ikut berperan
ketersediaan jamban yang tidak memenuhi serta dalam mencipkan lingkungan bersih,
syarat memperbesar kemungkinan kejadian seperti pengelolaan limbah, pengelolaan
diare. Pengetahuan yang rendah menyebabkan sampah secara benar dan baik.
seseorang kurang memahami dan mengetahui 3. Bagi Penelitian selanjutnya
sesuatu yang sedang dialaminya, sehingga Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat
tidak mampu melakukan tata laksana meneliti tentang perubahan perilaku ibu
pencegahan diare. Tidak tersedianya jamban terhadap kejadian diare, sehingga angka
yang memenuhi syarat kesehatan kejadian diare dapat diturunkan.
memperbesar penularan diare yang dapat
melalui air atau serangga yang hinggap di tinja DAFTAR PUSTAKA
penderita diare lalu hinggap dimakanan. Adisasmito, 2013. Sistem Kesehatan. PT.
Menurut pandangan peneliti bahwa hasil Raja Grafindo Persada. Jakarta.
penelitian ini menunjukan ada hubungan yang Arfiani, 2008. Hubungan Antara Penggunaan
signifikan antara sanitasi lingkungan fisik Sumber Air Dan Kebiasaan PHBS
buruk dengan kejadian diare yang ditunjukan (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat)
dengan nilai OR yang diketahui sebesar 0,142 dengan kejadian Diare. Diakses sari
artinya pada responden yang memiliki http://eprints.ums.ac.id/2749/1/J41004
lingkungan fisik buruk berisiko lebih besar 0014.pdf. Diunduh pada tanggal 26
0,142 terhadap kejadian diare pada balita, Oktober 2016 (Jurnal tersedia Online)
dibandingkan pada responden dengan Azwar, 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan
memiliki lingkungan fisik baik tidak diare. Lingkungan. Jakarta: PT. Mutiara
Peran perawat pada penelitian ini yaitu Sumber Widya.
diharapkan pada tenaga kesehatan agar
memberikan penyuluan tentang sanitasi

STIKes Dharma Husada Bandung 10


Brunner dan Suddarth, 2014. Buku Ajar Lumbantobing, 2010. Kejadian Diare Pada
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Balita. Jakarta: Fakultas Kedokteran
EGC. Universitas Indonesia.
Direja, 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa Mansjoer, 2014. Kapita Selekta Kedokteran,
Tentang Personal Hygine. Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Yogyakarta: Nuha Medika. Jakarta.
Dainur, 2011. Materi-materi Pokok Ilmu MDGS, 2015. Program Millenium
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Development Goals. Menurunkan
Widya Medika. kematian balita.2015
Dwianto, 2010. Mewujudkan Good Muaris, 2013. Kejadian Diare dan Gizi untuk
Governance Melalui Pelayanan. Anak Balita. Jakarta: Gramedia.
Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mulia, 2011. Pengantar Kesehatan
Barata Atep Adya. Lingkungan. Edisi pertama,
Field, 2014. Tactile/Kinesthetic Stimulation Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Effects On Preterm Neonates. Ngastiyah, 2013. Asuhan Keperawatan
Pediatrics. Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta:
Hidayat, 2014. Pengantar Konsep Dasar EGC.
Keperawatan, Jakarta: Salemba Noer, 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Medika. Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
James Chin. 2013. Manual Pemberantasan Penerbit FKUI
Penyakit Menular. Jakarta: CV, Notoatmodjo, 2012. Pendidikan dan Perilaku
Infomedika. Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Juariah, 2000. Hubungan Kejadian diare Nursalam dkk, 2013. Pendekatan praktis
dengan sanitasi lingkungan. Diakses metodologi Riset Keperawatan.
dari Jakarta: Info Medika
https://ru.scribd.com/doc/301861531/5
-UMIATI. Diunduh pada tanggal 20 Nursalam, 2014. Konsep dan penerapan
Agustus 2016 (Jurnal tersedia Online) metodologi penelitian keperawatan.
Kadaruddin, 2014. Faktor Yang Berhubungan Jakarta
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Perry & Potter, 2014. Buku Ajar Fundamental
di Wilayah Kerja Puskesmas Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Pallangga Kabupaten Gowa. Diakses Praktik. Edisi 4. Volume 2.Alih
dari Bahasa : Renata
http://repository.unhas.ac.id/handle/12 Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
3456789/10971. Diunduh pada tanggal Rahayuningtyas Dkk, 2010. Sikap Dan
20 Agustus 2016 (Jurnal tersedia Perilaku Ibu Balita Terhadap
Online) Kejadian Diare. Jakarta. EGC.
Kemenkes RI, 2011. Situasi Diare di Rahmawati, 2012. Kepemilikan Jamban.
Indonesia. Jakarta : Kementrian Jakarta: EGC
Kesehatan RI. 2011 Rianto, 2011. Dasar-Dasar Pembelanjaan
Kemenkes RI, 2013. Pedoman Pembinaan Perusahaan, Edisi. Keempat, Cetakan
Perilaku Hidup Besih dan Sehat. Ketujuh, BPFE Yogyakarta,
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Yogyakarta.
2013 Sander, 2010. Hubungan Antara Faktor
Kemenkes RI, 2014. Buletin Jendela dan Lingkungan Dan Faktor
Informasi Kesehatan. Situasi Diare di Sosiodemografi Dengan Kejadian
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Diare Pada Balita Di Desa Blimbing
Jakarta. [online] Kecamatan Sambirejo Kabupaten
http://www.depkes.go.id/ diunggah Sragen Diakses dari
pada 20 Agustus 2016 http://etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J41
Kusnoputranto, 2010. Kesehatan Lingkungan 0050008.PDF. Diunduh pada tanggal
Fakultas Kesehatan Masyarakat 12 September 2016 (Jurnal Tersedia
Universitas Indonesia, Jakarta. Online)

STIKes Dharma Husada Bandung 11

Anda mungkin juga menyukai